"Hah.. kemana lagi aku mencari pekerjaan." Irene, gadis yang baru saja selesai kuliah tengah mencari pekerjaan di kota Jakarta, kota yang sering dibilang tempatnya para pekerja keras dan gampang mendapati pekerjaan, namun sayangnya selama Irene mencari dari pagi dan sampai sore ini, masih ada yang belum menerimanya.
Ya maklum Irene hanya berkuliah D3, tentu jarang yang mau menerima Irene, tapi setidaknya sebagian pasti ada.
Lelah karena berjalan sedari tadi, Irene memutuskan duduk di taman dan didepannya terdapat kolam kecil berisikan ikan hias, ia meletakkan beberapa dokumen di sebelahnya setelahnya itu melepas high heels yang di pakainya sedari tadi.
Terlihat ada beberapa lecet akibat memakai high heels terlalu lama, ia menghela nafas lagi dan mengambil hp dari tas kecilnya, hp bermerek Samsung tipe lama itu menyala dan memperlihatkan beberapa pesan serta panggilan tidak terjawab dari orangtuanya.
Semenjak Irene lulus dari kuliahnya ia diminta untuk pulang, namun Irene menolak karena sudah nyaman berada di kota ini, terlebih ia hampir 2 tahunan disini.
Tepat ia melamun melihat kolam kecil tersebut, hpnya berbunyi, Irene dengan malas mengangkat telpon dari orangtuanya.
"Halo."
"Sayang, bagaimana kabarmu?" Basa basi yang sudah sering Irene dengar kalau ibunya ingin mengatakan sesuatu.
"Baik."
"Aih, kenapa singkat sekali sayang. Kamu sedang badmood ya?" Yang dikatakan ibunya benar, Irene badmood dan capek karena gagal mencari kerja untuk kesekian kalinya.
"Iya."
"Kalau begitu pulang lah nak." Kan, Irene sudah menduganya, ia mendesah panjang dan memijit pelipisnya, cahaya matahari mulai menyinari tempat ia duduk, dengan terpaksa Irene berpindah ke bawah pohon yang rindang dan menyandarkan punggungnya ke batang pohon.
"Maaf Bu, Irene tidak mau pulang."
"Kenapa sayang?"
"Ya malas aja Bu, lagian ongkosnya mahal." Disebrang sana Irene bisa mendengar suara gelak tawa kecil dari ibunya, dan itu membuat Irene terdiam, ia tiba-tiba teringat bagaimana masa remajanya yang dihabisi di kampung, mengingat bagaimana ibunya bekerja banting tulang untuk membiayainya kuliah, mengingat entah kenapa ia merasa bersalah karena menolak untuk pulang.
"Soal ongkos itu gampang sayang, biar ibu yang membiayainya, ibu rela melakukan apapun asal anak perempuan ibu pulang kerumah, cari kerja disini saja ya nak, ibu juga udah mulai tua, Abang kamu juga bakalan pulang dan menetap di kampung lagi nak, jadi pulang ya." Irene menarik nafas panjang dan mengerjapkan matanya cepat serta mendongak, matanya memerah menahan tangis mendengar perkataan ibunya.
"Bu.."
"Iya sayang?" Irene mengusap kedua matanya sebelum berbicara dan berdehem kecil.
"Masakin makanan kesukaan Irene ya."
"Tentu sayang! Jadi kapan kamu pulang?" Irene tidak bisa menahan air matanya lagi mendengar nada riang ibunya.
"Ha-hari ini."
"Kamu menangis sayang? Kenapa, berat untuk pulang ya?"
"Enggak, enggak, Irene rindu ibu."
"Ibu juga rindu kamu sayang, besok setibanya di kampung ibu masakin apapun yang kamu mau ya."
"Terimakasih ibu, dan maaf Irene selama ini menolak untuk pulang."
"Iya sayang, enggak apa-apa, ibu ngerti kok, ibu juga pernah merantau dan merasa nyaman selama disitu, ibu juga dulu berat rasanya untuk pulang, namun nenek kamu selalu menunggu ibu dan akhirnya ibu pulang, sama seperti kamu, ibu akan selalu menunggu kamu pulang sayang."
"Irene sayang ibu."
"Ibu juga, udah ya sayang, Abang kamu baru saja sampai dan mencari ibu."
"Iya Bu, sampaikan salam Irene ke Abang ya."
"Iya."
Panggilan terputus, Irene menyeka air mata dan berdiri seraya memasukkan hp kembali kedalam tas dan memegang dokumennya, ia bergegas kembali ke kosan untuk membereskan semua pakaian dan beberapa buku untuk dibawanya pulang ke kampung.
Esok harinya Irene sudah tiba di kampungnya, ia langsung disambut oleh ibu dan abangnya disaat sudah turun dari bus.
Irene memeluk ibunya erat yang menangis sekarang, lalu tersenyum hangat kepada abangnya yang tengah mengelus kepalanya.
"Selamat datang dirumah, adek."
"Makasih bang." Ibu menghapus air matanya dan mengusap kedua bahu Irene, ia begitu merindukan anak perempuannya yang berada dihadapannya sekarang.
"Irene pulang Bu, maaf lama ya." Mengangguk dan ibu membawa Irene menuju mobil butut milik abangnya yang terparkir di dekat pintu masuk terminal, disusul abangnya yang menggeret koper ringan Irene.
Mereka berada didalam mobil dan sepanjang perjalanan menuju rumah melalui jalanan bertanah, mereka bercanda gurau dan ibu tidak henti-hentinya mengusap kedua pipi Irene atau memeluknya.
Sebegitu rindunya ibu Irene sehingga tidak ingin berjauhan dari anak perempuannya tersebut, Abang yang melihat itu dari kaca tengah hanya tersenyum hangat, ia juga merindukan Irene namun canggung untuk berpelukan karena mereka sudah besar.
"Ibu masak banyak dirumah asal adek tau." Memilih berbicara duluan membuat ibu menoleh ke Abang begitu pula Irene.
"Abang gak cemburu kan?"
"Yakali Abang cemburu, udah gede gini."
"Masa." Abangnya melunturkan senyuman dan menoleh kebelakang disaat mereka sudah berada di depan rumah, Ia mendelik kesal ke Irene yang memeletkan lidah sekarang.
"Sudah sudah, baru ketemu juga malah ribut."
"Adeknya mulai duluan."
"Wleee."
"Bu." Mengadu ke ibu yang terkekeh kecil disertai gelengan kepala dan usapan kepala untuk Abang, Ibu keluar setelahnya disusul Irene yang memeletkan lidah lagi.
Abang mendesah panjang dan memutuskan untuk keluar, setelahnya mengambil koper Irene yang berada di bagasi dan menggeretnya masuk kedalam rumah.
Rumah mereka sederhana saja, tapi bisa dibilang sedikit mewah karena rumah mereka dari dinding, bukanlah kayu seperti rumah penduduk lainnya, halaman rumah mereka juga lumayan luas dan berpagar.
Di halaman luas itulah tempat bermain Irene dan abangnya dulu sewaktu kecil, namun halaman itu sudah digantikan oleh beberapa bunga yang bermekaran, juga ada sayur mayur atau cabe yang ditanam ibunya.
"Wah, banyak sekali." Setibanya didalam rumah mereka langsung menuju dapur dan Irene bisa melihat banyaknya makanan diatas meja makan.
Ia memeluk ibunya dan mengecup pipi kiri ibunya.
"Makasih ya Bu."
"Iya sayang, kita makan sekarang ya, abangmu tu kasihan, dia rela nahan lapar karena nunggu kamu."
Irene menoleh ke abangnya dan beralih memeluk abangnya, sontak tubuh besar itu menegang, pasalnya mereka sudah lama tidak bertemu dan sekali bertemu sudah dewasa, tentu berpelukan itu canggung walaupun Irene adek perempuannya sendiri.
"Sayang Abang."
"Iya iya." Dengan cepat abangnya melepas pelukan dan salah tingkah, ia memutuskan untuk duduk duluan dan membalikkan piring yang tertelungkup.
Irene duduk disebelah abangnya dan ibu duduk dihadapan mereka berdua.
Beberapa menit kemudian ketokan pintu terdengar, membuat sesi makan bersama mereka terganggu, Abang yang berdiri dan membukakan pintu, tadinya dia mau marah ke orang yang menganggu acara makan-makannya namun melihat siapa yang datang ia membuka lebar pintu dan tertawa senang sambil memeluk orang yang berada dihadapannya.
"Chanyeol!"
"Anjir alay Suho." Suho, Abang Irene itu melepaskan pelukannya dan menepuk-nepuk kuat bahu Chanyeol sampai ia menyadari kalau ada orang lain bersama Chanyeol.
"Wih, adek lu?" Chanyeol menoleh kebelakang dan mengangguk, ia menarik lembut lengan adeknya itu yang diam menghadap kesamping enggan menghadap kedepan.
"Dia Jisoo, baru pulang dari Jakarta." Mendengar kata jakarta yang samar-samar, Irene mengalihkan pandangannya ke pintu dan mendapati Suho bersama orang lain, ie menoleh ke ibunya dan bertanya sambil meminum air putih.
"Itu siapa Bu?"
"Palingan teman abangmu dek, sudah makannya?" Irene mengangguk dan ibu meraih piring kosong Irene, ia bergerak menuju pencuci piring, gak lupa gelas kosong Suho dan Irene.
"Kamu istirahat aja nak."
"Iya Bu." Irene berdiri dan berjalan menuju kamarnya, kebetulan melewati pintu utama yang masih ada Suho dan temannya.
"Hai." Chanyeol menyapa dan Suho menoleh, ia menghampiri Irene dan merangkul adeknya tersebut.
"Adekmu?" Chanyeol melangkah masuk, tak lupa menarik Jisoo yang sebenarnya malas untuk berkunjung, terlebih ia menurunkan topi hingga menutupi bagian matanya..
"Iya, baru pulang dari Jakarta juga, sama kayak adek lu." Jisoo mendengar itu sedikit melirik ke arah Irene yang tengah di rangkul.
"Wih sama dong, bisa kali bestiean." Menyenggol lengan Jisoo sehingga ia menoleh ke abangnya dan menggeleng.
"Ogah."
"Hahahaha adek gua memang gini, sorry ya." Chanyeol segera menjelaskan sifat Jisoo karena tidak mau membuat terjadi kesalahpahaman.
"Santai kali, adek gua juga kadang nyebelin." Mencolek dagu Irene dan dihadiahi pukulan pelan di bahu, Suho tertawa menerima pukulan itu dan makin menjaili Irene, Chanyeol yang melihat itu hanya diam dengan senyuman lebar, bahkan matanya ikut menyipit, di dalam hati ia merasakan iri dengan persaudaraan dihadapannya ini.
"Oh iya, kenapa kemari?" Chanyeol menepuk jidatnya dan merangkul adeknya yang membuat Jisoo terkejut, pasalnya tiba-tiba.
"Ni adek gua, katanya mau partyan kecil dirumah karena baru pulang dari Jakarta."
"Bohong, lu yang mau partyan." Chanyeol cengengesan dan melepaskan topi adeknya, Jisoo terkejut dan merebut kembali topi dari Chanyeol, namun karena abangnya itu tinggi dan tangan yang memegang topi terjulur keatas, Jisoo tidak bisa menggapainya.
Alhasil wajah yang ditutupi sedari tadi terlihat jelas sekarang, rambut berwarna red wine begitu halus dan panjang, Jisoo mendelik kesal seraya memutar malas bola matanya dan tanpa sengaja melirik Irene yang juga memandangnya.
"Anjir, cantik juga adek lu."
"Adek lu juga gak kalah cantik, dan soal partyan, gimana kalau dirumah lu aja, tau sendiri nyokap dan bokap gua dimana?" Suho diam memikirkan itu, ia melirik ke ibunya yang ternyata sudah selesai berberes dan menghampiri mereka.
"Bagaimana Bu?" Ibu memandang Chanyeol dan Jisoo, lalu Irene setelahnya Suho.
"Boleh, tapi jangan mabuk." Mendengar itu Suho dan Chanyeol tersenyum lebar, mereka bahkan melakukan TOS, Irene juga tersenyum melihat itu tetapi Jisoo hanya diam memandang Irene.
Malam harinya, Chanyeol, Suho, Irene dan Jisoo sudah berkumpul dihalaman rumah, mereka memanggang beberapa daging yang dibawa oleh Chanyeol, memasak ramen yang dibawa oleh Jisoo setelahnya mereka menyantap itu semua dalam posisi lingkaran, Jisoo disebelah Irene, lalu disebelahnya ada Suho dan disebelah Suho ada Chanyeol lalu kembali lagi ke Irene.
Selesai makan, Suho dan Chanyeol bermain gitar, Chanyeol yang bermain sedangkan Suho menyanyi yang disimak malas oleh Jisoo, sedang Irene duduk dihadapan bunga-bunga yang begitu cantik ditanam oleh ibu.
Jisoo mulai bosan dan memandang ke depan, lagi, tanpa sengaja ia memandang Irene yang begitu menikmati bunga-bunga didepan matanya, seakan dikendalikan oleh remote console, Jisoo bergerak berdiri dan melangkah pelan menghampiri, Chanyeol mengikuti pergerakan adeknya tanpa kehilangan fokus dengan petikan gitarnya.
Irene menyadari kehadiran Jisoo dari derap langkah kaki yang bergesekan dengan rumput, ia menoleh kebelakang dan tersenyum canggung, Jisoo juga membalas senyuman canggung itu dan duduk bersila disebelah Irene.
Irene setelah itu menoleh kedepan dan kembali menyentuh lembut beberapa bunga mawar merah dihadapannya.
"Cantik." Gumaman pelan terdengar, tangan yang menyentuh bunga terhenti dan Irene menoleh, saat itupula Jisoo menoleh cepat kedepan dan menyentuh asal bunga hingga salah satu jarinya tertancap duri.
Ia meringis pelan dan Irene tertawa kecil melihat itu, Jisoo mendecih kesal karena Irene malah menertawainya.
"Gak ada yang lucu." Mendengar itu, Irene sontak berhenti tertawa dan meminta maaf kepada Jisoo yang hanya dibalas deheman.
Setelahnya mereka diam menikmati hembusan angin malam dan suara kayu yang terbakar.
Malam sudah mulai larut dan waktunya acara terakhir di mulai, Chanyeol memanggil mereka berdua, Jisoo berdiri cepat dan sedikit berlari menghampiri abangnya, disusul Irene yang berjalan santai.
"Nih, gua bawa diam-diam." Setibanya di dekat Chanyeol, Abang Jisoo itu diam-diam mengeluarkan beberapa kaleng bir dari dalam tasnya, mata Suho berbinar-binar melihat itu, ia bahkan dengan cepat mengambil satu dan membukanya.
"Adek udah ya, mau tidur." Suho sudah meminum setengah isi kaleng bir, ia mengangguk dan Irene melanjutkan langkah memasuki rumah, namun entah angin apa, Jisoo tiba-tiba menahan lengannya.
Irene menoleh dan melirik tangan Jisoo yang menahan lengannya, lalu ia menoleh ke Jisoo yang seketika mengalihkan pandangan.
"Ada apa?"
Jisoo menggeleng dan melepaskan lengan Irene, Chanyeol yang melihat itu tertawa dan merentangkan tangan menutupi jalan Irene masuk kedalam rumah.
"Nanti aja kali dek, kapan lagi coba ngumpul gini." Ada benarnya juga, besok mereka pasti mulai sibuk dengan kegiatan masing-masing, seperti Irene contohnya yang bakal sibuk mencari kerja.
Dengan begitu ia mengangguk dan memutuskan untuk bergabung.
Chanyeol dan Suho menghabiskan banyak kaleng bir, begitupula dengan Jisoo yang mulai cegukan dan linglung, berbeda dengan Irene yang hanya sedikit dan tersenyum hangat memandangi abangnya.
"Irene, tolong bawa Jisoo kedalam ya." Chanyeol, dalam keadaan sedikit mabuk berbicara kepada Irene.
Irene menoleh ke Jisoo dan mengangguk, ia bangkit dan membawa Jisoo perlahan masuk kedalam.
Irene kesulitan membawa Jisoo terlebih Jisoo menopang seluruh tubuhnya ke tubuh Irene.
Setibanya didalam, Irene berhenti diruang tamu dan berniat untuk meninggalkan Jisoo disana, tapi kalau besok paginya Jisoo belum sadar, mereka pasti ketahuan kalau udah mabuk-mabukkan oleh ibunya, jadi dengan terpaksa Irene membawa Jisoo menuju kamarnya.
Ia agak kesulitan membuka pintu hingga beberapa kali percobaan akhirnya berhasil, bernafas lega dan membenarkan posisi Jisoo yang linglung kedepan.
"Kamu berat juga."
"Hehehe." Malah cengengesan, Irene geleng-geleng kepala mendengar itu, ia segera membaringkan Jisoo ke kasur dan mendesah panjang karena terbebas dari beratnya tubuh Jisoo.
Dan Irene selalu membersihkan tubuh sebelum tidur, jadi dia keluar seraya menarik handuk untuk menuju kamar mandi.