🗡
"Ada apa berisik-berisik ini?" Ujar Gilang yang baru saja menuruni tangga di ikuti oleh Thalita di belakangnya.
Sagara sontak terdiam saat pandangannya berpas-pasan dengan Thalita. Dengan cepat ia mengalihkan pandangannya dan tersenyum dengan canggung.
"Ah, in—ini ya Thalita. Selamat datang di mansion kecil kami. Saya harap kamu dapat beradaptasi dengan baik di sin—"
"Saya tidak akan tinggal di sini selamanya, jadi jangan ucapkan kalimat seperti itu om" ujar Thalita sopan membuat Sagara terdiam.
"Kenapa?" Tanya Gilang menyirit bingung dengan pernyataan Thalita.
"Gue masih punya Nining di samping gue, gue gak bisa mengabaikannya begitu saja. Gue gak mau terus-terusan menyusahkan lo" ujarnya membuat Sagara kini merasa enggan.
"Tidak apa-apa kok nak, kamu bisa tinggal di sini sementara. Saya tidak masalah jika di rumah ini bertambah anggota seorang atau dua orang anak perempuan" ucap Sagara membuat senyuman Thalita memudar ketika mendengar jawaban Sagara.
"Kenapa anda mengatakan itu, apa anda sejenak lupa? Saya putri Johan Hans, anda seharusnya curiga kepada saya" ucap Thalita membuat Gilang kini menatap heran Thalita dan Sagara.
"Ayah? Apa kalian saling mengenal?" Tanya Gilang di balas anggukan pelan oleh Sagara.
"Dulu ayah gue pernah ingin membunuh ayah lo" jawab Thalita spontan membuat Cris dan Gilang terkejut mendengarnya.
"Apa??!" Kaget Cris.
"Ceritanya panjang, lebih baik kita bahas ini lain kali. Kalian makanlah terlebih dahulu" ujar Sagara segera melangkah menuju kamarnya membuat Gilang kini semakin bertanya-tanya.
"Thalita, apa maksud aya—"
"Ayo kita makan terlebih dahulu" ajak Cris memotong pertanyan Gilang seraya mengiring Thalita menuju ruang makan.
"Jangan membuat suasana menjadi semakin canggung, tahan rasa penasaran lo" bisik Cris ketika berpas-pasan dengan Gilang.
"Ayo Thalita! Di sini kita punya banyak banget makanan dari koki restoran bintang 9!" Seru Cris bersemangat.
"Ah, begitukah? Emangnya ada?" Heran Thalita di balas anggukan oleh Cris.
"Bik siapkan makanannya untuk tamu kita!" Sahut Cris di balas acungan jempol oleh Bik Inah.
Hanya dalam hitungan menit, seluruh maid keluar dari arah dapur membawa beberapa makanan siap santap di tangan mereka.
Dengan di susun rapi mereka meletakkan makanan tersebut di meja makan dengan lengkap membuat Thalita syok di buatnya.
"Wah gila! Kayak di film kerajaan!" Sahutnya terkagum-kagum.
"Makanlah Thalita, semua ini kami siapkan buat lo" ujar Gilang duduk di hadapan Thalita membuat sang gadis segera memulai memakan makanannya.
Melihat Thalita yang tampak sangat lucu saat mengunyah makanan membuat Gilang tak dapat mengalihkan pandangannya dari Thalita. Gadis ini selalu saja dapat menarik perhatiannya walaupun tak melakukan apa-apa.
"Lang, lo gak makan?" Tanya Cris yang tengah mengunyah steak nya membuat senyuman Gilang merekah.
"Gue liat Thalita makan aja udah kenyang kok" ujarnya membuat seburat merah di pipi Thalita tercetak jelas seketika.
"Apaan sih, Lang!" Kesal Thalita akibat ledekan Gilang.
"Thalita" ucap Gilang sambil menatap wajah gadis tersebut sambil menopang dagunya.
"Hm?" Balas gadis itu menoleh menatapnya heran.
"Kamu mirip gadis kecil yang dulu pernah gue selamatin" ujarnya tersenyum hangat. "Namanya Lita"
"Lo ingat?"
"Apa?" Kaget Gilang membuat Thalita berdecak kesal.
"Ah, lo benar. Gue Lita, anak kecil yang dulu pernah lo selamatkan dari pereman jahat" jawabnya sambil mengunyah makanannya membuat senyuman Gilang mengembang.
"Ah, sejak kecil pun lo ternyata sudah sangat manis ya"
UUKHUUUKKK!!!!!
"Airrr!"
"Minum dulu nih!" Ujar Cris menyodorkan minumannya kepada Thalita.
Gadis itu segera meneguknya lalu menyemburkannya di depan wajah Cris membuat lekaki itu terdiam saat melihat bajunya yang basah.
"Gila ya lo! Kecut amat ni air, lo kasi gue air kobokan ya?" Kesal Thalita membuat Cris langsung memasang wajah tak bersalah.
"Lo mau air ya? Gue kira lo butuh air buat cuci tangan" jawab polos Cris membuat gadis tersebut merotasikan bola matanya malas.
"Minum ini aja, sayang" Gilang menyodorkan segelas air putihnya kepada Thalita membuat gadis itu meneguknya dengan ragu.
Takut di kelabui untuk kedua kalinya.
"Minum aja, itu bukan air kobokan kok" kekeh Gilang.
Thalita merasa malu dan meneguk habis minuman tersebut, sambil mengembungkan pipinya lucu gadis itu menatap sinis kedua lelaki itu membuat Gilang tak hentinya tersenyum hingga bibirnya nyaris robek melihat tingkah manis Thalita.
"Kenapa lo liat liat gue kayak gitu!" Kesal Thalita melipat tangannya di dada.
"Lo keliatan kecil dan imut, seperti akan rapuh kalau gue menggunakan kekuatan saat menggengam lo" ujarnya tersenyum hangat kepada Thalita.
"Padahal dulu guelah yang lebih tua dari lo. Tapi kini sekarang malah kebalikannya" ujarnya membuat Thalita diam sejenak.
"Umur kita berjarak 8 tahun, apa menurut lo gue gak boleh jatuh cinta sama gadis cantik seperti lo?" Ucapan Gilang membuat Thalita bungkam, telinganya tiba-tiba memerah saat mendapat pengakuan manis dari gilang.
"Lihatlah" ucap Cris memotong "kalian tidak bisa menahan perasaan canggung, bukankah kalian perlu menyesuaikan diri terlebih dahulu sebagai Thalita Shintia dan Matahari Sanggara?"
"Apaan sih lo!" Ucap Thalita merasa canggung mendengar ucapan Cris. Yang benar saja, masa ia benar-benar berpacaran dengan sang Matahari Sanggara, apa semudah itu ia melupakan Gilang?
"Jangan bicara kayak gitu Cris, Thalita butuh waktu hingga benar-benar bisa mencintai orang baru" ucap Gilang menepuk bahunya pelan. "Mana ada gadis yang bisa melupakan mantan pacarnya jika melihat gebetannya sangat mirip 100% dengan mantan pacarnya"
Cris menepuk jidatnya sejenak. "Bener juga kata lo Lang!"
"Kalian lagi bahas apaan ini?" Ucap Sagara yang baru saja keluar dari kamarnya menghampiri meja makan.
"Ohh, kami lagi bahas soal kisah cinta Thalita dan Gilang yang kandas, pih! Ayo join sini bareng Cris meroasting kedua bucin ini" ajak Cris membuat Sagara terkekeh.
"Ah, kenapa kalian putus?" Tanya Sagara mendadak bertanya membuat Gilang dan Thalita terdiam canggung.
"Cinta terhalang umur pih! Thalita kan kakak kelas si Gilang, mana beda kasta lagi" celetuk Cris membuat Gilang sontak melotot menatapnya.
"Halah hanya begitu saja, papi dulu lebih parah dari pada kalian" ujar Sagara membuat Cris merasa penasaran di buatnya.
"Cerita dong pih, gimana pertemuan papi sama mami Gilang" ucap Cris memelas membuat Gilang menatap sinis Cris.
"Mami mami, kepala lu" ujarnya merotasikan bola matanya.
Sagara terkekeh melihat rasa penasaran Cris. "Ah, ini cerita yang panjang"
FLASH BACK
Tok...tok...tok....
Crklekk.....
"Monica?" Kaget Sagara saat melihat wajah gadis yang sudah lama tak ia lihat berada di ambang pintu dengan keadaan basah kuyup.
"kenapa lo hujan-hujanan!" Kaget Sagara segera menarik Monica masuk kedalam rumahnya dan segera memberikan handuk kepadanya.
Monica hanya diam saat itu, hal itu membuat Sagara merasa gelisah atas sikap Monica. Rasanya ia seperti telah melakukan kesalahan kepada wanita tersebut.
"Kamu...."
"Iya?" Jawab Sagara menatap Monica yang masih menunduk menutupi wajahnya.
"Aku hamil"
DEGGGG.....
Bak di sambar petir, Sagara yang saat itu masih duduk di bangku mahasiswa semester 4 itu seketika meringis saat mendengar ucapan itu.
Memang benar beberapa bulan yang lalu ia melakukan hal bodoh bersama Monica, namun karena Monica langsung pergi meninggalkannya begitu saja, ia pikir Monica tak akan kembali datang kepadanya untuk meminta pertanggung jawaban.
Namun ternyata hal itu terbantahkan oleh kedatangannya saat ini.
"Ak—aku harus menggugurkannya" ucap gugup Monica membuat Sagara membulatkan matanya.
"Apa maksud lo! Lo mau gugurin anak yang tak berdosa!" Bantah Sagara beranjak menatap Monica tak percaya.
"Lalu mau bagaimana?!" Bentak Monica tampak frustasi. "Umur lo masih 19 tahun dan gue udah 24 tahun, usia kita terpaut sanga jauh—-"
"Emangnya kenapa kalau berbeda?" Ucap Sagara membuat Monica sontak terdiam.
"Emangnya salah kalau gue punya anak di usia muda?" Ucap Sagara membuat Monica menatapnya cukup lama. "Gue bakalan bertanggung jawab, atas diri lo dan anak gue, gak perduli atas perbedaan umur yang terpaut jauh"
"Gue mencintai lo Monica, gue sudah lama mengagumi lo" ucap Sagara menggengam tangan Monica lembut. "Lo adalah satu-satunya senior yang gue kagumi saat pertama kali gue menginjakkan kaki di kampus"
"Sagara, lo bakalan menyesali hal ini. Karir lo masih panjang!" Tolak Monica membuat Sagara menggeleng.
"Gue bakalan lebih menyesal kalau gue harus membuat lo menderita sendirian karena gue" ucap Sagara lembut membuat air mata Monica sontak jatuh menetes memasahi pipinya.
"Sagara, gue udah punya anak sebelumnya"
Hening.....
Tak ada satupun suara yang di keluarkan oleh Sagara membuat Monica semakin menunduk dalam, merasa sangat rendah di mata Sagara.
"Emangnya kenapa kalau lo punya anak? Lo bukan istri orang kan? Emangnya salah jika gue menikahi wanita yang sudah memiliki anak? Itu bukanlah sebuah kejahatan" jawab Sagara membuat Monica kembali menunduk.
"Siapa ayahnya?" Tanya Sagara, namun Monica hanya diam membuat lelaki itu melangkah mendekat ke arah Monica dan mengelus perut ratanya yang kini semakin membuncit.
"Stidaknya biarkan anak ini lahir"
"Nama ayahnya San—-" Monica kembali diam membuat Sagara tersenyum tipis.
"Di mana anak itu?"
"Tidak tau" jawab Monica tiba tiba menagis membuat Sagara kini heran di buatnya.
"Dulu gue di perkosa oleh kakak tinggat gue saat gue masih duduk di bangku SMP, saat itu gue masih berumur 15 tahun untuk melahirkan seorang putra" ucapnya penuh air mata membuat Sagara mengelus pundaknya pelan.
"It—itu sangat berat" ucapnya terinsak membuat Sagara segera menarik Monica kedalam pelukannya.
"Lalu gue menaruhnya di panti asuhan, dan dia hilang" ucap Monica membuat Sagara tersenyum hangat, mencoba menenangkan Monica.
"Kamu masih ingat nama panti asuhannya?"
"Namanya, panti muara kasih"
🗡