Seperti biasa dua wanita Heni dan Adel sedang duduk si sofa ruang tengah. Mereka fokus membicarakan tentang kesehatan Anton.
"Del, nanti sore biar aku saja yang menjenguk Mas Anton. Tolong titip anak embak ya, Del. Aku pengen ketemu Mas Anton. Apa sudah siap semua barang yang akan di bawa ke sana?" tanya Heni.
"Lho... biar aku saja yang ke rumah sakit. Kamu baru saja melahirkan. Ibu pasti marah lihat kamu yang ke sana. Apa kamu sudah sembuh benar?" kata Adel kaget mendengar permintaan Heni.
"Aku ingin lihat Mas Anton langsung, Del. Aku akan naik gojek saja kalo ke sana. Pasti Mas Anton senang, kalo aku yang datang." Pinta Heni masih bersikukuh dengan usulannya.
"Hen, kamu pernah nggak denger istilah selapan. Itu lho... ibu dan bayi nggak boleh keluar rumah sebelum 35 hari." Jawab Adel untuk meyakinkan Heni agar mengurungkan niatnya menemui Anton di rumah sakit.
"Oh iya. Aku pernah dengar istilah itu. Ya... sudahlah, aku di rumah aja kalo gitu. Mudah-mudahan Mas Anton cepet sembuh dan bisa pulang dalam waktu dekat." ucap Heni penuh harap.
Oek... Oek..
Terdengar suara tangisan bayi di dalam kamar. Heni segera beranjak dari duduknya. Ia tak mau membiarkan bayi mungilnya itu menangis karena kehausan atau karena popoknya yang basah waktunya di ganti.
'Hmm... Jangan sampai Heni ke rumah sakit untuk saat ini. Ingatan Mas Anton kan belum pulih. Aku yakin, Heni akan syok jika tahu yang sebenarnya. Kenapa ya??? Aku berpikir, kalo ini salah satu dari karma atas pengkhianatan Mas Anton dan Heni. Mungkin juga??? Mbak Alma kan orangnya sabar, ia tak membalas perbuatan Mas Anton dan Heni. Justru pembalasan itu langsung dari jalur langit.'
Adel masih duduk di sofa. Wanita yang masih single itu juga punya pikiran yang sama dengan bu Halimah.
***
"Mas... aku kemarin ketemu sama ayah ku." kata Alma dengan wajah murung sambil menghela napas panjang.
"Oh ya. Ketemu dimana, Sayang?" tanya Yunan penasaran.
Yunan menatap wajah istrinya dengan lembut, lelaki tampan itu siap mendengarkan cerita dari wanita yang disayanginya.
"Aku ketemu ayah di depan rumah ku. Kemarin setelah aku ngajar, ku sempatkan mampir ke rumah karena sudah janji dengan bu Ratna tetanggaku. Aku juga penasaran dengan lelaki tua yang selalu duduk di depan pagar rumah. Tapi... setelah aku tahu, aku merasa menyesal datang ke sana." Ucap Alma dengan mata berkaca-kaca.
"Kenapa, Sayang? Apa yang terjadi???" ucap Yunan sambil memegang tangan Alma untuk memberinya kekuatan.
"Karena lelaki tua itu ternyata ayah ku. Ayah yang dulu meninggalkan aku dan ibu ku. Seperti seonggok sampah tak berguna. Demi wanita lain, ibu ku hampir tiap hari mengalami kekerasan fisik. Sejak itu aku tak lagi menganggapnya ayah. Aku sangat membencinya sampai kapan pun!!!" Suara Alma bergetar mengucapkan kata benci.
Linangan air mata kembali mengalir dari kedua matanya. Ia tak kuat menahan luka batin masa remajanya itu. Padahal ia yakin akan kuat bercerita pada Yunan tentang hal itu, tapi nyatanya rasa sakit yang teramat sangat, membuatnya lemah dan kembali meluapkan emosinya dengan menangis.
"Sayang... aku bisa merasakan kepedihan mu. Kalo belum bisa memaafkan ayah mu, jangan di paksa. Karena proses memaafkan itu ada fasenya. Tapi memaafkan itu lebih baik daripada memendam rasa benci. Bagaimanapun juga, anak tetaplah anak, ayah tetaplah ayah. Ikatan darah ini tak bisa dilenyapkan begitu saja." Wejangan Yunan membuat hati Alma sedikit luluh.
Tapi wanita yang berusaha tegar ini, belum sepenuhnya bisa menerima ayahnya. Penderitaan yang di alami dengan ibunya begitu berat. Memaafkan ayahnya??? Tak pernah terbersit si pikiran Alma.
Andai ada pilihan dalam hidupnya. Ia memilih tak punya Ayah. Daripada punya ayah tapi tak di anggap. Luka batin yang teramat mendalam membuat trauma dan histeris ketika dipertemukan kembali dengan sosok ayah, lelaki yang paling di benci di dunia ini.
Ada setitik rasa iba di hatinya, melihat ayahnya yang kurus dan kotor. Duduk di bawah terik matahari yang menyengat di depan pagar rumahnya. Tapi buru-buru ia ingat tamparan, hinaan, serta pengusiran oleh ayahnya tanpa perasaan kala itu.
"Mas... Apakah kamu mau menemani ku menemui ayah suatu saat nanti?" pinta Alma.
"Iya, Sayang. Aku akan menemani mu kapan pun kamu mau. Kejahatan jangan di balas dengan kejahatan ya, Sayang. Tapi mari kita berusaha membalasnya dengan kebaikan semampu kita. Semoga dengan bertemunya kembali dengan ayah mu, akan membawa kebaikan pada kita semua." Ucap Yunan dengan sangat bijak.
Alma memeluk tubuh Yunan dengan rasa sayang dan bersyukur. Ada lelaki yang sangat baik telah mendampinginya menjalani ujian di dunia ini. Wanita yang tadinya rapuh, kini mulai tersenyum kembali.
***
"Anton udah beberapa hari ini nggak masuk kerja. Kenapa ya???" tanya Bondan.
"Iya, ya. Aku sdh kirim pesan nggak di balas. Nelpon juga nggak di angkat. Apa ia sudah resign?" tanya Dahlia.
"Hmm... Dahlia aja dicuekin, apalagi pesan dariku? Nih... aku udah kirim pesan ke Anton 2 hari lalu, nggak di tanggepin," sahut Kamila.
Kring... kring....
Ada panggilan masuk di telpon kantor. Bondan segera mengangkat telpon, biasanya dari pak Ruben, kepala staf operasional.
(Ya... Pak Ruben, ada apa?) tanya Bondan.
(Pak Bondan, untuk beberapa hari ini pak Anton nggak masuk kerja, karena kemarin kecelakaan. Jadi butuh perawatan secara intensif di rumah sakit. Untuk itu, tolong koordinasikan seluruh staf operasional agar bisa menghandle pekerjaan sesuai rencana. Untuk tugas yang biasa dijalankan, nanti akan di bagi menjadi 4, sesuai dengan jumlah personil. Ok, Pak Bondan. Sudah paham ya?!) uraian pak Ruben membuat Bondan tahu, apa yang sebenarnya terjadi pada Anton.
(Ok, Pak. Saya paham) jawab Bondan dengan tegas.
Bondan meletakkan gagang telpon kembali ke tempatnya.
"Ada apa, Ndan? Pak Ruben kasih tugas tambahan apa nih?" tanya Kamila.
"Kata Pak Ruben, Anton di rawat di rumah sakit karena kecelakaan. Jadi butuh beberapa waktu masa penyembuhan. Untuk itu kita bagi tugas yang biasanya dikerjakan oleh Anton. Biar selesai tepat waktu, oke!" Jawab Bondan dengan gamblang.
"Ya Tuhan, ternyata Anton sedang sakit. Makanya nggak bisa dibuhungi. Apa pak Ruben nggak cerita, apanya yang cedera. Dan dimana Anton di rawat?" tanya Dahlia agak panik.
"Nggak tuh, nanti aku cari tahu. Sekarang kita kerja dulu. Jangan sampai kena semprot Pak Ruben lagi kayak kemarin." kata Bondan.
Selanjutnya mereka saling bagi tugas untuk menyelesaikan agenda yang secepatnya harus segera tuntas sesuai deadline.
***
BERSAMBUNG...