'Jika kita sudah melewati hari ini, akankah di kemudian hari kita dapat bertemu kembali?' Tulisan yang mirip dengan font schoolbell kembali dibaca Zeck.
"Tentu saja tidak." Sigap gumamnya menjawab, namun Zeck hanya mampu membalasnya dengan senyuman kecil.
Sejenak Mila menatap sorot mata Zeck yang meragukan. Sorot mata keraguan itu seolah memberikan sebuah jawaban tersembunyi yang tidak dapat Zeck ungkapkan.
Semakin diperhatikan, bola mata coklat gelapnya itu lebih banyak melihat ke sekitar dibanding menatap ke arah Mila. Sepertinya Zeck tak dapat menjamin pertemuan di kemudian harinya. Kurang lebih, itulah jawaban yang Mila dapatkan dari sorot mata keraguannya.
Mungkin, keberuntungan ini hanya bisa didapatkan Mila sekali saja. Padahal, Mila sangat berharap dirinya bisa terus bertemu dengan Zeck. Bukan untuk meminta agar Zeck terus mewujudkan keinginannya, tapi bersama Zeck-lah dirinya bisa merasakan kenyamanan.
Keberanian Zeck, membuat Mila merasa terlindungi. Kepeduliannya pun menumbuhkan rasa aman bagi Mila. Sejauh ini, Zeck tidak pernah mengecewakan Mila. Dan sejauh itu pula, kepercayaannya semakin besar seiring waktu berjalan.
Di tengah suara gemuruh air terjun yang menyejukkan, Zeck mendengar ada sumber suara lain dari pintu masuk. Seperti suara beberapa langkah kaki dan desas-desis yang dikatakannya.
Sedikit ia terperanjat. Mungkinkah, petugas keamanan mencium keberadaannya di dalam?
Jika sampai para petugas itu mengetahui keberadaannya, sudah dipastikan hidupnya takkan aman.
Segera Zeck meraih tangan Mila, kemudian mengajaknya mengumpat dibalik lemari besar di sudut ruangan.
Brak!
Pintu langsung terbuka dengan satu dobrakan. Para petugas keamanan langsung berpencar memasuki ruang rahasia itu.
"Cari penyusup itu. Aku yakin mereka masih ada di sekitar sini!" perintah seorang pria dewasa bertubuh tegap, yang langsung dibalas dengan seruan serentak dari anggotanya. Bisa dipastikan, pria itu mempunyai pengaruh yang besar untuk anggotanya.
Zeck dan Mila berusaha tak bergerak atau mengeluarkan suara sedikit pun. Tadinya, Zeck pikir sembunyi di balik lemari ini adalah tempat yang paling aman untuk keduanya.
Akan tetapi, melihat para petugas yang semakin gencar menyebar ke seluruh ruangan, membuat Zeck khawatir tempat ini akan dijangkau juga oleh petugas. Zeck tak bisa keberadaannya ditemukan oleh mereka yang mencarinya.
Saat para petugas masih sibuk mencari ke setiap sudut ruangan, Zeck dan Mila berjalan mengendap-endap menuju arah pintu. Sesekali mereka bersembunyi terlebih dahulu.
Dari bawah kursi ke bawah meja. Dari balik patung ke balik pilar. Sebisa mungkin mereka melakukannya dengan sangat hati-hati, setidaknya sampai mereka telah berhasil keluar dari ruangan rahasia itu.
Namun sayang, keadaan tak berpihak pada mereka. Dari arah lain, datang sekelompok petugas yang lain, yang secara mengejutkan memergoki keberadaan Zeck dan Mila. Sontak para petugas keamanan itu berseru dan mulai mengejar keduanya.
"Itu dia penyusupnya, ayo tangkap!" seru salah seorang dalam kelompok, menarik seluruh perhatian yang ada di sana.
Tak mau menyerahkan diri begitu saja, Zeck pun memutuskan untuk membawa Mila menaiki tangga darurat hingga menuju ke lantai paling atas di gedung ini.
Keduanya terus mengerahkan tenaga yang mereka punya, agar bisa sampai di lantai yang paling akhir. Sementara dari arah belakang, segerombolan petugas keamanan terus mengikutinya tanpa henti.
Entah sudah berapa anak tangga yang mereka lewati, lama-lama rasanya kaki mereka mati rasa. Seperti yang saat ini dirasakan Mila. Kecepatan menaiki tangganya berkurang, kakinya sangat lemas, ditambah dress yang dikenakannya cukup menyulitkan kakinya untuk melangkah lebar-lebar.
"Ayo kau pasti bisa, sebentar lagi kita akan sampai!" Meski panik, namun Zeck harus tetap berusaha berpikir dengan tenang. Jangan sampai ia terjerumus oleh pikirannya sendiri.
Mila yang duduk lemas di salah satu anak tangga, terus mengibaskan tangannya--seolah memberikan pesan dalam kibasannya. Bahkan jika Zeck mendekatinya, justru Mila langsung mendorongnya agar Zeck terus menaiki anak tangga tersebut.
"Kau menyuruhku untuk pergi sendiri? Tak bisa, justru aku mengajakmu menaiki tangga ini adalah untuk melindungimu!" terang Zeck meski dirinya tahu, Mila takkan mendengarnya.
Zeck melihat keadaan di bawah, dan sepertinya belasan suara langkah kaki mulai terdengar mendekat. Tak ada cara lain bagi Zeck, selain memangku Mila yang tergeletak di lantai anak tangga.
Lantas ia mengerang, mengeluarkan sedikit teriakannya untuk menambah tenaganya. Beruntunglah, jarak dengan rooftop tinggal tersisa beberapa langkah lagi.
"Hei penyusup, berhenti di sana!"
"Ya. Menyerahlah!"
Sekelompok petugas keamanan masih terus mengejar kemanapun Zeck pergi. Mereka semakin mendesak Zeck agar menyerah. Tapi Zeck takkan semudah itu untuk putus asa. Selagi masih ada jalan yang dapat dilaluinya, Zeck akan terus berlari untuk menyelamatkan hidupnya.
Sampai di rooftop, ia masih terus berlari sambil membawa Mila dipangkuannya. Hingga langkah kakinya yang panjang, tiba-tiba terpaksa harus terhenti di satu tempat--terpojok di sudut rooftop.
Tentu saja ini menjadi kesempatan emas bagi para petugas untuk segera mengepung keberadaannya.
"Sayang sekali, usahamu harus berhenti sampai di sini, kawan!" ujar sang pria dewasa, semakin mendekati Zeck dan Mila.
Zeck mengintip dari ketinggian, memeriksa bagaimana keadaan di bawah sana. Nyatanya, tak ada pemandangan lain selain sebuah sungai besar yang mengalir deras.
Bagaimanapun juga, gedung BWC ini memang dibangung dekat dengan sungai besar di kota Cassiopeia.
Mila berontak, meminta Zeck untuk menurunkan tubuhnya dari pangkuannya. Tapi Zeck justru semakin erat memangkunya. Apalagi yang dipikirkan malaikat penyelamatnya ini?
Keberadaannya sudah di ujung tanduk, tapi Zeck masih enggan menyerahkan diri? Di situasi seperti ini, bukankah menyerah lebih baik? Itu akan mempercepat proses pertanggungjawabannya dan mungkin hukumannya akan sedikit diringankan--karena mereka mengakui dan menyesali perbuatannya, bukan?
Tapi Zeck sangat tak mengharapkan hukuman itu, sekalipun jika hukumannya diringankan. Ia tak bisa identitas dirinya diselidiki oleh petugas keamanan, terutama oleh pihak kepolisian.
Apalagi, melihat posisi Zeck dengan Mila adalah sebagai seorang pelaku dan korban penculikan, Zeck yakin masalah ini takkan bisa selesai hanya dengan kedipan mata saja. Belum lagi komunitas ilegal yang mempunyai sebuah kesepakatan dengan Zeck, tentu tak ada satupun yang boleh mengetahui tentang hal itu.
Sang pria dewasa semakin menyudutkan Zeck, sampai-sampai tak ada jalan lagi yang dapat dilewatinya. Dan dari situasi mencekam itu, Zeck justru membuat keputusan mengejutkan.
Dirinya membiarkan tubuhnya jatuh dari rooftop, dari lantai yang paling atas di gedung BWC. Bersama dengan Mila dipangkuannya, keduanya meluncur begitu cepat dan bisa diperkirakan mereka akan jatuh ke dalam aliran sungai yang begitu deras.
Selama keduanya melayang di udara, tak pernah sedikitpun Zeck melepaskan Mila. Bahkan, entah sejak kapan memulainya, sebelum keduanya terjun ke dalam sungai besar yang mengalir deras itu, Zeck sudah memeluk Mila erat-erat--seolah takkan pernah terlepas--sekalipun dihantam oleh cipratan air yang tajam dan kasar.
"Sial!" protes sang pria dewasa, mendengus kesal.
Zeck dan Mila tercebur ke dalam aliran sungai yang deras, terbawa arus yang menghanyutkan. Keduanya memang lolos dari incaran petugas keamanan yang akan menangkapnya, namun sayang sekali, Zeck lebih memilih musibah yang memegang hidup dan matinya.