FANTASIA( Belum Revisi)

By BAKSOOBAKSO

61.6K 4K 56

Siapa sangka bahwa Ciya akan bertransmigrasi ke dalam novel Fantasi, Novel dengan latar kerajaan. dirinya jug... More

Pertama
Kedua
ketiga
keempat
kelima
keenam
ketujuh
kedelapan
kesembilan
kesepuluh
sebelas
duabelas
tiga belas
empat belas
lima belas
enam belas
Tujuh belas
Delapan belas
sembilan belas
Dua puluh
Dua puluh satu
Dua puluh dua
Dua puluh empat
Dua puluh lima
Dua puluh tiga
Dua puluh tujuh
Dua puluh delapan
Dua puluh sembilan
Tiga puluh
Tiga dua
Tiga satu
Tiga puluh tiga
Tiga puluh empat
Tiga puluh lima
Tiga puluh enam
Tiga puluh tujuh
Tiga puluh delapan
Tiga puluh sembilan
Empat puluh
Empat puluh satu
Empat puluh dua
Empat puluh tiga
Empat puluh empat
Empat puluh lima
Empat puluh enam
Empat puluh tujuh
Empat puluh delapan
Empat puluh sembilan
Lima puluh
Lima puluh satu
Lima puluh dua
Lima puluh tiga
Lima puluh empat
Ekstra part (1)
ekstra part 2

Dua puluh enam

708 53 0
By BAKSOOBAKSO

  Kedua kakinya melangkah menuruni tangga dengan senyum manisnya, hari ini ialah hari ulang tahun sang suami. Sudah pastinya ia turut senang. Ia menyapa para pekerja dengan senyum manisnya, berjalan ke ruang makan mendapati sang suami yang tengah duduk sambil meminum teh.

"Selamat pagi."Sapa Irana duduk di depan Xagara.

"Selamat pagi juga. Kau terlihat sangat bahagia,"ucap Xagara.

"Sudah pasti aku sangat bahagia. Sayang, selama ulang tahun."Ucapnya mengambil kotak yang ia sembunyikan di dalam kantung sihir miopranja yang berada di bawah meja.

"Tada!!. Hadiah untukmu."Katanya memberikan kotak kayu.

Xagara mengambilnya dengan senyuman manisnya, ia merasa senang istrinya mengingat hari kelahirannya.

"Syal rajut?."Tanya Xagara.

Irana mengangguk."Ya, aku merajutnya di sela-sela pekerjaan ku. Apa kau suka?."Tanya Irana.

"Ya, semua yang kau berikan sudah pasti diriku suka."Katanya memakai syall biru tua.

"Apa ini?."Tanya Xagara melihat ada sesuatu yang di bungkus dengan kain merah.

"Bukalah,"

Xagara membuka, ia menatap Irana berbinar.

"Cincin?,"

"Ya, Cincin pernikahan kita yang pernah aku buang di sungai. Akhirnya aku menemukannya lagi."Ucapnya menatap Xagara.

Xagara bangun dari duduknya ia berjalan mendekat ke arah Irana dan berdiri tepat di depan Irana, ia berlutut memegang kedua tangan Irana.

"Terima kasih sayang."Katanya memeluk Irana.

"Maafkan aku yang marah setelah pernikahan kita dan membuangnya di sungai."Ucapnya membalas pelukan Xagara.

Irana ingat dengan jelas bahwa itulah suruhan Adalena. Entah kenapa Irana begitu bodoh sampai mengikuti perintah Adalena.

Melepas pelukannya Xagara memegang membalik telapak tangan kiri Irana, ia mendongak menatap Irana dengan tatapan intens.

"Tak apa, ini bukan masalah besar hanya luka kecil saja,"tutur Irana lembut.

"Seharusnya aku hilangkan dulu lukanya. Kenapa aku bisa lupa?."Batinnya.

"Ini sakit sayang."Ucapnya pelan sambil memejamkan mata membaca mantra hingga lukanya hilang.

"Terima kasih,"kata Irana dengan senyuman manisnya.

"Terima kasih karena mengingat hari ulang tahun ku, terima kasih karena telah memberikan ku hadiah. Ada satu yang ku inginkan darimu,"

"Apa itu?."Irana menatap Xagara menunggu apa yang akan di minta suaminya.

"Tolong jangan pernah tinggalkan diriku dan ku mohon agar jangan sampai kita berhubungan bahkan sampai kau hamil."Pintanya mengengam erat kedua tangan Irana.

Irana menatap Xagara dalam dengan tangan yang ia lepas dari genggaman Xagara. Ia berbalik dan mulai memakan makanan nya dalam diam membuat Xagara menunduk lalu kembali berdiri, berjalan ke arah kursinya.

Keadaan begitu hening sampai Irana yang menyelesaikan makannya terlebih dahulu dan berlalu pergi.

Xagara menghembus nafas berat."Maafkan aku tapi kau tau apa yang akan terjadi. Aku tak akan bisa meninggalkan dirimu, apapun itu."

  Di ruang kerja Irana, ia tengah fokus mengerjakan tugas nya begitu juga dengan Ima yang begitu fokus. Sampai dimana Ima yang membuka percakapan terlebih dahulu.

"Irana, coba kau lihat laporan ini."Ucapnya memberikan kertas laporan.

Menerimanya dan membaca dengan seksama, kedua matanya membulat menatap Ima.

"Kita pergi sekarang."Titahnya berdiri dengan ekspresi wajah serius.

Kini Irana dan Ima berjalan bersama memasuki rumah yang cukup besar. Para pengawal membuka pintu kamar, terlihat di sana Vano terbaring lemah sedangkan Ima menunggu di luar.

"Apa maksud mu?."Tanya Irana.

"Seharusnya kau datang menanyai kabarku."Ucapnya bangun dari baringnya dan berjalan duduk di kursi."Duduklah."

Irana duduk di depannya yang di batasi meja kayu."Laporan itu."

"Wabah? Oh maksud ku monster dan siluman."Ujarnya menyandarkan punggungnya.

"Laporan yang di tulis Veccon  dan dirimu-"

Belum selesai Irana berucap, ucapannya lebih dulu di potong."Ya."

Irana menunduk dengan air mata yang berjatuhan, ia menangis dengan terisak. Dadanya begitu sakit ia mendongak menatap Vano.

"Bagaimana?. Bagaimana dengan kabar Ksatria Poran?."Tanya Irana dengan tatapan khawatir.

Vano menatap Irana."Apa hubungannya denganmu, Ducches?."

"Salah satu monster yang ingin membuat kerusakan pada tanaman para petani pun di halang oleh salah satu siluman wanita, keduanya mengalami pertengkaran hebat,"ucapnya,"Yang kita tau siluman adalah makhluk baik begitu juga dengan duyung kecuali siren dan monster, meski tak semua monster jahat tapi dominan monster memang jahat,"

"Saat terjadi pertengkaran, siluman wanita itu di hajar habis-habisan hingga pingsan dan saat itulah Ksatria Poran dan beberapa pengawal bertugas."Katanya lalu mengambil air di gelas lalu meminumnya.

"Ksatria melihat ada monster hijau dengan tubuh besar yang ingin menabur bubuk pun menghadang nya dengan sihir dan berakhir bertengkaran dan lagi ksatria dan para pengawal terjatuh tak sadarkan diri,"

"Bagiamana kau bisa tau secara detailnya?."Tanya Irana yang sudah berhenti menangis.

"Aku mengetahui dari siluman itu dan Poran sendiri,"

"Sekarang dimana Poran?."Tanya Irana.

Vano berkekeh."Jawab dulu, apa hubungan mu dengannya?. Bukannya kau katakan bahwa kau mencintai Duke Xagara?. Lalu apa ini sekarang?, apa kau ingin menghianati Duke?."

Irana menggeleng."Vano, aku sudah menganggap mu sebagai teman, entah kau menganggap seperti itu atau tidak. Vano, yang harus kau tau bahwa aku mencintai Duke dan untuk Poran, akan aku jelaskan. Aku yakin kau pasti akan mempercayai diriku."

Vano melihat tatapan Irana yang seakan itu adalah kebenaran pun mengangguk, ia berjalan mengambil jubahnya karena ini musim dingin.

Sedangkan Irana?, dirinya bahkan tak memakai jaket untuk menutup lengannya yang terbuka.

"Mari, aku antarkan."Ucapnya membuka pintu.
Saat pintu terbuka dirinya melihat Ima yang juga tengah menatapnya, seutas senyum ia perlihatkan.

"Ima, kau bisa menunggu di ruang tamu karena ini hal penting."Ucap Vano.

"Aku berhak tau, ini pertengkaran Monster dan Siluman."Kata Ima menolak, karena ia juga membaca laporan dari Veccon.

Irana mendekat memegang bahu Ima."Maafkan aku Ima, aku akan memberitahumu nanti ya."

Ima dengan lemah mengangguk.

Vano tersenyum dan berteriak memanggil pelayan. Saat pelayanan datang Vano menyuruhnya membawah Ima ke ruang tamu dan menyuruh menyajikan makanan.

  Disinilah Irana dan Vano berada, sebuah kastil yang tak cukup besar. Mereka melangkah memasuki satu kamar dan terlihat Poran yang tertidur.

"Poran mengenai sihir dari sang monster,"tuturnya.

Keduanya memasuki kamar tersebut.

Irana berjalan mendekat dan memegang tangan Poran, dingin, itulah yang ia rasakan. Satu tetes air membasahi wajahnya ia menatap Poran yang tengah tertidur, apalagi wajah yang begitu pucat.

"Evan, bangun."Lirihnya.

Vano mengerutkan kening. Evan?, siapa Evan?, maksudnya Poran?.

"Bangun Van, aku mohon,"

Irana menutup mata dengan mulut yang membaca mantra dan Vano?, pria itu hanya duduk di kursi sambil melihat apa yang Irana lakukan. Irana terus membaca mantra sesekali ia meringis kesakitan. Mulutnya tak henti-hentinya membaca mantra sampai tubuh Poran seakan terangkat.

Vano yang melihatnya tentunya terkejut bertambah terkejut lagi Irana sampai mengeluarkan darah dari hidungnya tapi mulutnya terus berkomat-kamit membacakan mantra.

Vano berdiri melihat apa yang Irana lakukan lagi.

  Mulutnya tak henti membacakan mantra sampai dimana aura hitam keluar perlahan dan cahaya putih yang menyinari Irana. Suara teriakan kesakitan Irana terdengar berbarengan dengan cahaya hitam yang mengelilingi tubuh Poran menghilang. Tubuh Poran kembali terbaring di ranjang dengan Irana yang melepas tautan tangan itu dengan tatapan lemah bahkan dirinya sampai terjatuh di lantai.

Vano yang melihatnya berjalan mendekat memegang kedua bahu Irana membantunya berdiri lalu membawanya duduk di kursi.

"Kau?."Tanya Vano seakan tak percaya.

Irana mengangguk lemah."Keturunan Bytra."Ucapnya.

Vano begitu terkejut ia sampai menutup mulutnya dengan tangan kanannya.

"Kau?-,"belum selesai vano menyelesaikan kalimatnya, Irana lebih dulu jatuh pingsan. Untung saja Vano dengan cekatan memegang kedua bahu Irana.

Continue Reading

You'll Also Like

722K 40.6K 45
Ini semua adalah tentang memoria (ingatan) dari kehidupan sebelumnya. Tak pernah terpikirkan oleh Lily bahwa dirinya akan diberi kesempatan kedua unt...
214K 24.7K 44
Ketika Ji Ye sekarat dan hampir mati, ia menyadari bahwa semua usaha dan pengorbanannya selama ini tidaklah berarti bagi keluarganya. Keluarga ini se...
938K 59.1K 41
Kematian nyatanya bukanlah akhir. Itu adalah titik awal untuk kehidupan baru Aileen. Kematian menjemput Aileen lewat tangan suaminya sendiri karena k...
1M 70.2K 30
Dalam novel dewasa berjudul Aggressive, Peony adalah tokoh figuran dan 'mainan ranjang' sang antagonis gila sekaligus second male lead; Kaisar Khezar...