"Zeora Cathalina Andara S.H!"
Sebuah nama yang terdengar indah sudah terdengar. Orang-orang yang mengenal nama itu tersenyum seraya bertepuk tangan bangga atas pencapaian seorang wanita elegan yang kini berdiri di atas panggung siap dikalungkan sebuah medali dan pemindahan tali toga oleh sang rektor atas bukti bahwa dia kini sudah lulus.
zeora tersenyum bangga di atas panggung, senyum manisnya nggak pernah luntur sedikitpun sejak namanya telah disebut. Zeora cukup bangga pada dirinya sendiri, mahasiswi yang dikenal agak pemalas mampu menyelesaikan studinya dalam waktu 4 tahun. Pastinya keduanya juga ikut bangga terhadap pencapaian sang anak semata wayang.
"Mamiii!" Zeora berlari kecil, menghampiri kedua orang tuanya yang sudah menunggu ketika acara wisuda terselesaikan. Orang pertama yang dipeluknya adalah sang ibu, karena berkat wanita itu juga zeora mampu bertahan sampai dititik ini.
"Selamat ya, sayang. Akhirnya lulus juga." Zia nggak henti-hentinya tersenyum, memeluk Zeora dengan rasa bangga dan menghujaminya dengan ciuman bertub-tubi. "Mami sempet sempet nggak nyangka anak Mami bisa lulus secepat ini.
"Ah, Mami mah begitu." Zia hanya tertawa menanggapinya. Nggak lupa wanita itu selalu membawa sebuah hadiah ketika anaknya berhasil lulus dari pendidikan.
"Selamat ya, nak, Papi bangga sama kamu." Deren yang sejak tadi hanya diam sembari menyaksikan interaksi ibu dan anak itu kini ikut memeluk sang anak.
"Makasih ya, Pi, udah sempetin datang." zeora tahu papinya itu masih sangat sibuk dikantor, tapi demi anak kesayangannya ia rela meninggalkan pekerjaannya sejenak. Karena menurut Daren, keluarganya adalah yang terpenting.
Hari ini cukup membahagiakan bagi Zeora, selain bisa melaksanakan hari wisuda, ia juga dapat berkumpul dengan teman-teman dan keluarganya di kampus. Namun, sedikit disayangkan mertuanya tidak bisa hadir kali ini karena lagi sakit. Sedangkan Shaka belum menghampiri Zeora hari ini karena masih sibuk berkumpul dengan dosen lain di auditorium.
Sembari menunggu kedatangan Shaka, Zeora lantas ikut bergabung bersama teman-temannya yang lagi asyik foto-foto. Mereka nggak lupa buat saling ngasih selamat atas kelulusan, tetap support dan saling memeluk satu sama lain. Mungkin ini menjadi hari terakhir bagi mereka sebab akan mulai sibuk dengan urusan masing-masing. Kabarnya Viona akan berangkat keluar negeri untuk bekerja disana bersama saudaranya, dan Alma sibuk merencanakan soal pernikahan bersama pacarnya.
"Ntar kalau gue nikah lo semua pada datang ya, awas aja enggak." Guyonan itu datang dari bibir Alma, entah benar atau tidak, ya doakan saja yang terbaik.
"Emang udah tau kapan lo mau nikah?" tanya Viona iseng.
"Tenang aja, dalam waktu dekat ini undangan nyampe ke rumah lo masing-masing."
"Ze..."
Ditengah perbincangan para wanita-wanita itu, suara Shaka dari jarak yang tidak terlalu jauh itu menghibau istrinya agar datang kepadanya segera.
"Guys, gue kesana dulu ya."
Setelah diangguki teman-temannya, Zeora segera berpisah dari mereka kemudian menemui Shaka di area sekitar lapangan.
"Congrats ya, sayang." Dengan romantisnya Shaka memberikan sebuah buket bunga cukup besar kepadanya istrinya sebagai hadiah atas kelulusannya sebagai sarjana.
"A, ini bagus banget." Wajah Zeora berbinar senang.
"Suka enggak?"
"Suka banget, makasih ya." Saking senangnya wanita itu refleks segera memeluk Shaka dan mendaratkan satu kecupan dipipinya. Rasanya hari ini benar-benar menjadi hari yang paling bahagia menurut Zeora. Selain dirinya yang diberikan kado oleh Shaka, suaminya itu juga harus mendapatkan balasan yang setimpal agar mereka sama-sama merasakan bagaimana indahnya dunia hari ini.
"Hmm, A'..." Ucapan Zeora sengaja menggantung agar suaminya itu penasaran.
"Kenapa sayang?"
"Aku juga punya hadiah buat kamu."
"Apa?"
Sebelum itu Zeora meletakkan buket bungannya dahulu di atas rumput, lalu mengeluarkan sebuah kota kecil dari dalam tasnya. Wanita itu memberikannya langsung pada Shaka dengan senyum yang tidak pernah luntur di bibirnya. Shaka lantas menerimanya dengan senang hati dan rasa penasaran yang dalam.
"Apapun isinya, semoga kamu suka."
Tak lama setelah Shaka berhasil membuka isi di dalam kotak kecil tersebut, kedua bola matanya terbelalak lebar, mulutnya menganga lebar kemudian berganti menjadi senyuman lebar yang untuk pertama kalinya Zeora baru melihat itu.
"Sayang?" Shaka mendongak, tanpa sadar pelupuk matanya sudah digenangi air mata. "Ini beneran?"
Zeora mengangguk semangat. Saking bahagianya ia jadi menitikkan air mata. Bagaimana mereka tidak bahagia? Sebuah tespack yang memperlihatkan dua garis biru menambah kebahagiaan mereka hari ini. Tuhan ternyata memang punya rencana terbaik untuk hidup mereka.
Kemarin, Zeora merasa ada yang tidak biasa dengan tubuhnya. Ia merasa lelah yang berlebihan, sering merasa mual, dan perubahan suasana hati yang tidak dapat dijelaskan. Meskipun awalnya ia tidak terlalu memperhatikan gejala-gejala tersebut, tetapi semakin hari semakin kuat dan mengganggu aktivitas sehari-harinya.
Karena kekhawatiran yang terus meningkat, Zeora memutuskan untuk pergi ke dokter untuk memeriksakan dirinya. Setelah menjelaskan gejala-gejalanya kepada dokter, dokter memutuskan untuk melakukan beberapa tes untuk mencari tahu apa yang mungkin terjadi.
Setelah menunggu dengan cemas, hasil tes akhirnya keluar. Dokter dengan serius memberi tahu Zeora bahwa ia dinyatakan positif hamil. Zeora merasa kaget dan tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Ia tidak pernah mengira bahwa ia bisa hamil, terutama karena ia tidak memiliki rencana untuk memiliki anak saat ini.
Perasaan campur aduk menghampiri Zeora. Ia merasa senang dan bersyukur atas keajaiban kehidupan yang sedang tumbuh di dalam dirinya, tetapi juga merasa cemas dan khawatir dengan perubahan besar yang akan terjadi dalam hidupnya. Zeora merasa tidak siap untuk menjadi seorang ibu, baik secara emosional maupun finansial.
Meskipun awalnya Zeora merasa tidak siap untuk menjadi seorang ibu, ia mulai menerima dan menghargai kehamilannya. Ia memutuskan untuk fokus pada kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan bayi yang sedang tumbuh di dalam rahimnya. Zeora juga mulai mempersiapkan diri secara mental untuk menjadi seorang ibu yang baik.
"Makasih, Ze, makasih." Shaka memeluk erat istrinya, tidak terasa air matanya mulai membasahi pipi. Shaka masih seakan tidak percaya ia akan menjadi seorang ayah.
Zeora mengangguk di dalam Shaka. Melihat reaksi suaminya membuat hatinya sungguh lega. Terlebih saat dia memberi tahu kedua orang tuanya nanti soal ini. Pasti mereka turut senang mendengarnya.
"Aku janji, aku bakal jagain kamu lebih baik lagi dan calon anak kita."
Ia tahu bahwa meskipun tidak direncanakan, kehadiran bayi ini akan membawa kebahagiaan dan cinta yang tidak terbatas dalam hidupnya.