Dua hari sebelum sidang
"Aku akan menjadikanmu saksi kedua nantinya," ucap Jimin pada Hoseok.
"Bukankah awalnya kau ingin Yoongi, kenapa jadi aku?" Tanya Hoseok dengan penuh tanda tanya.
Dua hari sebelumnya Jimin ingin bertemu dengan temannya yaitu Juyeon yang mana pasti ada Yoongi juga disana, karena Yoongi sekarang sudah seperti saudara untuknya, sekaligus Yoongi lah yang membantu Juyeon dalam mendorong kursi rodanya.
"Yoongi sudah setuju dengan hal ini,"
"Kapan kalian berdiskusi?" tanya Hoseok yang cukup terkejut.
"Dua hari lalu sebelum aku mengundangmu kesini, aku ingin melihat keadaan Juyeon dan ada Yoongi disana jadi aku kekediaman Yoongi yang aku rasa sekarang bukan jadi tempat rahasia lagi untuk banyak orang. Dan seketika saja pemikiranku akan hal ini lewat begitu saja,"
"Tapi masih banyak yang belum tahu perihal kediamannya yang itu karena memang Yoongi menyembunyikannya dengan sangat rapih. Perihal apa kau merencanakan ini?" jelas Hoseok
"Aku rasa tanpa aku jelaskan kau sudah tahukan bahwa Seokjin dan Yoongi itu saling berhubungan apa?"
Hoseok terdiam, ia hanya menganggukkan kepalanya mengerti dengan apa yang baru saja dikatakan oleh Jimin, tanpa harus dijelaskan.
"Baiklah aku akan ikut apapun rencana mu"
"Tujuan kita sama. Sama-sama ingin membuat Kim Seokjin jera dengan perbuatannya, dan aku yakin Yoongi adalah orang yang akan ia cecar untuk setidaknya hukumannya menjadi ringan,"
Hoseok hanya diam, benar apa yang dikatakan oleh Jimin. Youngi adalah saksi akurat akan kematian ayahnya dan keluarganya jadi kemungkinan besar Seokjin akan menggunakan ini sebagai boomerang perihal hukumannya walaupun Yoongi tidak ada sangkut pautnya dengan Seokjin namun pertanyaan yang akan muncul adalah, mengapa ia tidak membantu atau setidaknya mencegah pembunuhan itu, atau lebih minimal sekali bersaksi dengan benar saat persidangan dulu, mengapa ia lebih memilih beralibi.
*****
Hoseok sudah duduk dengan sangat tenang di kursi saksi bahkan ia sudah menjawab beberapa pertanyaan ringan perihal sekolah, yang kurang lebih seperti ditanyakan pada Juyeon.
"Mengapa jadi di tukar?" tanya Namjoon sedikit berbisik pada Yoongi.
"Pasti ada yang mereka persiapkan," ucap Kei.
"Aku rasa bomb waktunya justru Yoongi bukan Hoseok," timpal Sungah.
"Ucapan Sungah kurang lebih begitu memang, kalian lihat bukan Seokjin sejak tadi mengawasiku," ucap Yoongi, "Pasti ia sudah menyiapkan strategi untuk melawanku,"
"Ah jadi jaksa Park sengaja meletakkanmu dibagian akhir," ucap Namjoon.
Yoongi menganggukkan kepalanya, "Ya agar kita bisa membuat Seokjin mati kutu,"
Semuanya kembali terdiam dan mulai kembali fokus pada persidangan yang memang sedang berlangsung itu
"Maaf tadi sempat terpotong, saya ingin menanyakan perihal yang kau ucapkan barusan,"
"Ah perihal kematian kepala sekolah?" ucap Hoseok cepat.
Disini peran Hoseok seperti seakan siap membuat suasana semakin memanas dan menegangkan. Walaupun ini di luar dari rencana, hal ini cukup membantu jaksa penutut untuk melihat reaksi Seokjin yang sepertinya sudah sangat panas.
"Ah ya itu, kenapa kau menganggap kepala sekolah tersebut meninggal karena di bunuh bukan bunuh diri? Sedangkan hasil akhir autopsi adalah bunuh diri?"
"Begini jaksa Park yang terhormat, kita pikir dengan logika saja, mana ada kasus bunuh diri secara lurus menembak kebagian jantung, paling mudah bukankah menembak kebagian kepala untuk di lakukan bunuh diri? Terlebih lagi itu bukan penembakkan jarak dekat, jika memang bunuh diri harusnya posisinya begini bukan"
Hoseok sedikit memberikan contoh dengan jari yang ia buat seperti bentuk pistol itu tepat didepan dadanya. Pernyataan Hoseok membuat beberapa audien dan hakim benar-benar diam dan berdiskusi kecil.
"Dan kemungkinan juga lukanya akan lebih dalam lagi dan berantakan pastinya karena dari jarak dekat dan kemungkinan pistolnya dipegang dengan dua tangan sekaligus," timpal Hoseok lagi.
"Ah maksud anda ini?"
Ucap jaksa dengan menunjuk layar proyektor dengan laser berwarna merah tepat pada gambar hasil autopsi dan hasil pengumpulan bukti di tkp.
Hoseok menganggukkan kepalanya, "Dan satu lagi, itu dibagian lehernya tidak terlihat seperti orang gantung diri bukan? Itu seakan-akan telah dibuat seolah-olah ia bunuh diri dengan gantung diri juga,"
"Ayolah, yang kalian tipu adalah orang-orang berpengalaman dalam hal tersebut bukan membohongi anak kecil yang masih ingin tahu banyak hal, bukan begitu Kim Seokjin sumbaenim?"
Hoseok menatap Seokjin dengan tatapan serius namun juga sedikit meremehkan. Sedangkan Seokjin menatap Hoseok tidak kalah tajam dan terlihat jelas rahangnya benar-benar mengeras.
Gatcha!, seakan mendapatkan sinyal kebenaran yang lain, jaksa Park alias Jimin tersenyum tipis dengan apa yang ia dapatkan. Dimana Seokjin terlihat cukup goyah dengan apa yang diucapkan oleh Hoseok barusan.
"Bisa kau jelaskan versimu? Mungkin banyak audien yang hanya kalang biasa bukan dari kalangan khusus yang mengerti akan maksud dari autopsi tersebut." ucap Jimin.
"Keberatan," ucap pembela, "Bukankah itu termasuk dalam peraturan yang mana tidak boleh membahas perihal penyelidikan yang mulia,"
"Memang betul, tapi jika untuk kesaksian itu di perbolehkan bukan? Coba baca kembali perihal perundang-udangan kesaksian, yang mana saksi terakhir atau saksi mata yang masih hidup boleh mengatakan yang sejujur-jujurnya" ucap Hoseok cepat.
Beberapa audien yang mendengar pernyataan Hoseok membenarkan apa yang memang sudah tertulis disana. Sedangkan pihak pembela Kim Seokjin seakan diam seribu bahasa.
Tok tok tok
Hakim memukulkan palunya untuk menenangkan audien. Karena lumayan ricuh dengan beberapa audien yang mengometari pernyataan Hoseok dengan membandingkan pihak Seokjin yang seakan-akan tidak tahu apapun perihal persidangan.
"Harap tenang," ucap hakim dengan tegas.
"Apa saya boleh melanjutkan?" tanya Hoseok sembari menatap hakim.
"Ya silahkan," ucap hakim.
"Jika kalian kembali lagi di bagian kesaksian foresik telah ditemukan tembakan yang tepat didada kanan dua kali dan sebenarnya tembakan pertama sudah menembus jantungnya tapi untuk memastikan korban meninggal atau tidak ia menembaknya dua kali yang sedikit meleset dari jantung tapi tetap mendarat tepat di dada kanan," jelas Hoseok.
Keadaan sedikit ricuh namun tidak sericuh perihal perbedaan pendapat dengan pihak pembela. Dan disinilah terlihat jelas wajah dari pembela mulai tegang dan gusar, pasalnya Hoseok benar-benar manusia yang terkenal dengan teliti dan juga kegilaannya dalam mencari bukti sangatlah gila.
"Dan jika dia memang bunuh diri harusnya bekas ikatan di lehernya sedikit menarik kebagian belakang telinga dan sudah pasti akan sangat membiru dibagian leher depan. Tapi jika kita lihat lagi bekas itu tidak terlalu biru dan tidak seperti tertarik kebagian atas, melainkan seperti ikatan yang biasa saja"
"Ah satu lagi, harusnya kalau bunuh diri diumumkan kematiannya oleh forensic bukan gagal jantung melainkan kehabisan nafas yang mana wajahnya juga membiru, sedangkan itu wajah dan bibirnya tidak membiru menandakan ia meninggal lebih awal sebelum ia gantung diri, ah tidak maksudku sebelum ia di gantung,"
Penjelasan akhir Hoseok kembali membuat semuanya ricuh, dan kembali ia menatap mata Seokjin yang juga menatapnya dengan nyalang namun penuh getaran disana. Entah getaran karena kesal atau karena takut akan masuk penjara nantinya.
"Yang mulia izinkan untuk pemeriksaan silang," ucap pembela dengan tegas.
"Oh tunggu jangan terburu-buru, saya belum selesai dengan pertanyaan saya," ucap jaksa dengan nada santai.
"Kau masih ada pertanyaan lagi jaksa Park?" tanya Hakim dengan tegas, "Sehabis ini akan ku setujui permintaan pembela,"
"Terimakasih yang mulia," pembela kembali duduk dengan mata yang masih menatap Jimin dengan nyalang.
Jimin belum puas dengan jawaban Hoseok, karena itu dia ingin menggagalkan pemeriksaan silang yang mana sudah pasti ini akan membuat Hoseok terjebak. Maka dari itu ia memilih untuk lebih dulu bertanya untuk kembali menjebak Seokjin.
"Terlepas dari dirimu yang menyamar sebagai guru disana, saya sudah yakin pasti kau juga tahu hasil forensik yang sebenarnya. Yang menjadi pertanyaannya adalah saat kejadian malam itu kau dan Yoongi berada di ruangan kepala sekolah bukan? Sedang apa kau malam-malam disekolah?"
"Ah kalau masalah itu karena aku dan Yoongi memegang kelas 3 yang mana akan mempersiapkan ujian jadi aku dan yang lainnya beberapa kali memang lembur. Dan masalah kenapa aku dan Yoongi sampai tengah malam karena memang aku mendapatkan tugas yang lumayan juga, dan itu tugas penting yang tidak bisa di ganggu gugat," jelas Hoseok.
"Tugas apa itu? Apa perihal kelulusan?"
"Kau tahu wali kelas yang dulu menghilang jadi aku harus mengurus tugasnya yang menumpuk itu, terlebih lagi laporan untuk anak-anak istimewa itu yang memegang adalah aku, karena anak istimewa itu berada di kelasku,"
Hal ini sontak membuat Yoongi tersenyum miring, "Kadang anak ini cukup gila ya,"
"Itu kan ajaranmu," ucap Sungah tidak terima.
"Tapi aku suka, jadi aku hanya tinggal menjelaskan apa yang seharunsya terungkap," ucap Yoongi.
"Kau siap untuk mengungkapkan semuanya?" Tanya Namjoon dengan hati-hati.
Yoongi menganggukkan kepalanya, "Ini waktu yang tepat, sudah sangat merasa berdosa aku menutupi ini semua. Walaupun aku tidak bisa menyelamatkan Jung sunbae setidaknya aku bisa membuat Seokjin menerima hukuman atas segala dosanya,"
"Memang itu konsekuensinya," ucap Kei, "Ingat tidak semua konsekuensi itu buruk, kau sudah berusaha dengan baik Yoongi-ssi,"
"Terimakasih" ucap Yoongi dengan lembut.
Namjoon menepuk beberapa kali pundak rekannya ini memberikan semangat. Ia tidak tahu konsekuensi apa yang akan ia terima atas diamnya selama ini, jika harus kehilangan jabatan atau di skros mungkin itu akan ia terima.
###########################
Hai-hai semuanya apa kabar, maaf ya baru update lagi hehehe. buat yang baru mampir salam kenal ya, buat yang sudah lama terimakasih sudah membaca cerita abal-abalku ini.
Oh ya mau memberitahukan mulai chapter ini dan seterusnya kemungkinan aku akan menyebutkan jaksa Park pakai Jimin aja langsung biar ringkes hehehe.
Sekian dari aku semuanya, Luv luv