Perubahan mood seorang omega hamil jauh lebih ekstrem bila dibandingkan ketika mereka cemburu. Jangan tanyakan tentang keinginan yang bermacam-macam bentuk, dan aneh ada kalanya dimana hari Gu Zheng dibuat kacau balau. Yah, meskipun ia telah mempersiapkan diri, menangkal segala kemungkinan (aneh) yang mungkin datang dari istrinya, omega hamil itu benar-benar sesuatu.
Hari ini, Chen Jian yang dipusingkan dengan masalah morning sickness parah membuatnya (GZ) ekstra waspada. Membantunya memijat ketidaknyamanan di tengkuk pria itu, sambil memberikan feromon ringan guna meredakan ketegangan sang omega. Permintaan omega hamil akan feromon alfa memang sangat besar, dan ini telah diperingatkan oleh dokter sejak awal.
Cepat atau lambat, ia akan terbiasa, kan.
Tapi.......
Ini tetap keterlaluan, ba!
Karena, Chen Jian memperlakukannya sebagai bantalan feromon yang dapat dibawa kemanapun, termasuk perusahaan.
"Apa? Kamu tidak suka?!" Chen Jian yang diam-diam mengamati ekspresi alfa-nya dari kaca mendecakkan lidah. "Sekarang kamu mengeluh, kan?" Mata indah omega itu jatuh pada perutnya, terkulai lemah.
Gu Zheng: Sungguh! Aku tidak bisa menandingi perubahan suasana hati istrinya, ah!
Apalagi dia akan selalu memasang wajah terluka usai menyalahkan(marah)nya. Jika begini, apa yang bisa dia jawab?
"Tidak, tidak. Sayang, aku tidak mengatakan apapun. Kamu membutuhkanku saat ini, jadi aku akan melakukan semua yang ku bisa, untukmu. Sungguh!"
Dia ikhlas, kok...
Tersenyumlah.
"......"
Gu Zheng berharap agar Chen Jian tidak lagi marah dan berprasangka buruk padanya, tetapi di detik berikutnya dia melihat Chen Jian terdiam dengan mata berkaca-kaca. Dan bisa ditebak apa yang terjadi setelahnya...
Chen Jian menangis! Ya, menangis.
Ini bukan sekali terjadi, rasanya setelah hamil, selain marah, Chen Jian juga sering menangis tanpa sebab. Dan saat itu terjadi, apa yang bisa dia lakukan adalah memberi istrinya pelukan hangat dan nyaman beserta feromon ringan yang menenangkan.
Dengan begini, Chen Jian bisa menempel padanya seharian penuh, menolak melepaskan pelukannya apalagi ditinggalkan.
Gu Zheng khawatir, jika pria ini menangis lebih lama lagi, baik ibu dan bayinya berada dalam bahaya. Tapi, bahkan dokter dan kedua ayahnya mengatakan ini merupakan fenomena yang lumrah terjadi pada omega. Yah... hormon ibu hamil seringkali membuat orang-orang disekitarnya khawatir.
Butuh waktu lama bagi Gu Zheng menenangkan emosi Chen Jian yang labil, setelah dirasa pria itu berhenti menangis, ia membawakan air hangat guna menyeka wajah giok sang istri.
Entah mengapa, dia selalu merasa kulit Chen Jian semakin berkilau dan halus dari biasanya. Ini membuatnya berkeinginan untuk menggigitnya, apakah rasakan akan sekenyal kue ketan?*.
Apa ya, kue ketan: mochi gitu, bukan?
Rutinitas pagi yang biasanya selalu berakhir dalam waktu singkat membutuhkan waktu yang lama. Apalagi jika bukan menyiapkan Chen Jian?
Meskipun dia tahu kondisinya yang hamil membuatnya rentan kelelahan, Chen Jian dengan sifat keras kepalanya sangat sulit dikendalikan. Masalah pekerjaan, tidak ada satu haripun dimana ia melewatkannya.
Asisten Xia telah bersama Chen Jian begitu lama, tetapi baru kali ini dia dibuat terperangah oleh sifat lengket sang Presiden pada alfa-nya.
Katakan, dimana Tuan Gu bekerja? Mengapa ia merasa Gu Zheng mengambil alih pekerjaannya sebagai asisten?
Yah, bukan berarti dia merasa marah atau apa, ini cukup menyenangkan melihat alfa yang biasa arogan itu tunduk dibawah kendali sang omega, ha ha.
Gu Zheng: Hei!!!!!
Lupakan saja, ada kalanya kamu merindukan sisi tegas dan dingin Presiden Chen.
-
Di sebuah bangun kumuh yang bahkan tidak layak untuk disebut sebagai rumah, pasangan ibu dan anak Ye sedang berkumpul bersama, merenungkan nasib. Kehilangan nama dan posisi bahkan kenyamanan yang selalu mereka banggakan membuat mereka jatuh dalam keterpurukan seketika.
Orang-orang harus menyebutnya sebagai karma, tapi tidak bagi mereka.
Semua kesalahan ini, mereka yang paling tahu dimana letak sebab akibatnya. Ini semua salah Chen Jian!
Penulis: Yah, begitulah....
Dalam situasi putus asa sekalipun mereka masih menyalahkan orang lain atas semua kemalangan yang terjadi, melupakan alasan terbesar mereka memasuki dunia yang bukan seharusnya mereka tempati.
Tapi apalah daya mengingatkan orang-orang kikir ini? Mereka selamanya akan menyalahkan orang lain untuk kesalahan yang mereka buat sendiri.
Chen Xiaoxin membisikkan sebuah ide kepada sang ibu, mengundang senyum kejam.
Apa salahnya, jika mereka jatuh, maka, setidaknya bawalah Chen Jian bersama mereka!
-
M
emasuki bulan ke empat kehamilan, gejala mual di pagi hari Chen Jian telah banyak berkurang, hanya saja, nafsu makannya menjadi semakin besar, diikuti dengan keinginan yang beragam muncul. Mungkin terdengar penting mengikuti keinginan sang ibu hamil, namun bagi Gu Zheng, pola makan itu harus tetap diperhatikan.
Jangan biarkan dia makan berlebihan, itu yang utama, atau kamu akan menghadapi masalah yang lebih serius keesokan harinya. Dia berbicara setelah merasakan sendiri akibatnya!
Chen Jian telah merasakan perubahan penting dalam diri Gu Zheng akhir-akhir ini. Dia(GZ) yang selalu lemah apabila berhadapan dengan air matanya, kini tumbuh semakin kebal. Keinginannya bahkan telah beberapa kali ditolak secara mentah-mentah. Dan ketika ini terjadi, mengadu pada ayah dan ayahnya merupakan jalan ninja-nya.
Kelemahan Gu Zheng? Ha ha, kamu pasti bercanda. Jika itu bukan dia(CJ), lalu siapa lagi selain ayahnya, Gu Bailang?
Alfa itu ingat sekali melarang istrinya makan makanan cepat saji, tapi kenapa, ayahnya tiba-tiba berkunjung dengan membawa banyak paha ayam ke rumah?
Menoleh ke arah sang istri, dia dengan jelas merasakan pria itu menghindari tatapannya, berpura-pura.
"......" Kamu, ya...
Gu Bailang yang diam-diam menyaksikan ketidakpuasan putranya, menghela nafas. "Ayolah A Zheng, apa salahnya sesekali menuruti keinginan Xiao Jian, kan? Bukannya bayinya dalam bahaya hanya dengan beberapa ayam ini, kan."
Bu! Kamu bahkan membelanya?
Ini bukan tentang aku yang terlalu ketat, tapi istriku, dia nanti... Aishhhh!
Sudahlah, jangan salahkan dia jika besok Chen Jian menangis karena sakit perut, oke!
-
Untuk mengatasi kekesalan alfa-nya selama masa kehamilan ini, Chen Jian tidak bisa menggunakan cara biasa, jadi terpikirkan ide lain yaitu, kencan.
Bukankah mereka jarang berkencan sebelumnya?
Sulit untuk membujuk Gu Zheng, ini membutuhkan waktu yang lama dari yang diperkirakan sampai akhirnya pria itu setuju.
Syaratnya satu, Chen Jian dilarang untuk memakan makanan cepat saji lagi!
Apa? Ini hal sepele, bukan? Bukannya dia selalu menginginkan mereka setiap saat.
Sepakat, keduanya berangkat menuju tempat yang dijanjikan bersama.
Kebetulan akan ada pemutaran film baru Wang Zeming dan Xiao Baihua.
Ada banyak hal yang terjadi setelah insiden itu, Wang Zeming bergerak cepat, menyerang selagi setrika panas, mengaku pada Permaisuri Film itu.
Butuh banyak usaha meyakinkan Xiao Baihua yang berada dalam masa sulit dan keterpurukan. Beruntung baginya, dia memiliki kartu rahasia, Lanrui. Mengetahui fakta bahwa pria itu merupakan ayah kandung yang selama ini dia rindukan, kebahagiaan memenuhi hati si kecil. Lambat laun dibawah bujuk rayu sang putri beserta usaha keras Wang Zeming yang tak kenal lelah membuatnya luluh. Sedikit demi sedikit membuka hatinya.
Jika itu lima tahun yang lalu, Wang Zeming takkan berani mengaku apalagi menyombongkan diri didepan keluarga Xiao, dan sekarang, semuanya berbeda. Dia memiliki karir dan kehidupan yang mulus, keluarganya juga memiliki status yang jelas di Kota S. Terima kasih atas bantuan Chen Jian sebelumnya, dia benar-benar mengubah nasib seluruh keluarganya.
Sudah ku bilang, Chen Jian itu 'dewa'!
Penyelamat Hidup, ya.
Kembali ke pasangan Gu-Chen.
Chen Jian selesai memesan tiket, begitupula Gu Zheng yang membeli segelas coke rendah karbon dan popcorn tanpa rasa.
Melihat gelas besar itu diperkecil hingga dua kali lipat, wajah Chen Jian berubah hitam dan bau, menyipitkan mata ke arah alfa.
Kamu yang berlebihan!!!
Dengan ini, dia mendengus keras, menukar minuman dan cemilan itu dengan dia lembar tiket.
"......." Hei, jangan bilang aku tidak melihatnya, ya!
Chen Jian, kamu benar-benar....
Ketika Gu Zheng sadar, omega itu telah berjalan menjauh.
Katakan, siapa yang mengajak kencan pertama kali, huh?!!
Jauh dari pandangan semua orang, keduanya diam-diam saling mendengus, melemparkan kekesalan.
Film baru Wang Zeming sepenuhnya menarik, hanya saja, dua orang penonton dibarisan belakang itu tampaknya tidak terlalu menikmati, membuang muka begitu bertemu pandang.
"........."
Di tengah-tengah film, Chen Jian yang tadinya memang 'tidak' terlalu fokus ke layar, merasa ngantuk. Kepala bersurai hitam itu mematuk beberapa kali sampai akhirnya sang alfa, menyentuh sisi wajahnya dengan lembut, menyandarkannya ke bahunya.
Setelah itu, kepuasan yang tak bisa dijelaskan muncul dihati Gu Zheng.
Filmnya memang menarik, tapi nafas rendah dan teratur Chen Jian yang membawa temperatur ke dadanya lebih menyenangkan.
Film berakhir, bertepatan dengan Chen Jian yang terbangun.
Wajah linglung pria itu menarik perhatian Gu Zheng, melancarkan ciuman tiba-tiba, ia sepenuhnya mengejutkan si empunya bibir.
Tak butuh waktu lama baginya menyaksikan perubahan warna pada wajah pria itu. Dia tersipu dengan cara paling menarik dimata Gu Zheng.
Jujur saja, aku tidak tahan lagi...
Kencan berlanjut ke makan malam lalu berjalan di sekitar taman yang penuh keramaian. Festival pertengahan musim gugur telah lama berlalu, tapi rasanya seolah kebersamaan itu masih melekat di hati banyak orang, mereka menyaksikan tiga-empat pasangan berjalan-jalan di sekitar taman, bergandengan tangan.
Keduanya berjalan santai sembari mencerna makan malam mereka barusan, suasananya sangat tenang dan damai. Seolah mereka berada dalam dunianya sendiri. Bagaikan mimpi.
Jalan-jalan malam itu berakhir setelah setengah jam lamanya, Chen Jian yang sudah mengantuk menguap beberapa kali membuat sang alfa tak tega.
"Ayo pulang. Kencan kali ini sangat menyenangkan, aku menikmatinya." Jangan pikir dia tidak tahu apa yang Chen Jian rencanakan, untuk membujuknya.
Omega hamil sensitif terhadap waktu, menganggukkan kepala dengan lucu, bersenandung ringan.
Perjalanan pulang seharusnya cukup singkat, dan sederhana. Hanya saja, kali ini Chen Jian entah bagaimana merasa tidak nyaman.
Sebaik apapun mimpi itu, harus tetap berakhir.
Dia agak takut...
Benar saja, di tikungan depan, kendaraan mereka yang seharusnya berjalan lurus tiba-tiba dihadapkan dengan sorot lampu menyilaukan mata.
Sebelum mereka sempat mencerna situasinya, hantaman keras mengguncang di ikuti seruan tumbukan dua benda keras, bergema di telinga.
Respon Gu Zheng sangat bagus, sebelum tabrakan besar itu terjadi, dia membanting kemudi ke samping, pelukan familiar mengikuti Chen Jian, sesaat setelahnya lingkungan menjadi bising dan pandangannya gelap.
Gu Zheng? Kamu baik-baik saja, kan?
Waktu seolah berlalu dalam sekejap, Chen Jian membuka mata, tidak ada yang sadar bahwa nafasnya berat, dan terengah-engah.
Ruangan putih memiliki efek pemantulan cahaya yang sangat bagus hingga membuat matanya silau, namun rasanya sangat berbeda dari 'saat itu'.
Oh benar, Gu Zheng...?!
Chen Jian terlonjak, hendak bangun, dan sebelum dia bisa duduk, rasa sakit yang tumpul mengenai sarafnya, respon menyentuh kening yang terbalut kasa tebal.
Kebetulan di saat bersamaan, terdengar bunyi klik singkat dari arah pintu. Seseorang datang.
"Xiao Jian?!!! Oh Tuhan, syukurlah. Kamu sudah sadar! Dokter..."
Setelah itu, Chen Jian merasa dunia di sekelilingnya senyap, satu hal yang pasti. Dia bertanya-tanya, dimana Gu Zheng?
Tabrakan itu, dia ingat. Hal kedua yang ia khawatirkan ialah bayinya.
Tidak ada yang boleh terjadi pada bayinya dan Gu Zheng!
Gu Bailang menyaksikan Chen Jian yang menyentuh perutnya, agak linglung, air mata meluncur.
"Xiao Jian, tidak apa-apa. Semua akan baik-baik saja, oke." Menggenggam tangan lain yang menganggur, pria itu terenyuh.
Siapa sangka bahwa kemalangan ini akan terus mengikuti keluarganya.
Selesai memproses segala hal, bibir Chen Jian bergerak, menggumamkan satu nama.
"Gu Zheng?"
Meskipun lemah, mata itu tak bisa menyembunyikan rasa pengharapan-nya.
Gu Bailang nyaris tersedak karena tangis, "ini..."
"Sayang?!! Gu Zheng, dia..."
Sekali lagi, pintu bangsal Chen Jian terbuka. Kali ini yang muncul adalah Gu Erxuan, membawa kabar tentang putra mereka.
Rasa seperti semua sambungan di kepala Chen Jian terhubung, suaranya berbicara. "Gu Zheng, dimana dia? Ayah... dia, baik-baik saja, kan?"
Pasangan Gu itu lantas saling bertukar pandang, memberi pemahaman diam-diam.
"Nak, sebaiknya kamu fokus pada dirimu dulu, oke. A Zheng, dia, dia...."
Ada keengganan dimata indah Gu Bailang, ini terlihat mudah, tapi juga sulit.
"A Zheng. Dia, baik-baik saja."
Sifat keras kepala itu sekali lagi muncul. Bagaimana bisa Chen Jian melewatkannya, mata seorang itu takkan pernah berbohong!
"Ayah... bawa aku menemuinya, oke. A-aku ingin melihatnya sendiri. Dia sungguh baik-baik saja, kan? Kan...?"
Baik Gu Bailang maupun Gu Erxuan, keduanya masih diam. Itu lama sebelum Gu Erxuan beranjak meninggalkan keduanya, membawa sebuah kursi roda.
Persetujuan dokter di dapatkan, dan tidak ada masalah untuk melihat Gu Zheng sekarang.
Chen Jian sadar dirinya saat ini berada di atas kursi roda, tanpa menggunakan kakinya, menuju ke tempat Gu Zheng. Dan mengapa dia merasa tubuhnya sangat berat seakan, ribuan ton beban diletakkan di pundaknya.
Dan, perasaan gelisah apa ini?
Di depan salah satu bangsal VIP, pintu dengan dekorasi sederhana dan cat putih dingin itu terbuka, Gu Sheng berjalan keluar.
Mungkin melihat adik ipar yang seharusnya masih berada dalam pemulihan tiba-tiba muncul, bibirnya terkatup rapat.
Gu Erxuan memberikan isyarat melalui mata mereka, bertukar pesan.
Sesaat kemudian Gu Sheng menyingkir dari sana.
Pintu bangsal itu belum sempat ditutup dan dia menggunakan tubuhnya sebagai penghalau. Menjauhkan mata Chen Jian dari pemandangan di dalamnya.
Sayangnya, pria itu meminta sendiri, bertemu dengan adiknya.
Nah sekarang, apa yang bisa mereka lakukan?