My Indifferent Husband

By penakukis

789 17 0

Tema: Nikah beda usia "Kak! Kita mau apa?!" tanya Hafika tersebut setelah dia masuk ke kamar bersama Cakra. M... More

1. Incident
2. Tanggung Jawab!
3. Hancur
4. Berjuang Sekali Lagi
5. Murahan
6. Atas Dasar Cinta
7. Menjemput Fika
8. Melamar
9. Alat Tes
10. Dua Garis
11. "Saya yang tanggung."
12. Mau Pindah
13. Berpikir Positif
14. Cerita Winda
16. Sensitif
17. Diusir
18. Resmi

15. Cerita Winda II

21 0 0
By penakukis

Usai menyantap liwetan, Brandon membasahi tenggorokannya dengan es jeruk yang disediakan oleh Andri. Dia menenggaknya sampai habis karena untuk mengobati rasa pedas. Kinanti tersenyum ceria, dia menyandarkan punggungnya di kursi begitu nasinya sudah habis. Bahkan gadis itu sampai beserdawa saking puasnya dengan makan malam. Menyadari sikapnya yang tak sopan, lantas Kinanti memamerkan gigi rapinya. "Sori."

Winda hanya menggeleng pelan, sudah biasa melihat Kinanti yang terlihat santai di antara mereka. "Akhirnya kenyang juga diri ini," ujar Kinanti mengusap perutnya.

"Pinter juga kalian masaknya," puji Adara tersenyum manis.

"Eits, kita tau kita pinter! Kesepakatan tetep kesepakatan ya!" peringat Kinanti menunjukkan jari telunjuknya.

"Iya, astaga. Gue juga cuma mengapresiasi," balas Adara.

Winda tersenyum singkat, dia bersandar di kursi begitu merasakan tiba-tiba kedua matanya memberat. Sepertinya ada yang salah dengan tubuhnya, tidak biasanya dia merasa mengantuk di jam 8 malam seperti ini. "Sori, kayaknya gue ngantuk deh," ucap Winda seraya menguap sebentar.

"Yaelah, Win! Baru juga jam 8!" balas Kinanti, menepuk lengan Winda seakan Winda tengah bercanda.

"Beneran, gue gak bohong. Gue ke kamar ya?" pamit Winda memilih beranjak dari meja makan tersebut daripada dia nanti tertidur di sembarang tempat.

"Gak asik lo, Win!" seru Kinanti melihat kepergian Winda dengan berdecak kesal.

"Yaudah sih, Kin. Keliatan ngantuk banget itu Winda mungkin dia capek perjalanan," sahut Andri seraya tersenyum tipis penuh arti.

"Padahal gue pengen beli es krim, terpaksa deh sendiri," ujar Kinanti seraya beranjak dari duduknya.

"Gak mau ngajak gue?" celetuk Adara menawarkan diri.

"Lo harus rapiin ini semua ya, Adara?" Sudah berapa kali Kinanti mengucapkan peringatan itu. Padahal Adara masih ingat, tetapi Kinanti seperti takut jika Adara akan amnesia saja.

Adara menghela napas sejenak. Dia menatap meja yang sekarang berantakan karena makan malam mereka. "Ya kan bisa agak nanti. Gue juga mau cari es krim soalnya. Ayo!" ajak Adara turut beranjak.

"Sayang, aku mau cari es krim dulu ya?" pamit Adara pada Brandon yang dari tadi menunduk. Suara Adara membuat pria itu mendongak, dia pun mengangguk mengiyakan.

"Iya, Yang. Nanti aku cicil bersihin sekalian." Suara serak Brandon membuat Adara mengerutkan keningnya heran. Dia menyentuh kening sang kekasih.

"Kamu sakit?" tanya Adara, khawatir dengan keadaan Brandon.

"Enggak kok. Cuma kayaknya mau batuk aja, Sayang."

"Serius? Aku cariin obat ya nanti?" tawar Adara mendapat anggukan dari Brandon.

"Udah ayo buruan! Lama dah," sela Kinanti berjalan terlebih dahulu meninggalkan pasangan banyak tanya tersebut. Dia sudah ingin menyantap es krim, tetapi harus menunggu Adara berpamitan.

"Gue titip es jagung ya!" teriak Andri.

"Hm."

Adara berlari kecil menyusul Kinanti. Mereka berjalan berjejeran pergi ke toko dekat dengan vila. Sementara Andri memperhatikan Brandon yang memijat pelipisnya. "Lo kenapa, Bran?" tanya Andri.

"Gak tau. Gue merasa aneh sama tubuh gue sendiri."

"Mau ke kamar aja? Kayaknya lo juga kecapekan deh," tawar Andri.

Brandon mengangguk, dia beranjak dari duduknya sambil mengeluarkan napas pelan. "Gue beresin ini dulu deh," ujarnya seraya ingin merapikan piring-piring kotor tersebut.

"Udah biar gue aja. Lo lebih baik istirahat." Andri mengambil alih piring di tangan Brandon.

Brandon terhenti sejenak, melemparkan tatapan penuh arti ke arah sahabatnya itu. "Lo gak naruh aneh-aneh di makanannya kan, Ndri?" tanyanya dengan pelan karena dia benar-benar merasa ada yang tidak beres dengan keadaannya sekarang.

"Maksudnya? Lo nuduh gue ngasih racun gitu?" Andri bertanya balik dengan nada tak terima.

"Bukan. Tapi—ah udahlah gue ke kamar aja." Daripada memperkeruh suasana dan dirinya pun tak ada bukti apapun, Brandon memilih pergi dari halaman belakang. Dengan langkah tertatihnya dia pergi ke kamarnya yang ada di lantai dua di vila tersebut. Sementara Andri memperhatikan langkahnya dengan senyum licik. Dengan segera dia melesat pergi ke dapur, memasuki pintu belakang dan pergi ke salah satu kamar yaitu kamar perempuan.

Sesuai dugaannya, saat dia membuka pintu kamar itu terlihat Winda sudah pulas tertidur. Dia melangkah pelan, melambaikan tangan di depan wajah Winda memastikan tingkat pulas gadis itu. Senyum jahat semakin terlihat, dia lantas menggendong Winda dan segera pergi ke lantai dua. Langkahnya tentu saja cepat karena dia takut Brandon sudah tiba di kamarnya. Namun, tenaga Brandon tidak sekuat itu karena rasa di tubuhnya semakin menjadi. Bahkan dia berdecak kesal karena keadaannya tersebut.

Usai memastikan jika Brandon masih sampai di pintu depan, Andri melangkah cepat melalui tangga. Dia membuka pintu kamar laki-laki yang sebenarnya untuk kamar dia dan Brandon. Akan tetapi malam ini ia akan merelakannya untuk tidur Winda dan Brandon.

Setelah menempatkan Winda di kasur, Andri bergegas keluar kamar. Tatapannya sedikit terkejut ketika melihat Brandon sudah sampai di anak tangga bagian tengah. Andri memilih untuk mengambil arah berlawanan, dia pergi ke ruangan di samping kamar dan bersembunyi di tempat itu.

***

Cakra dibuat terheran dengan diamnya sang bunda sejak datang ke rumah sakit. Dia membentangkan karpet untuk tidur seraya mencuri tatapan ke bundanya. Ingin bertanya, tetapi takut, kalau tidak bertanya dia penasaran. Jadi bingung sendiri. "Nasinya habis. Fika udah nafsu makan ya, Cak?" tanya Winda kini berdiri dekat nakas mendapati piring rumah sakit yang sudah kosong.

Cakra diam sebentar. Mau menjawab iya, dia juga tidak tahu kalau Fika sudah nafsu makan atau belum. Namun, kalau dia jujur tidak tahu, sama saja masuk ke kandang singa. Nanti pasti bundanya akan mengatakan dia tidak peduli dengan Fika.

"Em iya, Bun."

"Mungkin," sambung Cakra dalam hati.

"Syukur deh kalau dia mau makan, jadi gak kasihan sama gizinya."

Cakra hanya mengangguk singkat. "Tapi tadi ada dua temennya, Bun. Mungkin dia makan sama mereka juga," ucap Cakra yang teringat dengan kehadiran dua teman Fika. Brilian sekali idenya, pasti sang bunda akan mengira dia dia perhatian denan Fika.

"Oh, Panji ya? Sama siapa? Kayaknya tadi dia sendiri."

Keputusan yang salah ternyata. Cakra justru terjebak dengan kesaksiannya sendiri. Dia mana tahu namanya, orang berkenalan saja tidak. Begitu sampai dia langsung keluar dari kamar inap. "Karpetnya udah siap, Bun. Langsung tidur aja," ujar Cakra menunjuk karpet yang sudah rapi di lantai. Lebih baik mengalihkan pembicaraan saja daripada dia terancam.

"Iya, nanti bunda tidur. Sekarang bunda mau ngobrol sama kamu." Winda terlebih dahulu duduk di karpet tersebut. Dia menepuk depannya menyuruh agar Cakra turut duduk.

"Besok Fika sudah bisa pulang, kita bawa dia ke rumah. Besoknya juga kamu akan dinikahkan, Cak. Bunda cuma minta kamu lebih peduli lagi ke Fika. Semua kesalahan ini ada di kamu, jadi sebisa mungkin kamu bertanggung jawab."

"Apalagi kamu lebih dewasa dibanding Fika, jadi bunda yakin kamu bisa menjadi suami yang baik. Jangan buat bunda kecewa sama sikap kamu ke depannya."

Cakra mengangguk. Dia belum berucap untuk menjawab, tetapi sudah paham maksud dari bundanya. Dia hanya menunggu Winda melanjutkan. "Sekarang kamu bawa barang-barang Fika belum, hm?" tanya Winda pelan karena dia tahu yang sebenarnya.

Cakra meringis lirih, mengusap lehernya dan memberikan senyum lebar. "Lupa, Bun. Cakra suruh supir aja gima—"

"Gak usah! Besok pagi kamu harus langsung ambil. Kebiasaan deh," keluh Winda seraya menghela napas menahan sabar. Cakra memang masih butuh bimbingan perihal kepekaan, dia sudah terlalu lama cuek dengan keadaan sekitar.

"Iya, Bun."

"Ya sudah, sekarang bunda mau tidur. Kamu juga tidur." Winda bersiap merebahkan dirinya di karpet tersebut. Mengambil selimut yang sudah disediakan oleh Cakra lalu memejamkan mata. Belum pulas tidurnya, Winda kembali berbicara dengan mata terpejam. "Kalau masih tidak bisa peka, anggap Fika adalah bunda karena nantinya Fika adalah bunda dari anak-anak kamu."

***

Mentari pagi menyambut Winda dengan luka. Kini dia di hadapkan dengan tiga sahabatnya yang lain. Air matanya tidak berhenti mengalir melewati pipi putihnya. Kepalanya menunduk, tidak berani menatap mereka padahal dia sadar jika tak bersalah. "Gu-gue—"

"Semalem gue denger lo sama Andri di dapur. Dia nyuruh lo ke kamarnya Brandon kan?" tuduh Kinanti dengan tangan kanannya mengusap punggung Adara yang bergetar karena menangis.

"Lo bilang gak mau merusak persahabatan kita, tapi ini apa, Bren*sek?!" teriak Adara, beranjak ingin meraih rambut Winda untuk ditarik, tetapi Kinanti sudah lebih dulu mencegahnya.

"Ssst, lo harus tenang, Ra."

"Gimana gue tenang, ha? Pacar gue tidur sama sahabat gue sendiri!" teriak Adara meluapkan segala sakit hati.

Winda semakin terisak, sementara Andri yang di sebelahnya hanya diam mengamati Adara. Sejujurnya dia turut sakit melihat air mata Adara yang jatuh, tetapi lebih sakit lagi melihat kebersamaan Adara dan Brandon.

"Sayang," panggil Brandon, ingin meraih pergelangan tangan Adara. Dengan kasar ditepis oleh gadis itu.

Tanpa melihat ke arah Brandon yang sebenarnya sama kacaunya dengan dia, Adara berujar pelan. "Kita putus."

"Adara!" panggil Brandon lagi, kali ini berhasil memegang pergelangan tangan Adara dengan erat.

"Aku dijebak di sini! Kalau—"

"Tapi lo juga tergiur kan, hm?" balas Adara, tersenyum getir meratapi nasibnya sendiri.

"Shit! Aku dalam pengaruh obat, Sayang. Entah siapa yang naruh obat itu di minuman aku," jelas Brandon. Tatapannya tak bisa bohong jika permintaan Adara untuk putus sangat menyakiti hatinya. Mereka sudah bersama selama 7 tahun sejak SMA, harus berpisah karena kesalahan sahabat sendiri.

"Apapun itu. Lebih baik putus. Gue udah capek." Adara melepas tangan Brandon dari cekalannya. Lantas pergi ke kamar untuk mengemasi barang-barangnya. Liburan yang seharusnya damai dan menyenangkan, justru menyakitkan untuk Adara.

Continue Reading

You'll Also Like

110K 398 1
Rayhan alaska xabiru pria toxic leader VANDALAS, dan tak tersentuh, merasa tak suka saat seorang gadis berani melawanya. Dia mencari tau semua tentan...
821K 12.1K 31
"Oh wow roti sobek!" Queen berbinar, bibir gadis itu terbuka, matanya menyayup mengagumi keindahan otot tubuh Kai. "Cewek nakal," umpat Kai, sebelum...
59.5K 4.2K 38
Bermula dari pertemuan tidak sengaja hingga membuat mereka terjebak dalam rumitnya hubungan beda usia. Siapa sangka, seorang pria yang Kaina temui di...