Valerie's P.O.V
Suasana pesta ulang tahun pun menjadi ramai karena Evelyn mulai meniup lilin dan diiringi dengan lagu happy birthday yang kami nyanyikan.
Setelah itu, Evelyn memotong kue dan memberikan suapan pertama dan kedua kepada orang tuanya, diikuti dengan kokonya dan setelah itu ia melakukan sesuatu yang tidak pernah aku duga.
"Hari ini, aku juga mau memanggil beberapa sahabat dan teman terbaikku. Valerie, Maria dan Clara." Katanya.
Aku kaget karena aku tidak tahu bahwa ada pemanggilan sahabat dalam acara kali ini. Tapi karena aku sudah dipanggil, mau tidak mau, aku berjalan ke depan dan menerima kue dari Evelyn.
Maria dan Clara juga melakukan hal yang sama. Mereka berjalan ke Evelyn dan mendapatkan potongan kue darinya.
Setelah menerima kue itu, aku berjalan kembali ke tempat duduk ku tapi tiba - tiba, seseorang menyandung kakiku dan aku kehilangan keseimbangan.
"Ah, aku akan jatuh." Kataku sambil berusaha memegang piring kue ini agar isinya tidak tumpah sambil menutup mataku, bersiap untuk jatuh ke lantai.
Tiba - tiba, aku merasakan ada tangan yang memegang bagian perutku dan ketika aku membuka mataku, aku melihat Darius sedang menahan badanku dengan ekspresi sedikit panik.
Wajahnya dekat sekali dengan wajahku dan aku bisa melihat ketampanannya secara HD.
Kami berpandang - pandangan selama beberapa detik sebelum akhirnya aku sadar.
Menyadari apa yang sedang terjadi, pipiku langsung memerah dan aku berusaha untuk mengembalikan keseimbangan ku dan berdiri.
"Apa kau baik - baik saja, Valerie?" Tanya Darius.
"Terima kasih, Darius."
"Sama - sama." Katanya sebelum menatap tajam ke arah Clara dan Maria.
Aku tahu bahwa yang mengandungku tadi adalah salah satu dari mereka, tapi dalam situasi seperti ini, lebih baik aku diam dulu. Aku tidak ingin merusak pesta ulang tahun Evelyn, lagipula, terlalu banyak mata di sini.
Kue yang tadi di lantai sudah jatuh dan hal itu membuatku merasa malu.
"Valerie, apa kau baik - baik saja?" Evelyn bertanya.
"Aku tidak apa - apa, hanya terpeleset sedikit tadi." Kataku.
"Kuemu jatuh, aku akan potongkan lagi." Kata Evelyn sebelum memberiku piring dengan kue yang baru sementara staf restoran membersihkan kue yang ada di lantai.
"Kau benar - benar tidak apa - apa?" Darius bertanya kepadaku.
"Benar, lagipula, karma akan datang sendiri nanti." Aku menyuap kue sambil menatap tajam ke arah Maria dan Clara. Kedua wanita ini tidak lagi berani menatapku.
Memang kata orang - orang, tatapanku tajam. Sehingga tidak ada seorangpun yang bisa menatapku terlalu lama apalagi ketika aku sedang marah.
Beberapa saat kemudian, acara ulang tahun pun berakhir. Aku sudah dijemput oleh Pak Asep dan berpamitan dengan Evelyn.
Tapi, sebelum aku masuk ke dalam mobil, aku mengobrol sebentar dengannya.
"Valerie, maaf ya soal kejadian tadi." Evelyn terlihat cukup menyesal. Sepertinya ia tahu bahwa itu adalah kerjaan kedua temannya.
"Tidak apa - apa, anggap tadi itu tidak pernah terjadi. Lagipula aku yakin mereka tidak akan berani seperti itu lagi terhadapku."
"Aku akan bicara pada mereka nanti. Bagaimanapun juga, kau sahabatku yang terdekat. Aku tidak suka kau diperlakukan seperti itu bahkan oleh teman dekatku yang lain." Katanya sambil mengambil nafas panjang.
"Sebagai permintaan maaf, aku akan memberitahumu sesuatu." Katanya sambil tersenyum.
"Aku tahu kau tertarik pada sepupuku, Darius. Kebetulan, dia akan tinggal di rumahku selama enam bulan."
"Lalu?" Tanyaku.
"Aku akan sering mengundangmu ke rumahku selama enam bulan ini. Oh ya, orang tuaku juga menyuruhku untuk membawanya jalan - jalan keliling Jakarta. Nanti kalau kami akan pergi, aku juga akan mengajakmu."
Mendengar hal itu, entah kenapa aku merasa bersemangat. Aku tersenyum kepadanya dan mengangguk.
"Baiklah, aku suka itu."
Dalam perjalanan pulang, aku mendapatkan pesan baru di WA dan ternyata itu adalah pesan dari Darius.
"Hai, aku Darius, sepupunya Evelyn. Tadi aku meminta nomormu darinya. Kuharap aku tidak mengganggumu." Itu adalah pesan pertama yang ia kirimkan.
"Tidak apa - apa, aku tidak terganggu, kok." Balasku. Dari situ, kita berdua banyak berbincang - bincang hingga aku akhirnya sampai rumah dan melakukan rutinitasku sebelum tidur seperti biasa.
Bedanya kali ini, aku tertidur dengan senyuman yang lebar di wajahku.
Keesokan harinya, ketika aku berangkat ke kampus, aku tiba lebih awal dan melihat bahwa Glenn belum sampai.
Aku langsung membuka HP ku dan melihat pesan selamat pagi dari Darius. Rasanya senang sekali. Aku membalas pesannya dan kami chatting selama beberapa saat sebelum aku mendengar suara Glenn.
"Kenapa kau senyum - senyum sendiri, Valerie." Aku yang kaget langsung tersentak dan HP ku jatuh ke lantai. Aku baru saja akan mengambilnya ketika Glenn dengan cepat mengambilnya duluan dan melihat pesan antara aku dan Darius.
"Hm, siapa yang kau text ini Valerie?" Tanyanya dengan senyuman kecil.
Namun entah kenapa aku bisa merasakan, dibalik senyumannya itu, aku bisa merasakan amarah yang sedang tertahan.
"Tidak, dia hanya sepupu sahabatku Evelyn yang aku temui kemarin di pesta ulang tahunnya." Kataku sambil mengambil HP ku dari tangan Glenn dan mematikannya.
"Oh, begitu. Ya sudah." Glenn duduk di sebelahku dan memandangiku dengan ekspresi yang tidak dapat kubaca.
"Valerie, kau tahu kan bahwa aku ini temanmu. Jika ada hal seperti ini, kau harusnya menceritakannya padaku." Kata Glenn dengan nada sedikit memaksa.
"Apa maksudmu, Glenn?" Tanyaku.
"Kau tahu apa maksudku, Valerie. Kau bahkan tidak mengucapkan selamat malam padaku kemarin. Ternyata kau sedang chatting dengan cowok lain ya?"
Untuk pertama kalinya aku melihat kekecewaan di wajah Glenn.
"Itu karena kau chat ku setelah aku tidur, Glenn. Kemarin aku lelah jadi aku tidur lebih awal." Balasku.
"Oh, begitu. Ah, ternyata bukannya karena kau sibuk chat dengannya ya. Baguslah." Kata Glenn dengan nada sedikit sarkas.
"Memangnya aku tidak boleh chat dengan orang lain selainmu?" Tanyaku dengan nada sedikit kesal.
"Boleh kok, asal kau tidak menyukai orang itu lebih dari kau menyukaiku." Balasnya.
"Memang kenapa? Kita kan hanya teman." Mendengar jawabanku itu, Glenn menatapku dengan ekspresi sedikit dingin.
"Saat ini kita memang hanya teman, tapi kita tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Yang aku tahu, tidak ada orang di dunia ini yang lebih peduli denganmu dari aku, Valerie."
Kali ini, nada bicara Glenn cukup serius, berbeda dengan nada yang biasa ia gunakan ketika ia bersamaku.
"Sudahlah, lupakan saja, aku tidak ingin membuatmu kesal, Valerie. Ekspresimu saat ini membuatku sedih." Kata Glenn.
Ya, aku tahu saat ini wajahku memperlihatkan ekspresi kesal terhadapnya. Aku bukan orang yang mudah menyembunyikan emosi ku. Apapun yang aku rasakan pasti akan terlihat di wajahku.
"Tidak apa, Valerie. Aku akan tetap bersamamu apapun yang terjadi." Bisiknya sebelum pelajaran dimulai.