Not Your Princess [End]

By killmill77

2.9M 277K 19.4K

Almaratu Sesilia Pramesti tidak pernah membenci seseorang sebesar dia membenci Arjuna Nakala Anugerah. Laki-l... More

BAB 1
BAB 2
BAB 3
BAB 4
Bab 5
BAB 6
BAB 7
BAB 8
BAB 9
BAB 10
BAB 11
BAB 12
BAB 13
BAB 14
BAB 15
BAB 16
BAB 17
BAB 18
BAB 19
Bab 20
BAB 21
BAB 22
BAB 23
BAB 24
BAB 25
BAB 26
BAB 27
BAB 28
BAB 29
BAB 30
BAB 31
BAB 32
BAB 33
BAB 34
BAB 35
BAB 37
BAB 38
BAB 39
BAB 40
BAB 41
BAB 42
BAB 43
Pilih Alma atau Naka
BAB 44
BAB 45
BAB 46
BAB 47
BAB 48
BAB 49 |END|
Tampung Arjuna dan Alma di Rumahmu
Extra Part dan Mas Darren
Sekuel - Be Your Queencess

BAB 36

49.7K 5.3K 494
By killmill77

Sambil dinyalain lagunya yang di media yaa hahahaha

Happy readiing ^^

"Well, you done done me and you bet I felt it. I tried to be chill, but you're so hot that I melted. I fell right through the cracks. Now I'm trying to get back ...."

"Flirting lo jelek banget. Bisa diam, enggak?"

Meskipun baru saja Naka mendengarkan suara ketus gadis di sampingnya yang memasang wajah masam, lelaki itu tetap membuka suaranya, mengikuti alunan lagu yang menguar melalui radio mobil. Bersenandung dengan sesekali melirik si penumpang manis yang sama sekali tidak tersenyum. Meski begitu, wajah Naka masih secerah mentari pagi.

"Well, open up your mind and see like me, Open up your plans and damn you're free. Look into your heart and you'll find love, love, love, love. Listen to the music of the moment, people dance and sing, we're just one big family And it's our God-forsaken right to be loved, loved, loved, loved, loved."

Alma—si gadis yang duduk di kursi penumpang itu menutup telinganya rapat-rapat saat suara si pengemudi yang bukannya berhenti bernyanyi, malah semakin dikeraskan. Belum lagi kedipan sebelah matanya yang bagaikan orang kelilipan. Membuat Alma langsung membuang wajah. Sayangnya, hal itu justru membuat tangannya yang berada di pangkuan, pindah ke tempat lain.

"Arjuna!" Alma terkejut, memekik dan langsung menarik tangannya kembali.

Bukannya berhenti di sana, Naka malah lanjut bernyanyi. "So I won't hesitate No more, no more. It cannot wait, I'm sure. There's no need to complicate. Our time is short. This is our fate, I'm yours."

Rasanya, Alma ingin melompat saja keluar dari mobil ini!

Namun tentu saja, keinginan itu tidak ia realisasikan. Meski hidupnya berat, Alma belum mau mati. Dan akhirnya, kembali diam mendengarkan suara Naka yang sebenarnya tidak buruk tetapi terdengar begitu menyebalkan itu di mobil ini. Sampai kemudian di penghujung lagu, Alma menarik napasnya lega sebab setelah itu suara penyiar radiolah yang terdengar di telinganya. Tidak ada lagu lagi dan tidak ada suara bernyanyi Naka lagi.

"Bagus ya lagunya?" tanya laki-laki itu menoleh pada Alma.

Balasan Alma hanya mendengkus. Kembali membuang wajah pada jendela di sampingnya tidak mau sama sekali menghiraukan keberadaan Naka yang tampak begitu menjengkelkan dengan wajah penuh senyumnya.

Mereka baru saja pulang dari RSGM (Rumah Sakit Gigi dan Mulut) untuk melakukan rontgen seperti yang sudah Alma jadwalkan kemarin. Dia akan pergi ke RSGM pagi hari, membawa rujukan dari dokter tengil yang dikunjunginya, kemudian siangnya, dia akan kembali ke kantor untuk bekerja. Rencananya juga, Alma akan melakukan hal itu seorang diri. Namun tentu, tidak dapat terjadi sebab begitu dia membuka pagar, wajah tengil dokternya sudah terpampang di sana. Berdiri sok keren bersandar pada jeepnya.

Dan ya ... kini berakhirlah Alma di dalam mobil lelaki itu dalam perjalanan pulang yang penuh kebisingan oleh suara bernyanyi si pemilik mobil.

"Kita makan dulu, yuk? Cari warung bubur yang buka siang-siang begini di mana, ya?" Sembari mengemudi, Naka mengambil ponselnya, mengotak-atiknya sebentar sebelum kembali meletakkannya di saku. "Ada nih, Ma. Dekat sini ada yang jual bubur. Kita makan dulu, ya?"

Alma menggeleng. "Gue mau langsung ke kantor."

"Enggak boleh, dong. Harus makan dulu."

Alma menghela napas. Akhirnya diam saja membiarkan Naka mengemudikan mobilnya. Dia sedang sakit gigi, berdebat dengan Naka akan membuat sakit giginya semakin parah. Pilihan terbaik memang hanya diam saja.

*__*

"Kalau mau operasi besok, cutinya jangan cuman setengah hari. Full harus cuti seharian. Prosesnya memang paling cuman satu-dua jam tapi habis operasi tetap harus istirahat," kata Naka menatap gadis di hadapannya. "Lebih cepat dicabut giginya lebih baik. Dari pada dinanti-nanti, jadinya sakit terus. Pemulihan pasca operasi itu lumayan lama loh, Ma. Bisa sampai dua minggu. Semakin dinanti operasinya, semakin banyak pekerjaan kamu yang tertunda. Kalau enggak mau sama aku operasinya enggak apa-apa, nanti aku rekomendasikan dokter yang lain."

Alma diam saja, mengaduk bubur di hadapannya tidak begitu berselera. Naka baru saja berkata kapan Alma akan operasi tetapi Alma belum memiliki jawabannya sebab dia belum bisa meninggalkan pekerjaannya. Ini saja hanya bisa cuti setengah hari.

"Pencabutan operasi gigi bungsu ini memang bukan operasi besar. Kamu juga bisa langsung pulang setelah selesai. Tapi tetap, enggak boleh mengerjakan yang berat-berat dulu. Segera ambil cuti ya, Alma? Kalau bisa besok, biar hari ini aku daftarkan kamu untuk operasi besok. Sakit gigi tuh enggak enak loh. Kerja juga jadi enggak nyaman. Setuju?"

Alma menatap Naka sedikit berpikir. Yang laki-laki itu katakan sebenarnya benar. Sakit gigi tidak enak sekali dan sangat mengganggu aktivitasnya. Akhirnya, Alma pun mengangguk.

"Mau? Operasi besok, ya?" tanya Naka memastikan. "Besok temanku mulai praktik jam 7. Semoga dia belum punya janji temu lain. Besok aku jemput jam 7 pagi ya?"

Lagi, Alma mengangguk kecil.

Naka tersenyum lebar mendapatkan anggukan kecil itu. Tangannya terulur mengusap kepala Alma dengan gemas. "Manisnya Almaratu kalau lagi nurut begini."

Alma berdecak kesal. Langsung menyingkirkan tangan Naka dari kepala, menatap lelaki itu tidak senang. Sedang Naka yang mendapatkan tatapan demikian, hanya terkekeh kecil.

"Sayang banget ya, cowoknya padahal spek oppa-oppa korea gitu, cakep banget, tapi ceweknya rada dekil."

"Tapi manis kok ceweknya, mukanya cantik."

"Cantik dari mana? Rambut aja kayak enggak keurus gitu. Kumel banget, dekil. Kasihan cowoknya dapet yang begitu."

Suara-suara itu, masuk ke dalam telinga Alma. Menjengkelkan dan tidak punya adab, membicarakan orang lain seenak jidat. Meski begitu, Alma hanya mengambil santai. Dia tidak akan terpancing kali ini. Lagi pula Alma sudah pernah mendapatkan perlakuan demikian. Dia sedang sakit gigi. Lebih baik energinya disimpan saja untuk melawan rasa sakit giginya ini.

"Kalau udah tahu rambutnya keriting-keriting begitu ya dirawat lah. Sekarang kan jaman udah canggih. Dismoothing kek, rebonding kek, dicatok kek. Disisir deh minimal biar enggak kelihatan gimbal banget begitu. Pakai bedak sedikit gitu, loh. Beli krim-krim pemutih kulit yang mahal biar kulitnya bening sedikit. Cowoknya kayaknya orang kaya. Masa biayain perawatan ceweknya aja enggak bisa?"

Alma tersenyum samar. Manusia bodoh itu ingin membuatnya tertawa. Kalau saja dia tahu berapa harga perawatan rambut dan kulit Alma. Uang Alma itu banyak. Dia hidup sendiri dengan gaji sebagai Software Developer di perusahaan lamanya yang sudah tembus dua digit. Meski kini resign dan di Niraca pemasukannya tidak sebanyak dulu, uang Alma tetap masih banyak apalagi kos-kosan 15 pintunya penuh. Belum lagi Mamanya yang masih suka mengirim uang meski Alma tidak memintanya. Alma juga orang yang hemat—dengan artian tidak begitu tergiur membeli barang-barang mewah. Dia juga tidak perlu menanggung biaya hidup siapa pun kecuali dirinya sendiri.

Sekedar perawatan rambut dan kulit? Tentu Alma sangat mampu. Namun tentu saja bukan perawatan agar rambutnya lurus dan kulitnya putih. Dia sudah keluar dari pemahaman-pemahaman bodoh itu bahwa cantik itu berambut lurus dan berkulit putih. Alma sudah pernah mencobanya—meluruskan rambut yang berakhir rambutnya malah rusak. Perawatan untuk putih yang hasilnya malah tidak ada sama sekali. Memakai make up agar terlihat putih yang malah membuat kulitnya jadi abu-abu.

Dulu juga, Alma tidak suka menggerai rambutnya karena akan terlihat gimbal sekali—seperti yang orang asing itu katakan. Namun sekarang dia melakukannya. Menggerai rambutnya karena Alma ingin melakukannya. Mencoba untuk tidak lagi peduli dengan komentar orang-orang. Perlahan, Alma mulai beranjak untuk menerima dirinya sendiri ... apa adanya.

Memang kenapa sih, Alma melakukan apa yang dia mau untuk dirinya sendiri? Lagi pula kan tidak merugikan orang?

"Atau jangan-jangan bukan cowoknya kali, ya? Masa mau sih sama cewek it—uhuk!" Orang asing itu tiba-tiba terbatuk. "Aduh-aduh keselek nih gue. Minum dong minum!"

"Yah lo sih makan sambil ngejulid. Minum gue juga habis."

"Mbak teh manisnya satu lagi!"

Rasakan!

Alma hendak tertawa keras-keras, tetapi ditahannya sebab dia ingat giginya masih terasa nyeri bahkan makan pun harus pelan-pelan. Kemudian melihat penjual sekaligus yang melayani di kedai bibir ini yang berjalan melewatinya untuk mengantarkan minuman pesanan mereka, Alma merasa puas.

"Mbak sebentar!"

Penjual tersebut menghentikan langkahnya saat tangan Naka terulur menghentikannya. Lelaki itu berdiri, menarik nampan berisi segelas teh manis dari tangan si penjual dan meletakkannya ke atas mejanya.

"Minuman ini saya beli," kata lelaki itu. Naka lalu mengeluarkan dompet dari saku celananya, membukanya mengeluarkan seluruh lembaran uang yang ada di dalamnya dan meletakkannya ke telapak tangan si penjual. "Seluruh minuman yang ada di sini saya beli, sampai enggak bersisa. Air kerannya juga saya beli. Saya cuman punya uang kes segini. Sisanya saya transfer via rekening bisa?"

"Mas ini—"

"Atau ini semuanya ambil deh sama dompet-dompetnya." Naka menyerahkan dompet ke tangan si penjual.

Alma yang melihat tingkah lelaki itu langsung ikut berdiri. Mengambil kembali dompet juga lembaran uang yang cukup banyak—bahkan sampai jatuh ke lantai—dari tangan si penjual.

"Maaf ya, Mbak," ujar gadis itu. "Ini totalnya berapa ya, Mbak?"

"Ah itu—"

Belum sempat menyelesaikan kalimatnya, Alma langsung memberikan dua lembar uang seratus ribu pada si penjual. Dia yakin, total makanannya dengan Naka tidak akan sampai sebanyak itu.

"Kembaliannya ambil aja ya, Mbak, terima kasih."

Menarik tasnya dari bangku, Alma pun menarik tangan Naka keluar dari sana.

"Kok pergi sih, Ma. Aku kan bel—" Ocehan lelaki itu tidak selesai sebab Alma sudah lebih dulu membekap mulutnya—menyeret Naka keluar dari kedai bubur tersebut.

*__*

Alma tahu, sepanjang perjalanan, Naka meliriknya berulang-ulang. Lelaki itu hanya melirik saja, tidak juga membuka suaranya hingga kini mereka hendak tiba di kantor Alma. Gadis itu sendiri, masih diam. Alma juga tidak membuka mulutnya sejak mereka pergi dari kedai bubur tadi.

"Ehm ..." Naka berdeham.

Posisi dan sikap Alma masih sama, diam di tempatnya.

"Ehm, ehm."

Kalau sudah berdeham berulang-ulang begini, Alma tahu lelaki itu sedang bertingkah.

"Apa?" tanya Alma, tanpa menoleh pada si pengemudi.

"Em ... enggak apa-apa, cuman mau melegakan tenggorokan aja."

Alma mendengkus. Jawaban macam apa itu?

"Nanti pulang kerja aku jemput—"

"Sekali lagi lo ngomong aku-kamu, gue lempar dari mobil."

Naka langsung tutup mulut. Sebenarnya ini bukan peringatan pertama. Alma sudah melakukannya bahkan saat Naka tiba di depan rumahnya pagi tadi. Namun tentu, Naka tidak sama sekali mengindahkannya.

Mobil yang dikendarai lelaki itu pun sampai pada parkiran kantor Alma yang tidak seberapa besar. Mematikan mesin mobil, Naka menarik tas Alma dari pangkuan gadis itu.

"Udah sampai. Yuk turun." Lalu tanpa menunggu Alma, Naka keluar lebih dulu. Menyelempangkan tas kerja Alma di pundaknya. Lalu berdiri di depan mobil menunggu gadis itu turun.

Alma menghela napasnya panjang. Menatap wajah tersenyum Naka di luar mobil yang membuatnya menahan kuat-kuat untuk tidak tersenyum. Kemudian, getar ponsel di tangannya mengalihkan pandangan Alma dari lelaki itu. Sebuah pesan masuk dari Kana tertera di layar.

Aruna Kanala

Sesiiiiil liat ini!! Cherry pacaran sama tunangan orang terus kepergok sama ceweknya sampai rame di media sosial!!! Ih itu anak bener2 deeeeh kenapa enggak pernah kapok juga sih!

Sent a video

Nama ceweknya Vera Yuniar Drajatmoko. Dia alumni sekolah kita, Sil! Tapi kok gue enggak pernah lihat, ya?

Alma memejamkan matanya erat usai membaca pesan masuk itu. Vera Yuniar Drajatmoko. Tidak seperti Kana yang tidak mengenalnya, Alma masih mengingat jelas nama dan wajahnya. Sangat jelas dan terekam di dalam kepalanya.

Vera.

Si Pelaku Utama.

"Kok enggak turun-turun?"

Alma tersentak saat pintu di sebelahnya terbuka. Wajah tersenyum Naka terlihat di sana.

Ada yang udah meleleh sama tingkah dangdut drg satu iniii? atau masih jadi es batu seperti mbak ratu???

Btw, mon maap kalo dokter satu ini agak ngedangdut bgt yaa kalau lagi ngebucinnnn hahahahaha

dan ya seperti biasa, love language naka adalah act of money service 🤭🤭🤭


Besok mau ketemu lagiiii???

yuuukkk ramaikan part ini biar besok kita bertemuuuuu!

kita lihat Cherry buat ulah apaan ituuuuu

Continue Reading

You'll Also Like

370K 42.9K 63
Everything happens in the chatroom.
263K 22.5K 34
Bengawan Kanigara terserang "Want-a-Boyfriend Syndrome". Cita-citanya dalam waktu dekat adalah punya pacar yang dapat menemani hari-hari suram sebaga...
2.3M 240K 42
Ketika menyukai kakak tingkatnya di kampus secara diam-diam, Daryn nggak pernah berharap perasaannya akan terbalas. Dia sudah puas mengagumi sosok it...
2M 150K 21
Gengsi meminta uang pada kedua orang tuanya yang telah bercerai, Sabrina Danila Hasan memutuskan menyewakan tiga kamar kosong di rumahnya karena meng...