Devano perlahan membuka matanya. Sorot lampu dari atasnya membuat dirinya sedikit mengernyitkan matanya. Lalu dia merasa tangan kirinya kesemutan. Devano menatap tangannya. Disana ada selang infusan yang tertancap di punggung tangan nya.
Dia menghela nafas sembari memejamkan matanya sejenak. Lalu dia melotot terkejut dan langsung terduduk dan menatap sekitar. Bagaimana bisa dia dirumah sakit?!
"gausah banyak gerak. Nanti darahnya naik ke infus." ujar seseorang yang tiba tiba muncul dari arah pintu yang berada di sebrang Devano.
"gue kok bisa disini?" tanya Devano ke Farrel yang berjalan menghampiri nya. Devano juga mencoba untuk turun dari ranjang namun tiba tiba kepalanya sakit. Sontak dia menunduk dan memegangi kepalanya.
Farrel membenarkan posisi Devano agar menjadi setengah terduduk, dia juga memberi bantal ke punggung itu agar tidak sakit. "dibilang gausah banyak gerak."
"jawab pertanyaan gue tadi." ucap Devano.
Farrel menatap Devano. "bakal gue jawab tapi lo makan nasi dulu." katanya sembari memangku nampan berisi bubur dan sayur sayuran, juga ada buah buahan.
Farrel menyuapkan sesendok bubur yang langsung di sambut Devano tanpa penolakan. Farrel tersenyum tipis. Saanggat tipis.
Baru 5 suap. Devano sudah menutup mulutnya. "udaah..."
"satu lagi."
"udaah. Eneg anjing." rengek Devano. Farrel menghela nafas. Dia lalu menaruh nampan itu ke meja samping kasur Devano dan membantu Devano untuk minum teh yang di sediakan.
Setelahnya, Devano menyandarkan badannya. Lalu dia menatap Farrel. "gue sakit apaan? Ampe di inpus beginian. Alay cok." protes Devano.
"kalo lo ga di inpus. Lo udah mati daritadi."
Devano tidak menanggapi ucapan Farrel. Dia menatap jam yang ada di atas pintu. Saat ini pukul 14.55. Murid murid sekolahnya pasti sudah pulang.
Tiba tiba, Ponsel Devano berdering. Segera di angkat oleh Farrel.
"hallo." sapa Farrel.
'MAS! KOE NENG NDI ANJING?! TAK GOLEK I GAONO-jane ora gor aku thok sih. Mau bang Arthur yo melu golek i, tapi saiki dee wes, muleh... Nah, sekarang kamu dimana? Kita jadi mampir gramed tha?'
"saya sama Devano di rumah sakit. Devano ngedrop. Tipesnya kambuh."
'HEEQ?! ANYING! AKU MULEH RO SOPO TERUSAN?!'
Farrel tersenyum tipis mendengar pertanyaan Deya. "bukan urusan saya sih... Yang pasti, sekarang kakakmu ada di rumah sakit Bhayangkara. Udah. Gitu aja. Makasih." ucap Farrel sebelum mematikan panggilan itu.
"dia bisa pulang sama William atau temennya." sambung Farrel.
Devano hanya memalingkan wajahnya menatap jendela. Dia enggan menanggapi ucapan Farrel. Tiba tiba terdengar suara dari luar kamar. Dan pintu terbuka. Menampilkan Daniel dengan nafas yang terengah engah. "panoo!" Daniel berlari kecil menghampiri Devano.
Tak lama. Muncul Angga dari belakang sembari menggendong tas ransel milik Daniel yang berwarna biru pastel. "jangan lari lari. Ntar jatoh niel."
Daniel tidak menggubris ucapan Angga. Dia menatap nelangsa Devano yang terbaring di kasur rumah sakit. "Devano kenapa?" tanya Daniel dengan mata yang berkaca kaca dan kedua pipi juga hidung yang berwarna merah tomat.
"tipes ku kambuh nieell." ucap Devano sembari tersenyum. "Daniel kenapa? Kok merah gini?" sambung Devano.
"nangis minta jenguk i lo. Dia daritadi ngerengek pengin liat lo pas gue bilang kalau lo drop." jawab Angga sembari berdiri di samping Daniel yang sedang mengusap matanya, menghapus jejak airmatanya.
Angga menghela nafas panjang. "untung pas dia ngerengek, si junior ga bangun." gumamnya.
Daniel menatap Angga dengan kedua bola matanya yang lucu. "maksud?" tanyanya.
Angga mengalihkan pandangannya. "jangan! Jangan tatap gue kayak gitu!" cegah Angga.
Devano dan Farrel menatap heran Angga. Kenapa coba? Orang jarang jarang Daniel ngasih muka itu ke orang orang selain Devano dkk.
"temen lo waras ga sih?" tanya Devano ke Farrel.
Farrel menggeleng. "habis kebentur knalpot motor kayaknya."
(•ω•)
"usir ga nih?"
"gausah. Kesian gaada orang dirumah kan? Biarin dia tidur disini."
"tapi kasian juga dia tidur di sofa, mana posisinya kayak gitu..."
Devano dan Farrel sedang membicarakan Deya yang tertidur di sofa dengan posisi tengkurap. Bocah itu datang tadi sore. Sekitar pukul 3. Tapi sekarang sudah pukul 8 malam.
"udah. Lo tidur aja." ucap Farrel saat melihat Devano menguap. Lalu Devano mengangguk dan mulai merebahkan diri, tapi dia sedikit bergeser dan menepuk space sisa yang ada di sampingnya sembari menatap Farrel. "sini aja..."
Farrel menatap Devano, seakan akan berkata, 'lo yakin?'. Devano yang mengerti pun mengangguk mantap. Farrel tersenyum tipis. Lalu perlahan ikut merebahkan diri di samping Devano. Ya.. Ranjang itu cukup untuk mereka berdua.
Devano tersenyum senang. Dia menarik Farrel agar merapat ke dirinya. Sebenarnya, dia ingin memeluk Farrel, namun tangan kirinya yang di infus membuat Farrel mencegah itu agar tetap di posisinya. Kan ga lucu nanti tau tau infusnya copot pas peluk pelukan.
Sehingga, Farrel menjadikan lengannya bantalan untuk kepala Devano. Tak lupa dia juga mengelus belakang Kepala Devano dengan perlahan hingga tertidur.
Doakan semoga besok... Deya nggak mimisan ngeliat momen itu...