Kata orang jatuh cinta itu berjuta rasanya. Meski jika disuruh menyebutkan rasa apa saja kok bisa sampai bernilai jutaan. Mungkin tak ada yang bisa menyebutkan.
Yang pasti jatuh cinta biasanya membuat orang senang. Banyak tersenyum. Memandang hari selalu cerah. Meski faktanya langit mendung bahkan hujan badai. Tapi bagi orang yang sedang jatuh cinta, semua yang dilihatnya menjadi indah.
Padahal tak ada juga yang bisa mendefinisikan secara pasti apa itu jatuh cinta. Dimana hati tiba-tiba bertaut pada seseorang. Dimana rasa suka tiba-tiba datang begitu saja pada seseorang. Dan saat semua organ bekerja dengan cepat ketika melihat seseorang. Jantung berdebar, mata berbinar, bibir tersenyum atau pikiran jadi gak fokus.
Apapun itu, sinyal cinta yang kuat nyatanya memang akan menyapa seseorang yang akan menjadi jodohnya. Manusia telah diciptakan berpasang-pasangan. Dimana jodoh telah tertulis di lauhul mahfudz sejak milyaran tahun yang lalu.
Kalau ditanya kenapa ya bisa tiba-tiba ada rasa suka pada si A. Bisa terus memikirkan si B. Dan bisa merasa nyaman dengan si C. Itu salah satu kekuasaan Allah. Mempertemukan dan mengarahkan hati dua anak manusia yang telah ditakdirkan menjadi jodoh. Meski terkadang banyak liku di setiap episode pertemuan tersebut.
Hari selanjutnya berlalu seperti biasa. Mayang tak bertemu lagi dengan pak Arya usai pernyataan cinta lelaki itu padanya. Mayang sudah tahu kalau pak Arya sedang sibuk karena Minggu depan akan melakukan ibadah umroh. Jadi sepertinya pak Arya tak ingin meninggalkan banyak pekerjaan saat ia cuti.
Pak Arya
Saya sedang rapat di kantor pemerintah. Kamu semangat ya kerjanya
Itu salah satu contoh chat yang dikirim pak Arya. Setidaknya sehari ada sekitar empat atau lima pesan yang masuk dari pak Arya. Ya hanya kalimat umum saja. Tapi sungguh mampu membuat Mayang berbunga-bunga. Meski mereka tak bertemu muka, tapi setidaknya mereka saling berkirim kabar lewat chat.
"Duh makin hari kok lihat May makin berseri-seri gitu sih"
"Iya lho. May kamu ganti merk skincare ya. Bocorin dong sekarang pakai apa? Kan aku juga pingin berkilau kayak kamu May"
Komentar mbak Rani dan mbak Uli membuat Mayang tersenyum lebar. Mayang sudah terbiasa mendapat ledekan begitu. Ya candaan ala seniornya. Meski tak ia pungkiri kalau memang ia merasa beberapa hari ini makin banyak tersenyum.
"May lagi jatuh cinta ya" tembak mbak Andari tepat. Tapi Mayang jelas tak akan mau mengakuinya begitu saja.
"Ih apaan ya mbak-mbak ini. Banyakin wudhu deh biar tambah berkilau" sahut Mayang jelas bercanda. Bukan untuk sok merasa paling rajin berwudhu.
"Eh May, aku denger pas kapan hari itu kamu disuruh ikut persiapan pameran ada kejadian seru ya..."
"Kejadian seru apaan Ran?"
Mayang pura-pura konsen ke layar laptopnya. Anggota pergosipan mulai beraksi. Mayang sudah bisa menebak apa yang mau dibicarakan.
"Itu katanya pak Arya panggil May pakai panggilan yang bikin para anak marketing jomblo meradang?"
"Hah iyakah? Pak Arya panggil apa ke Mayang?" Mbak Andari yang jarang tertarik dengan pergosipan kantor kali ini ikut penasaran.
"Ayo May, cerita deh. Masak aku tahunya dari grup spy kantor nih" mbak Rani setengah protes meminta Mayang sendiri yang menjawab.
"Ya Allah mbak. Itu pak Arya cuma salah panggil aja. Mungkin nggak tahu panggilan namaku yang biasa dipakai... "Mayang akhirnya menjawab juga. Tak mau ketiga seniornya berpikir jauh.
Memang kejadian pak Arya yang memanggil suku kata terakhir dari namanya itu sempat membuat Mayang takut menjadi bahan ghibah orang kantor. Dan nyatanya memang sudah menyebar. Tapi sejauh ini Mayang belum menemui hambatan atau semacam teror yang diakibatkan kejadian tersebut. Mayang memilih diam. Selama ini memang ia dikenal sebagai karyawan yang tak banyak bicara dan tak terlalu suka kumpul-kumpul dengan divisi lain.
"Tapi memang nama kamu tuh kalau dipanggil suku kata belakang nya pasti bikin baper ya. Yang...oh yang sayang...." Mbak Rani malah mempraktekkan bagaimana kalau nama Mayang dipanggil suku kata yang terakhir.
"Ya ampun. Jadi kemarin itu pak Arya panggil Mayang...Yang gitu maksudnya?" Mbak Andari yang baru paham malah heboh sendiri.
"He eh mbak. Coba kalau aku yang dipanggil Yang gitu duh...."ujar mbak Rani dengan ekspresi seperti orang menghayal.
"Duh ya kamu gak dikasi duit belanja sama suamimu..." Mbak Uli menyahut dengan bibir mencibir.
"Ingat suami....kok masih mau dipanggil Yang sama cowok lain...."
"Idih serius amat. Canda mbak... canda... cepet tua kalau serius. Tapi kalau serius yang panggil Yang itu pak Arya ya aku nggak nolak mbak"
"Ya kalau Mayang yang dipanggil Yang ya ga papa. Masih jomblo. Tapi pak Arya paling juga suka bercandaan gitu kan...." Mbak Andari membuat kesimpulan sendiri.
Mayang hanya tersenyum dan diam. Tak hendak mengklarifikasi apalagi hendak menceritakan bagaimana pak Arya menembaknya. Mayang sendiri belum meyakini seratus persen. Terkadang ia suka merasa tak percaya kalau pak Arya serius melamarnya. Mayang juga belum menjawab secara tegas lamaran pak Arya. Dan pak Arya juga tak mendesak nya untuk segera menjawab. Entahlah. Sebenarnya status status mereka sekarang ini apa. Mayang hanya memegang ucapan pak Arya yang katanya mengajaknya berproses untuk menikah.
"Siang...."
Lamunan Mayang buyar ketika ada seorang OB sudah berdiri di ambang pintu.
"Tadi ada kiriman makanan buat mbak Mayang"
"Nah kan...ini yang sudah ditunggu nih..." Seru mbak Rani girang.
Dua plastik berisi makanan kini sudah ada di meja Mayang dan mbak Rani. Karena meja Mayang tak cukup menampung semuanya.
"Wah kalau tiap hari gini bisa hemat duit gaji dan cepet bisa beli kapal pesiar ya" seru mbak Rani agak lebay.
"May, penggemar kamu boleh juga ya. Tiap hari kirim makanan. Kamu baikin terus ya biar kita dapat makanan terus begini" ujar mbak Andari ikut senang.
"Gratisan tuh selalu menyenangkan" mbak Uli jelas juga senang.
Ting....
Ponsel Mayang berdenting. Mayang sudah bisa menebak siapa yang mengirimi pesan.
Pak Arya
Saya pesankan salad sama nasi krawu buat kamu sama yang lain. Semoga enak
Nah kan, pak Arya yang mengirimi nya makanan. Plus buat ketiga senior juga. Mayang spontan tersenyum.
"May bilang makasih ya sama si dia. Besok jangan lupa lagi" seru mbak Rani melihat Mayang yang senyum sendiri.
Baiklah. Mayang tak menutup diri. Setidaknya Mayang menerima pernyataan cinta pak Arya dalam artian belum menolaknya. Meski juga ia belum menerimanya. Ia sendiri belum berkenalan dengan keluarga pak Arya selain Tante Rika, Femmy dan Ambar. Sedang mamanya? Mayang belum bertemu.
Mayang sendiri tak langsung memberitahu ibunya tentang pernyataan pak Arya kemarin. Mayang tahu betul sifat ibunya. Bisa-bisa ia akan diteror terus oleh ibunya tentang masalah ini. Jadi ya Mayang masih berusaha membatasi diri menganggap pak Arya seperti meminta ijin untuk mendekatinya. Mayang menunggu apa yang selanjutnya dilakukan oleh pak Arya.
"Hemm, saladnya enak banget...."
Mayang tersenyum melihat ketiga seniornya yang bahagia mendapat kiriman makanan dari pak Arya. Ya setidaknya begini dulu sudah cukup. Perhatian pak Arya menunjukkan kalau lelaki itu sepertinya benar-benar serius. Bagaimana ke depannya, Mayang akan menunggu dulu apa yang akan dilakukan pak Arya.
_______
Sabtu sore yang cerah. Langit terlihat sangat benderang. Mayang pikir pasti cafe atau tempat nongkrong favorit di kota ini nanti malam pasti dipenuhi muda mudi. Di negeri malam minggu itu dianggap hari istimewa.
Kalau yang sudah punya pasangan katanya malam Minggu itu waktunya kencan. Pergi, jalan, ngedate begitulah. Padahal jelas-jelas seremonial semacam itu tidak ada tuntunannya kan dalam agama. Mengkhususkan malam Minggu seolah merdeka untuk bermaksiat. Belum lagi para orangtua yang ikut memaklumi seremonial semacam itu. Mengijinkan anak-anak mereka mengisi malam minggu yang mereka sebut malam panjang itu dengan aktivitas mendekati zina begitu.
Punya pasangan....gumam Mayang sembari tersenyum. Masih betah berdiri di dekat jendela kamar kos. Memandang langit yang berarak menuju ufuk senja.
Mayang melihat layar ponselnya. Weekend ini ia tak pulang ke Salatiga. Bukan karena tak rindu, tapi tadi pagi Mayang masih harus masuk kantor. Imbas dari pameran besar yang diikuti perusahaan, membuat ia harus ikut sibuk. Sabtu ini ia masuk kantor setengah hari. Jadi tadi ia sempat tidur siang. Hal mewah yang tak setiap hari bisa Mayang nikmati.
Mayang menyempatkan diri melihat chat room nya dengan pak Arya. Sebuah kebiasaan yang belakangan tak lupa Mayang lakukan. Sepi. Tak ada chat dari pak Arya. Mayang tersenyum sendiri. Memang ia maunya di chat terus gitu. Berasa punya pasangan bak anak ABG yang terus mengirim chat meski tak penting.
Sudah makan? Sudah mandi? Lagi ngapain?...Mayang terkekeh sendiri. Hehh...nyatanya ia dan pak Arya sudah bukan ABG. Dan Mayang paham kalah pak Arya bukan lelaki pengangguran yang bisa terus mengirim chat padanya. Apalagi Mayang tahu kalau Minggu depan, lak Arya sudah mulai cuti untuk melakukan ibadah umroh.
Dertt...dertt...ponsel yang masih dipegang Mayang bergetar. Ada panggilan masuk dari Lita. Tentu saja Mayang segera menekan tombol terima.
"Assalamualaikum mbak"
"Waalaikumsallam...tanteee..." Terdengar teriakan Zahra setelah jawaban salam dari Lita.
"Anak-anak kangen May. Ini lagi di rumah Salatiga. Ternyata kamu nggak pulang ya"
"Iya mbak. Hari ini May masuk. Tanggung kalau pulang sore. Capek di jalan. Insya Allah deh Minggu depan..."
"Beneran ya Tante. Ara kangen. Tante yuk ke Jogja. Kapan Tante ke Jogja. Mau Ara ajak jalan-jalan cari cilok deh..."
"Idih. Masak jauh-jauh ke Jogja cuma diajakin cari cilok. Males ah..." Terdengar tawa disana.
"Adik Thoriq mana?" Tanya Mayang langsung membayangkan wajah lucu kedua keponakannya
"Nggak malam mingguan nih May" itu suara Yudistira.
"Idih. Udah nggak jaman malam mingguan mas. Mau nya setiap malam ketemu sama yang halal..."
"Ecie.... nada-nada nya kok ngebet dikawinin nih. Bu May kepingin kawin nih. Dijodohin aja sama anak pak RW..." Terdengar Yudistira seolah bicara pada sang ibu. Tentu untuk menggodanya.
"Apaan ya mas Yudis ini. Ogah ah dijodohin...." Sahut Mayang menahan senyum. Meski itu bukan sambungan video call.
Papaaa....adik rebut mainan Ara... terdengar teriakan Zahra. Dan langkah Yudistira yang menjauh.
"Gimana nih May. Udah deal nih sama yang bikin jatuh cinta kemarin..." Lita ternyata masih mau melanjutkan obrolan.
"Deal apaan...."
"Halah ngaku deh. Itu tuh pak GM yang ngaku-ngaku OB. Pasti niat banget kan pingin kenalan sama calon ibu mertua di Salatiga"
Mayang cuma terkekeh pelan. Ucapan Lita seperti nya benar sekali.
"Kamu sudah dikenalkan nggak sama orangtuanya?..."
Mayang sempat terdiam. Ini mbak Lita kok malah tanya begitu.
"Eng ah dikenalkan gimana mbak. Kita tuh ya masih begini. Apa ya...." Mayang bingung hendak menjelaskan.
"Hehe....iya. Sori ya mbak kok yang ngebet banget ini. Mbak pikir ya kalau udah makin serius itu biasanya diajak kenalan tuh sama orangtua. Itu poin penting sebelum ngomong serius urusan cinta-cintaan...." Sahut Lita yang didengar Mayang baik-baik.
"Mbak sudah pernah mengalami May. Urusan sama orangtua itu justru poin utama sebelum urusan hati kita sama si dia..." Lanjut mbak Lita seolah tahu betul apa yang kini dialami Mayang. Apa karena mbak Lita sudah pengalaman tentunya. Dan Mayang juga tahu betul bagaimana dulu rumah tangga Yudistira dan Lita sempat berantakan. Salah satu penyebabnya adalah karena ibunya sendiri yang waktu itu tak terlalu merestui pernikahan kakaknya dengan Lita.
"Eng iya mbak. Doakan saja deh yang terbaik" jawab Mayang pelan.
"Iya. Pasti. Doa terbaik tuh selalu buat semuanya termasuk kamu adik ipar tersayang nya mbak" ucapan Lita membuat Mayang tersenyum lebar.
"Mbak May.. mbak May" terdengar ketukan di pintu kamar diiringi namanya dipanggil. Membuat akhirnya Mayang segera mengakhiri sambungan telponnya dengan Lita.
Gegas Mayang membuka pintu kamar. Ada adik kos di depan pintu.
"Ada yang nunggu di bawah mbak...."
"Siapa?"
"Itu yang om ganteng yang kita pernah ketemu di CFD sama pernah kesini. Sama eng...anak SMA gitu juga pernah kesini"
Mayang sempat berpikir sejenak. Sampai menemukan jawaban siapa mereka.
"Pak Arya sama Femmy?"
"Nah betul. Itu. Aku lupa tadi namanya mbak..." Cengir si adik kos sembari berlalu dari depan pintu kamar Mayang.
_____
Mayang sedikit grogi saat turun dari mobil milik Arya. Bukan karena melihat rumah di hadapannya. Nyatanya ia sudah beberapa kali mengunjungi rumah ini baik dulu maupun belakangan ini. Karena rumah tersebut adalah rumah Bu Rika atau rumah Femmy mantan murid les privatnya. Tapi yang membuat Mayang sedikit gugup adalah karena tadi pak Arya sempat mengatakan kalau ada mamanya di rumah ini.
Iya. Mamanya pak Arya katanya sekarang ada di rumah Bu Rika. Menurut keterangan pak Arya tadi, bu Rima menjemput pak Arya dan Ambar ke Semarang untuk balik ke Jakarta. Selain juga karena rindu pada Bu Rika dan kota ini. Katanya ingin berkenalan dengan Mayang. Gimana nggak grogi coba.
Mayang melihat langit yang sudah menggelap. Tadi memilih sholat Maghrib dahulu sebelum berangkat. Mungkin tak lama lagi akan masuk isya'.
"Ayo masuk...." Ajak pak Arya yang melihat Mayang hanya bengong sambil melihat rumah yang didominasi warna putih biru itu. Femmy sudah melesat masuk lebih dulu sejak mobil berhenti.
Mayang menghembuskan napas pelan. Masih merasakan kakinya yang sedikit kaku karena grogi. Di tangan sudah ada bawaan untuk oleh-oleh. Meski tadi pak Arya bilang tak usah, tapi Mayang sedikit memaksa minta mampir sebentar ke sebuah toko kue. Mayang tak mau datang bertemu mamanya pak Arya dengan tangan kosong. Ya sekedar azas kesopanan saja bagi Mayang.
"Kok masih bengong sih Yang...." Tuh pak Arya kalau sudah panggil Yang begitu vibes nya bikin jantung Mayang jumpalitan.
"Eng saya grogi pak" Mayang mengaku juga.
Pak Arya cuma tersenyum. Seperti biasa. Senyum lelaki itu tak pernah ketinggalan.
"Karena ada mama? Tenang saja, mama saya baik kok orangnya" sahut pak Arya menenangkan. Tapi tidak otomatis membuat Mayang tenang.
Secepat inikah ia akan berkenalan dengan perempuan yang akan menjadi calon ibu mertua nya? Eh... Jangan mikir kejauhan dulu deh May. Wait and see kan pokoknya...batin Mayang ribut sendiri.
"Kamu mau berdiri terus disini nih sampai nanti malam?"
Mayang spontan menoleh. Kali ini bisa melihat senyum menenangkan milik pak Arya yang malam itu memakai kemeja lengan panjang warna putih bersih dengan celana bahan warna hitam. Duh tampan sekali sih. Kan makin bikin Mayang grogi minta ampun.
"Iya pak. Ayo masuk" sahut Mayang mulai melangkahkan kakinya masuk.
"Sebentar..."pak Arya malah menahannya. Mayang kembali menoleh ke arah pak Arya yang mendekati nya.
"Masak kamu panggil pak pak gitu ke saya. Ini bukan di kantor dan kamu...ehm...kan sudah mau jadi calon istri saya" ujar pak Arya membuat Mayang sedikit tersipu dengan kalimat calon istri. Tapi sebentar...
"Kan saya belum jawab pak. Jadi sepertinya predikat calon istri masih belum pas buat saya. Lagian mau panggil apa kalau bukan pak"
"Ck, kok gitu. Tapi kan kita sudah jadian ini....eng maksud saya bukan pacaran ya. Tapi proses untuk ke arah serius pastinya. Kalau masalah panggilan sih terserah asal jangan pak. Berasa tua banget di depan kamu...."
"Kan bapak memang lebih tua dari saya...."
"Yang...saya hanya beda lima tahun dari kamu ya. Panggil apa gitu yang enak di telinga...."
Mayang menghela napas lagi. Ini malah jadi lama bahas panggilan.
"Sudahlah pak. Kita jangan ributkan panggilan. Kalau saya merubah panggilan takut nanti di kantor salah panggil. Malah jadi masalah. Jadi biarkan saya tetap panggil pak..." Mayang tak mau dia jadi beribet memanggil Arya dengan lainnya di kantor. Sejauh ini belum ada yang mengetahui apa yang terjadi antara dirinya dengan pak Arya. Meski gosip sempat berhembus. Tapi tak sampai membesar.
Pak Arya terlihat mengalah. Lelaki itu mengangguk. Dan akhirnya keduanya beriringan masuk ke dalam rumah Bu Rika.
"Eh ngapain dulu itu diluar. Ayo masuk-masuk...." Suara Bu Rika langsung menyambut Mayang dan Arya yang masuk usai keduanya uluk salam. Bu Rika langsung menggiring Mayang menuju meja makan. Sepertinya mereka akan langsung makan malam ini.
Suasana ruang makan rumah Bu Rika tampak lebih ramai. Suami Bu Rika sedang tugas di luar pulau. Jadi satu-satunya lelaki di ruangan itu ya hanya pak Arya.
"Oh ini yang nama nya Mayang. Duh bener, cantik sekali...." Sapa Bu Rima, mama pak Arya.
"Bener kan mbak. Deskripsi saya nggak hoaks kan..." Bu Rika menimpali.
"Iya. Bener..."
Mayang dibuat tersipu karena pujian kedua perempuan itu. Mayang meyakini itu hanya basa basi saja. Menurutnya ia biasa saja. Sekilas Bu Rika dan Bu Rima memang mirip. Ya namanya saudara kandung. Mayang ingat, Bu Rika pernah cerita kalau ia anak terakhir dari tiga bersaudara.
"Mbak Rima ini orangnya ngemong banget lho May. Pokoknya semua sifat anak tertua, anak pertama ada dalam diri mbak Rima..." Bu Rika antusias menceritakan seperti apa sosok Bu Rima.
"Iya. Untung saja bukan bude Rina ya anak tertuanya. Jutek gitu ..." Celetuk Femmy membuat Mayang sedikit mengerutkan dahi. Siapa itu bude Rina.
"Eh nggak boleh gitu. Itu juga bude kamu lho...."sahut Bu Rika mengingatkan.
"Eh setuju sama Femmy. Memang tante Rina tuh lain banget nggak kayak Tante Rika..." Ambar malah sepakat dengan Femmy.
"Tante Rina itu adiknya mama nomer dua. Kakaknya Tante Rika juga" pak Arya yang menjelaskan. Sepertinya bisa menangkap kerutan dahi Mayang.
"Oh begitu..." Mayang hanya anggut-anggut. Jadi diantara by Rima dan bu Rika ada satu saudara lagi bernama Rina.
"Kami dulu dapat julukan tiga dara. Iya kan mbak Rim..."
"Iya. Umur kita memang tak terpaut jauh. Jadi ya kalau barengan seperti sepantaran gitu..." Sahut Bu Rima mengiyakan.
Ah suasana terasa hangat. Rasa grogi yang sempat menghinggapi Mayang tadi hilang begitu saja. Mungkin karena suasana akrab dan hangat yang tercipta membuatnya lupa dengan rasa itu. Mayang bernapas lega melihat bagaimana mamanya pak Arya menyambutnya.
Mayang sejak tadi memang banyak memperhatikan perempuan paruh baya itu. Meski sakit, tapi Mayang lihat Bu Rima tetap terlihat segar dan cantik. Iya, gurat kecantikannya masih tampak jelas. Seperti Bu Rika juga. Mayang belum tahu bagaimana rupa papanya pak Arya. Tapi setidaknya Mayang bisa menyimpulkan kalau ketampanan pak Arya jelas menurun dari sang mama. Meski untuk masalah senyum, sepertinya pak Arya tak mewarisinya dari Bu Rima. Meski ramah, tapi Mayang melihat Bu Rima ini cenderung pasif dan pendiam. Hanya saja selalu berusaha terlihat ceria dan menanggapi pembicaraan. Secara umum, Mayang rasa keluarga pak Arya adalah keluarga harmonis yang menyenangkan.
Obrolan masih berlangsung hangat. Jangan lupakan Femmy dan Ambar yang seringkali melontarkan kalimat yang membuat semuanya terkekeh geli.
Bu Rima juga cukup intens mengajaknya ngobrol. Perempuan itu banyak bertanya tentang keluarga Mayang. Bapak dulu kerja dimana, tentang ibu dan lainnya. Ya Mayang masih menganggap semua pertanyaan Bu Rima wajar sebagai orang yang baru pertama bertemu. Atau mungkin juga Bu Rima ingin tahu latar belakang keluarga Mayang. Entahlah. Sampai akhirnya terdengar adzan isya'. Semua memilih sholat isya' dahulu dibandingkan melanjutkan obrolan.
Mayang kembali bisa mendengar suara pak Arya saat menjadi imam. Duh Mayang akui, mungkin nilai kekhusyukan sholat nya kali ini berkurang drastis. Demi mendengar suara pak Arya yang membuat telinga juga hatinya nyes. Mayang sempat halu kalau seumur hidup dialah yang berdiri di belakang Pak Arya tiap sholat. Hus...hus ...ini lagi sholat lho May. Khusyuk ya.
Usai sholat isya', semua kembali ke ruang makan. Melanjutkan obrolan disana dan pastinya makan. Entah apakah sehari ini Bu Rika mengisi waktunya hanya untuk memasak. Pasalnya meja makan penuh sesak dengan aneka makanan yang pastinya semua lezat.
Sewaktu balik ke ruang makan, Mayang baru ingat kalau mukena travel yang selalu ia bawa bepergian tertinggal di mushola yang ada di belakang rumah.
"Mbak ambil mukena dulu ya...." Ijin Mayang pada Ambar yang sedang mengajaknya ngobrol. Ia belum melihat pak Arya dan Bu Rima. Mungkinkah masih di mushola?
Kaki Mayang sudah mendekati mushola ketika mendengar percakapan dua orang.
"Jangan tergesa-gesa lho Ar. Kamu pikirkan dulu...."
"Mama ini gimana. Kemarin-kemarin nyuruh Arya segera nikah. Sekarang bilang jangan tergesa-gesa. Arya udah 30 lho Ma..."
"Iya. Tapi bukan berarti kamu sembarangan milih calon kan Ar...."
Deg....dada Mayang seperti kejedot. Sembarangan? Mayang menghela napas. Bukannya menjauh, Mayang malah melanjutkan menguping percakapan dua orang yang Mayang yakini secara pasti kalau itu adalah pak Arya dan mamanya.
"Arya sudah kenalkan Mayang ke mama. Dia baik kan Ma"
"Opa kamu belum mengenalnya Ar. Kamu harus pertimbangkan juga lho siapa opa kamu. Itu yang mama maksud kamu tak boleh sembarangan memilih calon istri Ar...."
Mayang menunduk. Menautkan kedua tangannya. Dua kali Bu Rima menyebut kalimat tak boleh sembarangan. Apakah yang dimaksud sembarang ini adalah dirinya?
"Arya tak mau ikut ribet hanya karena posisi opa dan apapun itu Ma. Arya ingin...."
"Mbak nyari nopo nggeh? Kok disini...." Suara asisten rumah tangga Bu Rika yang menegur Mayang membuat Mayang berjenggit kaget. Begitu juga dengan pak Arya dan Bu Rima yang terlihat sudah nongol di ambang pintu mushola.
🌷🌷🌷
Bersambung
1 Desember 2023
*Tanpaedit
Info :
Dewa - Anggun after marriage Ekstra Part 16 sudah tayang di KK....
Terimakasih atas dukungannya ♥️♥️♥️