-KHAIZURAN-
.
.
.
A
D
E
L
I
O
____________
Gak perlu persiapan, kalau mereka mengusik ketenangan kita, kita bantai. Sebelum mulai, seharusnya mereka pikirin konsekuensinya.
-Adelio Artha Pradipta-
29. SEARAH YANG TAK SEDARAH.
Setelah menyelesaikan salat subuhnya, Adelio terburu-buru keluar kamar. Dia bahkan memakai jaket sambil berjalan, lalu meraih asal kunci motornya.
Cowok itu melangkahkan kaki, menuruni anak tangga. Aizza yang baru saja kembali dari dapur, setelah membuat teh hangat pun mengernyit bingung di tangga paling bawah.
Saat berpasan di tangga itu, Adelio yang jalan terburu buru, malah menyenggol teh yang masih panas itu hingga jatuh ke lantai, gelasnya pecah berserakan di bawah sana.
"Anjing," umpat Adelio.
Deg.
Adelio mengibas jaket kebanggaannya yang terkena air panas itu, bahkan menembus kaosnya.
"Ad–" baru saja Aizza hendak bicara dan berniat membantu Adelio membuka jaket itu, Adelio malah menepis tangan Aizza dengan kasar.
"JANGAN SENTUH GUE! LO BISA GAK, LEBIH HATI HATI LAGI? LIAT NI JAKET GUE KOTOR!!" bentak Adelio.
Aizza terdiam beberapa saat, dadanya terasa begitu sesak. Lo-gue? Mendengar Adelio bicara dengan kata itu, membuat hati Aizza begitu sakit. Entahlah, padahal dia juga melakukan hal yang sama selama ini.
"YANG NYENGGOL GUE, ITU LO!! GAK USAH BENTAK, KARENA GUE JUGA BISA TERIAK!!!" Aizza memekik sambil menunjuk dada bidang Adelio hingga cowok itu mundur beberapa langkah. Suaranya serak, air mata Aizza juga sudah membasahi pipi yang entah sejak kapan keluarnya.
Aizza benci di bentak.
Adelio tersadar dari kemarahannya, dia tersentak saat menyadari bahwa Aizza menangis karena ulahnya. "Za," panggilnya dengan sangat lembut.
Cowok itu hendak meraih tangan Aizza, tapi dia menghindar. Aizza memilih kembali ke dapur, mengambil sapu untuk membersihkan kaca yang pecah di dekat tangga.
Adelio masih belum beranjak, dia memperhatikan Aizza yang kembali dari dapur dengan membawa sapu.
"Za, biar aku aja."
"Udah pergi sana, buru buru kan?"
"Za, maaf."
"Pergi, Adelio!" titahnya pelan.
Adelio menghela nafas kasar, lalu melangkah pergi meninggalkan Aizza disana. Ada hal yang harus dia urus untuk saat ini.
"Ngapain nangis, Za? Dia gak perlu kamu tangisin." Aizza menguatkan diri.
*****
''Shit, siapa yang ngelakuin ini?'' tanya Adelio tegas kepada anggotanya dengan nafas yang tak beraturan.
Markas hancur berantakan, banyak anggota yang terluka. Ada saja yang mengundang kemarahan Adelio.
''Endros geng,'' balas Azka, dia juga belum lama datang. Reno lah yang membari kabar mengenai serangan mendadak itu.
''Agatha, bawa yang luka ke rumah sakit, yang lain ikut gue!'' titah Adelio.
''Kita gak ada persiapan, Del?'' tanya Faldo.
''Gak perlu persiapan. Berani ngusik ketenangan kita, kita bantai. Sebelum mulai, seharusnya mereka cari tau konsekuensinya,'' ucap Adelio dengan wajah merah padam karena emosi.
Adelio tidak akan mengganggu kalau tidak di ganggu. Setahun ini, ia memang sudah tidak pernah tawuran atau sebagainya.
Tapi karena sudah di tantang, maka Adelio akan beri balasan yang setimpal bahkan lebih.
"Darah dengan darah, kematian dengan kematian, Eagle akan membalas perbuatan secara setimpal dan adil."
''EAGLE READY?'' pekik adelio.
''READY'' balas semua anggota Blues Eagle dengan kompak.
*****
Adelio dan semua anggotanya datang langsung ke markas Endros Gang yang merupakan geng motor terbesar kedua di jakarta barat pada angkatan ini.
"Mana ketuanjing lu?" tanya Adelio dengan tangan yang mencengkram kuat kerah salah satu anggota Endros yang sudah babak belur di buatnya.
Bima selaku pemimpin geng itu, di buat tercenggang dengan Blues Eagle yang dalam waktu singkat, berhasil meratakan semua anggotanya tanpa ampun.
Kini mereka sudah mengepung markas Endros dari segala sisi hingga tak ada celah untuk melarikan diri.
Kaki Adelio melangkah mendekati Bima, tanpa aba-aba, pria yang masih berdarah panas itu langsung melayangkan tiga pukulan bertubi-tubi ke wajah Bima secara brutal.
Bugh!
Bugh!
Bugh!
''BERAPA KALI UDAH GUE BILANG, JANGAN PERNAH LO SENTUH TEMAN TEMAN GUE!!'' Teriakan Adelio menggema ke seluruh ruangan, yang membuat siapa saja yang mendengarnya akan bergidik ngeri.
Bugh!
Adelio mendaratkan pukulan tepat di rahang Bima hingga membuat pria itu meringis kesakitan, ''PUKULAN INI, KARENA LO UDAH BERANI NGUSIK KETENANGAN GUE.''
Bugh!
''INI, KARENA LO UDAH BERANI NYENTUH TEMAN TEMAN GUE!'' ucap Adelio yang baru saja memberikan pukulan di hidung Bima, dan darah langsung mengalir dari sana.
Bugh!
Kali ini, pukulan itu mengenai perut Bima. ''DAN INI, KARENA LO UDAH BUAT WAKTU GUE YANG BERHARGA TERBUANG SIA SIA.''
Bugh!
''INI, KARENA TANGAN LO DENGAN SANTAINYA NGOTORIN MARKAS GUE. GUE BENCI KOTOR DAN GUE RASA LO TAU ITU!'' ucap Adelio terakhir kali setelah puas memukuli Bima yang saat ini sudah tak sadarkan diri.
''Ck, lemah.'' Adelio dengan santai menghempas asal tubuh Bima.
''Bawa nih bos lo ke rumah sakit, kalau gak ada uang, bawa aja ke kuburan! Lebih hemat.'' ucap Adelio pada wakil Endros Geng yang sudah babak belur karena ulah Galang.
Galang hanya membalas perbuatan cowok itu yang pernah menembaknya dengan pistol hingga koma.
''Kuy balik! Kita cek keadaan teman teman kita, kalau lebih parah dari ini. Maka nyawa kalian sebagai gantinya." Adelio menunjuk satu persatu anggota Endros.
Selesai dengan tujuan mereka untuk memberi pelajaran pada Endros Geng, mereka pun keluar dari markas sampah itu.
Azka menepuk pundak Adelio saat berjalan menuju motor, "Del, lo balik aja! Kasian Aizza lu tinggal terus. Biar anggota, gue yang urus."
"Jangan bacot, Ka. Mereka lebih penting."
"Aizza menurut lo gak penting?"
"Gak terlalu."
"Bangsat!" satu pukulan dari Azka melayang di rahang Adelio. Dan cowok itu sama sekali tak membalas. Adelio sadar, kalau dia sebangsat itu.
Syukurnya, anggota yang lain sudah pergi lebih dulu. Setidaknya mereka tidak melihat pertikaian keduanya.
"Kalau lo nikahi dia, cuma buat lo sakiti, lebih baik lo lepas sekarang, sebelum dia jatuh cinta."
"Gue juga maunya gitu, tapi gue gak bisa lepas cewek yang berguna untuk melepas kerinduan gue."
"Lo cowok terbangsat yang gue kenal, Del. Pelampiasan lo itu, nantinya akan menambah luka di sana."
Azka menunjuk dada Adelio.
"Pada akhirnya, lo cuma menambah luka yang hampir sembuh."
"Lo juga sama bangsatnya, Ka. Cinta udah buat lo gelap mata, hingga nyawa seseorang tidak lagi berharga dimata lo. Kematian tidak lagi terlihat menyedihkan buat lo."
Ya. Adelio tau segalanya, tentang Azka juga segala tindakan di luar nalarnya.
"Mereka menindas orang yang gue sayang, Del."
"Tapi setidaknya hargai nyawa mereka yang lo bantai habis tanpa ampun."
"Bedanya sama lo apa? Kita itu sama, jangan saling mengkritik."
"Lo duluan yang mengkritik tindakan gue, njing. Dan satu hal yang harus lo ingat, yang membantai itu bukan Adelio."
"Persetan dengan kepribadian ganda lo, tubuh kita sama sama kotor dengan darah."
"Jangan samain gue kayak dia," sarkas Adelio tak terima.
"Kalau gak mau di samain, buat kepribadian buruk itu lenyap. Jadi Adelio yang selama ini memimpin, bukan membantai. Gue tau, kalau yang tadi itu bukan diri lo, Del. Diri lo yang sebenarnya punya phobia dengan darah."
"Kepribadian lo yang lain, se pendapat sama gue, Del. Bahwa darah adalah balasan yang pantas untuk pengusik. Darah adalah balasan yang setimpal bagi mereka yang menyentuh orang yang kita sayang." lanjut Azka.
"Kalau gak mau jadi bejat, jangan biarin dia keluar." Azka pun berlalu pergi lebih dulu dengan motornya.
Adelio menatap nanar tangannya yang kotor dengan darah Bima tadi, tangan itu bergetar karena ketakutan.
"Bangsat lo Albiru. Rayyanza Albiru, gak akan gue biarkan lo nguasain tubuh gue. Gak akan gue biarin lo ngebentak Aizza kayak tadi lagi. Lo nyakitin cewek gue, anjing."
-BLUES EAGLE GANG-
*****
"Lama banget lo pada, darimana aja tadi?" tanya Faldo mengingat Azka dan Adelio begitu telat datang ke rumah sakit.
"Urusan kekeluargaan," jawab Adelio asal.
"Gue yang kelurahan aja, gak sesibuk itu," balas Varka asal.
Saat ini mereka sudah kembali ke markas. Hanya beberapa orang saja yang bisa berada di rumah sakit untuk berjaga.
''Enak nya ngapain ya jam segini?'' tanya Galang sambil melirik jam tangannya yang masih menunjukkan pukul 10 pagi.
''Del, ke rumah baru lo yuk! penasaran aja kenapa lo lebih mau tinggal di rumah itu daripada di mansion kakek lo yang segedek gaban,'' timpal Agatha.
''Jangan, entar berantakan rumah Adelio kalau lo pada kesana,'' timpal Rey yang masih fokus pada benda gepeng di tangannya. Pria itu sedang mabar bersama Azka.
''Yaudah ayok!'' Ajak Adelio dan langsung bangkit dari duduknya.
''Yeay, bang bos beli cemilan juga ya, entar kita main PS di sana,'' pinta Galang.
''Makan itu untuk hidup, bukan hidup untuk makan. Jadi jangan buang buang uang, cuma buat beli cemilan yang gak guna itu,'' balas Adelio dan langsung melangkahkan kaki keluar dari markas yang membuat Galang mendengus kecewa.
''JADI KERUMAH GUE GAK LO PADA?'' teriak Adelio dari luar sana karena melihat teman temannya belum ada yang bergerak.
Mereka tersontak kaget, bahkan Azka dan Rey yang tadi masih bermain game langsung menghentikan permainan mereka lalu menyusul Adelio yang sudah memainkan gas motor hingga memekakkan telinga yang mendengarnya.
*****
"Ra, gue mau jujur."
Shaera yang awalnya masih sibuk berfoto tidak jelas pun langsung antusias untuk mendengarkan. "Jujur apaan, Beb?"
"Gue..., udah nikah sama Adelio," ucap Aizza dengan suara sekecil mungkin.
"Hahaha, bercanda lo gak lucu."
"Gue serius, dan pagi ini dia bentak bentak gue," jelas Aizza dengan mata yang sudah berkaca kaca.
"Bangsat ya tuh cowok, ayok kita jumpain dia. Biar gue yang balas." Shaera terlihat begitu marah saat ini.
"Tadi lo gak percaya, sekarang kok malah antusias gini?" heran Aizza.
Shaera menyengir, "kalau lo yang ngomong gak mungkin bohong ya kan? Lo orang paling jujur yang gue kenal, cuy."
"Aaa, gomawo."
"Yaudah ayok, kita temui si Bangsat."
"Hmm"
Aizza tidak tau, apakah membawa Shaera nantinya akan memperbaiki suasana atau malah sebaliknya.
*****
''HAHAHA, KALAH KAN LO, MAKANYA GALANG KOK DI LAWAN," pekik Galang kegirangan setelah berhasil mengalahkan Agatha di permainan ludo ular tangga.
''Berisik lo,'' kesal Adelio sembari melempar jaket kebanggannya ke muka Galang. Tidak tahu saja dia, kalau Adelio sedang fokus fokusnya bermain PS.
''Hehe sorry bang bos, habisnya gak afdhal kalau gak teriak,'' ucap Galang dengan cengiran khasnya.
Lalu matanya tertuju ke arah pintu yang terbuka perlahan.
"Eh lang lo mau dengar cerita tetangga gue yang dulu gak?" tawar Agatha yang membuat Galang beralih menatapnya.
Galang mengangguk saja sebagai tanda keingintahuan.
"Ada tetangga gue namanya Evi, pas dia kawin, perkawinannya benar-benar kacau," tutur Agatha dengan tangan yang masih tetap memutar anak dadunya.
"Kok bisa gitu? " sambung Adelio yang tak sengaja mendengar perbincangan mereka.
"Lo bayangin aja, pas pesta perkawinannya lagi berlangsung, si Evi yang berperan sebagai pengantin di hari itu, keguguran. Baru aja si evi di bawa kerumah sakit, suaminya di tangkap polisi, katanya tersangkut soal perampokan."
"Eh, belum lama suaminya di bawa polisi, datang bapak bapak bawa golok, terus ngancam ayahnya si evi. Katanya, anak gadisnya udah di hamili sama ayahnya si Evi dan dimintak bertanggung jawab. Belum persoalan itu kelar, semua orang di gemparkan lagi, ternyata ibunya si Evi minum racun serangga, sangking stresnya. Kacau bener kan perkawinannya?" tutur Agatha panjang kali lebar.
"Wah keluarga macam apa itu? Dramatis sekali," ucap Galang sambil menggeleng kecil, tak habis fikir dengan cerita tetangga Agatha yang aneh bin ajaib itu.
"Alhamdulillahnya perkawinan gue sama Aizza aman-aman aja," timpal Adelio.
"Belum."
"Terus lo maunya rumah tangga gue gak aman gitu? Wih, mulut lo bener bener nyari masalah." cerocos Adelio
"Bukan gitu maksud gue, dih sensi amat lu jadi orang."
"Bang bos, jaket lo kok bau teh gini sih? Lengket begini lagi, jorok amat," ucap Galang saat menyadari bau aneh di k jaket Adelio.
"Entahlah, Lang. Gue juga gak ingat kejadian persisnya kayak gimana. Intinya itu keceklaan."
"Kecelakaan, bos."
"Nah itu maksud gue."
"Dimana kecelakaannya bos? Kok lo masih hidup?"
Pertanyaan macam apa itu Galang????
"Jadi lo maunya gue mati di tempat gitu? Dih parah bener punya kawan." kesal Adelio melihat dua temannya yang super duper nyebelin
"Ass–"
"Waalaikumsalam," jawab Adelio. Padahal salam belum selesai di ucapkan. Dia bahkan tidak tau siapa yang mengucapkannya.
"ANJAY, INI RUMAH APA KAPAL PECAH?"
Suara melengking itu keluar dari Shaera. Azka yang tertidur dekat sofa saja, sampai tersentak kaget di buatnya, hingga hampir terjatuh.
Mereka kompak memperbaiki posisi duduk, "ini gak seperti yang lo liat, Za." Agatha memulai aksinya. "Kita gak ngapa ngapain."
"Kayak ketahuan selingkuh aja lu," balas Shaera.
Aizza tak memperdulikan ocehan mereka. Dia kemudian menarik tangan Shaera lalu membawanya ke atas menuju kamarnya
Para cowok itu hanya bisa tercenggang melihatnya.
Beberapa menit berlalu, mereka pasti berfikir bahwa keadaan sudah baik baik saja. Tapi kenyataannya tidak sama sekali.
Segerombolan alat pembersih di seret oleh Aizza dan Shaera ke ruang tamu. "Bersihkan, SE-KA-RANG!!!" titah Aizza dengan suara tinggi di kata terakhirnya.
Agatha dan Galang langsung berdiri lalu mengambil masing masing satu alat pembersih.
"Eh Astra kudanil, buruan lo ambil nih!!" pekik Agatha tak ingin Aizza semakin marah nantinya.
Astra yang sempat menutup telinga dengan Earphone pun melepasnya lalu ikut andil dalam gotong royong rumah ketua.
"Lapor, ketua sudah lelah," ucap Adelio beralalasan.
"Males aja bilang, gak usah banyak alasan. Gotong royong itu tidak mengenal pangkat dan jabatan," jelas Astra mengingatkan semboyan Eagle.
"Kalau orang jenius udah ngomong, gue diam aja lah," balas Adelio lalu ikut mengambil alat bersih debu.
"Azka, bangun lo!! Ikut beres beres," titah Varka sembari menarik jaket yang menutupi wajah Azka.
"Ck, berisik!"
Kalau Es sudah mengatakan kata itu, maka jangan di ganggu lagi. Itu merupakan peringatan keras yang tidak bisa di ganggu gugat.
"Aduh aduh, siapa sih?" umpat Azka kaget saat telinganya di jewer oleh seseorang hingga membuat semua orang tercenggang dengan keberanian Shaera.
Ya. Yang menjewer Azka adalah Shaera.
"Anj–" baru saja Azka hendak memaki, tapi saat melihat wajah cantik Shaera yang ada di atas sana, membuat Azka tersenyum tipis dan langsung bangkit dari tidurnya.
Tak ingin di ledek, Azka pun mengambil kemoceng dan pergi mencari tempat yang bisa dia bersihkan, menjauh dari teman temannya.
"Azka nurut banget sama Shaera, cuy." tutur Faldo geleng geleng kepala.
Meski tidak begitu mengenal sosok Shaera, tapi saat mengetahui bahwa dia adalah mantan Azka dari Galang, mereka pun paham bahwa gadis itu masih punya peran penting dalam hidup Azka.
Mereka memulai tugas masing masing dengan arahan dari dua gadis cantik dengan kepribadian Kak ros.
"Yang bersih, Adelio. Ini hukuman karena lo udah bentak bentak sahabat gue sampek mewek," ujar Shaera yang menyuruh Adelio membersihkan debu di bawah sofa.
Aizza menyenggol bahu Shaera, melarangnya untuk mengatakan hal itu. Khawatir, Adelio marah karena masalah rumah tangga mereka diketahui oleh Shaera.
"Maaf," bukannya marah, Adelio malah meminta maaf dengan sangat lembut. Shaera jadi tidak enak sendiri ikut campur dengan urusan rumah tangga mereka.
Tak ingin ikut campur, Shaera pun memilih menjauh, membiarkan keduanya berinteraksi.
Aizza masih diam di tempatnya, sambil menunduk.
"Maaf, Za." ucap Adelio lagi dengan posisi duduk di lantai. Dia terlihat sangat menyedihkan.
Aizza masih diam, tak sanggup angkat bicara. Mengingat hentakan serta makian Adelio pagi tadi, membuat dadanya sesak. Selama ini dia memang paling tidak bisa di bentak.
"Maaf, Sayang." Kali ini terdengar berbeda. Suara Adelio sedikit gemetar hingga memancing Aizza untuk mendongak.
Wajah Adelio merah menahan tangis.
"Janji gak bentak kamu lagi, Za. Itu di luar kendali aku," lirih Adelio.
"Aku juga gak bisa bilang, bahwa itu adalah Biru. Itu bukan aku, Za." lanjutnya membatin.
Jiwa Adelio itu lemah dan gampang luluh. Berbeda dengan Biru, yang pemarah dan pendendam. Adelio sadar, bahwa rasa sayang Biru, pada orang orang yang juga Adelio sayangi, jauh lebih besar. Biru begitu menampakkan kemarahannya, jika yang ia sayang di usik.
Terkadang Adelio bersyukur dengan kehadiran Biru, dia sanggup dan punya keberanian untuk menghukum mereka yang mengusik, sementara dirinya takut akan hal itu. Adelio tidak sanggup melihat luka dan darah.
Biru adalah kepribadian yang begitu pengertian. Dia tidak pernah menyebut namanya di depan orang orang yang Adelio kenal, tidak pernah sekalipun, kecuali ke beberapa orang tertentu. Nama Rayyanza Albiru itu diketahui Adelio dari seorang dokter Psikolog yang selama ini mengobati Adelio secara pribadi.
Orang kedua, yang mengetahui tentang kepribadian ganda itu adalah Azka, lalu Rey, dan terakhir adalah satu wanita yang di anggap Adelio seperti adiknya.
"Adelio nangis, ges!" pekik Varka saat melihat momen menyedihkan ketuanya.
Azka berdehem dari seberang sana, memberi kode kepada Varka untuk menjauh dan membiarkan keduanya.
Varka yang paham pun mengangguk, lalu menjauh, jadi malu sendiri, Batinnya.
"Za, jangan diamin aku begitu. Kalau marah, pukul aja," ujar Adelio tak suka di diamkan. Cowok itu malah semakin menangis sesenggukan.
Aizza mendekat, lalu menyodorkan tangan ke arah Adelio.
"Baikan?" tanya Adelio polos.
"Bangun! Lo bilang alergi kotor. Nanti kumat, gue juga yang ribet."
Adelio tersenyum, lalu meraih tangan Aizza kemudian berdiri. Dan tanpa izin, dia malah membawa Aizza ke dalam dekapannya.
Aizza berusaha menolak, malu jadi pusat perhatian teman teman Adelio. Tapi Adelio malah semakin mengeratkan pelukannya.
"Za, rindu," bisiknya.
"Alay."
"Kalau suatu waktu, aku ngelakuin hal yang sama, ngebentak atau kasar ke kamu, panggil nama lengkap aku, Za. Jangan berhenti sampai kemarahan itu mereda." ujar Adelio yang membuat Aizza mengernyit bingung.
"Karena Biru tidak begitu menyukai kehadiran kamu, di hidup aku." lanjutnya membatin.
"Udah kayak jin aja," balas Aizza.
"Iya, Za. Mungkin saat itu aku lagi ghaib-ghaibnya. Jadi ingin kamu panggil namanya agar kembali."
Hampir seperti candaan, tapi menyakitkan.
"Lepas, Del. Sejak kapan lo berani peluk gue gini?" kesal Aizza.
"Bentar, Za. Takut kehilangan lagi."
"Yang jomblo menjauh, entar tantrum lo pada," ujar Adelio mengingatkan teman temannya yang ingin sekali melempar Adelio dengan meteor.
"Biru, gue sayang Aizza. Jadi jangan pernah bentak dia. Dia benci di bentak." Adelio membatin.
-RAYYANZA ALBIRU-
•Pemarah
•pendendam
•Suka darah
•Benci saat orang terdekatnya di usik.
•Matanya mematikan.
•Tidak suka Aizza.
-ADELIO ARTHA PRADIPTA-
•Penyayang
•Phobia dengan darah
•Sayang Aizza.
TBC.....