Jodoh Untuk Pak Komting!

By Bai_Nara

22.2K 2.3K 2.1K

Keenan Ravindra Al Kaivan adalah putra tertua dari pasangan Abri-Shakeena sekaligus cucu tertua dari pasangan... More

Salam Gaje
1. Good Looking Is Everything
2. Balas Jahil
3. Mengunjungi Abel
4. Puter Balik!
5. Sepertinya Lupa
6. Nes, Ngenes!
7. Saya Sena
8. TTD Satpam Rimba
9. Bukannya Medit Tapi Sulit
10. Cuek
11. Ketemu Lagi
Promo Diskon
12. Calon Mertua?
13. Saingan
14. Cinta Dalam Diam
15. Calon Suami
16. Kamu Niat Bakar Rumah?
17. Laper?
18. Lupa Nama
20. Gak Jadi Ngumpet?
21. Ini Karma
22. Kemarahan Keluarga
23. Ternyata Begitu Kelakuannya
24. Ancaman Meisya
25. Kenangan Masa Lalu
26. Hal Serius
27. Calon Madu?
28. Istrinya Orang
29. Raja Jahil
30. Suami Saya
31. Jadi Asing
32. Jadi Manekin
33. Gak Bisa Menghindar
34. Ayang ...?
35. Hak Paten
36. Dua Saudara Gak Jaim
37. Cucian Deh
38. Bidadari atau Halusinasi?
39. Pesan Provokasi
40. Sena Mode Masa Bodo
41. Ditinggal
42. Jangan Berharap, Cuma Bikin Sakit!
43. Rendah Diri
44. Hasutan
45. Ya Poligami Aja, Mas!
46. Siraman Rohani
47. Bab berbayar di Karya Karsa

19. Salah Nguping

348 42 23
By Bai_Nara

Sehabis menemui Pak Abu, Ken duduk santai di ruang tengah bersama keluarganya. Mereka sedang melakukan panggilan video call dengan beberapa keluarga dimulai dari yang di Magelang, Jogja, Wonosobo, Kudus, Temanggung, Bumiayu, dan sekarang sedang teleponan dengan Ibra.

"Mas Ken, Ibra boleh minta tolong?"

"Apa?" tanya Keenan sambil pundaknya sedang dipijit oleh sang Umi.

"Benerin laptop Ibra nanti ya?"

"Siap, pas kamu pulang ntar aku  lihatin. Gak bisa beres kita Lem Biru."

"Kayaknya masih bisa dipakai Mas, benerin aja."

"Ya ya ya, nanti aku benerin. Kalau gak berhasil kita museumin ntar aku yang 'ngelem birunya' kamu tenang aja."

"Benerin aja, Mas. Itu laptop bersejarah. Please jangan sampai dirusakin ya? Pasti bisa."

"Hem."

Ibra kini sedang sibuk ngobrol dengan Kakek Azzam tentang beberapa hal hingga panggilan berakhir. Begitu panggilan selesai, Kakek Azzam terkekeh.

"Ini anak persis banget almarhum abahmu, Nduk Keena. Prinsipnya kalau masih bisa dipake dan diperbaiki gak mau ganti."

"Bagus itu Bah, insya Allah akan menjadi kebaikan di masa datang."

"Iya, Bri. Abah harap begitu. Cuma abah kalau lihat Ibra serasa lihat Ibra beneran." Abah Azzam mengenang sahabatnya dengan tatapan menerawang.

"Abah sudah tenang, Abah. Keena udah ikhlas kok."

Kakek Azzam menatap menantunya. Dia mengangguk lalu ganti menatap cucu pertamanya.

"Kamu mau sampai kapan gangguin umimu hmm? Apa gak pengen nikah? Nikah nyenengin loh. Lihat Kakek sama abahmu, nyetak lima, Bapak Idan sama Papah Zada nyetak tiga, Tante Quilla sam Tante Abel nyetak empat."

"Ntar kalau udah ada cetakan, Ken ikutan yang paling kecil. Minimal tiga anak. Lagian belum tiga puluh. Santuy."

"Ckckck. Hari ini kamu ada kerjaan gak?"

"Free, Kakek mau pergi? Mau Ken supirin?"

"Iya, ke tempat Kakek Furqon. Nanti habis ashar."

"Siap! Tapi Ken di mobil aja ya?"

"Terserah kamu, penting jangan lupa sowan dulu sama Kakek Furqon dan Fahmi."

"Okok!" Keenan membentuk tanda oke dengan tangan kanannya. Lalu meminta sang umi untuk lebih keras mijitnya.

"Umi, yang sebelah kiri, Um. Yang keras. Nah nah nah, ugh! Nyaman."

Keenan terlihat merem melek keenakan sementara sang abah malah menggodanya.

"Punya istri, Ken. Jadi kalau badan pegel ada yang siap mijitin."

"Ada Umi, Bah!"

Abah Abri terkekeh, "Ya Allah, anak bujang satu. Sekarang aja umi, apa apa umi. Abah yakin habis punya istri, kayaknya kamu terlupakan, Nduk!" goda Abah Abri.

"Keena malah nungguin kapan hari dimana di hati anak bujang terisi wanita lain, biar bisa saingan. Tapi, mungkin sudah ada tapi belum sadar."

Keenan menoleh pada sang umi. Dia menaikkan alis matanya.

"Mbak Kun Kun sekarang gak bestie-an sama umi. Umi sering ke sana padahal, tapi gak pernah nyapa lagi. Mungkin Mbak Kun Kun punya bestie yang lain apa ya?" goda Umi Shakeena.

Semua yang ada di ruangan merasa kepo, mereka menunggu ucapan Umi Shakeena selanjutnya maupun tanggapan Keenan.

Keenan diam, dia menyadari ada maksud tersembunyi dalam perkataan sang umi. Tapi bukan Keenan namanya kalau terintimidasi.

"Kan Ken sekarang bestienya, Umi. Si Jinny sekarang manut kalau sama Ken. Ken suruh jangan gangguin Mbak Khadamah yang lagi masak, dia manut. Lihat kan? Sekarang jarang ada santri yang kesurupan atau ketakutan pas lewat di kamar pojok."

Umi Shakeena hanya tersenyum. Tapi tatapannya terlihat geli dan Keenan membalas dengan kedipan maut. Umi Shakeena tertawa dia kembali memijit putranya, bahkan kepalanya kini yang dipijit-pijit membuat Keenan semakin nyaman.

"Iya Umi, kepala Ken kadang pusing banget. Rambutnya tarikin kayak biasa, Umi."

Umi Shakeena lagi-lagi manut saja permintaan sang putra sementara tiga penghuni yang lain sudah bercerita lagi. Mau kepo, tapi sepertinya masih mau rahasia-rahasiaan. Ya sudah.

***

"Mbak, tadi malam ada urusan apa sama Umi, Lutfia juga? Kok sampai nginep di ndalem?" cecar Shiren.

"Bantuin banyak hal, eh kemalaman. Sama Umi kita gak dibolehin balik ke pondok. Terpaksa nginep."

"Ish! Shiren jadi iri."

"Kenapa iri? Wong cuma nginep doang, Ning. Kalau Ning Sena jadi bininya Gus Ken baru deh Ning Shiren iri. Itu baru bagus." Aminah tiba-tiba menyeletuk membuat mata Shiren membelalak sementara Sena menutup mulut Aminah.

"Mbak Ami, toloong," pintanya lembut.

Shiren yang kesal dengan ucapan Aminah menimpali dengan ketus.

"Ya gak mungkin lah, wong mau sama Gus Akhtar. Ya kan Mbak?"

Shiren menatap tajam pada Sena. Sena hanya diam. Aminah yang malah kembali menyeletuk.

"Kun faya kun, kalau Allah bilang jadi jodoh—"

"Mbak!" tegur Sena.

"Udah jangan becandain Shiren." Sena meminta Aminah jangan menggoda Shiren lagi.

"Hihihi, habis Ning Shiren lucu, Ning."

Aminah tertawa lagi. Rupanya sejak tadi dia memang sengaja mencandai Shiren. Lutfia yang sejak tadi menyimak juga ikutan tertawa.

"Makanya Ning Shiren jangan mudah panas dong, kan orang-orang jadi seneng godain Ning Shiren kalau mudah marah kayak gini. Hihihi."

"Termasuk Si Bule. Makanya ya Ning, Fia, Si Bule itu mudah banget menang kalau ngajak adu pendapat dan debat. Nah ya itu, Ning Shiren orangnya serius banget."

"Gak lucu Mbak Ami."

Shiren menatap Ami dengan tatapan tajam.

"Ya ya ya, ck! Njenengan gak asik banget sih, Ning. Gak asik."

Aminah memilih kembali memakan jajanan yang dibawa Sena. Sena sendiri sedang meredam amarah Shiren.

"Tapi Mbak, Mbak Ami ...."

"Mbak tahu, kan Mbak Ami memang gitu, jangan diambil hati lah."

Shiren bersedekap, dia lalu memalingkan muka, tepat saat pintu diketuk. Semua penghuni kamar Shiren-Aminah menoleh. Tampaklah Maria yang cantik mengucap salam. Dia mengulas senyum pada semua orang hingga kepada Sena yang dibalas Sena dengan hal yang sama.

"Mbak Ami, Mbak Shiren, ikut mampir ya, bosen di kamar. Lagi pada sibuk juga yang lain."

Maria masuk begitu saja ke kamar, lalu dia mengulas senyum lagi pada Sena. Mengenalkan diri.

"Maria."

"Sena."

"Lutfia."

Mereka saling menjabat dan memperkenalkan diri.

"Saya gak pernah lihat kalian berdua? Kalian santri sini?"

"Iya Mbak Maria. Saya sama Mbak Lutfia, santri lulusan sini."

"Oooo."

Maria lalu bertanya banyak hal dan dijawab dengan sopan oleh Sena. Aminah mengkode pada Lutfia dengan bisikan.

"Mulai deh!"

"Mulai apa?" Lutfia ikutan berbisik.

"Lihat aja."

Lutfia mengamati tingkah Maria. Dia tercengang lalu berbisik.

"Sok cerdas banget ya?"

"Emang. Awalnya pada suka. Makin ke sini makin gedek. Sok pinter banget. Nyebelin."

Lutfia manggut-manggut. Shiren yang sudah kesal dengan keberadaan Maria memilih pergi dengan alasan harus ke sekolah. Sena sendiri masih menyimak dan menjawab pertanyaan Maria dengan sopan. Aminah sibuk melihat dan makan.

"Bukan masalah tidak adil sih. Tapi Allah memang menetapkan suatu hukum pasti karena ada sebab dan akibat Mbak Maria. Untuk masalah poligami, jangan tanya kepada saya, saya tidak bisa menjawab karena apa? Saya pasti akan berbicara atas dasar perasaan saya sebagai wanita bukan atas dasar hukum yang memang sudah ditetapkan."

"Kamu setuju sama poligami"

"Saya lebih ke menerima kalau ini diperbolehkan sama Allah pasti ada sebab akibatnya. Tapi penjelasan saya bakalan sama dengan penjelasan Ustazah Nurul. Kan guru kita sama."

"Padahal saya mau kamu mengutarakan pendapatmu. Lalu, perihal mengusahakan lelaki yang kamu cintai gimana?"

"Berdoa."

"Itu saja?"

"Ya."

"Kalau aku suka sama Ken, jadi apa aku hanya harus berdoa?"

"Iya."

"Tapi, Ken terlihat angkuh. Masa cuma doa aja?"

Sena tersenyum.

"Bagaimana jika ada banyak wanita yang memperhatikan dia. Mencoba menarik hatinya. Apa saya harus diam saja? Tidak kan?" Tatapan Maria menghujam pada Sena. Sena diam. Dia menatap ada kebencian di mata Maria untuknya. Sena bingung, kenapa Maria harus menatapnya begitu? Kan mereka baru saja ketemu.

"Tapi kalau aku gak ada usaha nanti Ken gak lihat aku. Ya aku harus berusaha kan? Apalagi kulihat banyak wanita cantik di sekitarnya. Dan sampai ada yang menginap di rumah, sering bertemu. Gimana? Masa cukup berdoa?"

Sena diam lalu dia hanya mengulas senyum saja. Maria terus mencecar namun hanya ditanggapi Sena dengan senyuman.

"Apa kamu memang selalu senyum? Hei, kita sedang berdiskusi. Aku butuh jawaban bukan cuma senyuman."

"Dia kan gitu, Mbak Maria. Sama yang tanya sekali aja cuma dijawab ala kadar terus kasih senyum. Apalagi sama yang banyak tanya. Mana ngeyel lagi. Udah deh, senyum jadi andalan." Aminah kini yang bersuara.

Maria masih menatap Sena tajam. Sena masih balas dengan senyum.

Ponsel Sena berbunyi. Sena mengalihkan tatapan ke ponsel untuk melihat siapa yang menelepon. Gus Akhtar rupanya. Sena lalu segera mengangkatnya. Dia dan Gus Akhtar saling mengucap salam.

"Iya ada apa Gus?"

"Mas kawinnya jadinya apa?"

"Saya manut."

"Ck! Ayolah jangan bikin saya bingung."

Sena tak menjawab, membuat Gus Akhtar menyerah dan akhirnya menyebutkan apa yang ingin dia beli untuk Sena. Sena hanya diam saja dan mendengarkan. Setelah sepuluh menit berbicara. Sambungan terhenti.

"Calon suamimu ya, Ning?"

"Iya Mbak Ami."

"Kamu sudah punya calon suami?!" pekik Maria.

"Kamu bukan—" Maria menghentikan ucapannya.

Sena menatap ke arah Maria. Dia tersenyum. Entah kenapa dia punya dugaan terhadap tingkah Maria yang sejak tadi mencecarnya. Rupanya dia mengira dia ada hubungan dengan Keeenan. Astaga.

"Saya sama Gus Ken gak ada hubungan apa-apa, Mbak. Kalau itu yang Mbak ingin tanyakan. Kenapa gak tanya dari tadi?"

Sena menutup mulutnya dengan tangan. Dia tertawa. Aminah dan Lutfia saling pandang lalu tertawa. Aminah malah tertawa ngakak.

"Owalah, kadingaren dolan neng kamarku. Jebule anu krungu banyolanku tentang Ning Sena karo Guse, dikira beneran. Wkwkwk, kepriwe nek beneran ya? Kayane langsung semaput. Hahaha."

(Owalah, pantesan mampir ke kamarku. Ternyata mendengar banyolanku tentang Ning Sena dan Guse, dia mengira beneran. Wkwkkw, gimana kalau beneran ya? Kayaknya langsung pingsan. Hahaha)

Aminah yang asli Banyumas ngapak kembali mengucap dalam dialek Banyumas.

"Wong kaya kie sing kadang gawe ngguyu. Perkaya cembokur jadi bikin ... hahaha. Kayane kaet mau anu nguping nang ngarep kamar. Kepo. Bwahahah!"

(Orang kaya gini yang kadang bikin ketawa. Perkara cemburu bikin ... hahaha. Kayaknya dari tadi nguping di depan kamar. Kepo. Bwahahah)

Maria menatap Aminah dengan dahi berkerut. Dia tidak paham dengan bahasa Aminah. Sena yang sejak tadi tertawa lalu menatap Maria.

"Kalau perkara Gus Ken, saya tidak ada hubungan Mbak. Mbak jangan takut, apalagi sampai mencecar saya begini sampai bahas poligami. Cuma saran saya, siapkan hati Mbak aja dan banyakin berdoa kalau mau sama Gus Ken. Orangnya suka bikin polemik. Hihihi."

Sena kembali menutup mulut, sementara Lutfia dan Aminah sudah ngakak.

Maria sendiri hanya diam. Dia mengamati Sena dari atas ke bawah.

'Syukurlah dia bukan calonnya Keenan. Soalnya ini orang beda banget sama Shiren. Terlihat pintar tapi menutupi dengan kediaman dan senyum. Ah, semoga Ken gak nengok dia.'


Continue Reading

You'll Also Like

27.5K 3K 34
Ke Dataran Utara China, seorang keturunan ningrat Tanah Jawa yang akrab disapa Raden -sebagai gelar kehormatannya, melarikan diri dari pertikaian kel...
25.7K 1.6K 22
[Romance 14+ - Spiritual - Spesial Ramadan 2022] Bukan kisah klasik antara seorang gus yang menikah dengan santri abdi ndalem. Biarkan osean yang ber...
92.9K 4.5K 31
TAMAT DAN LENGKAP !!!! Kehidupan Rumah Tangga tidak selalu manis, terkadang hubungan itu memiliki masalah rumit yang melibatkan sakit hati untuk sala...
11K 2.1K 11
Aku atau dia pemenang hatimu ? Aku tau kamu bukan hadiah atas sebuah perlombaan, tapi saat ini aku sedang berlomba dengan masalalumu yang tak perlu b...