Jadi Bayi?

By MissDarkEyes8

3.8K 349 24

Menceritakan kisah seorang remaja bernama Marvel yang hidup sendiri di tengah kejamnya dunia. Ditinggalkan or... More

Prolog
S A T U
D U A

T I G A

836 92 9
By MissDarkEyes8

Part sebelumnya

Raga membalas tersenyum kepada anak itu, 'Gemas sekali,' batin Raga. Mobil itu pun segera melaju menuju mansion keluarga Maxwell.

***

Dalam perjalanan, tak hentinya Ravel memandang kagum pemandangan di luar. Di awal perjalanan memang tampak biasa saja, pemandangan Hutan lebat. Jadi, Ravel tidak tertarik.

Karena bosan, Ravel merasa dirinya mengantuk. Raga yang melihat Ravel mengantuk berucap, "Tidurlah tidak perlu ditahan. Aku tidak akan meninggalkanmu,"

Tak lama setelah Raga berbicara, Ravel pun tertidur. Sungguh gaya tidur Ravel sangat lah lucu, dia tertidur dengan posisi duduk dan kepala menyender ke pintu mobil dengan mulut kecilnya yang terbuka.

Raga terkekeh melihatnya, dia menarik tubuh Ravel untuk tidur berbaring dengan pahanya sebagai bantalan Ravel. Sehingga Ravel bisa dengan nyaman tertidur.

Raga memandangi wajah Ravel yang begitu kecil, bayangkan saja wajahnya hanya setelapak tangan Raga. Raga sempat berpikir apa benar Ravel anak manusia?

Ditengah lamunan Raga yang sangat random, dirimu mendengar suara cecapan. Raga menoleh ke arah Ravel yang tertidur dengan damai.

Disana terlihat bibir kecil Ravel tengah mencecap seperti ada sesuatu yang tengah dihisap. Dengan jahil Raga memasukan telunjuknya kedalam bibir kecil tersebut.

Dan... Taraa!! Bibir kecil itu mengisap kuat telunjuk Ravel. Senyuman Raga terangkat. 'Sepertinya nanti dia harus membeli perlengkapan bayi untuk Ravel,' pikir Raga setelah melihat Ravel begitu kuat menghisap jarinya.

Raga menarik jarinya karena merasa sudah cukup menjahili Ravel. Namun,  Ravel merengek tiap kali dirinya menarik jarinya. Hal itu terjadi berulang kali.

Akhirnya Raga tidak jadi menarik telunjuknya, barulah Ravel kembali tidur dengan nyenyak. Raga tidak punya pilihan, meskipun dia agak menyesal karena jarinya itu kotor tidak baik untuk Ravel.

~~~

Cukup lama Ravel tertidur dan saat dia bangun, pemandangan yang tadinya hanya hutan belantara sudah berubah.

Sekarang di depannya terpampang sebuah rumah mewah dan besar layaknya istana. Ravel menatap kagum rumah tersebut. Mulutnya menganga, membuat dirinya terlihat semakin imut.

Raga tersenyum melihatnya, baru kali ini dia melihat reaksi semenggemaskan ini. Mobil pun berhenti tepat di depan rumah tersebut.

"Ravel, ayo kita turun," ucap Raga kepada Ravel yang masih menempelkan mukanya di jendela mobil.

Ravel menengok, "Kita mau kemana paman?"

"Nanti kau akan tau. Ayo!" Singkat Raga.

'Ck, sok keren,' cibir Ravel dalam hati.

Meskipun begitu Ravel tetap menerima uluran tangan Raga, diapun keluar dari mobil.

Ravel tidak bisa berhenti menatap kagum rumah besar didepannya, ternyata kalau dilihat lebih dekat rumah ini begitu mewah dan besar.

Raga yang melihat itu hanya terkekeh, Alesto dibelakangnya lagi-lagi terkejut. Sepertinya mulai saat ini dia harus terbiasa dengan sikap baru tuannya.

Mereka pun melangkahkan kaki menuju pintu rumah mewah itu. Didepan pintu itu terlihat ada dua penjaga yang sudah standby.

Melihat kedatangan mereka, lebih tepatnya Raga kedua penjaga tersebut menundukkan badan dan membukakan pintu rumah tersebut.

Tepat pintu tersebut terbuka, terlihat para maid berbaris rapi membuka jalan untuk mereka. Saat Raga dan Ravel melangkahkan kakinya dengan kompak mereka mengucapkan, "SELAMAT DATANG TUAN."

Hal itu tentu saja membuat Ravel terkejut. Ravel refleks menyembunyikan dirinya dibelakang Raga, meskipun dirinya tetap mengintip karena penasaran.

"Hm, ada seseorang yang ingin ku perkenalkan kepada kalian." Raga kemudian mendorong Ravel untuk keluar dari tempat persembunyiannya.

Tentunya hal itu membuat para maid dan bodyguard yang menyapa tadi menatap ke arah Ravel penasaran. Tadi mereka tidak melihat adanya Ravel bersama tuan mereka.

Sekarang setelah dilihat mereka semakin penasaran, siapa sosok mungil yang berada di belakang tuan mereka? Namun, mereka tidak punya nyali untuk bertanya langsung. Tuan mereka terlalu dingin untuk sekedar berbasa-basi.

"Dia Ravel, mulai saat ini dia akan menjadi tuan kecil kalian. Perlakukan dia dengan baik," ucap Raga memperkenalkan Ravel.

Ravel mendongak ke arah Raga untuk memastikan bahwa semua akan baik-baik saja. Raga pun mengangguk, lagipula siapa yang akan berani menyakiti Ravel di depan dirinya.

Dengan perlahan tubuh mungil nan lucu itu muncul dari balik badan Raga yang besar. Tubuh itu terlihat agak gemetar. Tangan kecilnya memilin satu sama lain, membuktikan bahwa betapa gugupnya si mungil.

Untuk yang kedua kalinya Ravel melihat ke arah Raga. Sama seperti sebelumnya Raga menganggukan kepalanya, namun kali ini disertai dengan senyuman tipis di bibir tebalnya.

Merasa sudah tenang, Ravel pun menyapa para bodyguard dan main tersebut. "H-halo... aku Lavel, salam kenal semua," sapa Ravel diakhiri dengan senyuman manisnya.

Mereka yang melihat tentunya terpana dengan tuan kecil baru mereka. Pasalnya di mansion ini tidak ada anak yang memiliki paras imut seperti Ravel.

"Salam kenal tuan kecil!!" Lagi-lagi mereka mengucapkan dengan serempak. Tentu saja hal itu kembali membuat Ravel terkejut dan menyembunyikan dirinya.

Raga hanya merespon dengan mengelus kepala Ravel. "Kembalilah bekerja!" seru Raga kepada para bodyguard dan maid.

Merasa sudah tidak ada orang lagi, Ravel berpindah ke samping Raga. "Kenapa kau takut? Mereka tidak akan bisa menyakitimu," tanya Raga.

"Aku belum telbiasa, kan aku balu kelual dali hutan. Paman lupa, ya?" jawab Ravel panjang.

Raga terdiam, setelah dipikir memang benar dirinya menemukan Ravel dalam hutan dan entah sejak kapan Ravel berada disana dia pun tak tau.

Wajar saja kalau Ravel belum terbiasa bertemu dengan orang-orang. "Paman, kok ga jawab Lavel?" tanya Ravel sambil memiringkan kepalanya.

Raga menatap Ravel yang semakin lucu dengan tingkahnya. Entah sudah berapa kali dirinya terjerat pesona balita ini?

"Tidak, ayo ke kamar. Kau butuh mandi agar badanmu segar." Raga berjalan begitu saja meninggalkan Ravel yang menatapnya tak mengerti.

"Tora, paman itu kenapa? Aneh sekali," tanya Ravel kepada Tora yang sedari tadi melihat drama tersebut.

"Saya juga tidak mengerti tuan" jawab Tora, pura-pura tidak tau. Padahal sebenarnya dia tau bahwa Raga tidak tahan dengan keimutan Ravel.

'Sepertinya tuanku tidak peka, atau memang polos?' batin Tora bingung.

Baru saja Ravel ingin membalas perkataan Tora, dirinya ditepuk seseorang dari belakang. Membuat Ravel mengurungkan niatnya itu.

"Tuan kecil? Ada apa?" tanya Alesto sambil memegang bahu kecil Ravel.

Ravel mendongak ke arah Alesto, "Tidak apa-apa paman, Lavel hanya bingung kenapa paman Aga teldiam," ucap Ravel jujur.

"Ahh... mungkin Tuan Raga merasa lelah setelah perjalanan," ucap Alesto berbohong. Dirinya tau bahwa Tuannya itu terpaku pada keimutan Tuan kecil.

'Aku tidak bisa menjatuhkan harga diri Tuan Raga didepan Tuan kecil,' batin Alesto bertekad

Ravel hanya mengangguk saja, kalau dipikir dia juga merasa agak lelah. Walaupun dirimu sudah tertidur di mobil tadi, tapi rasanya berbeda ketika tertidur di kasur.

"Mari tuan kecil, saya antar ke kamar Tuan Raga." Alesto menggandeng Ravel menuju lift untuk mengantar Ravel ke kamar Raga. Dirinya tidak berani menggendong tuan kecilnya tanpa seizin Raga. Bisa-bisa dirinya tidak bernyawa.

Ravel menurut, dia mengikuti langkah Alesto dengan patuh. Dibelakangnya, Tora juga mengikuti perlahan.

°°°°

Setelah perjalanan yang cukup lama, akhirnya mereka sampai di depan kamar Raga. Sebenarnya perjalanannya tidak lama, karna mereka hanya berpindah ke lantai 2 dan mereka juga menggunakan lift.

Namun saat sudah mencapai lantai 2, Ravel tak henti-hentinya bertanya kepada Alesto apa yang dilihatnya. Karena di kehidupan sebelumnya, Ravel tidak pernah melihat benda-benda itu.

Memang benar, di lantai 2 terdepan beberapa barang antik yang merupakan koleksi milik Tuan Besar. Tuan besar mereka merupakan pecinta barang antik.

Alesto pun dengan sabar menjelaskan satu persatu yang ditanyakan oleh Ravel. Karna itu lah perjalanan mereka terasa cukup lama, dikarenakan mereka berjalan sangat perlahan sambil melihat-lihat barang antik tersebut.

Sesampainya di depan kamar Raga, Alesto mengetuk perlahan. "Permisi tuan, saya mengantar tuan kecil," ucap Alesto.

Tak lama dari dalam terdengar suara kunci dibuka, dan terlihat lah Raga yang sudah memakai pakaian santai nya.

"Hm, terima kasih. Kau boleh pergi," ucap Raga singkat. Tentunya hal itu berharga bagi Alesto, karena biasanya tuannya hanya memberi perintah saja. Alesto membungkukan badannya pamit.

Raga melihat kebawah, dirinya merasa bersalah karena meninggalkan Ravel. Karena terlalu malu menatap Ravel dirinya tanpa sadar meninggalkan Ravel. Untung saja ada Alesto yang menjaga Ravel.

"Paman?" panggil Ravel sambil memiringkan kepalanya.

Raga tersenyum kecil melihatnya, lihat! bagaimana dia tidak terpesona kalau makhluk ini begitu imut.

"Ayo kedalam dan mandi, maaf telah meninggalkanmu. Aku agak sedikit lelah tadi," ucap Raga seraya menggendong Ravel masuk ke dalam, diikuti Tora yang sedari awal hanya diam menonton.

'''

Hai semuaa, maaf ya lama hehe. Aku sibuk banget kemarin, jadi susah cari waktu untuk dapet ide dan nulis.

Semoga kalian masih ingat ya sama cerita ini, makasih udh mau nunggu. Maaf juga kalau ceritanya bosenin dan ngaco hehe.

Tandai kalau ada typo dan lainnya ya, jangan lupa komen dan vote. See you in next chapter guys.




Continue Reading

You'll Also Like

874K 24.9K 56
Zanna tidak pernah percaya dengan namanya cinta. Dia hanya menganggap bahwa cinta adalah perasaan yang merepotkan dan tidak nyata. Trust issue nya so...
192K 147 28
warning! Cerita khusus 21+ bocil dilarang mendekat!! Akun kedua dari vpussyy Sekumpulan tentang one shoot yang langsung tamat! Gak suka skip! Jangan...
963K 2.9K 19
21+ Ria, seorang ibu tunggal, berjuang mengasuh bayinya dan menghadapi trauma masa lalu. Alex, adik iparnya, jatuh hati padanya, tetapi Sheila, adik...
346K 10.1K 41
Alskara Sky Elgailel. Orang-orang tahunya lelaki itu sama sekali tak berminat berurusan dengan makhluk berjenis kelamin perempuan. Nyatanya, bahkan...