Matahari sudah mulai terik dan samar samar cahayanya masuk ke dalam kamar Nino. Namun Nino dan Nay masih enggan terbangun dari tidurnya hanya sesekali menggeliat dan saling memeluk.
Sampai akhirnya, perut Nay mendadak bergejolak seolah ingin mengeluarkan semua isinya dan ia pun langsung terbangun dan berlari masuk ke kamar mandi tanpa melihat lagi bahwa tubuhnya sangat polos tanpa sehelai benang pun.
"Howeeeekkk"
"Howeeeekkk"
Suara gaduh yang Nay timbulkan pun membuat Nino terusik dari tidurnya. Ia segera membuka mata dan bangun dari tidurnya. Saat ia menyibakkan selimut, tentu ia terkejut karena tubuhnya polos tanpa benang sehelai pun. Ia pun langsung menutup kembali tubuh polosnya dengan selimut dan kembali merebahkan diri lalu berpura pura memejamkan mata.
Setelah selesai dan merasa lemas, Nay kembali ke dalam kamar dan kembali masuk ke dalam selimut.
"Nay.." panggil Nino pelan
"Hmm"
"Did we do it last night ?" Tanya Nino kemudian
"Kenapa ? Nyesel ?" Tanya Nay balik sembari membuka matanya dan langsung menengok ke arah Nino yang berbaring disebelahnya
"Kaget, aku kaget aja bangun bangun ternyata aku ga pake apa apa gini.. seliar itu ya semalem ?" Tanya Nino lagi
"Menurut kamu ? Perasaan yang mabok parah aku deh, tapi kenapa kamu yang bisa lupa sama apa yang terjadi semalem ?" Tanya Nay sembari memiringkan tubuhnya, kini keduanya saling berhadapan
"Kamu kan tau, aku emang gampang lupa" ucap Nino mengingatkan kalo kalo Nay lupa dengan penyakit Nino yang gampang lupa
"Tapi rasanya ga lupa kan ?" Goda Nay sembari tersenyum jahil
Nino pun langsung mencubit lengan Nay sampai Nay mengaduh. Tapi sesudahnya mereka tertawa.
"Aku seneng deh liat kamu ketawa lagi" ujar Nay dengan tatapan yang tulus menatap Nino "Dan aku seneng banget bisa jadi penyebab kamu bisa ketawa lepas begini" lanjutnya sembari terus terusan menatap Nino yang tak bisa menghentikan tawanya
"No, kalo habis ini kamu mau pergi.. aku gapapa kok" ujar Nay dengan pelan dan sekilas ada kesenduan dimatanya
"Kenapa ngomongnya gitu ?" Tanya Nino kemudian
"Aku tau ga mudah jadi kamu saat ini.. so, aku ga akan ngelarang kamu untuk pergi" jawab Nay sembari tersenyum menatap Nino
Nino pun tersenyum menatap Nay, ia pun langsung mengusap pipi Nay dengan lembut membuat setetes airmata jatuh dan membasahi bantal yang menopang kepala Nay.
"Terima kasih ya sudah mencintai aku sampai di titik ini, maaf aku ga pernah bisa bales perasaan kamu.. tapi kita masih bisa ketemu kan ? Masih bisa jadi teman kan ?" Tanya Nino memastikan
Nay mengangguk tanda setuju sementara Nino hanya tersenyum.
"Bener kata orang, melepaskan orang yang kita cintai adalah level tertinggi dalam mencintai" ujar Nay sembari terus terusan menatap Nino
"Bahasa kamu kayak quotes quotes galau di Instagram aja" seloroh Nino yang sontak membuat keduanya kembali tertawa
"Kamu mandi gih, nanti aku buatin sarapan" titah Nino sembari membetulkan letak selimutnya
"Kamu aja duluan, aku masih lemes" jawab Nay yang langsung membetulkan posisi rebahannya
"Ya sama aku juga lemes, tapi kan kamu udah jackpot.. bisa dong bangun ? Aku mau mandi duluan ga enak kali aku telanjang gini lari lari ke kamar mandi" ucap Nino sembari memasang wajah kesalnya
"Perasaan semalem fine fine aja telanjang depan muka aku sekarang pake malu malu segala" ledek Nay sembari membuang muka ke arah lain, bibirnya bergetar menahan tawa melihat Nino yang nampak malu dan kesal kepadanya
"Itu beda ya ! Udah sana mandi ! Aku merem nih biar kamu bisa ke kamar mandi !" Titah Nino kali ini nada bicaranya dibuat tegas namun terkesan sekali dibuat buatnya membuat Nay terkekeh geli
Nino langsung memejamkan matanya dan menutupi wajahnya dengan selimut yang dikenakannya sementara Nay langsung bangun dan menyambar bathrobe milik Nino lalu berlari ke dalam kamar mandi.
*
Setelah keduanya selesai dan sudah mengenakan pakaian yang rapih, keduanya langsung menuju dapur. Kali ini Nino ingin memasak nasi goreng untuk menu sarapan sekaligus makan siangnya, maklum waktu sudah menunjukkan pukul 14.00 wib dan keduanya melewatkan sarapan pagi itu karena keduanya masih terlelap dan berkutat dengan mimpinya masing masing.
"Kamu emang bisa masak ?" Tanya Nay seolah tak percaya saat Nino sibuk menyiapkan peralatan masaknya sementara Nay menyiapkan bahan masakannya
"Bisalah, biar kayak laki gini aku bisa masak.. aku dulu sering masak bareng kak Tasya kalo ayah sama mamah lagi ga ada dirumah" pamer Nino sembari meletakkan wajan di atas kompor
"Kok kamu ga pernah masakin aku selama kita pacaran ?" Tanya Nay lagi
"Maaf ya aku bukan sombong, aku punya uang dan punya segalanya.. ngapain repot repot di dapur ? Tinggal pesen kan bisa" jawab Nino asal sehingga ia pun mendapat pukulan di lengannya dari Nay yang gemas mendengar jawabannya
"Ya kan bener, kok malah aku dipukul ?" Tanya Nino seolah tak mengerti mengapa Nay malah memukulnya, padahal ia mengatakan fakta yang sebenarnya
"Sombong banget jadi orang !" Hardik Nay yang lalu mengerucutkan bibirnya
"Tapi kan aku bener, aku punya segalanya.. kenapa aku harus berkutat di dapur ? Kenapa ga beliin aja pacarku yang dia suka ? Beliin pacar makan termasuk effort kan ?" Tanya Nino lagi sembari menatap Nay dengan wajah tanpa berdosanya
Nay hanya menggelengkan kepalanya sementara Nino tak ambil pusing dan langsung bersenandung kecil. Setelah Nay selesai menyiapkan bahan bahan masakan, Nino menyuruh Nay untuk duduk saja dan melihat aksinya memasak meskipun hanya nasi goreng seafood.
Nay memperhatikan Nino dengan seksama, nampak sekali lihainya ia memasak meskipun hanya sebatas nasi goreng seafood. Soal rasa, Nay memang tidak bisa menjamin. Tapi melihat Nino yang nampak lihai, sepertinya masakannya akan terasa enak.
"Kamu bisa masak apa lagi ?" Tanya Nay kemudian membuka suaranya, ia sangat penasaran dengan hasil masakan Nino, mantan kekasihnya
"Semua yang di Gano's juga aku bisa, itu kan resep dari aku" ucap Nino membuat Nay menganga seolah tak percaya
"Serius ?" Tanyanya kemudian
"Iya serius.. ga percayaan banget deh.. mantan kamu ini emang bisa masak kok, sayang aja belum sempat nunjukin skill.. kitanya udah keburu putus duluan" jawab Nino sembari terus mengaduk nasi goreng yang baunya tercium sangat harum dan sungguh sangat menggugah selera
"Eh setelah sekian lama jadi mantan, baru kali ini aku dimasakin dan tau kalo kamu bisa masak" ujar Nay sembari menopang tubuhnya dengan kedua tangan sementara tubuhnya bersender di kitchen set yang ada dibelakangnya
Nino hanya diam, ia tak bereaksi dan berkomentar apapun. Lalu ia mematikan kompor dan langsung menyajikan masakannya ke dalam dua buah piring yang sudah disediakannya.
"Yuk makan" ajak Nino sembari mendekatkan tubuhnya ke arah Nay yang masih betah bersandar di kitchen set
Nino langsung merangkul pinggul Nay dan membuat tatapan keduanya saling bertubrukan. Nay harus mendongakkan kepalanya menatap Nino sementara Nino sebaliknya.
"Yuk makan dulu" ajak Nino sembari tetap menatap Nay
Nay terkesiap, ia terlalu sibuk terkesima dengan tatapan Nino sehingga ia lupa bahwa Nino sedaritadi memang mengajaknya makan siang terlebih dulu. Nay yang salah tingkah langsung berjalan menuju meja makan dan duduk berhadapan dengan Nino.
Nay mulai menyuapkan sesendok nasi goreng buatan Nino, sedetik kemudian ia pun membelalakkan matanya.
"Ini enak banget" puji Nay sembari mengunyah nasi goreng di dalam mulutnya
Nino hanya tersenyum mendengar pujian dari Nay, menurutnya biasa saja dan Nay bukanlah orang pertama yang memuji bahwa masakannya enak. Karena rata rata orang yang datang ke Gano's sudah pernah mencicipi masakannya dan selalu memujinya.
"Habis ini rencana kamu apa ?" Tanya Nay sembari mengunyah sesendok lagi nasi goreng yang masih ada di atas piringnya
"Netflix-an" jawab Nino dengan singkat
"Ih maksud aku tuh rencana kedepannya, bukan rencana habis makan nasi goreng kamu mau ngapain" ucap Nay memperjelas pertanyaannya
"Oh, aku pengen menghilang dari semuanya.. menghilang sementara dari keramaian.. dan mungkin suatu saat aku akan kembali dengan versi yang baru dan lebih baik dari hari ini.. aku pengen sembuh" jawab Nino sembari menyelesaikan makan siangnya, nasi goreng di atas piringnya pun sudah tandas tak bersisa
"Kalo kamu ?" Tanya Nino kemudian
"Aku akan melanjutkan hidupku, melanjutkan mimpiku yang tertunda dan semoga aja saat itu terjadi.. aku bisa liat kamu dengan versi baru dan terbaikmu ya ?" Ucap Nay sembari tersenyum
"Kamu ga mau larang aku untuk pergi gitu ? Setelah apa yang kita lakukan semalam ?" Tanya Nino memastikan, ia merasa saat ini Nay bukanlah Nay yang ia kenal. Nay yang selalu gigih berjuang untuk mendapatkan kembali cintanya
"Kamu berhak bahagia no, kamu berhak menjalani hidup kamu tanpa aku.. udah cukup aku nyiksa kamu selama 4 tahun, jadi pacar yang ga pengertian dan egois.. saat aku ngejar ngejar kamu lagi dan kamu ga memilih aku sama sekali itu emang sakit tapi semalem aku yakin kalo kamu emang ga butuh aku.. yang kamu butuhkan itu cuma buat ngelampiasin rasa kecewa yang kamu rasain dan aku ga mau jadi pelampiasan itu" jawab Nay sembari menaruh sendoknya diatas piring, nasi gorengnya sudah tandas tak bersisa
"Andai waktu bisa aku ulang, aku pengen jadi pacar yang selalu ada buat kamu.. sampe ga ada ruang untuk oranglain masuk dan merampas hati kamu kalo akhirnya dia akan menyakiti kamu sampe segininya" lanjutnya sembari menopang dagunya dengan tangan kanannya yang di letakkan di meja
"Ternyata kamu jadi lebih dewasa setelah kita ngeseks semalam ya ? Kalo gitu mending dari dulu aja kita lakuin hahaha" ujar Nino menggoda Nay yang langsung diserbu dengan cubitan oleh Nay
Detik berikutnya Nay dan Nino saling berpelukan erat, layaknya pasangan kekasih yang akan saling pisah dan memisahkan diri. Aroma tubuh keduanya saling menguar, saling memberikan ingatan yang mungkin akan sulit dilupakan.
"Kamu akan menghilang kemana ?" Tanya Nay kemudian sembari tetap memeluk Nino
"Kemanapun angin akan membawaku pergi" jawab Nino sembari tersenyum dalam pelukan Nay
Nay hanya diam setelahnya, ia hanya ingin menikmati momen seperti ini. Momen yang tak pernah ia rasakan sebelumnya, manis dan hangat meskipun berujung dengan perpisahan.
*
Tepat pukul 18.00 wib, setelah keduanya selesai marathon series di Netflix. Nino mengajak Nay untuk pulang ke kediaman sang ayah karena Tarra sudah bawel sedaritadi memaksanya untuk pulang.
Nino mengerti, Tarra adalah satu satunya orang yang selalu memperhatikan keadaannya. Dan saat ini memang Tarra pun terpuruk, namun Tarra pun tahu bahwa Nino tak lebih baik darinya.
Tadinya Nay ingin sekali ikut bersama Nino, menghabiskan waktu bersama orang yang akan selalu dicintainya. Namun ayah dan bundanya tak bisa di negoisasi sehingga ia lebih memilih untuk pulang dengan menggunakan taksi online dan membiarkan Nino pulang sendiri ke kediaman ayahnya.
Sesampainya di kediaman sang ayah, Nino langsung masuk dan menyapa Buno lalu memeluknya menumpahkan semua rasa kesedihan yang terasa sangat dibebankan kepadanya. Buno hanya bisa mengusap punggung Nino dengan lembut dan tanpa banyak kata. Ia tahu dan sangat mengenal dengan baik putri bungsunya yang satu ini. Jadi ia lebih memilih untuk diam dan memberikan support lewat sentuhannya dan pelukannya saja.
Kini semuanya berkumpul di meja makan, dalam suasana duka membuat semuanya terasa hening.
"Ayah.." panggil Nino kemudian memecahkan keheningan yang tercipta saat itu
Nuno langsung mendongakkan kepalanya dan menatap Nino yang duduk tak jauh dari dirinya.
"Aku mau ke Amerika" ujar Nino yang sontak membuat Tarra, Buno dan tak terkecuali Nuno terkejut
"Kenapa tiba tiba ? Dan kenapa Amerika ?" Tanya Nuno kemudian
"Terlalu sakit kalo aku terus disini, aku pengen sembuh" jawab Nino singkat lalu menundukkan kepalanya sembari tangannya terus mengaduk makanan yang ada di hadapannya
"Ga ada cara lain ?" Tanya Tarra tiba tiba membuka suara
"Gue udah kehilangan istri yang paling gue sayang, apa gue harus melepaskan sahabat gue juga ?" Tanya Tarra dengan raut wajah sedihnya
"Gue pengen sembuh, gue pengen bahagia juga Tarr.. gue pergi bukan buat selamanya, gue pengen ketika balik gue udah jadi lebih baik dari hari ini.. disini terlalu nyakitin buat gue sekarang ini" jawab Nino
Lalu semuanya kembali hening, berkutat dengan pikirannya masing masing.
"Kapan rencananya mau berangkat ?" Tanya Nuno lagi lagi memecah kesunyian yang selalu tiba tiba tercipta
"Lusa yah.." jawab Nino pelan
"Secepat itu ?" Tanya Buno sembari menaruh sendoknya di atas piring, selera makannya tiba tiba saja hilang karena dihadapkan dengan kepergian putri bungsunya yang hanya tinggal menghitung waktu
"Tolong ngertiin aku.. aku pergi bukan buat nyusul kak Tasya.. aku hanya ingin mencari suasana baru dan mungkin dengan itu aku bisa sembuh" jawab Nino ngotot
"Kalo memang itu bisa membuatmu bahagia dan lupa akan rasa sakitmu sekarang, pergilah nak.. cari bahagiamu tapi kalo kamu sudah menemukan bahagiamu disana, jangan lupa pulang.. kami disini pasti merindukanmu.. ayah ini sudah tua, mamah juga.. siapa yang bisa kami andalkan untuk mengurus perusahaan ? Sementara Tarra pasti akan disibukkan dengan mengurus Arunika" ujar Nuno sembari menyenderkan punggungnya ke bantalan kursi di belakangnya
Mendengar jawaban Nuno, Nino langsung berdiri dan berjalan mendekati sang ayah. Nino langsung memeluk Nuno dengan segenap rasa cintanya. Sejujurnya ia pun berat untuk meninggalkan keluarganya disaat seperti ini, namun rasa sakitnya sudah tak tertahankan. Ia harus pergi sejauh mungkin dan menghilang untuk sementara waktu.
"Berapa lama kamu disana ?" Tanya Nuno lagi sembari mengusap kepala Nino yang sedang memeluknya
"Belum tahu ayah, mungkin 1, 2 atau 3 tahun.. aku butuh waktu untuk meyakinkan diriku sendiri bahwa aku sudah sembuh dan aku lebih baik dari hari dimana aku menginjakkan kaki di Amerika nanti" jawab Nino kemudian
"Tuh liat mamah kamu nangis, sana peluk jangan cuma peluk ayah aja" ujar Nuno sembari mengerucutkan bibirnya menunjuk ke arah sang istri yang tengah berusaha meredam tangisannya dengan menghapus cepat tepat airmata yang tertumpah
"Mah, Nino pergi ga akan lama kok.. 1, 2 atau 3 tahun itu sebentar.. Nino akan pulang lagi kesini kalo Nino sudah merasa jauh lebih baik.. kalo Nino disini terus, lama lama Nino bisa gila" ujar Nino sembari memeluk Buno
"Iya, iya.. mamah ngerti.. cuma mamah pasti kangen kamu, Tasya udah jelas ga bisa kami lihat lagi.. kamu ada, tapi kamu jauh.. gimana kalo nanti mamah kangen ?" Tanya Buno sembari terus berusaha menghentikan airmatanya
"Mamah kirim aja merpati buat sampaikan rindu mamah ke aku" canda Nino membuat Buno langsung menepuk lengannya "lagian, zaman udah canggih bisa videocall atau mamah bisa langsung datang ke Amerika nemuin aku.. kayak uang kalian cuma tinggal lima ribu perak saja" lanjutnya mencandai Buno yang terus terusan menangisinya
Semuanya langsung tergelak dengan candaan Nino dan sejenak melupakan kesedihan yang kini tengah menimpanya setelah kepergian Tasya dan sekarang harus disusul oleh Nino yang mendadak ingin pergi ke Amerika.
*
"Lu kenapa belum tidur ?" Tanya Tarra yang tiba tiba saja dan mengejutkan nino yang tengah menghisap rokoknya di halaman belakang
"Eh, belum.. gue belum ngantuk.. lu sendiri kenapa belum tidur ? Arunika udah tidur ?" Tanya Nino balik sembari membalikkan tubuh ke arah Tarra yang tengah berdiri di belakangnya
"Gue ga bisa tidur juga, daritadi udah mencoba untuk merem tapi ya melek lagi melek lagi.. karena ga ada Tasya gue jadi ga bisa tidur, Arunika sih udah daritadi tidur di kamarnya sama mbak" jawab Tarra kemudian
Tarra langsung mengambil sebungkus rokok milik Nino dan mengeluarkan sebatang lalu langsung membakarnya. Keduanya larut dalam pikirannya masing masing.
"Gini ya rasanya ditinggal orang yang paling kita sayang" ujar Nino kemudian sembari duduk disamping Tarra
Tarra hanya tersenyum sembari sesekali menghisap rokoknya.
"Hidup itu emang harus seimbang no, ada siang ada juga malam, ada baik ada juga buruk jadi kalo ada pertemuan pasti ada juga perpisahan" ujar Tarra menimpali
Nino pun langsung menoleh ke arah Tarra, matanya tak pernah bisa berbohong sekalipun bibirnya tersenyum lebar. Tarra seperti kehilangan separuh jiwanya karena kepergian Tasya.
"Gimana sih Tarr, rasanya waktu itu bisa nikah sama Tasya ?" Tanya Nino kemudian
Tarra menghela nafasnya sejenak, ia berusaha tenang mengingat ingat masa dimana ia baru saja mempersunting seorang Anastasya Lavanya Tjahjono yang merupakan putri bungsu dari seorang konglomerat ternama yang sampai detik ini masih ia anggap sebagai orangtuanya sendiri.
"Campur aduk.. rasanya campur aduk, sampe gue ga bisa bedain mana rasa bahagia, terharu, sedih ya karena sama sama mengeluarkan airmata" jawab Tarra sembari menghisap rokoknya
"Sedih ? Kenapa lu harus sedih ?" Tanya Nino lagi
"Gue pernah berandai andai, andai gue cowok mungkin pada saat itu yang Tasya kandung adalah anak gue.. bukan anak dari hasil perselingkuhannya dengan orang lain" jawab Tarra sembari mengulas senyum dari sudut bibirnya "tapi gue ga menyalahkan itu, gue ga menyalahkan takdir.. pada akhirnya guelah pemenangnya.. gue yang menemani Tasya sampe diujung usianya.. meskipun dengan bentuk seperti ini, perempuan" lanjutnya
Nino pun langsung tertunduk mendengar ucapan Tarra. Ia pun mulai mengandaikan hal yang sama.
"Andai gue juga cowok ya Tarr, mungkin gue bisa hamilin Tere supaya bokap nyokapnya bisa nerima kehadiran gue" ujar Nino, matanya sudah menerawang jauh membayangkan andai dirinya menjadi seorang laki laki
Tarra dan Nino pun sejenak terdiam, entah mengapa pikiran keduanya ke arah yang sama sehingga keduanya pun menoleh bersamaan.
"No.." panggil Tarra sembari menahan tawanya
"Iya Tarr.." jawab Nino sembari menahan tawanya juga
"Lu ga mikir ke arah sana kan ?" Tanya Tarra sembari suaranya bergetar berusaha menahan ledakkan tawanya
"Gue baru aja kepikiran" jawab Nino yang juga suaranya bergetar menahan tawa
Keduanya pun tertawa, namun berusaha menahan tawanya agar tak terlalu kencang supaya kedua orangtuanya yang sudah lebih dulu beristirahat tidak terbangun dan terganggu karena tawa keduanya.
"Kira kira gimana ya Tarr ?" Tanya Nino kemudian sambil sesekali masih tertawa
"Gue ga bisa bayangin sih hahaha" jawab Tarra sembari sesekali terbatuk karena tersedak oleh asap rokok yang tengah dihisapnya
"Pelan pelan bego, nanti ayah sama mamah kebangun" ujar Nino sembari menoyor lengan Tarra
"Gue ga bisa bayangin asli, lu lagian ada aja kepikiran kesana" ujar Tarra sembari menegakkan tubuhnya kembali karena dorongan dari Nino membuatnya doyong dan tangannya menabrak pinggiran kursi
"Ya karena lu tadi ngomong gitu, gue jadi kepikiran kesana.. kebayang ga sih lu pas mereka mau nolak gue lagi terus guenya telanjang.. kasih liat, nih kalo ini faktornya gue udah punya" ujar Nino sembari cekikikan
"Anjing ! Bego ! Gue ga bisa bayangin sumpah, ngakak banget bangsat hahaha" ujar Tarra dengan ledakan tawa yang lebih keras lagi membuat Nino langsung membekap mulut sahabatnya itu
"Jangan kenceng kenceng, anjing ! Ayah sama mamah nanti bangun" bisik Nino sembari membekap mulut Tarra
Setelah Tarra terlihat tenang, Nino pun langsung melepaskan bekapannya di mulut Tarra. Kini Tarra lebih serius memandang Nino.
"Lu yakin akan melakukan itu ?" Tanya Tarra kemudian
"Cuma gara gara patah hati, lu ga bisa dapetin orang yang lu mau terus lu mau mengorbankan diri lu sendiri ? Mengubah kodrat lu ?" Lanjutnya sembari kembali membakar kembali rokok milik Nino
"Bukan gitu, bukan karena patah hati.. gue cuma pengen bahagia aja.. itupun kepikirannya mendadak sih, karena lu tadi ngomong gitu andai lu bla bla bla ya jadi gue kepikiran.. ya minimal kalo ga sama Tere gue bisa nikahin cewek lain tanpa harus takut dengan hujatan segender" jawab Nino enteng
Tarra langsung menggelengkan kepalanya mendengar jawaban Nino. Ia merasa bahwa sahabatnya ini sudah benar benar di titik putus asanya karena sangat mencintai seseorang yang bernama Theresia Soedibjo.
"Gue harap lu ga asal mutusin sesuatu hanya karena emosi sesaat ya no, gue harap lu mikir mikir lagi buat ngelakuin hal sejauh itu" ujar Tarra mencoba menasihati Nino
"Iya, gue akan mikir mikir lagi kok.. gue kesana emang niatnya healing doang, kalo emang gue udah mantap ke arah situ pasti gue ngabarin lu kok" jawab Nino sembari merangkul bahu Tarra
"Gue ga nyangka sih kita bakalan ada di titik seperti ini, titik dimana persahabatan kita tuh serandom ini" ujar Tarra sembari menyenderkan kepalanya di bahu Nino
"Sama, gue juga ga nyangka.. dan lebih ga nyangka lagi waktu lu kegep habis ngewe sama kakak gue.. asu asu" jawab Nino sembari terkekeh mengingat peristiwa itu
Tarra dan Nino pun serempak tertawa mengingat peristiwa memalukan itu dimana Tarra dengan pedenya mengangkat panggilan videocall dari Nino sementara Tasya ambruk diatas tubuhnya.
"Goblok banget kalo di inget inget" ujar Tarra, wajahnya sudah memerah menahan malu
"Tapi inget rasanya kan ? Enak kan ?" Tanya Nino kemudian menggoda Tarra
Tarra langsung mendorong tubuh Nino sembari tertawa. Keduanya benar benar tertawa seolah melupakan kesedihan saat itu karena baru saja kehilangan Tasya, orang yang sangat mereka cintai.
"Tarr, kalo suatu saat nanti lu menemukan pengganti Tasya.. please, love her as you love Tasya ya ?" Pinta Nino tiba tiba membuat Tarra langsung terdiam seketika, lalu Tarra pun menghela nafasnya dengan berat
"Andai semudah itu memalingkan rasa yang udah tertancap dengan kuat, no.. sampai kapanpun ga ada yang akan bisa menggantikan Tasya" jawab Tarra sembari menundukkan kepalanya
"Saat ini, gue hanya ingin fokus dengan tumbuh kembangnya Arunika.. Arunika adalah tanggung jawab gue" lanjutnya sembari mendongakkan kembali kepalanya lalu menoleh ke arah Nino dan tersenyum
Nino terharu mendengar penuturan Tarra dan langsung memeluknya lalu mengusap punggungnya.
"Gue pasti bakalan kangen banget sih sama lu, karena cuma lu yang ngertiin gue selama ini selain kak Tasya.. makasih ya Tarr, lu selalu ada buat gue buat kak Tasya juga dan sekarang buat Arunika.. semoga lu selalu bahagia" ucap Nino dengan tulus sembari terus memeluk Tarra
Tarra yang sudah meneteskan airmata langsung menghapus airmatanya dan berusaha mendorong tubuh Nino.
"Engap bego, udah ah jangan peluk peluk terus !" Ujar Tarra berusaha menutupi kesedihan yang dirasakannya
"Ngerusak momen banget lu anjing" hardik Nino yang langsung menoyor kepala Tarra
Sontak keduanya kembali tertawa, menertawai persahabatan keduanya yang sangat random dan absurd. Hingga subuh menjelang, keduanya baru merasa mengantuk sehingga memilih untuk kembali ke kamarnya masing masing tanpa sadar cctv yang tersambung dan sengaja dipasang oleh seseorang merekam semua pembicaraan antara Nino dan Tarra malam itu.
Dan seseorang yang tengah menatap layar ponsel yang tersambung dengan cctv itu hanya menggelengkan kepalanya mendengar semua celotehan antara Tarra dan Nino.
"Awas ya kalian berdua !" Ucapnya sembari mengepalkan tangan lalu memindahkan ponsel yang berada dihadapannya ke meja yang berada tepat dihadapannya