"Kenapa kamu tidak menerima takdir indahmu yang di anugerahkan Tuhan padamu, kenapa Jimin? "
"A-aku tidak tahu apa yang k-kau bicarakan hyung?" Kataku, mengalihkan pandanganku darinya.
"Kau tahu betul apa yang kubicarakan tentang Jimin-ah" Hyung berkata dengan nada yang sangat serius. Kami berdua terdiam beberapa saat, setelah beberapa saat dia menghela nafas
"Jiminie, aku minta maaf jika aku membuatmu takut atau membuatmu tidak nyaman, tapi sebenarnya aku juga takut, aku takut padamu dan aku tidak ingin jiminie-ku menderita rasa sakit yang sama seperti yang Aku derita. Aku sudah cukup melihatmu menderita, jadi tolong--"
"Hoseok-ssi, PD Nim memanggilmu." Seorang anggota staf menyela kami saat dia membungkuk kearah kami.
"Aku datang sebentar lagi." Sekali lagi dengan membungkuk, dia pergi. Hyung menghela nafas sebelum menatapku.
"Jimin, tolong pikirkan apa yang aku katakan. Biarkan dia pergi, bebaskan hatimu Jimin-ah dan biarkan hatimu dimiliki oleh seseorang yang akan menghargainya seumur hidup. Tolong bebaskan dirimu dari cinta dan rasa sakit yang tak terbalas ini Jimin-ah." Matanya penuh air mata, begitu juga mataku.
Perkataan hyung benar-benar meruntuhkan dinding emosiku, yang aku berusaha keras untuk tidak melakukan nya. Aku mengangguk berulang kali sambil terisak pelan.
"A-aku berjanji pada hyung, aku akan melepaskan sepenuhnya. Aku b-berjanji, aku akan membebaskan hatiku. Aku akan mengubah rasa sakit yang kejam ini menjadi kenangan yang berharga. Aku berjanji pada hyung." Aku memberinya senyuman kecil.
"Kamu harus melakukan nya Jimin-ah. Kamu harus melakukannya, demi kami."
"Aku akan melakukan nya hyung. Saat kau kembali hyung akan melihat Jimin yang bahagia dan ceria lagi,dan aku bisa berjanji padamu bahwa aku tidak akan mengecewakan'mu." Aku tersenyum lebar sambil dengan lembut menyeka air matanya terlebih dahulu, lalu air mataku.
"Terimakasih Jimin-ah." Dia berbisik, sambil menarikku kedalam pelukan erat lainnya yang aku balas dengan kekuatan yang sama, sambil terkikik.
"Ehemm!"
Kami berdua menghela nafas dan memutar mata saat melihat orang yang menyela kami. Anggota staf yang sama. Kami menarik diri dan berbalik kearahnya saat hyung menjawabnya.
"Baik!! Aku datang." Kata Hoseok hyung sambil mengangkat kedua tangannya ke udara, menyerah. Aku tertawa sambil memukul punggungnya. Bahkan staf juga tertawa melihat tindakan hyung yang terlalu dramatis.
"Sampai jumpa Jimin-ah, Makanlah dengan baik dan jaga dirimu juga semuanya." Ucapnya sambil meletakkan tas bahunya yang benar-benar transparan dibahu kanannya.
"Ya hyung, dan telepon aku jika kau sudah sampai."
"Baiklah jiminie, hyung akan menelfonmu. Sampai jumpa!." Dia mengacak-acak rambutku dan tersenyum cerah lalu pergi bersama anggota staf.
"Selamat perjalanan hyung!!" Aku berteriak ketika beberapa anggota staf tertawa dan beberapa merengek karena teriakanku yang tiba-tiba.
"Terimakasih Jiminie!!" Seperti yang diharapkan, aku tertawa sambil menundukkan kepalaku karena malu.
Aku meninggalkan gedung dan sekali lagi duduk di dalam van. Mataku menjadi terlalu berat karena semua tangisan, jadi aku menutupnya dan bersandar di kursi belakang.
Sepanjang perjalanan pikiranku terus tertuju pada percakapan yang dilakukan hyung denganku beberapa saat yang lalu.
Semua yang hyung katakan memang benar tapi kenapa aku merasa itu salah? Mengapa hatiku ragu untuk melepaskannya? Walaupun jantungnya tidak berdetak untukku, tapi untuk orang lain, lalu mengapa jantungku hanya berdetak untuknya?
"Mengapa?" Aku berbisik pelan saat air mata keluar dari mata kananku.
Aku menghela nafas berat dan menghapus air mata itu. Aku membuka mata dan hendak memakai airpods, tanpa sadar aku melihat keluar jendela.
Deja vu.
Sekali lagi lampu jalan yang sama dan jalan yang hampir kosong tapi kali ini sedikit lebih gelap dan lebih kosong sehingga membuat pemandangan lebih terang dan damai.
Aku memasukkan airpods kedalam ransel dan mengalihkan seluruh perhatianku pada pemandangan yang memikat. Aku melihat keluar beberapa saat, lalu memutuskan untuk merasakan nya dengan membuka jendela.
Saat aku membuka jendela, aku disambut oleh angin yang dingin namun menyenangkan. Aroma menenangkan yang berasal dari alam memberikan kebangkitan bagi jiwaku. Udaranya yang nikmat menyegarkan setiap bagian dan sudut tubuhku. Dinginnya angin membuat tubuhku menggigil nikmat. Aku memejamkan mata dan merasakan surga.
Ekstasi ini memberi kehidupan baru pada jiwaku.
Momen euforia'ku berakhir ketika aku merasakan van berhenti dan mendengar klakson yang keras. Aku membuka mataku dan melihat lampu berubah menjadi merah. Tiba-tiba aku menyadari bahwa aku benar-benar terekspos kepada semua orang. Aku segera menutup jendela berwarna itu dan melihat keluar dengan hati-hati jika ada yang memperhatikanku tapi untungnya tidak ada yang memperhatikanku.
Saat mengamati semua orang, aku memperhatikan satu hal bahwa setiap orang yang hadir di jalan benar-benar sibuk. Mereka bahkan tidak sadar akan lingkungan sekitar mereka. Kebanyakan ada di ponsel, ada pula yang menyebrang jalan dengan earphone di telinganya dan aku melihat ekspresi dan gerakan bibirnya. Aku bersandar lagi dan menghela nafas.
Apakah kita benar-benar menjalani kehidupan? Atau sekedar melewatkan waktu?
Kenapa kita semua hanya pergi ke sumber yang sama berulang kali yang darinya kita selalu tersakiti?
Mengapa kita selalu mengabaikan hal-hal yang selalu ada untuk membuat kita sembuh dan bahagia?
Mengapa kita tidak menghargai dan menerima dengan senang hati apa yang di anugerahkan Tuhan dan menjadi takdir kita pada akhirnya?
Mengapa?
~"kenapa kamu tidak menerima takdir indahmu yang di anugerahkan Tuhan kepadamu, kenapa Jimin?"~
Nafasku tersenggal-senggal saat otakku berhenti bekerja dan segalanya menjadi kosong. Aku mulai tercekik ketika aku mencoba menganalisis sesuatu tetapi tidak ada yang terlintas dalam pikiranku.
Aku meraih tombol jendela tanpa pikir panjang dan membuka jendela itu lagi. Begitu udara sejuk menerpa wajahku, detak jantungku mulai tenang. Aku melihat keluar dan memperhatikan mobil itu melaju ketika aku melihat keluar untuk lebih menenangkan diri.
Setelah beberapa waktu aku tersesat lagi dalam perangkap alam yang indah lagi. Pikiranku mulai menganalisis lagi saat aku mengingat kembali kata-kata Hoseok hyung. Sekarang aku mengerti apa yang sebenarnya aku lewatkan. Apa yang sebenarnya ingin dia sampaikan padaku.
Senyuman kecil muncul diwajahku saat aku melihat kearah langit.
Aku menatap langit yang indah dan berbisik,
"terimakasih"
~🌹~
Please Vote and Comment
-Alesha