Ini up kokk. Maaf ya lama, kemarin ada banyak acara, biasa si paling sibuk ye kann.
Happy reading !!
***
Kini sesi ke 3 akan di mulai. Sesi ini adalah sesi akhir olimpiade. Hanya tersisa 5 kelompok di sesi ini. Dan kelompok Aul dan Iqbal salah satunya.
Kondisi Aul juga sudah lebih baik setelah beristirahat tadi. Sesi ke 3 ini, sesi rebutan soal. Siapa yang bisa menjawab dengan cepat maka ia akan mendapat 100 poin.
Pertandingan berjalan begitu menegangkan. Mereka saling menyusul angka. Poin tertinggi kini didapatkan oleh SMA Bhaktara dengan 500 poin. Disusul oleh Bright high school atau sekolah Aul dengan nilai 400 poin.
"Kak, kita ketinggalan poin." Ujar Aul dengan kekhawatirannya.
"Tenang, masih ada 3 soal lagi. Kalau tau jawabannya langsung pencet belnya."
"Iya kak."
Aul dan iqbal kembali fokus dengan soal selanjutnya.
Mereka berhasil menjawab dengan benar sehingga poin mereka seri.
2 soal terakhir, suasananya semakin menegangkan. Banyak sorak sorak pendukung sekolah masing-masing disana. Terkadang membuat fokus Aul buyar. Namun ia masih bisa mengatasinya dengan kembali berusaha fokus pada soal.
Soal kali ini berhasil dijawab oleh SMA Tunas Bangsa. Ini semakin membuat mereka semua dakdikduk karena SMA Bhaktara dan Bright high school memiliki nilai seri.
"Kita pasti bisa !" Ujar Iqbal memberi semangat.
Aul mengangguk yakin.
"Baiklah kita lanjutkan ke soal terakhir ya adik adik. Kira kira, siapa yang bisa menjawab soal ini ya ? Jika setelah soal ini masih ada nilai yang seri, maka kelompok itu akan lanjut dengan soal tambahan. Dapat dimengerti ?"
"Mengerti kak." Jawab mereka semua.
"Baik, soal terakhir ini adalah soal hitungan. Kakak akan mulai membacakan soalnya."
Para peserta sudah bersiap untuk menulis soal yang akan di sebutkan oleh kakak panitia.
Soal akhir ini sengaja menggunakan soal yang mudah karena menentukan seberapa cepat mereka menjawab.
"Jangan panik, itung baik baik ya." Bisik Iqbal pada Aul.
"Iya kak."
"59-7×9+56÷7+7+7+8÷2 = ?"
Aul memencet bel dengan cepat. Disini, mereka bagi tugas, Iqbal menulis soal, sementara Aul langsung menghitung. Sehingga mereka bisa lebih cepat menjawab.
"Ya silahkan, berapa jawabannya ?"
"Dua puluh dua kak."
"Yahh sayang sekali."
Bahu Aul merosot mendengar perkataan kakak panitia. Apakah ia salah hitung, padahal ia sudah menghitung sebaik mungkin. Tinggal 1 langkah untuk menang kenapa harus salah ?
"Sayang sekali karena tidak ada yang bisa mengalahkan Bright high school !"
Aul celengak celinguk mendengar kelanjutan ucapan kakak panitia.
"Kak ?" Tanya Aul pada Iqbal dengan tatapan penuh harap.
"SELAMAT KEPADA BRIGHT HIGH SCHOOL SUDAH MEMENANGKAN OLIMPIADE TAHUN INI !"
Semua orang bersorak meriah. Aul ikut berteriak sementara Iqbal tersenyum bangga sambil menatap Aul.
Entah refleks atau bagaimana, Aul memeluk Iqbal dengan erat.
"Kakk kita menang kak !"
Iqbal sedikit terkejut namun tak ayal ia pun tersenyum dan membalas pelukan Aul.
"Hm, kalau ga menang aneh sih."
Seketika Aul melepaskan pelukan mereka. "Kok aneh ?"
"Mereka ga sebanding sama kamu."
Oh tidak pipi Aul memanas. Ia memalingkan wajahnya ke sembarang arah tanpa membalas perkataan Iqbal.
Sementara Iqbal terkekeh dibuatnya.
Sudahlah kita tinggalkan manusia hts ini.
upss
ampun suhuu
'elah baru di lanjut udh ditampar kenyataan' -iqbal
Suka² author wlee
***
Pagi ini, Aul sudah siap di meja makan. Setelah olimpiade kemarin, selain berhasil memenangkan perlombaan, Aul juga berhasil menjaga tubuhnya agar tidak drop seperti sebelumnya. Entah bagaimana caranya tapi tubuhnya sedang baik padanya. Ia hanya sedikit kelelahan dan saat diistirahatkan sedikit sudah merasa lebih baik.
Sekolah memberikan banyak apresiasi pada mereka berdua yang membuat Aul semakin senang. Tapi disisi lain, ia merasakan kekosongan.
Pagi ini kursi meja makan mereka ada yang kosong karena istri dari tuan Dirga masih berada di Bandung. Tepatnya di rumah orangtua angkatnya.
Mira pergi mengunjungi rumah kedua orang tuanya sejak olimpiade berlangsung. Tiba tiba saja ibunya menelpon dan memaksanya untuk datang. Padahal putrinya pasti sangat berharap ia hadir sampai akhir. Bahkan setelah selesai olimpiade sampai sekarang, tepatnya sudah hampir satu minggu mommynya belum kembali ke mansion.
Ada kabar ? Tentu ada. Tapi Mira tidak bisa menghubungi putrinya dengan leluasa. Hanya mengirimkan beberapa pesan singkat dan itu membuat Aul sedih.
"Princess oma." Ujar Megan dengan lembut saat mendapati cucunya yang melamun. Makanannya bahkan masih utuh.
Aul tak menyahut membuatnya semakin khawatir.
"Fafa." panggil Megan sekali lagi.
Perlakuan Megan tak luput dari semua anggota keluarga yang ada di meja makan.
Aul mulai sadar kembali. Ia menatap mereka bergantian. Dapat ia lihat tatapan mereka yang berbeda beda. Kenapa mereka semua menatapnya ?
Megan mengusap tangan cucu kesayangannya dengan lembut. "Kenapa melamun ? Oma panggil panggil loh tadi, tapi fafa ga jawab oma."
Aul gelagapan sendiri, ia tak sadar melamun sejauh ini. "A ahh maaf oma, tadi t-tadi fafa ga denger."
"Jangan terlalu dipikirkan sayang sayang."
Aul menundukkan kepalanya.
Megan membawa Aul ke pelukannya. Awalnya Aul diam, tapi lama kelamaan terdengar isak tangis yang memilukan.
"Stt tidak apa apa, menangislah sayang. Baby pasti rindu mommy ya ?"
"Oma, kapan mommy pulang ? Fafa kan mau ketemu sama mommy. Mommy jahat ga bilang bilang mau pergi."
Salsa yang kebetulan duduk di sisi Aul yang lainnya ikut memenangkan ponakannya itu.
"Masih ada mami dan oma, baby jangan sedih oke ? Kita tunggu mommy sama sama ya ?" Ujar salsa
Megan mengurai pelukannya. Ia mengusap air mata yang membasahi pipi cucu kecilnya itu. Hatinya sakit melihat keadaan cucunya yang kurang baik.
Beberapa hari ini, Aul lebih murung dan lebih sering diam di kamar dari pada berkumpul dengan keluarganya.
"Hari ini tidak perlu sekolah ya ? Kita cek up ke rumah sakit aja ya."
Mendengar ucapan omanya, tentu aul menolak mentah-mentah. "Ngga oma. Fafa sekolah aja. Fafa gapapa, ga usah ke rumah sakit."
Megan mengusap pipi lembut cucunya. "Kalau gitu, baby istirahat di rumah saja ya bersama oma. Mau kan ?"
"Tapi oma-"
"Hari ini baby tidak sekolah. Tidak ada penolakan." Final Dirga.
Seketika bahunya merosot mendengar keputusan daddynya. Padahal ia merasa baik baik saja. Cuma sedikit lemas, mungkin.
"Sekarang kita selesaikan dulu sarapannya. Baru nanti fafa istirahat sama oma."
***
Dirga dibuat frustasi oleh istrinya. Mira tidak memberinya kabar beberapa hari ini. Terakhir 4 hari yang lalu. Ingin menyusul ke Bandung tapi kondisi Aul tidak memungkinkan. Takut ketika ia tinggalkan berdampak buruk baginya.
Dirga memutuskan jika hari ini istrinya masih tidak ada kabar, mau tidak mau ia akan menjemputnya ke Bandung.
Memikirkannya hanya membuatnya tidak bisa fokus dengan pekerjaan yang ada di depannya.
"Tuan, anda baik baik saja ?" Tanya Bima kala melihat tuannya yang terus melamun sedari tadi.
Dirga memijat pangkal hidungnya. Kepalanya tiba tiba pusing karena terlalu banyak pikiran.
"Tuan, jika anda sedang tidak enak badan lebih baik tuan istirahat di rumah saja. Biar saya antarkan tuan."
Sayangnya niat baik Bima tidak berbuah manis. Ia malah mendapatkan tatapan tajam dari tuannya.
"Bisakah kau diam ?" Ujar Dirga dengan nada rendahnya.
"Tapi tuan-"
Dirga mengangkat tangan kanannya untuk memberi kode agar Bima tutup mulut.
"Aku akan pulang setelah menyelesaikan tumpukan ini."
Baiklah, sudah seharusnya Bima diam. Takut takut jika dilanjutkan tuannya mengamuk seperti maung~
Canda maung
***
Bulan sudah terlihat menyinari gelapnya malam. Sudah waktunya makan malam, tapi Aul tidak mau keluar dari kamarnya.
Sudah banyak yang membujuknya tapi tetap saja tak mau keluar. Mulai dari abang abangnya sampai opa dan omanya pun sudah. Jangan lupakan mami papinya juga ikut turun tangan. Tetap saja tidak mau. Jangankan turun ke meja makan. Membuka pintu saja tidak mau.
Sedari pagi, Megan menemani cucunya di kamar. Sore tadi, Aul tertidur sehingga Megan meninggalkannya saat tertidur pulas. Siapa sangka kamar putri kecil mereka terkunci dari dalam dan sampai sekarang belum terbuka kembali.
Aul sengaja menguncinya dari dalam. Badannya tidak nyaman, ia tidak mau bertemu orang orang. Ia hanya ingin diam di kamar menunggu mommynya pulang.
Dirga baru saja pulang dari kantor. Tumpukan berkas sialan itu begitu menyita waktunya. Lain kali ia akan memberikan pekerjaan pada Bima lebih banyak lagi.
Baru menginjakkan kaki di mansion, ia sudah dikejutkan dengan kabar Aul yang mengunci diri di kamar. Ia segera pergi ke kamarnya untuk bersih-bersih terlebih dahulu lalu pergi ke kamar putrinya yang di depannya masih ada abang abangnya yang mencoba membujuk.
"Adek, buka pintunya sayang. Adek mau apa bilang aja sama abang." -Daffa.
"Baby mau main sama lala ? Ayo kita main, itu lalanya ngambek loh ga di ajak main sama fafa udah lama." -Zayn.
"Princess, buka ya pintunya. Kita main ke taman yu mau ?" -Rangga.
Tidak ada balasan maupun tolakan yang mereka dengar. Sudah sekitar 30 menit mereka menunggu di depan kamar adiknya untuk membujuk. Tapi hasilnya nihil.
"Dad, baby tidak mau membuka pintunya." Dirga mengangguk lalu mendekati pintu. Mencoba membuka pintu tapi ternyata benar terkunci.
Dirga mengetuk pintu kamar Aul beberapa kali.
"Sayang, putri daddy. Daddy boleh masuk ? Tolong buka pintunya sayang." Ujar Dirga selembut mungkin.
Dirga terus berbicara seorang diri tanpa ada jawaban dari yang diajak bicara sampai~
"Jika baby tidak mau membuka pintunya, daddy buka secara paksa."
Dirga sudah terlalu khawatir. Takut terjadi apa apa pada putrinya di dalam sana. Ini sudah terlalu lama.
Masih belum ada sahutan dari dalam membuat Dirga membulatkan tekadnya. Tapi, saat ia akan benar benar mendobraknya, terdengar suara kunci terbuka.
Dirga segera masuk ke dalam.
"Daddy aja yang boleh masuk." Ujar Aul saat saudaranya yang ingin ikut masuk juga.
Dirga mengangguk dan langsung menutup pintu.
Aul kembali berjalan ke ranjangnya tapi tubuhnya tiba tiba tidak seimbang. Kalau saja Dirga tidak menangkapnya, sudah pasti kepalanya akan terbentur ke lemari.
Dirga panik melihat putrinya yang begitu pucat dengan mata yang bengkak karena terlalu lama menangis.
"Sayang, ke rumah sakit ya ? Badan kamu panas"
"Engga"
Mendengar penolakan Aul, Dirga segera mengangkat putrinya dan mendudukkannya di ranjang. Ia juga ikut duduk di sana. Dirga sandarkan kepala putri kecilnya di dada bidangnya dengan ia yang bersandar di headboard. Ia harus menenangkan putrinya terlebih dahulu.
Dirga mengelus kepala Aul dengan sayang. "Apa yang sakit sayang ? Katakan pada daddy."
"Dad, mommy udah ga sayang lagi ya sama fafa ?"
Dirga menatap Aul dengan tatapan tak percayanya. Sementara Aul dengan tatapan kosongnya.
"Kenapa berbicara seperti itu ? Mommy sayang kok sama fafa."
"Tapi kenapa mommy ga pulang pulang sampai sekarang ? Mommy marah ya sama fafa ? Atau mommy udah capek ngurusin fafa ? Bahkan mommy belum ngucapin selamat sampai saat ini."
Air mata Aul kembali mengucur, Dirga memeluk putrinya agar lebih tenang.
"Stt tidak boleh seperti itu. Mommy sayaang banget sama fafa. Jadi jangan pernah berfikir seperti itu lagi oke ? Jika mommy tau, pasti dia akan marah pada daddy karena membiarkan baby berfikir seperti itu."
"Kalau kemarin fafa ga ikut olim, mommy ga bakal ke rumah abah sama ambu kan ?"
"Sayang, mommy ke rumah abah sama ambu karena ambu telpon mommy dan suruh mommy buat dateng ke sana karena abah sakit dan ingin bertemu mommy. Jadi mommy harus menginap beberapa hari."
"Tapi kenapa mommy susah di hubungi dad ? Kenapa ? Ambu larang mommy buat pulang lagi ya ? Mommy dimarahin ambu ya kalo telpon telpon fafa ?"
Tubuh Aul semakin bergetar. Isakannya terdengar lebih kencang dan begitu mengiris hati Dirga.
Ambunya, ibu mommynya memang tidak pernah menyukainya. Ambunya selalu berusaha memisahkan Aul dengan keluarganya terutama dengan Mira.
Menurutnya, Aul adalah pembawa sial karena ia yang paling lemah di antara saudaranya.
"Hey, hey sayang tenang. Ada daddy disini."
Dirga menangkup wajah cantik putrinya yang begitu mirip dengan istri tercintanya. Hatinya begitu sakit melihat wajah itu begitu pucat. Tak ada rona merah di sana.
"Lihat mata daddy sayang."
Aul mulai menatap mata Dirga dengan air mata yang masih terus menetes.
"Sebentar lagi mommy pasti pulang. Baby harus percaya sama daddy. Jika baby ingin mommy cepat pulang, fafa harus makan. Obatnya juga di makan. Mommy pasti sedih jika melihat baby seperti ini."
Aul menggeleng. "Fafa gamau makan kalau mommy belum pulang."
Kringg kringg
"Mommy ?"
Ponsel Dirga berbunyi begitu nyaring. Panggilan video dari istrinya. Tuhan memang sedang berpihak padanya. Setidaknya, aul bisa melihat wajah mommynya memalui sambungan telepon ini.
Dirga segera mengangkatnya. Layar itu langsung menampilkan wajah cantik istrinya yang sedang tersenyum saat ini.
"Mas"
"Sayang, baby ingin berbicara denganmu." Dirga langsung mengarahkan ponselnya pada Aul.
"Mommy" panggil Aul dengan lirih. Ia sudah begitu lemas, ditambah air matanya yang semakin deras saat akhirnya bisa mendengar kembali suara orang yang telah melahirkannya itu.
Mira begitu terkejut melihat kondisi putrinya. Tanpa sadar air matanya ikut menetes.
"Iya sayang, ini mommy. Baby kenapa sayang ? Fafa sakit ?"
"Baby mogok makan." Balas Dirga.
"Sayang, adek dengar mommy kan ?"
Aul mengangguk pelan.
"Sabar ya sayang, sebentar lagi mommy pasti pulang. Maaf, mommy lama ga ngasih kabar. Tapi mommy janji sebentar lagi mommy pulang. Nanti kita bikin cake sama sama ya ?"
Aul mengangguk kecil. Tiba tiba terdengar suara gaduh di sana dan sambungan teleponnya seketika terputus.
"Mommy ? Mommy ! Mommy !!" Racau Aul.
Dirga kembali membawa Aul ke dalam pelukannya. Ia melempar ponsel mahalnya ke sembarang arah "Stt sayang, putri daddy. Tenang oke, daddy disini."
"Enggak, fafa mau mommy daddy ! Mau mommy !"
Aul memukul punggung Dirga dengan lemah.
"Iya sayang, daddy tau, tapi baby jangan seperti ini. Kita semua sedih liat baby seperti ini sayang."
Isak tangis terus terdengar sampai akhirnya berubah menjadi ringisan. Aul mulai mencengkram kepalanya dengan kuat membuat Dirga mengurai pelukannya. Betapa terkejutnya ia saat melihat darah segar mengucur dengan santainya dari kedua lubang hidung Aul.
"DAFFA !" Panggil dirga dengan panik saat melihat Aul yang sudah hampir kehilangan kesadarannya.
"Fafa, dengar daddy ?! Jangan tutup matanya sayang !"
Suara daddynya mulai menjauh sampai akhirnya semuanya gelap.
***
Gimana guys sama part ini ?
Ada pesan buat ambu, abah ?
Makasi banyak buat kalian yang selalu stay meskipun hujan badai angin ribut sampe sampe book ini bedebu saking lamanya wkwk.
Semoga kali ini beneran beres dehh. Aku sengaja bikin chapter nya panjang biar cepet beres. Semoga aja ga banyak rintangan lagi.
Tim sad end or happy ending guys ?
Udah deh dadahhh
See you next part
Papayy
Published
Bandung, 29 Juni 2024