Tetangga Tapi Mesra [TERBIT]

By _greenixie

6.6K 1K 464

[CERITA INI DIIKUTKAN DALAM EVENT GREAT AUTHOR FORUM SSP X NEBULA PUBLISHER] "Jangan membenci seseorang terla... More

TTM 00 - PROLOG
TTM 01 - ANEH
TTM 02 - PERANG DINGIN
TTM 03 - MELEYOT
TTM 04 - DRAMA BAN BOCOR
TTM 05 - ALAMAT PALSU
TTM 06 - EMOSI GILANG
TTM 07 - KELAP KELIP
TTM 08 - FARAH
TTM 09 - KETEMU
TTM 10 - PEMANDANGAN BARU
TTM 11 - TUGAS KELOMPOK
TTM 12 - TANDA TANYA
TTM 13 - RED DAY
TTM 14 - NYERI
TTM 15 - HEBOH
TTM 16 - ASTAGA!
TTM 17 - PINDAH RUMAH
TTM 18 - DRAMA PAGI
TTM 19 - TELAT
TTM 20 - TUNTUTAN
TTM 21 - FOTO
TTM 22 - CEMBURU?
TTM 23 - EMOSI ALVIA
TTM 24 - TAHU BULAT
TTM 25 - TOILET
TTM 26 - PERASAAN
TTM 27 - GOSIP
TTM 28 - GANTENG
TTM 29 - OFFICIAL
TTM 30 - RULES
TTM 31 - MELANKOLIS
TTM 32 - MENYANGKAL
TTM 33 - UNGKAPAN
TTM 34 - DOMBA HITAM
TTM 35 - EMOSI
TTM 36 - BEKU
TTM 37 - JARAK
TTM 38 - PERCOBAAN
TTM 39 - CANGGUNG
OPEN PO!

TTM 40 - SELESAI

287 4 1
By _greenixie

Selepas istirahat dan ide mereka yang tak berjalan mulus, semuanya kembali ke kelas dengan bersama. Terkecuali, Derrel yang langsung menuju ke ruang guru untuk memastikan apakah guru selanjutnya yang mengajar ada atau tidak.

Setelah melihat tidak ada pergerakan baik dari Gilang maupun Alvia. Namun, sebenarnya, harusnya Gilang yang harus gerak satset pada Alvia. Apalah dikata jika sedari tadi mereka yang mengawasi merasakan gagal dengan rencana mereka. Kini, mereka pun beralih ke rencana B. Benar, mereka sampai memiliki cadangan rencana jika rencana pertama gagal.

Sebenarnya, baik teman Gilang maupun Alvia tidak tahu tentang hubungan Gilang dan Alvia yang sudah 'berpacaran'. Mereka murni melakukan hal itu karena mereka beberapa hari ini merasa tidak nyaman dengan suasana yang berpengaruh pada semuanya. Berpengaruh di kelas, sesama teman hingga semuanya terkesan kaku dan canggung begitu saja jika ingin bercanda.

Namun, jika memang mereka sungguh berpacaran, itu adalah berita yang sangat bagus bagi mereka.

Derrel tak mendapati guru yang akan mengisi di jam berikutnya. Ia otomatis bertanya pada salah satu guru yang ada di ruang guru lalu mendapatkan jawaban jika guru yang mengisi kelas di jam berikutnya tidak ada. Jamkos. Kedua mata Derrel berbinar, ia segera berlari menuju kelas menatap Fatah, Gilang dan teman-teman Alvia yang lain. Laki-laki itu melempar tatap pada teman-temannya seakan berbicara lewat tatapan mata.

***

Laras menggandeng Alvia—secara paksa—menuju ruang khusus OSIS. Di mana ruangan tersebut terletak di sebelah ruangan auditorium. Liana dan Mela mengikuti di sebelah Alvia yang lain.

"Ini kalian mau bawa gue ke mana, sih?" tanya Alvia terheran tak seperti biasanya mereka bertiga seperti ini.

"Nonton film," balas Liana sarkas yang malah membuat ekspresi wajah Alvia tertekuk.

"Udah pokoknya lo ikutin kita aja." Laras terus membawa Alvia hingga di depan ruang OSIS. Alvia menatap curiga lalu memberontak ketika melihat Gilang dan yang lain di dalam.

"Lo mau jebak gue, ya?" seru Alvia berusaha lepas dari Laras dan Mela yang mana keduanya dengan gesit memegang kembali kedua lengan Alvia.

"Ini namanya enggak menjebak, Vi. Kita itu bantuin lo supaya cepet baikan sama Gilang. Der!" Laras menggeret Alvia mendekat pada Gilang. Ia dudukkan Alvia pada bangku depan Gilang yang juga terlihat masam dengan kelakuan temannya.

"Oke! Karena lo pada udah di sini. Kita semua berharap setelah lo keluar dari sini, kalian berdua udah baikan. Masalah udah clear dan nggak ada lagi masalah dari kalian berdua. Lang, Via, dibicarakan baik-baik, ya? Kita tunggu di depan." Ganti Derrel menyuruh teman-temannya untuk keluar dari ruang OSIS. Membiarkan Gilang dan Alvia waktu untuk berbicara secara pelan-pelan

Ditinggalkan oleh teman-teman dan kini hanya berdua saja dalam satu ruangan membuat Alvia kikuk. Ia mengedarkan pandang menatap ruang OSIS keseluruhan.

"Vi ...?" Panggilan Gilang membuat Alvia berdegup jantungnya lebih keras. Astaga! Ada apa lagi ini.

Alvia berdeham dan menyahut. "Kenapa?" Gadis itu mengedipkan matanya berkali-kali merasa tidak siap.

"Gue mau jelasin ke lo masalah yang sempet lama belum kita bicarakan berdua. Gue boleh, kan jelasin ke lo sekarang?" Alvia merenggut, mendadak merasakan kedua matanya memanas saat Gilang menyinggung permasalahan yang belum mereka selesaikan.

"Eum ... boleh. Lo ngomong aja," ujar Alvia mempersilakan Gilang.

Gilang menatap Alvia dalam. Entah karena terlalu kangen atau bagaimana, ia sangat memuaskan menatap Alvia sekaligus berterima kasih pada teman-temannya yang membuat ide seperti ini. Laki-laki itu sempat melihat Alvia yang menyeka air mata yang luruh di wajahnya.

Gilang terperangah sejenak lalu tersenyum kecil. "Hei, kenapa? Kenapa lo nangis? Hm ...? Gue belom ada mulai ngomong sama lo," kata Gilang setengah tertawa.

Alvia menyeka kembali air mata yang semakin lama tangisnya menjadi hebat. Ia menutup wajahnya dengan kedua tangan lalu menangis begitu saja. Entah kenapa dihadapan Gilang dia begitu cengeng sekali.

Gilang maju, berinisiatif memeluk Alvia untuk menenangkan. Tak disangka jika pelukannya dibalas Alvia tak kalah erat. Gilang tercengang di tempat lalu ia kembali seperti biasa menepuk punggung Alvia.

"Lo kangen banget, ya, sama gue?" Tak disangka-sangka jika pertanyaan tersebut dibalas anggukan oleh Alvia. Gilang tersenyum lebar merasa senang dengan jawaban Alvia karena selama pacaran, gadis itu sangat susah sekali untuk memperlihatkan perasaannya.

"Gue juga kangen sama lo, Vi. Kangen banget," gumamnya membuat Alvia menangis lagi lebih kencang serta memeluk Gilang tak kalah erat.

Gilang malah terbahak merasa konyol dengan tingkah Alvia saat ini. Alvia mengintip sedikit, menatap Gilang yang masih terbahak. "Kok, lo malah ngakak, sih?" Dengan suara sehabis menangis yang terdengar seperti bergumam, Gilang menunduk menyamping. Menatap Alvia sayang.

"Duh ... duh ... yang lagi kangen." Gilang menyelipkan candaan untuk Alvia. Memeluk Alvia sembari bergerak ke kanan dan kiri. "Gue minta maaf kalau omongan gue sama Farah malah bikin lo salah paham. Jujur, gue kesel dan marah banget sama dia dan juga gue tekanin sekali lagi. Gue nggak ada hubungan apapun sama dia. Gue murni ngajarin Farah doang dan gue juga nggak tau kalau malah ternyata itu buat siasat dia mau manfaatin gue. Jadi, Via ... gue minta maaf, ya."

Avia mengangguk di dalam pelukan Gilang. "Lang ... kita udahan aja, ya." Berat sekali Alvia mengucapkan itu, sampai dia menangis kembali saat mengucapkannya.

Alvia sendiri sampai merasakan jika tubuh Gilang membeku saat mendengar perkataannya. "Maafin gue, Lang. Maafin gue, tapi gue mau kita ada waktu untuk jernihin pikiran kita. Gue mau kita fokus dulu ke ujian kita." Terbata-bata Alvia berucap pada Gilang di dalam pelukannya yang semakin erat.

"Nggak mau. Jangan dilepas dulu! Dengerin gue," rengek Alvia ketika Gilang ingin melepas pelukannya. "Gue mau kita fokus dulu ke ujian kita dulu. Gue mau kita jernihin pikiran kita dulu. Kita udahan aja, ya, Lang." Lagi Alvia melanjutkan di sela tangisnya.

"Tapi ... kenapa, Vi?" tanya Gilang mulai melepas pelukannya, memberi jarak keduanya. "Sebegitu salah banget gue?"

Alvia menggeleng keras, menyangkal perkataan Gilang. Ia ingat sekali saat itu Herlambang dan Leni menanyakan tentang dirinya.

"Via ... Mama mau tanya sama kamu." Lembut Leni bertanya pada Alvia. Alvia sendiri sudah bersiap dengan apa yang akan kedua orang tuanya bahas.

"Ayah sama Mama lihat, nilai kamu ada yang turun, terus Mama lihat akhir-akhir ini kamu kelihatan kurang semangat dan lesu gitu. Apa ada kaitannya dengan menurunnya nilai kamu?" tanya Leni pelan menatap putrinya.

Alvia menunduk tak berani menjawab pun tak berani menatap kedua orang tuanya saat itu. Herlambang mencoba mendekati anaknya dengan duduk di sebelah Alvia.

"Sayang, kita nggak marah kalau nilai kamu ada yang turun. Mungkin kamu lagi capek atau ada masalah yang mungkin ayah atau mama bisa bantu kamu. Bilang sama ayah ada apa?" Perkataan Herlambang membuat Alvia memecahkan tangisnya. Ia langsung memeluk ayahnya sembari mengucapkan kata maaf.

"Vi ... kenapa pertanyaan gue nggak dijawab?" Gilang menyadarkan Alvia dari lamunannya. "Apa di sini cuman gue aja yang punya perasaan buat lo?"

Alvia menggeleng keras. "Nggak, Lang. Nggak! Gue sayang sama lo," bantah Alvia. "Gue cuman mau kita fokus dulu di ujian, Lang. Bukan karena gue nggak sayang! Serius, gue nggak ada maksud apa-apa!" jelas Alvia menggebu-gebu sembari menyeka air matanya.

"Tapi, kan, kita juga masih bisa lakuin itu tanpa harus putus?" Gilang masih merasa tidak terima dengan usulan Alvia.

"Lang ... cuman biar kita fokus ke ujian dulu."

Gilang merasa permintaan Alvia konyol. Ia seperti tak habis pikir dengan gadis di depannya. "Ini konyol menurut gue. Lo sebenarnya sayang beneran nggak, sih, sama gue?"

Pertanyaan itu malah membuat Alvia terperangah. "Gilang ... lo serius tanya begitu?"

"Oke, oke. Hubungan kita selesai." Gilang mendengkus merasa tak terima dengan usulan Alvia. Ia menjambak helai rambutnya lalu keluar begitu saja meninggalkan Alvia.

Alvia kembali menangis hebat di dalam ruang OSIS. Ia merasa sangat berat dengan usulannya sendiri, tetapi demi kebaikan mereka berdua. Saat ini, itulah yang terbaik bagi mereka berdua.


AAAA AKHIRNYA SELESAI 😭
Say goodbye dengan Gilang dan Alvia gess 😭💖

Hayookk mau ngomong sesuatu nggak buat mereka berdua?

Continue Reading

You'll Also Like

227K 10K 32
"Hal terbodoh yang pernah lo lakuin apa, Cla?" tanya Pandu. "Harus jujur?" "Iyalah." "Suka bertahun-tahun sama sahabat sendiri dan gaberani bilang gu...
146K 8.6K 39
(οΌ²οΌ₯οΌΆοΌ©οΌ³οΌ©) [π™±πšžπšπšŠπš’πšŠπš”πšŠπš— π™΅πš˜πš•πš•πš˜πš  πš‚πšŽπš‹πšŽπš•πšžπš– π™ΌπšŽπš–πš‹πšŠπšŒπšŠ!] Namanya Prilly Aqilla Auristela setidaknya itulah yang tertulis di akta kel...
814K 6K 12
SEBELUM MEMBACA CERITA INI FOLLOW DULU KARENA SEBAGIAN CHAPTER AKAN DI PRIVATE :) Alana tidak menyangka kalau kehidupan di kampusnya akan menjadi sem...
3.4M 300K 71
"Apa yang baru saja terjadi?" Bisik Runa pelan dengan tatapan menerawang. Ia masih syok dengan kerumunan wartawan tadi, yang melihatnya keluar dari h...