Jinan dan Cindy sudah cukup lama berdiam diri di negeri orang. Mereka rasa, mereka cukup mudah mengatur perusahaan dari luar negeri. Terlebih lagi perusahaan itu baru saja jatuh ke tangan Jinan.
Haha lupakan,
Mungkin itu bisa jadi salah satu alasan Jinan untuk kabur dari tanah air. Tenanglah, Jinan bukan pengecut atau apalah itu, hanya saja Jinan ingin mengasingkan diri. Perlahan menghapus memory dari para korbannya.
Tapi akhir akhir ini Jinan merasakan hal yang tak mengenakan. Entah kenapa ia mulai tak nyaman berada di negeri orang. Begitu juga dengan Cindy.
"Ayo ah, perasaan aku nggak enak ini." Cindy dari kemarin terus merengek kepada Jinan untuk cepat cepat berkemas dan pergi dari sini.
Karena Jinan juga merasakan hal yang sama, jadi ia menurut. Mereka berdua dengan cepat mengemasi barang barang dan membeli tiket penerbangan ke Indonesia.
Malam ini juga mereka langsung terbang kembali ke tanah air. Wow, banyak berubah ya setelah beberapa tahun ditinggalkan. Rasanya Jinan dan juga Cindy seperti orang bule yang baru pertama kali liburan ke Indonesia.
Jinan tidak kembali ke rumah lamanya, melainkan ia sudah membeli rumah baru yang tidak ada orang yang mengetahuinya. Paling tidak untuk saat ini.
Jinan dan Cindy habis mampir dari supermarket dan mereka memutuskan untuk menunggu taksi lewat. Mata Jinan terfokus melihat mobil mewah yang sedang menunggu lampu merah berubah warna menjadi hijau.
Sepertinya orang itu melihat ke arah Jinan juga. Namun tak berselang lama, karena lampu sudah berubah menjadi hijau. Dan taksinya pun akhirnya datang. Mengangkut mereka dan juga barang barang bawaannya.
Jinan dan Cindy mulai menurunkan satu per satu barangnya. Lalu menyerahkan uang untuk membayar taksinya. Mereka berdua sedikit mendongak, seakan menilai rumah baru mereka.
"Not bad lah ya." Cindy tersenyum dan mengangguk. Keduanya kini sama sama menenteng barang barang mereka. Memasuki rumah megah itu dan mencari satu kamar untuk mereka tempati.
"Satu kamar aja nggak sih?." Walaupun tersedia banyak kamar, namun Cindy meminta untuk mereka tidur satu kamar berdua. Jadilah Jinan mengiyakan permintaan tersebut.
Setelahnya, mereka membuka kopernya, mengeluarkan satu per satu baju dan juga barang barangnya. Di masukkan ke dalam lemari dan di susun rapi. Setelah semuanya selesai, mereka memutuskan untuk mandi, menghilangkan rasa gerah setelah merapikan barang.
"Aku duluan ya sayang." Jinan mengangguk dan mendudukkan dirinya di tepi ranjang. Mengeluarkan ponselnya dari dalam saku celana.
20 menit Jinan asyik dengan ponselnya, terdengar pintu kamar mandi yang terbuka. Menampilkan Cindy dengan pakaian santainya.
"Aku udah, giliran kamu sekarang gih." Jinan beranjak dari duduknya, meraih handuk dan baju gantinya. Kemudian masuk ke dalam kamar mandi.
Tak butuh waktu lama, Jinan pun keluar dari kamar mandi dengan wajah yang terlihat lebih fresh dari sebelumnya.
Cindy mendekat ke arah Jinan, "Turun yuk." Cindy menarik lengan Jinan untuk mengikuti langkahnya.
•••
"Kok muka kita mirip banget ya?."
"Iya juga ya."
Mereka semua yang berada di sana tak tau harus mengatakan apa. Adel dan juga Aldo memiliki wajah yang sangat mirip.
Tak ingin semakin larut dengan pertanyaan Adel, Aldo kembali melempar topik yang berbeda.
"Del, kamu anaknya Gracio juga?."
Yang di tanya pun menggeleng, "Anaknya papi Gracio cuma Ashel aja." Terlihat Adel yang mengelus tangan wanita di sebelahnya. Yang bisa Aldo simpulkan bahwa itulah wanita yang bernama Ashel tersebut.
"Kalau aku anaknya mami Feni." Mata Aldo membulat sempurna. Jadi selama ini perasaannya tak salah menyukai seorang Feni?. Bahkan anaknya begitu mirip dengan dirinya. Apa alam secara perlahan merestui Aldo dan juga Feni?.
"Oh wow," Aldo kaget dan spontan menutup mulutnya.
Cukup dengan berkenalannya, mereka semua di sana kembali menyusun rencana baru untuk menghancurkan serta mengambil alih perusahaannya.
Di sini Aldo dan kawannya yang akan memiliki peran yang sangat penting sedangkan Adel dan yang lainnya sebagai peran pembantu saja.
"Sini deh Del, aku bisikin rencananya." Adel mendekatkan telinganya ke mulut Aldo. Mendengarkan setiap kata yang di keluarkan olehnya.
Mata Adel membulat sempurna dengan di hiasi senyuman di bibirnya. Jempolnya terangkat untuk memberikan reaksinya. Aldo tersenyum rencananya di terima baik oleh Adel.
"Oke, mulai besok kita jalankan rencana." Seru Aldo.