Borderline

By tamaraangelica

2.3K 771 213

Nicole Artemisia Thompson didiagnosis menderita kelainan mental. Katalisnya Ethan Huang, psikiater yang menar... More

Before You Read
1| Who Are You?
2| Not Yet
3| Count From Ten
4| How About You With Me?
5| Look After Me
6| An Angel
7| 18 Months Ahead
8| Urusan Orang Dewasa
9| The Recording Method
10| Lucky Girl
11| Our Little Secret
12| Poor Girl
13| Dull Blue
14| Isn't This What I Want?
15| The Misunderstanding
16| Don't Stop
17| Happily Never After
18| That American Lullaby
18.5| Lonely Is (not) A Pathetic Word
19| Star and Shadow
20| Vanilla and Jasmine
21| Romance Is (not) for Liars
22| An Affair
23| Pangeran Berjubah Putih
24.1| Fairytale 2.0
24.2| Fairytale 2.0
24.5| Love Is (not) All You Need
25| Berlian Kecil di Kotak Kaca
26| Her Hidden Agenda
27| Versus The World
28.1| That Peculiar Dream, Again
28.2| That Peculiar Dream, Again
29| Nothing's Gonna Change My Love for You
30| Just Leave Me Alone!
31| Upik Abu di Kastel Pangeran
32| Cinderella Tanpa Sepatu Kaca
33| Transactional
34| Ella
35| Dongeng yang Keliru
36| Enough
37| To Be Continued
38| Reconciliation
39| Sentenced to Love
40| Raja dan Pangeran
42| Silver Linings
43| Lady Baddy Does (not) Make Up
44| The Endgame Fest
45| The Answer Is...
46| The Flower That Blooms on the Borderline

41| A Beautiful Place

18 2 0
By tamaraangelica

Sunset memang membawa melankoli yang misterius. Dibanding gerak-gerik baskara, Nicole selalu memilih memerhatikan gumpalan-gumpalan awan yang bergilir keemasan. Sunset. Bersama deru kendaraan yang meraung bebas. Udara mengibas rambut mereka ke belakang. Oksigen terkontaminasi memasuki paru. Dan sekali lagi: sunset.

Tidak ada yang istimewa dari jembatan penyebrangan orang ini, selain desainnya yang diperbarui menjadi sedikit lebih estetik. Meskipun demikian, ini tetap senja paling indah yang pernah Nicole lihat per tanggal 13 Februari 2017. Juga paling … romantis? Absurdnya proses hukum kemarin pasti mengobrak-abrik pikirannya.

“Kau suka?” Nicole mendengar Ethan bergumam, “Atau kau kira aku akan membawamu ke tempat yang lebih mewah untuk merayakan sidang hari ini?”

Nicole menggeleng pelan. Mulai menyaksikan kesibukan metropolitan di bawah instalasi. “More than enough.

Selama beberapa menit, mereka mengambil waktu untuk menikmati ketenangan bersama diri masing-masing.

“Jadi sekarang ….”

Perhatian Nicole sepenuhnya teralihkan. Ia menantikan kelanjutan kalimat yang membuat Ethan mengelap kacamatanya dengan kikuk.

“… bisa kubilang status kita sudah ditentukan ‘kan?” Menggemaskan sekali, sih!

“Hmm~ Kalo kau setampan, se-stylish, dan sepeka Julian, mungkin bakal kupertimbangkan?”

Wait a few months, then.

Melihat ekspresi Nicole yang menatap penuh curiga dan keingintahuan, Ethan menambahkan, “Apa? Rambutku nggak mungkin memanjang dalam dua puluh empat jam ‘kan?”

Ethan Huang adalah orang terakhir yang Nicole kira akan menanggapi celetukannya dengan lelucon sarkas yang tak sejalan dengan ekspresi polosnya.

“Kantong matamu nggak bohong. Kayaknya kau kecapekan, deh,” balasnya sambil cekikikan.

“Aku suka melihatmu banyak tertawa begini.”

“Oh.” Nicole berusaha bereaksi netral walaupun sel-selnya gaduh berdemo. “Kalo gitu, kau belajar melucu dulu sama Rey, gih!”

“Kapan-kapan.”

Baru pertama kalinya, Nicole menemukan Ethan menyambar dengan muka cemberut yang menyemburatkan ketersinggungan. Dan itu terjadi ketika nama Reyhan disebut.

Setelah memerhatikan Ethan diam seribu bahasa, Nicole hanya bisa keluar dengan satu kesimpulan. Segera dicarinya topik pembicaraan untuk mengontrol lonjakan hormonnya.

“Rey nggak pernah cerita punya sepupu yang dekat dengannya. Bagaimana bisa dia dan Ju menyembunyikan dan menyusun rencana tanpa sepengahuanku? But yeah, semoga kau juga bisa sedikit eumm … ramah padanya?”

“Ramah?” Nada sarkastik lagi.

“Yaa, ramah. Minimal sebagai dua cowok terdekatku, lah,” negonya.

I still don’t get it, Nic. Dia meninggalkan trauma sebesar itu dan kau masih tidak membencinya sama sekali?”

Meh. Looks like someone’s jealous.

Iya. Aku cemburu.

Excuse me?

Nicole menusuk telapak tangannya dengan kuku jempol untuk membangunkan dirinya dari khayalan. Seperti membaca pikiran, Ethan mengulangi. Lebih lantang dan komprehensif. Terlepas dari telinganya yang memerah.

“Aku cemburu kalau kau membahas laki-laki lain dengan wajah berseri-seri.”

Aku? Berseri-seri? “Walaupun dia kakak sambungku and you know I’ll never-ever even in my wildest dream consider him as a love interest?”

Ya.”

Jawaban pendek yang terus terang itu mengakhiri pembahasan sebelumnya. Sepasang sejoli menikmati momentum matahari terbenam yang konon bertahan dua menit saja. Gadis itu tidak tahu mana yang lebih membuatnya terkesima: gradasi oranye terang di depannya atau kemarahan Ethan tadi?

Both are too cute.

●●●

Rona indigo menyelimuti angkasa. Jumlah orang yang lalu lalang maupun berfoto di jembatan sudah jauh berkurang.

“Mau pulang?” Ethan menanyakan itu sambil mengusap punggung tangan Nicole.

“Pertanyaan macam apa itu?”

Nicole mencubit pipi lelaki berkacamata itu sebelum menyusuri lorong jembatan. Ia meloloskan kedua tangan dari blazer kemudian membiarkannya tersampir di bahu, seperti saat mengenakan snelli Ethan dulu. Ah, nostalgia.

Ethan mengekor sembari menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

Si gadis menoleh ketika perkataannya tidak ditanggapi. Ethan berhenti tepat setelah meninggalkan anak tangga terakhir. Dari raut wajahnya, Nicole yakin apapun yang dikatakan penelepon barusan tidak membuat Ethan senang.

Tanpa perlu bertanya, Nicole menuntun Ethan menepi dari depan orang-orang yang sedang menuruni tangga jembatan penyebrangan.

Ethan mengapit ponsel di telinga. Ia melepas dan mengelap kacamata dengan ujung kemeja. “Kalau ada yang salah, kita bisa bicarakan baik-baik.”

Tepat dari samping Ethan, Nicole dapat mendengarkan percakapan dan nampaknya si psikiater tidak keberatan. Si penelepon terbahak sebelum berkata bahwa ucapannya sebelumnya hanya bercanda. Prank? Memangnya lagi bahas apa?

Nicole mendapati Ethan mendengus. “Tidak heran kau dapat peran utama di drama terbarumu, Yuna,” katanya.

Yuna. Rasanya Nicole pernah mendengar nama itu. Dimana, ya?

Tapi aku tidak bercanda soal berhenti ke klinik,” ujar Yuna membuat Ethan mengernyit, “Jangan salah sangka, Dok. Aku hanya merasa sudah tidak membutuhkannya. Belakangan aku sudah mendapatkan kontrol diriku kembali.

“Maksudmu kekasih baru?” Nicole melirik. Ia benar-benar menyukai lengkungan yang sedang menghiasi wajah Ethan. Sama dengan yang dikatakan Ethan padanya tadi.

B-bukan! Errgh—Pokoknya aku sudah tau betapa memalukannya aku yang kemarin dan tidak akan mengulanginya!

Nicole menggarisbawahi kebohongan Yuna dan betapa berkaitannya itu dengan dirinya sendiri.

Bagaimanapun juga, ini karena Dokter Ethan. Ohya, sampaikan maafku pada Dokter Theresa. Tanpa kalian entah sudah jadi apa aku. Haha.

Suara itu tidak asing. Nicole yakin tidak berhalusinasi.

Dokter Theresa … Yuna … OH. DIA GADIS YANG MULAI ETHAN RAWAT DI HARI YANG SAMA DENGAN PHOTOSHOOT KAK DIANA! Benar. Saat itulah aku menyadari betapa mengesankannya si bodoh ini.

Kuncir keemasannya bergoyang-goyang ketika Nicole menggeleng, berusaha mengusir perasaan hangat yang membuatnya ingin tersenyum seperti orang gila.

Yuna mengisi jeda yang menulikan. “Terima kasih sudah menyembuhkanku.

Itu pasti kalimat yang sangat berharga bagi Ethan. Buktinya si dokter membuat ekspresi yang mengisyaratkan bahwa dia bisa mati tenang saat ini juga. Ethan mungkin bakal menangis terharu andai Yuna tak mengacaukannya.

Btw, klinik butuh jasa promosiku, tidak? Biar dokter nggak kesepian tanpaku.

“Terima kasih, tapi begini-begini aku cukup sibuk juga.” Nicole benar-benar lega melihat Ethan menjalani kehidupannya dengan bebas. Seperti tidak ada yang bisa mengatur bagaimana ia harus menyusun masa depannya. ”Satu hal, Yuna. Aku tidak akan kesepian. Tapi,”

Idealnya, jantung Nicole tidak bereaksi pada ucapan yang tidak ditujukan padanya. Sayangnya, pesona mata yang menyipit manis di balik kacamata melewati kewajaran. “Kau tau selalu bisa kembali kalau butuh bantuan. Oke? Aku akan selalu jadi doktermu.”

Perasaan Nicole saja atau Ethan memang mengerling ke arahnya ketika mengatakannya?

Dok, sepertinya aku akan menangis kalau kita teruskan ini.

“Kau benar. Baiklah, baiklah! Jaga kesehatanmu, Yuna.” Katakan, gadis waras mana yang tidak mau jadi pacar Ethan?

Yuna terdengar berbeda 180 derajat dari pertama Nicole mendengarnya. “Aku akan berusaha. Dokter di sana juga sukses selalu, ya. To make it clear, thank you and don't worry about me, Dokter Ethan!

Sure.”

Panggilan berakhir. Si psikiater mengantongi ponsel. Langkahnya menuju zebra cross nampak sangat ringan. Kau pantas berbangga, Tuan Pahlawan.

“Selamat, Et. Kau baru saja menginjak satu anak tangga lagi menuju tujuanmu. Kalo mau mengekspresikan perasaanmu sah-sah saja, kok,” sanjung Nicole.

“Nggak akan semudah ini tanpamu, Nic.” Siapa yang mengajarimu merayu, heh?

“Bukannya kebalik?” sergah Nicole, “Kau susah payah mendukungku sedangkan aku ini gadis gampangan. Bukan hanya terang-terangan menunjukkan perasaanku padamu, aku bahkan berdamai dengan Rey, seperti orang bodoh yang lupa semua yang pernah terjadi. Kau nggak kecewa?”

Ethan mendahului Nicole, namun genggaman--yang tak Nicole sadari--masih bertahan. Nicole membiarkan dirinya ditarik membelah jalan raya. Sejak menyebrang bersama siang itu, aku merasakannya. Asal kau bersamaku, aku tidak perlu takut.

“Aku membenci Reyhan. Sangat amat membencinya. Tapi dipikir-pikir, kita bertemu karena hal-hal buruk itu pernah terjadi. Bukankah agak nggak sopan kalau aku begitu terganggu sampai melarangmu memaafkannya?”

Jawaban yang tertunda itu terutarakan saat mereka menyusuri pedestrian. Mobil yang tidak asing mengintip di depan salah satu ruko.

“Kau memang psikiater andal.”

Ethan menyejajarkan langkah. “Semuanya sudah menjadi bagian diri kita. Mustahil mengubahnya. Trauma-trauma masa kecil itu.”

Nicole mengangguk. “Ngomong-ngomong, Et.”

Lelaki itu mengurangi kecepatan, mengerti Nicole akan membahas sesuatu yang penting.

“Konferensi persnya lusa ‘kan?”

“Hm.”

“Sudah kuputuskan. Aku akan resign kurang dari seminggu setelah itu. Kau orang pertama yang tau ini sebelum aku berdiskusi dengan Mas Jim besok.”

“Apa?” Ethan sontak menoleh khawatir. “Kau belum membahas itu lagi semenjak kasus Reyhan dibuka. Tiba-tiba mengungkitnya, kau nggak memaksakan diri ‘kan?”

Ia menekan tombol kunci yang langsung disahut bunyi ‘biip’ oleh mobilnya.

“Nggak, kok. Sejak awal, jalan yang kutempuh ini bukan jalan yang kupilih. Mungkin Yv benar. Aku cuma terus-terusan menerima banyak hal dari banyak orang. Sekarang, aku ingin memberikannya. Aku merasa harus melakukannya.”

Setelah menimbang-nimbang, Ethan akhirnya mendesah pelan. Dalam hati ia bingung harus was-was atau kagum dengan pilihan Nicole. Ia menyandarkan punggung ke bodi mobil--memblokir akses pintu depan bagian penumpang. Ditepuknya puncak kepala si gadis di hadapannya. Membuatnya kaget setengah mati.

“Apapun keputusanmu, aku percaya padamu. Memangnya ada yang nggak bisa dilakukan seorang pasien yang berhasil mengalahkan bencana di masa lalunya?”

Nicole-nya Ethan bukan korban. Dia seorang penyintas.

Why? Aku bukan orang yang bisa dipercaya, lho,” goda Nicole.

Because you are Nicole Artemisia Thompson, I suppose?

Nicole tergelitik. Itu bukan alasan yang inovatif. Ditepisnya tangan Ethan yang masih bertengger di kepalanya. Jadi sekarang kau mengembalikan perkataanku, begitu?

“Tau tidak? Aku memutuskannya setelah memikirkan sesuatu.” Nicole ikut bersandar di sebelah Ethan. Tangannya disilangkan di depan dada tanpa memedulikan lengan blazer yang menggantung kosong.

“Anak-anak tumbuh menekuni apa yang mereka sukai, membayangkan menjadi sosok yang mereka impikan saat dewasa. Harusnya begitu, kan?”

Ethan mengarahkan kepala Nicole ke pundaknya tanpa suara. Matanya memejam anteng.

“Pak Dokter Kepala, aku yakin. Sekolah … dan dunia ini …,” lanjut Nicole nyaris berbisik,

… adalah tempat yang indah.

Pemuda selisih sembilan tahun itu menoleh sekilas ke netra hazel Nicole. Kemudian, keduanya kompak mendongak ke arah kanopi berwarna indigo pekat. Itu selalu langit yang sama, hanya saja bumi yang selalu berputar. Menciptakan terang dan kelam di waktunya masing-masing. Bukankah begitu?

Mereka tidak bisa melihat bintang di langit keruh yang memayungi gedung-gedung berlampu jutaan voltase. Tetapi, mereka percaya. Sesuatu yang indah selalu ada di kejauhan sana.

●●●

Sore yang cerah. Hari yang tepat untuk menggunakan jadwal cuti. Pembicaraannya dengan Nicole kemarin masih membekas di benak Ethan. Ia yakin kantong matanya sudah raib tak bersisa saking nyenyak istirahatnya semalam. Sekarang ia bisa membaca buku kesukaannya tanpa gangguan.

Alangkah indah dunia kecilnya. Kau benar, Nic. Dunia dimana aku bisa dipahami dan dibutuhkan adalah tempat yang menyenangkan.

Ethan melirik ponsel. Sebuah pesan singkat terlihat di bilah notifikasi.

[Julian] Segera hubungi kalau kau ada waktu.

Rupanya Julian menanyakan mengenai keputusan resign Nicole. Ini janggal. Jelas-jelas Nicole bilang belum akan mengumumkannya. Biarpun ada yang tahu sekarang, maksimal hanya Jimmy dan rekan-rekan bisnis.

Apalagi di perjalanan pulang Nicole menambahkan, ‘Kemungkinan Mas Jim akan mulai dari mengontak produk-produk yang punya kontrak denganku besok. Ohya, jangan bilang Ju dulu. Dia pasti menceramahiku karena nggak follow-up ke dia sebelum kembali melanjutkan rencana ini! Lagian, Ju tentu akan menghambat ‘kan?

Ethan menjawab santai melalui panggilan yang disetel mode loudspeaker, “Wah, gosipnya cepat juga beredar. Nicole memberitahumu, Dokter?”

Tidak.”

Jarang-jarang artikulasi Julian berkumur-kumur begitu. Terus kenapa bisa repot-repot menghubungiku soal ini, Mr. Perfect?

Aku … hanya tau.

Usaha Julian membelokkan pembicaraan terlalu kentara bagi sahabatnya. “Maksudku, kau akan membiarkannya? Tentang BPD-nya. Mungkin Nic akan menyesalinya nanti. Bagaimana kalau—

“Kalau itu terjadi, dia punya dokter hebat yang akan mendampinginya,” potong Ethan kilat.

Dasar.”

Ethan kembali membuka halaman yang dibatasi dengan jari. Sobat psikiaternya melewatkan satu fakta mendasar: Diagnosis tidak mendefinisikan siapa orang itu sesungguhnya, melainkan bagaimana cara seseorang bertindak di waktu tertentu. Diagnosis adalah hal yang dapat berubah seiring berjalannya waktu, Ju. Nicole tidak apa-apa.

Dokter kepala Klinik Nirvana mendengar Julian ber-haha-hehe. “Well, kurasa untuk saat ini aku tidak perlu memikirkannya. Aku terlalu kaget saat mendengar kabarnya tadi siang.

Tadi siang? Gantian Ethan tertawa. Barusan ia teringat sesuatu yang harusnya langsung dipahaminya waktu itu. Kelihatannya, ia bisa melacak sumber informasi Julian.

“Sepertinya kau punya orang lain yang harus kau pikirkan sekarang, ya, Ju.”

Tak sampai lima detik, sambungan telepon telah diputus paksa.

“Ju? Halo?”

Cih. Benar-benar Julian!

Continue Reading

You'll Also Like

647K 43.8K 47
Pernikahan yang terjadi tanpa landasan perasaan. Menjunjung tinggi wangsa nan tatanan budaya di masyarakat. Dan mengesampingkan seluruh kebahagiaan...
3.5M 14.9K 8
[18+] Seberapa buruknya masa lalu, kita selalu bisa memulainya lagi. Bersama. Sudah tersedia di toko buku online dan playbook.
1M 113K 66
Kinanti Laudyara adalah seorang PA profesional. Jasanya sudah terdengar hingga ke selesar istana para konglomerat tanah air maupun mancanegara. Dalam...
2.4M 29.1K 37
GUYSSS VOTE DONGG šŸ˜­šŸ˜­šŸ˜­ cerita ini versi cool boy yang panjang ya guysss Be wise lapak 21+ Gavin Wijaya adalah seseorang yang sangat tertutup, ora...