My Handsome Ashtara [END]

By lizeaxy

2.5M 146K 3.3K

[Belum Revisi] Ana ternyata benar-benar masuk ke dalam dunia novel yang ia pernah baca. Novel romantis yang... More

Prolog
Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Part 5
Part 6
Part 7
Part 8
Part 9
Part 10
Part 11
Part 12
Part 13
Part 14
Part 15
Part 16
Part 17
Part 18
Part 19
Part 20
Part 21
Part 22
Part 23
Part 24
Part 25
Part 26
Part 27
Part 28
Part 29
Part 30
Part 31
Bukan Update
Part 32
Part 33
Part 34
Part 35
Part 36
Part 37
Part 38
Part 39
Part 40
Part 41
Part 42
Part 43
Part 44
Part 45
Part 46
Part 47
Part 48
Part 49
Part 50
Part 51
Part 52
Part 53
Part 54
Part 55
Part 56
Part 57
Part 58
Part 59
Part 60
Part 61
Part 62
Part 63
Part 64
Part 65
Part 66
Part 68
Part 69
Part 70 - END
Part 71 - Wedding Day
Rena dan Dira - Special Part 1
Rena dan Dira - Special Part 2
Rena dan Dira - Special Part 3
Rena dan Dira - Special Part 4 (END)
Epilog

Part 67

18.7K 1.4K 53
By lizeaxy

⚠️ Hati-hati ⚠️

Jangan ditiru. Part ini mengandung unsur kekerasan. Harap ketika membaca ambil yang baik dan buang yang buruknya.

Selamat membaca

~~~~~~~


“Hirana dimana?” tanya Ash pada orang-orang yang berada di sana. Mereka adalah orang-orang milik Ash yang memang bekerja secara rahasia untuk keluarga Eilzhnata. Mereka melakukan apapun terutama untuk hal-hal “gelap dan bahaya” yang diperlukan keluarga Eilzhnata, termasuk kegiatan yang dilakukan di ruang bawah tanah yang menyeramkan itu. Kalian ingat kan?

“Sekali lagi saya tanya Hirana dimana?” Ash menekankan setiap kata demi kata membuat orang-orang yang berada di sana meneguk ludah mereka sendiri merasakan tekanan yang cukup berat.

“Masa kalian nggak ada yang bisa lapor kalau Hirana belum pulang. Saya udah bilang ‘kan, laporin semua hal soal Hirana” Ash berkata dengan nada yang cukup tinggi.

“Mohon maaf sebelumnya, tapi banyak dari kami juga sedang mengurusi permasalahan soal orang yang berusaha mencuri data perusahaan hingga fokus kami sempat terpecah. Kami bersalah” Orang tersebut menunduk tanpa berani menatap Ash. Namun, jika dilihat orang yang mengatakan ini sepertinya ketua atau salah satu petinggi dari orang-orang lainnya karena sepertinya ia yang merasa paling bertanggung jawab akibat kelalaian ini.

PRANGGGG.

Ash membanting sebuah benda yang ada di dekatnya dengan sangat-sangat kencang ke arah mereka.

Mereka semua terdiam melihat tuannya yang sepertinya sedang marah besar.

“Cari” perintahnya yang tanpa berlama-lama mereka langsung pergi meninggalkan tempat itu untuk melaksanakan perintah Ash.


***

Hirana's POV


"Menjauh dari saya" ucapku sedikit berteriak kepada ayah dari Hirana.

Namun, mendengar nada bicaraku dan perilakuku yang melawan sepertinya malah membuatnya semakin menjadi-jadi.

Ia menarik rambutku semakin kencang lalu tanpa aba-aba menjedotkanku ke dinding.

"KEMANA AJA LO, HAH? MAU KAYAK IBU LO ITU MAIN SAMA LAKI-LAKI TIAP HARI. DASAR IBU ANAK SAMA AJA" kepalaku yang dijedotkan oleh ayah dari Hirana ke dinding  mulai merasakan sedikit pusing. Namun, ayah Hirana itu tidak peduli dan malah semakin berteriak.

"KAYAK GINI AJA, LO DIEM. ARFI SELALU BILANG LO PERGI SOAL URUSAN KAMPUS. MANA? NGGAK MUNGKIN KAN? Emang dasar Arfi, dia bohong cuma buat belain anak nggak tau diuntung kayak lo. Duit lo juga dari siapa? Dari gue? Kuliah lo juga masih gue bayarin gara-gara Arfi. Terus sekarang lo mau kabur gitu aja, sama kayak ibu lo itu. DASAR ANJ*NG" Kata-kata yang ia lontarkan semakin kasar. Sedangkan aku semakin merasa badanku tidak enak. Dadaku berdebar, jantungku berdetak lebih keras, bulu kudukku sudah mulai merinding, dan rasa takutku kembali menyelimutiku.

Ia kemudian menarikku hingga aku terjatuh dan menyeretku. Aku memberontak mencoba melepaskan diri. Namun, sulit karena tenaga ayah dari Hirana itu sangat besar.

"LEPASIN SAYA. Mana ada seorang ayah yang berperilaku gini ke anaknya. Anda bukan seorang ayah" ucapku benar-benar berusaha mengendalikan diri dengan suara yang aku keraskan.

Aku berusaha mencari celah dan berusaha bangun untuk menyeimbangkan diriku. Sampai akhirnya aku bisa berdiri dan menendang kaki juga tulang keringnya hingga ia merintih kesakitan.

Kemudian aku berlari ke arah sofa untuk mengambil tasku agar bisa segera kabur dari sana. Aku benar-benar takut sekarang, rasanya pikiranku kosong, aku merasa tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi.

Namun, belum sempat aku keluar, Ayah Hirana berhasil menangkapku. Dengan emosi yang meluap-luap ia menjambakku lagi kemudian menamparku.

"ANJ*NG. SIALAN LO. SAKIT GOBLOK. UDAH BERANI YA LO SEKARANG"

Ia menamparku sekuat tenaga. Pipiku rasanya sakit sekali. Tak lama ia berlanjut menendangku hingga aku terjatuh dan tertatih-tatih.

"BANG*ATTTTTT. ANAK SIALAN. GAK TAU DIRI. UDAH BISA NGELAWAN" teriaknya dengan suara yang sangat-sangat kencang tepat di depan wajahku.

Menyeramkan. Aku takut. Aku benar-benar takut. Suaranya menggelegar, matanya memerah menunjukkan amarah yang ia luapkan. Tubuhku menegang dan tanpa sadar aku gemetaran.

Di waktu yang singkat itu semuanya terasa buram, aku tidak bisa berpikir jernih. Ayah dari Hirana kemudian berlanjut memukulku dan menendang perut juga dadaku hingga membuatku ingin muntah.

"Uhuk.. hoekk" perutku rasanya sakit sekali. Tenaga ayah dari Hirana benar-benar kuat, apa yang harus aku lakukan?

Tak lama, aku teringat kembali ketika aku melawan Aldi dengan pisau. Untung saja tadi tasnya jatuh tidak jauh dariku karena aku sempat mengambilnya.

Aku pun berusaha secepat mungkin mengambil pisau yang kebetulan aku selipkan di kantung tas.

Berhasil.

Itu pikirku.

Memang aku berhasil mengambil pisaunya dan menusuknya sedikit, tetapi ayah dari Hirana itu jauh lebih cepat dan lebih kuat dariku.

Aku berusaha mengarahkan pisau itu ke tubuh ayah dari Hirana.

“Dasar gila. Menjauh dari saya” ucapku dengan suara yang serak dan sedikit terseok karena menahan rasa sakit di tubuhku.

Aku berhasil melukainya, tetapi tampaknya itu malah membuatnya semakin kehilangan kendalinya. Ia mendorongku, lalu menginjak dada dan lenganku kemudian menendang pisau itu ke segala arah.

"BANG*AT. SAKIT ANJ*NG. BERANI-BERANINYA LO NUSUK GUE" ia kembali menendang perutku kuat.

"KURANG AJAR. NIH RASAIN. ANAK UDAH DIURUS NGGAK TAU TERIMA KASIH" lagi dan lagi ia memukulku bertubi-tubi.

Sakit. Sakit sekali, tanganku kesulitan untuk bergerak karena ia menginjaknya sekuat tenaga. Aku takut. Semua pikiran dan bayangan menyeramkan pun kembali memenuhi otakku. Bukan hanya kejadian yang baru-baru saja terjadi akhir-akhir ini, melainkan seluruh kejadian dari duniaku yang dulu hingga penganiayaan maupun penculikan di dunia yang ini.

Tubuhku gemetaran hebat. Tanpa sadar, air mataku pun kembali keluar. Aku takut, kenapa aku harus kembali berurusan dengan masalah-masalah seperti ini. Tanganku sakit, dada, perut, dan bagian tubuh lainnya juga sudah mulai penuh luka. Semuanya menyeramkan. Kejadian menyakitkan kembali membayang-bayangiku membuat air mataku mengalir semakin deras.

Aku harus apa?

Sekarang auranya menggelap, ia sepertinya benar-benar marah.

Hawanya menghitam dan atmosfer di sekelilingnya benar-benar tidak enak. Ia kembali menendang tubuhku yang sudah terjatuh sedari tadi dan menginjak tulang keringku hingga aku merintih kesakitan.

"AKKHHH sakiiitt" aku reflek berteriak, tetapi nampaknya ayah dari Hirana itu tidak peduli.

Ia lagi dan lagi menjambak rambutku kemudian mengangkat kepalaku dan menampar pipiku beberapa kali.

"HEH ANAK GATAU DIRI. INI AKIBATNYA KALO LO NGELAWAN GUE" Ayah dari Hirana itu kemudian menyeretku dengan tangan yang memegang rambutku hingga tubuhku berpindah tempat, ia terus menyeretku sampai mendekati sebuah pisau yang tadi mau aku gunakan untuk melawannya.

"GILA GILA. BISA LO BAWA PISAU BUAT NGELAWAN GUE" Ayah dari Hirana itu mengambil pisau itu dan mengarahkannya tepat di wajah Hirana.

Tak lama ia melihat sebuah gelas di meja kemudian ia juga mengambilnya dan memecahkan gelas itu hingga hancur, kemudian mengambil serpihannya.

"Lo pilih pisau atau gelas?" tanyanya sambil menyodorkan pecahan gelas yang terlihat sangat tajam dan sebuah pisau milikku. Tubuhku sudah lemas, kepalaku pusing, badanku sakit, dan aku sudah merasa mual.

Aku menangis. Dasar lemah. Benar-benar lemah. Aku ternyata masih lemah. Ash… sepertinya sia-sia ia berusaha melatihku. Aku masih lah anak penakut yang tidak bisa apa-apa.

"JAWABBBBBBBBB. GOB*OK" Ia pun menendangku dan memukuliku sesuka hatinya, aku berusaha melindungi tubuhku dengan satu tanganku yang belum terasa begitu sakit. Namun apa daya, ia terus melanjutkan penganiayaannya dan sepertinya tidak peduli apa yang akan terjadi padaku nantinya.

Di situasi seperti itu, keadaanku diperburuk dengan ingatan-ingatan lama yang kembali muncul. Tiba-tiba bayangan tentang duniaku yang dulu masuk.

"Bisa nggak sih jadi anak yang bener"

"Mana rotannya, sini"

"Gitu doang nggak bisa. JAWABBBB. PUNYA MULUT KAN"

"Maafin Ana. Ana janji akan lebih baik lagi"

"Pukulin aja, biar sadar. Anak nggak tau terima kasih. Udah dirawat bisanya nyusahin aja. Dasar nggak tau diri"

"Jangann… ampunn… maaf.. ana salah…"

"Dia udah berani ngelawan, kasih hukuman biar dia tau rasa"

"Sakitt… maaff… ana salahh.. ana janji bakal selalu nurut… ana.. akan jadi anak baik… maaf..ampun… sakit…"

Ya, orang tua di duniaku yang dulu melakukan hal yang sama dengan apa yang ayah Hirana lakukan. Pukulan dan kekerasan sudah menjadi makanan sehari-hari.

Harusnya…harusnya aku melupakannya. Kenapa aku harus mengingat hal-hal seperti itu di saat-saat seperti ini.

Aku takut. Air mataku tidak bisa berhenti, tubuhku bergetar hebat, nafasku mulai tersengal-sengal. Padahal sudah cukup lama aku tidak menangis dan merasakan rasa takut seperti ini. Bahkan sepertinya orang-orang disekitarku juga berusaha mati-matian untuk membantuku menyembuhkan rasa sakitku.

"Lepasin saya… saya mohon…" ucapku dengan nada formal berharap orang di depanku ini mendengarkan ucapanku, tapi apa daya, ia sama sekali tidak peduli dan seperti menulikan pendengarannya.

"Ana .. ana salahh…. maaff" bicaraku mulai melantur, seluruh tubuhku terasa sakit. Aku berusaha menahan tarikan di rambutku dengan satu tanganku, tetapi percuma, tenaganya bukanlah lawanku.

Namun, ayah dari Hirana itu terlihat tidak mau melepaskanku dan memilih mengarahkan pisau tadi ke pipiku.

Ia menggoresnya sedikit kemudian membuang pisau itu dan malah menjambak rambutku. Kemudian menjedotkan kepalaku ke lantai dengan keras.

BRAKK.

Sekarang aku mulai berkunang-kunang, kurasakan ada yang mengalir dari kepalaku dan aku melihat cairan berwarna merah menetes ke lantai.

Aku tidak punya tenaga lebih, darah yang menetes dari kepalaku bercampur dengan air mataku yang mengalir.

"Ampunn, ayahh… maafin ana… ana salah.." pikiranku sudah benar-benar memburam, aku tidak tau lagi apa yang sebenarnya aku katakan. Rasanya ingatanku di kehidupan yang dulu dan kejadian sekarang bercampur menjadi satu.

Ia masih menjambakku dan menarikku pergi ke suatu tempat.

"SINII LOO" ia menyeret tubuhku ke kamar mandi kemudian melempar tubuhku begitu saja sampai terjerembab di sana.

"UKHH, HOWEKK" Itu bukan aku, melainkan ayah dari Hirana, pantas saja aku merasa tadi jalannya sedikit oleng. Namun, karena pandanganku yang tadi memburam dan pikiranku yang sedang tidak dapat berpikir jernih, aku hanya mengabaikannya dan malah terfokus pada rasa sakitku.

Jangan-jangan ia mabuk? Yah meski baik dalam keadaan sadar ataupun mabuk, dia memang sering melakukan kekerasan, tetapi yang kali ini ia seperti melimpahkan seluruh kekesalannya padaku.

Setelah selesai memuntahkan isi perutnya, ia menengok ke arahku.

"Udah mana bisnis perusahaannya dibatalin, ketemu sama anak gob*ok kayak gini. Bikin kesel aja" dia menginjak perutku kemudian kembali menyeretku menuju ke arah bak mandi besar.

Dan yang dia lakukan setelahnya membuatku hampir kehilangan seluruh kesadaranku. Ia menggila.

Dia…. memegang kepalaku lalu mencelupkannya ke air hingga aku kesulitan bernafas.

Aku megap-megap, nafasku tertahan oleh tekanan air.

“Ampun…a..yah…maaf..” suaraku mengecil, memohon, dan terbata berusaha mengatur nafas.

"MAKANYA JADI ANAK JANGAN NYUSAHIN. ANAK GUE JUGA BUKAN LO"

Aku sudah tahu soal itu. Tapi meski begitu bukankah tidak sepantasnya kamu melukai anak orang meskipun kamu bukan ayah kandungnya.

Beberapa lama kemudian, ia mengangkat kepalaku dan kembali menenggelamkan wajahku ke air itu.

Sesakk. Sesak sekali. Air tersebut sudah bercampur warna merah. Nafasku tersengal-sengal. Siapapun tolong aku. Aku hanya berharap entah siapa bisa menolongku disini.

"A..ya…hmpp-"

Lagi dan lagi, ia melakukan kegiatan itu berulang-ulang, rasanya nafasku sudah diujung tanduk, tubuhku lemas, mataku sudah mulai memerah dan air mataku bahkan tidak bisa berhenti.

Hu..ah.. Dadaku, nafasku, tubuhku semuanya berjuang keras.

Ia menarik kembali kepalaku, memukuliku, dan untuk yang terakhir kalinya ia kembali memebenamkan kepalaku ke air dan menahannya.

Aku memberontak, tapi ia malah semakin menekan kepalaku.

"Am..pun… maaf… saya…sa..lah" aku terbata-bata dengan kata-kata yang tidak bisa terdengar jelas, berkata dengan harapan setidaknya ayah dari Hirana akan mendengarkanku sedikit saja. Yang pada kenyataannya suara itu hanya terdengar seperti sekumpulan suara gelembung di dalam air.

Ia terus menahan kepalaku di dalam air.

Aku merasa semakin sesak, dapat kulihat samar-samar buih-buih air disana. Seluruh tubuhku sakit. Apa aku harus bertahan? Ataukah aku harus menyerah saja?

Aku tidak sanggup menahannya lagi. Kenapa? Kenapa seperti ini? Pertanyaan tersebut memang tidak bisa terjawab. Aku lelah, benar-benar lelah.

Tapi bagaimana nanti dengan Rena, Ash, kak Arfi, dan yang lainnya. Pada awalnya aku memang tidak peduli pada mereka, tetapi sekarang berbeda. Rena pasti akan menangis kan nanti kalau aku menyerah disini. Ash… aku merindukannya. Namun sekarang, aku lemas, benar-benar lemas, bahkan rasa takut yang tadi aku rasakan sudah mulai menghilang tergantikan dengan rasa lelah yang luar biasa.

Aku sekali lagi bertanya pada diriku sendiri, haruskah aku bertahan?

Aku lelah.

.
.
.
.
.
.
.
.
.

Di ambang kesadaranku yang menipis, tiba-tiba aku mendengar suara yang sangat kencang. Itu Ash. Ia memandangiku, aku tidak bisa melihat dengan jelas ekspresi wajahnya. Ia menyaksikan kejadian yang benar-benar gila dimana aku disiksa oleh ayah dari Hirana.

BRUKKK.

Terjadi beberapa percekcokan dan pertengkaran. Kurasakan beberapa orang juga menghampiriku dan berusaha membantuku. Sepertinya ayah Hirana berhasil diamankan dan aku dapat merasakan kehadiran beberapa orang disana.

Sebelum aku benar-benar tertidur, dapat kurasakan Ash memelukku. Ia memelukku erat tidak seperti biasanya, aku dapat merasakan sedikit gemetaran dari tubuhnya, tubuhnya terasa hangat, aku suka. Ini aroma Ash, padahal aku sudah sering bertemu dengannya dan bahkan tadi pagi aku juga sempat bertemu dengannya, tapi kenapa aku masih merasa menginginkannya. Aku merindukannya. Aneh sekali.

"Hirana" aku mendengar ia memanggil namaku, nada suaranya juga tidak seperti biasanya. Aku dapat mendengar getaran dan rasa takut dari suaranya.

“Bertahanlah”

Aku bisa mendengar suaranya samar-samar. Namun, aku sudah tidak sanggup membalasnya.

Maaf Ash.
























~~~


Helloo semuaa, aku mau ngasih info aja kalau cerita ini bakal end sekitar 3-4 part lagi. Heheheww.

Oh iya untuk adegan kekerasan yang ada disini sebaiknya jangan ditiru ya. Dan sebenarnya di luar sana mungkin masih banyak beberapa anak yang mendapatkan kekerasan secara berkelanjutan dari keluarga, teman, kerabat ataupun orang-orang lain. Pada kenyataannya kasus ini masih rentan terjadi di dunia. Jika kalian melihat atau mengalami hal itu, jangan takut untuk meminta tolong ataupun membantu teman kalian, bahkan bantuan kalian sekecil apapun, meskipun hanya bisa memberi support ataupun sebagai pendengar keluh kesah mereka mungkin akan sangat membantu mereka untuk tetap berdiri dan bertahan.
Seperti Hirana;))


Semoga kalian sehat selaluuu


Jangan lupa vote dan komennya yaa~~

Continue Reading

You'll Also Like

293K 24.3K 40
ERLAN PANDU WINATA , anak kedua dari ZIDAN WINATA. Terlahir dari keluarga berada, hidup penuh dengan kemewahan ia tak pernah kekurangan dalam segala...
433K 29K 37
Ratu Azzura, anak ketua mafia pecinta kedamaian yang hobinya menolong orang-orang dengan cara membully nya balik. Protagonis atau Antagonis? Entahlah...
AV By s h e y

Teen Fiction

3.4M 276K 48
Sequel ALTHAIA. Asgara Ardew Lazarus. Pria dingin anti sosialisasi ini menyebut perempuan adalah mahluk yang merepotkan, kecuali Mommy tersayang nya...
179K 517 14
⛔21+⛔ ⛔FOLLOW SEBELUM BACAA⛔ ⛔JANGAN PELITT VOTE⛔