"Mmhh." Elias terbangun dengan sangat segar. Sepertinya ini pertama kalinya Elias bisa tidur dengan nyenyak. Terima kasih pada ruangan sejuk dan kasur empuk ini.
Ia juga tak perlu melakukan pekerjaan rumah seorang diri. Kini bangun bangun bahkan ia sudah ditawari mandi dan sarapan.
Elias tersenyum senang, ini menyenangkan sekali.
Sekarang dirinya sudah menerima keadaan. Dimana Gerald sepertinya tertarik pada dirinya dan bermaksud mendekati Elias. Ya, akan Elias anggap begitu.
Meski sudah merasa sangat nyaman, namun Elias sadar jika ia tidak boleh bermalas malasan. Mumpung hari ini masih pagi, Elias berniat menyiapkan sarapan sendiri. Setelah itu ia ingin mencari Gerald dan berbicara lagi dengannya.
Pas sekali, pria itu sedang berada di sebuah lapang. Elias pun menghampiri dan menyapa.
"Selamat pagi! ... wow." Elias terpukau, ternyata selain mentari pagi dan awan cerah yang ia lihat, pemandangan indah lain adalah pahatan tubuh sempurna didepannya ini.
"Hahaha, tidur mu nyenyak?" Tanya Gerald sambil menyimpan sebuah kaos yang sepertinya basah karena keringat.
"Tentu!"
Elias menatap sekeliling, ini adalah halaman belakang rumah paling luas yang ia temui. Bahkan hampir mirip sebuah lapang. Di sisi kiri sana ada kandang kuda, di sebelahnya ada sumur besar tua. Banyak pelayan yang mencuci kain kain disana. Sisi belakang rumah ini sungguh berbeda dengan sisi depan rumah yang terkesan megah dan mewah.
"Lo suka berkuda?" Tanya Elias setelah puas memperhatikan kuda kuda yang sedang dirawat.
"Hmm... sesekali jika penat dengan kerjaan."
"Keren!"
Gerald tersenyum melihat binar itu.
"Mau coba berkuda?" Tawar Gerald membuat Elias segera menggeleng takut. Katanya takut jatuh dan sebagainya. Padahal binar matanya saja sudah jelas jika Elias akan suka.
"Riley! Tolong siapkan Delix." Seru Gerald kepada seorang pria yang baru saja selesai mengganti sepatu kuda putih didepan sana.
"Ini kuda kesayangan ku, namanya Delix. Ayo naik bersama." Gerald membawa seekor kuda putih besar yang sangat cantik dan gagah. Elias mengusap rambut kuda itu lalu tertawa girang. Ini pertama kali Elias melihat kuda sedekat ini.
Kemudian tanpa Elias sadari, Gerald sudah berdiri dibelakangnya. Pria itu memegang pinggang Elias lalu mengangkatnya, rupanya Gerald membantu Elias untuk naik keatas kuda.
"Hahaha, jangan tegang. Lemaskan bahu mu. Ayo kita jalan jalan sebentar."
Gerald menuntun kuda itu hingga berjalan. Elias tidak percaya ini! Ia ingin segera pamer kepada Zayden dan Jefri!
Elias merasakan pergerakan di belakangnya, rupanya Gerald sudah naik dan memegang tali disamping kedua tangan Elias.
"Hirup udaranya pelan pelan Elias, pipi mu merah sekali." Gerald berbisik pelan, ia tersenyum senang ketika merasa geli karena rambut berantakan Elias mengenai dagunya.
"Wah! Lihat mataharinya!" Tunjuk Elias pada rona keemasan awan awan disekitar matahari pagi itu. Sangat cantik.
Lalu tangannya menunjuk danau dan hutan pinus didepan sana. Membuat Gerald tersenyum dan mengarahkan Delix untuk berjalan kesana. Gerald senang jika Elias senang. Anak itu seperti melihat hal baru didalam hidupnya, sangat antusias dan berseri. Membuatnya semakin menawan, membuatnya tak tahan untuk segera mencumbu dan memberi banyak kecupan pada pipi Elias.
"Lo terlalu deket." Elias mendorong wajah Gerald hingga membuat pria itu terkekeh karena respon malu malu ini.
"Elias, jangan panggil "lo-gue" dong. Kita kan sudah dekat." Gerald tak tahan mendengar Elias yang suka berucap kasar begitu. Jika Elias memakai aksen bicara seperti itu ke orang lain sih tidak masalah, tapi jika bersamanya Gerald merasa akan lebih intens jika biasanya diperhalus.
Jadi, Gerald menunggu Elias untuk patuh. Sehingga beberapa lama mereka cuman diam saja saling tatap-tatapan. Tepatnya Elias yang sedang menatap kesal.
"Tunggu... sebelum itu, gue pengen tau satu hal." Tanya Elias dengan serius.
"Hm? Apa itu?"
"Gimana perasaan lo sama gue. Kan... gue udah bilang di awal, gue gak bisa kalau sama orang yang lurus."
"Aku bakal jawab kalau kamu nanya nya lebih sopan."
Elias mengernyitkan dahi dan berusaha sabar lalu mencoba melakukannya. Walau aneh dan kaku.
"Gerald... gimana perasaan kamu ... sama aku?" Elias segera berbalik ketika merasa panas pada pipinya, ia pegang pipi itu supaya Gerald tidak melihatnya. Padahal sedari tadi sudah ketahuan kok.
"Hahaha, gemasnya." Bisik Gerald seraya merengkuh Elias dari belakang.
Melihat pipi dan telinga Elias yang memerah, Gerald rasa ini adalah saat yang tepat untuk mengungkapkan perasaan mereka masing masing.
"Aku menyukai mu, Elias." Bisik Gerald sambil mencoba menolehkan wajah Elias kearahnya, supaya mata mereka bisa saling menatap.
"Kenapa? Kita gak saling kenal."
Gerald mengatupkan bibirnya ketika mendengar itu. Tadinya ia ingin merahasiakan pertemuan pertama mereka ketika masih kecil, karena sepertinya Elias tidak akan ingat. Tapi jika ia gunakan itu sebagai jawaban di saat seperti ini, mungkin akan meredakan keraguan Elias pada nya.
"Sebelum menjawab, pegangan dulu yang erat. Kita pergi ke sana sebentar." Tunjuk Gerald ke arah hutan kecil. Mereka berhenti di bawah pohon apel.
"Dulu aku sering pergi kesini jika bosan belajar di rumah. Waktu itu sudah lama sekali, kamu pasti gak bisa ingat."
Elias mulai menatap penasaran kearah Gerald setelah mereka turun. Kini keduanya duduk disebuah batu besar dibawah pepohonan rindang.
"Saat itu aku jatuh dari sana." Tunjuk Gerald kearah dahan pohon apel itu.
"Lalu terluka dan berdarah ... saat itulah muncul umm..."
"Apa? Apa!!" Tanya Elias penasaran, mengundang tawa puas dari Gerald.
"Malaikat putih!!" Ucap Gerald penuh dengan ekspresi serius.
"Ah serius dong!" Protes Elias ketika sadar jika Gerald sedang mempermainkannya.
"Hahahah maaf. Tidak muncul apa apa kok. Cuman anak kecil berambut pirang bermata biru saja. Meniup niup luka berdarah ku lalu menutupnya dengan daun."
"Heh! Bodoh banget. Masa luka ditutupin daun? Hahahah."
Gerald menahan tawanya. Ia memilih untuk membungkam bibir Elias dengan bibirnya.
"Anak bodoh itu kan kamu."
"..."
Elias sepertinya berusaha keras sekali untuk mengingat. Gemas sekali sampai sampai Gerald tidak mau melepas cubitan di hidung anak itu.
"Hmm... jadi sepertinya pertemuan pertama kita membuatku penasaran pada mu selama bertahun tahun lamanya. Sebenarnya aku ingin mencari mu lebih cepat, tapi saat itu ayahku menekan banyak hal hingga fokus ku terbagi. Sekarang aku sudah dewasa, ayah sudah lebih longgar padaku." Sepertinya Gerald tidak perlu menceritakan jika syarat ia bisa mencari Elias dengan banyak akses adalah ia harus menjadi penerus bisnis yang kurang ia sukai. Namanya pekerjaan, lambat laun pasti akan dibiasakan. Jadi tidak masalah. Yang penting Gerald sudah bisa menemukan Elias.
"Halo?" Gerald melambaikan tangan didepan wajah bengong Elias.
Anak itu berteriak kaget lalu meremas rambutnya.
"Tapi aku gak ingat!!! Kapan itu terjadi?!"
"Hahaha, wajar kamu tidak ingat karena sudah lama sekali, mungkin saat itu umur mu cuman 6 tahun. Waktu itu kamu bahkan cuma setinggi ini." Jawab Gerald sambil memperlihatkan sebuah ranting kayu pendek.
Elias masih terkejut.
Tapi diingat ingat, jika Gerald bilang waktu itu dirinya berusia 6 tahun. Berarti ayah dan ibunya masih hidup saat itu. Hidupnya masih sangat indah. Tapi sayang, segala kenangan tentang mereka sudah Elias kubur dalam dalam di hatinya. Karena kenyataannya saat ini ia hidup dengan kondisi yang jauh berbeda. Jadi, pantas jika Elias tidak bisa mengingat dengan baik.
"Jadi, anggaplah aku sudah jatuh hati pada pandangan pertama di waktu itu. Dan aku memutuskan untuk mencari dan mendapatkan mu sekarang. Kamu single kan?" Tanya Gerald menunggu jawaban Elias dengan penuh harap.
"Aku masih kaget. Iya sih aku single. Tapi gimana dengan gadis gadis yang mengantri mau jadi pacar mu! Gimana kalau mereka tahu kalau pria yang mereka suka malah menyukai ku?!" Tanya Elias panik.
"Itu kan urusan mereka. Urusan ku tentu saja tentang perasaan milikku sendiri."
Ya, masuk akal. Kenapa juga Gerald harus memikirkan perasaan orang lain yang tidak ada kaitannya dengan mereka.
"Kakak kakak ku bagaimana?! Mereka itu suka pada mu loh! Kalau mereka tahu, aaaa pasti setiap hari aku akan diganggu." Protes Elias.
"Kamu tidak perlu tinggal bersama mereka jika mau. Tinggal lah bersama ku." Gerald mengambil tangan Elias dan mengusapnya lembut.
"Kamu gak perlu repot repot kerja, apapun yang kamu mau bisa aku beri. Asal kamu tetap di sisiku, itu sudah cukup."
Elias melongo. Lebih melongo lagi ketika melihat Gerald serius dengan ucapannya.
Ini benar benar mengejutkan! Pria di hadapannya ini bisa mengubah hidup Elias hanya dalam sekejap mata! Mengerikan.
***
Sudah satu minggu Elias berdiam di rumahnya. Setelah hari itu berlaku, Elias meminta untuk pulang dan memikirkan tawaran Gerald di rumah. Selama itu pula ia menggantung jawaban pasti tentang perasaannya.
Sejauh ini Elias masih ragu.
Ia takut jika menerima Gerald sepenuhnya, nanti ketika perasaan pria itu sudah bosan padanya bagaimana? Saat ini pria itu kan cuman penasaran saja? Benar kan?
Elias bahkan tidak pernah menjalin hubungan asmara serius dengan siapapun.
"Jadi gue harus gimana Zay?"
"Hmm gak tau, takut salah gue. Soalnya ini kayaknya serius. Coba tanya Jefri." Saran Zayden di sambungan telepon ini.
Elias menurut dan menghubungi Jefri, dia menceritakan dari A sampai Z tanpa ada yang tertinggal sedikit pun. Membuat Jefri tertawa dan terdengar antusias.
"Mudah aja Elias, coba lo renungi lagi. Selama ini lo puas gak sama hidup lo? Kalau enggak, kenapa gak nyoba kasih kesempatan sama pria keren lo itu. Mungkin lo bakalan bahagia. Gak ada salahnya selama lo bahagia. Oh iya, jangan terbebani sama ibu dan kakak kakak tiri lo, gue yakin mereka bisa baik baik saja."
Ah, setelah mendengar penjelasan dari Jefri kini Elias merasa lebih baik.
Tidak ada salahnya selama Elias bahagia. Benarkan?
Maka Elias pun membuat kesepakatan bersama ibu dan kakak kakaknya. Untung saja mereka bisa bekerja sama. Karena sepertinya tuan Philip memberi perhatian pada mereka.
Dalam kesepakatan itu, Elias tidak akan pernah melupakan ibu dan kakak kakak tirinya meski hidup bersama Gerald sekali pun. Jadi tidak ada yang perlu dikhawatirkan.
Selesai bicara dengan mereka, kini Elias berdiri dengan cukup gugup ketika melihat Gerald lagi. Pria itu menjemputnya dengan mobil hitam dan membawanya pergi ke sebuah tempat.
"Kita akan tinggal disini. Selamat datang di rumah kita, Elias."
"Hahahah! kedengaran seperti pasangan pengantin baru! Menggelikan." Elias berkata sambil memukuli lengan Gerald.
Meski begitu ia sangat suka dengan rumah yang tidak terlalu besar tapi sangat bagus ini. Semuanya sangat sempurna.
Elias menatap Gerald dengan seksama. Sekarang kejadiannya sudah seperti ini, meski sangat tidak masuk akal dan terasa sangat cepat. Tapi Elias menerima semua ini. Elias ingin merasakan semua ini.
Sebuah ciuman hangat ia hadiahkan pada Gerald. Entah kenapa tapi Elias rasa pria itu patut mendapatkannya.
Sayangnya satu ciuman saja tidak cukup. Gerald segera mengangkat tubuh Elias dan membawanya menuju kamar mereka berdua.
Ia cium bibir manis itu dengan lembut dan lama lama berubah semakin intens dan panas. Apalagi ketika dengan tidak sabaran Elias membuka kancing baju Gerald dan meraba seluruh otot ototnya.
"Hah... Elias, buka mulut mu."
"Anghh mpphhh."
Lidah mereka bertaut menimbulkan desahan tertahan dari Elias.
Dada Elias ia raba pelan, sesekali puting merah muda yang sudah mengeras itu ia cubit dan ia usap menggunakan ibu jari. Desahan yang dihasilkan dari itu semakin membuat Gerald bersemangat. Sampai tak terasa dari bagian leher dan dada, ada begitu banyak bekas ciuman kemerahan.
Gerald mengurung tubuh Elias yang sudah menatap sayu kearahnya, mereka berdua sudah merasa panas dan Elias sepertinya sudah tidak tahan.
"Anghh... Gerald." Bisik Elias ketika kini kedua penis mereka menempel.
"Sstt relax, aku tau ini bakalan sakit. Tapi kita bisa berhenti kalau kamu gak tahan, bilang aja ya? Aku gak akan memaksa." Gerald mencium bibir Elias dan kembali bergerak saat menerima anggukan dari Elias.
Paha dalam Elias diusap seduktif oleh Gerald, ciuman ciuman dari dada kini ia berikan lagi, lalu semakin turun menuju perut, pusar, hingga kini bibir seksi nya berada didepan penis Elias.
"Aanghh!" Tubuh Elias melengkung ketika merasakan sensasi luar biasa itu. Pikirannya seperti melayang dan Elias tidak bisa memikirkan apapun.
"Ahh yeah..." Elias meremas rambut Gerald yang dengan fokus sedang memanjakannya. Sampai nafas Elias semakin memberatkan dan eragan nya terdengar kencang.
Saat itulah dengan lembut Gerald menekankan jarinya pada lubang Elias. Awalnya terasa perih dan sakit, tapi karena bantuan air liur bercampur precum yang lumayan banyak, kini pergerakan in-out jarinya menjadi semakin lancar.
Ketika Elias sudah merasa tidak asing, Gerald menambah satu jari lagi dan berusaha masuk semakin dalam. Sampai Elias berteriak nyaring kala sesuatu yang nikmat tersentuh.
"Disini hm?"
"Ahhh yahh nghhh."
"Ahh fuck! Ahhh." Elias menutup mata, tubuhnya menegang hebat saat merasakan kenikmatan itu.
"Ahhh ayo keluarkan, Elias." Bisik Gerald semakin menambah kecepatan jarinya.
Penis Elias kembali dikulum ketika anak itu sudah menegang dan mendesah semakin kencang. Sampai pada akhirnya, cairan kental putih terasa keluar dan memenuhi mulut Gerald.
"Aahh Gerald... pelan pelan." Pinta Elias ketika merasakan gesekan benda hangat pada lubangnya.
Setelah memastikan Elias baik baik saja, Gerald pun segera mendorong penisnya masuk pelan pelan.
"Hahhh sempit sekali... relax Elias." Keringat sudah mulai membanjiri dahi Gerald ketika merasakan sensasi nikmat karena terus memasukan penisnya.
"Nghhh a-apa udah masuk semua hiks..." Elias menutup wajahnya ketika tidak bisa berhenti menangis. Bukan keinginannya untuk menangis di waktu seperti ini. Tapi ternyata Gerald nampak senang sambil menenangkannya.
"Husshh tenang, sedikit lagi... ahhh!"
Keduanya terdiam ketika pada akhirnya Gerald berhasil memasukan semuanya. Mata keduanya sama sama menyayu, akibat hanyut dalam perasaan nikmat yang baru pertama kali mereka rasakan.
Gerald mulai bergerak pelan, kabut nafsu sudah melingkupi dirinya. Begitu pun dengan Elias yang tidak bisa menahan diri lagi. Keduanya mendesah nikmat berbarengan.
"Elias." Desah Gerald ketika tak sanggup menahan pinggangnya sendiri yang kini bergerak semakin cepat.
"Aahhh! Hngghh!!!" Elias kacau, ia klimaks lagi ketika mendengar namanya didesahkan dengan suara yang dalam itu.
"Ssshh... Ahhh." Gerald menutup matanya, merasakan sensasi terjepit yang sangat ketat hingga membuatnya berhenti sejenak.
Setelah Elias berhenti bergetar, ia mulai bergerak cepat lagi.
"Ah! Ahh! Ahhh.... Gerald... pengen pipishh." Bisik Elias sambil memeluk pria nya itu.
"Keluarkan saja Elias... ahhh keluarkan semuanya." Balas Gerald lalu menciumi leher Elias dan menghentak bagian bawahnya dengan keras. Membuat tubuh mereka beradu hingga menimbulkan bunyi senggama yang erotis.
"Aargghh fuck!" Geram Gerald pada hentakan terakhir, menghantarkan spermanya jauh kedalam Elias yang berteriak nikmat.
Gerald mengatur nafas sambil memperhatikan Elias dibawahnya. Ia melihat bangga pada Elias yang merasakan kenikmatan tiada tara itu sampai sampai bukan pipis lagi yang ia keluarkan, melainkan cairan squirt.
Keduanya berciuman lalu Gerald membiarkan Elias terlelap.
"Hah... Elias, aku mencintaimu." Bisik Gerald sambil memeluk erat tubuh Elias.
Malam ini keduanya membiarkan jendela terbuka, hingga membuat angin segar dan cahaya rebulan masuk menyentuh tubuh mereka.
Gerald tersenyum puas melihat Elias sudah berapa pada renghukannya. Ia berhasil membawa anak ini menjadi miliknya. Gerald rasa malam ini ia akan tidur sangat nyenyak.
Begitu pun Elias yang merasakan hangat dan nyaman untuk pertama kalinya lagi diantara tidurnya.
Pelukan Gerald malam ini terasa sangat nyaman dan mampu menenggelamkan.
Cinderella Honeymoon End.
Elias Finn Chandler (Eli), 21 tahun
*
*
Gerald Harry Ledger (Gerald), 29 tahun
*
*
Miranda, Rachel, Julia & Kucing Bery
*
*
Jefri William Murphy (jefri), 25 tahun
*
*
Zayden Emilio Hart (zayzay), 22 tahun
*
*
Thank you!
Choco/Aquari05