Assalamualaikum para reader ku yang cantik manis bohay cakep ganteng comel dan rajin menabung 😘😘
Kalau ada Typo langsung kasih tau ya beb, jangan diem aja lu kek dia yang gak pernah bales perasaan gue, hiks!/plak
Vote dan komentar nya ditunggu loh beb, kalau gak kasih....
Gue santet online lu pade!/plak
Dan untuk Aileencyr_aya maaf ya beb aku tidak bisa memenuhi janji, hiks... Aku tuh kemaren jadi saksi pemilu dan ya... Aku tuh kerja dari pagi ampe paginya lagi!
Ku pikir kerjaan jadi saksi tuh ya... Enak aja gitu kek aku dapat uang 50ribu dijalan, eh ternyata eh ternyata... Cih-cih-cih...
Sangat capek epribady!!!
Udahlah honor nya kecil, kerjaannya banyak kek anggota kpps plus begadang semalaman lagi. Aduh duh... Pusing pala Barbie!
Ya intinya maaf ya gak bisa janjiin upload nih cerita nya cepat😭
Ok deh, mari kita akhiri bacotan ku ini dengan ucapkan, aku cinta choco/plak
Hehehe, selamat membaca😘
....
"Tolong... Tolong kak Evara diculik bang Bobby!"
Layla yang sedang mengambil minum langsung berdiri kaku, begitu juga dengan yang lain. Mereka masih berusaha mencerna ucapan gadis berkaca mata bulat itu.
Beno yang berada di samping adik kelas itu bertanya ragu, "Apaan sih dek, Lo kalau mau prank orang jangan yang serem lah."
Hansel Ikut tertawa canggung, "Perasaan nih bulan Januari deh, atau gue yang mendadak oon gak tau sekarang udah April aja?"
Gadis yang masih berusaha mengontrol pernafasannya itu seketika geram, dengan marah dia berdiri dan mencengkram kerah baju Beno, "Gue liat sendiri, kak Evara dipukul kepalanya sampai pingsan sama brengsek itu dan dibawa pergi! Gue gak lagi prang bangsat!"
Melihat raut wajah frustasi gadis itu membuat mereka yakin kalau ini bukan hanya sekedar candaan.
Fajri dengan cepat langsung menyuruh seluruh temannya berkeliling kampus mencari Evara, lalu juga menyuruh semuanya menyalakan telpon grup, jika ada yang melihat bisa langsung tersampaikan, sekaligus berjaga-jaga kalau ada terjadi lagi pada mereka terutama yang cewek.
Mereka seketika mengelilingi kampus dengan panik, sore ini seluruh kampus sepi karena memang jam berakhirnya aktivitas mengajar. Membuat mereka semakin panik.
Fanny, Dina dan Tessa bahkan sudah seperti orang kesetanan, mencari dengan air mata bercucuran. Sedangkan para lelaki tetap berusaha menjaga ketenangan nya, walaupun sebenarnya perasaannya sudah tidak bisa terkontrol marah terhadap senior mereka itu.
"Brengsek! Dimana dia hah!" Teriak marah Dino Dengan tangan memegang ponselnya sambil mengatur nafas nya di gudang fakultas ekonomi.
"Gue udah di fakultas ilmu komunikasi, gak ada!" Sahut Rehan Berucap tenang namun berat, dirinya tak mau berfikir negatif.
"Gue di-bangsat! Gak tau lagi gue dimana tapi gue blm liat brengsek itu!" Teriak panik Naura.
"Pak lilo gak ada liat yang keluar kampus, gue juga udah nanya sama orang yang jualan dijalan gak ada liat Bobby." Ujar tenang Fajri, dia berusaha tenang melangkah kembali ke dalam kampus. Setelah bertanya dengan satpam dan beberapa orang yang berjualan di tepi jalan kampusnya.
"Di sekitar perpustakaan juga gak ada, pengawas disini gak ada liat yang lewat, ah! Brengsek itu kemana sih!!" Teriak marah Jena.
Sedang kan yang lain masih fokus mencari, adik kelas yang tadi bernama Gladis juga ikut mencari dengan panik. Bagaimana dia melihat Evara yang sedang asik melihat ponsel nya sambil berjalan santai ke kelasnya lalu tiba-tiba seorang dengan badan 2 kali lebih besar dari gadis itu dengan kuat memukul kepala gadis itu dengan botol kaca tebal, membuatnya saat itu yang ingin menyapa senior idolanya itu langsung terduduk lemas sambil bersembunyi. Darah yang mengalir dari kepala gadis itu serta tubuh mungil itu di gendong kasar sama brengsek itu membuat tangan dan kakinya lemes dan bergetar takut.
Sudah hampir setengah jam mereka mencari Evara, namun hasilnya belum ada tanda-tanda dimana keberadaan gadis mungil berwajah manis itu.
Yanna Sudah tidak bisa lagi melangkah, isi kepalanya sudah bertumpu pikiran negatif membuat kakinya lemas seperti jelly. Dirinya tak bisa membayangkan bagaimana seorang senior yang dia kagumi bisa sampai melakukan hal mengerikan ini. Tak pernah terbesit di pikiran nya Bobby yang dikenal akan sifat ramah dan gaul yang begitu akrab dan dekat dengan semua orang akan melakukan ini hanya karena pernyataan nya ditolak.
Dengan pikiran kacau, Yanna Terduduk lemas di lorong belakang gedung fakultas matematika, mulai menangis memikirkan nasib temannya. Namun disaat dia sudah putus asa, Yanna tersentak saat melihat gudang terbengkalai di depannya, tidak ada yang aneh jika dilihat dengan sekilas, tapi dirinya pernah mendengar kalau gudang terbengkalai itu tidak pernah ada yang memasang lampu membuat gudang yang masih nampak bagus itu dibilang terbengkalai, tapi dilihat dari jauh ada sedikit penerangan di dalam.
Dengan tangan gemetar dan nafas yang tersendat-sendat, dia mengangkat ponselnya ke telinga nya lalu berucap kaku, "D-di gudang terbengkalai b-belakang gedung fakultas m-matematika, hiks... Tolong ccepat hiks!"
Mendengar hal itu, semua orang langsung pergi ke tempat Yanna. Dino Yang berada tak jauh dari tempat Yanna langsung bergegas, dengan nafas sesak matanya berkeliling mencari gadis berlesung pipi itu sampai dia melihat temannya terduduk di lorong.
"Yanna! " Teriak Dino.
Yanna Tersentak lalu menoleh dengan air mata yang tak hentinya, dengan tangan gemetar, dia menunjuk gudang terbengkalai di hadapannya.
Tak membuang waktu lagi, Dino Dengan cepat kembali berlari dan langsung mendobrak pintu, "Brengsek! Buka pintunya anjing!!"
Pintunya terkunci membuat Yanna yang berada di belakang semakin panik.
Tak lama yang lain tiba, tanpa bertanya Fadli dan Tejo ikut mendobrak pintu, tak peduli seberapa sakit bahu mereka tetap terus mendobrak. Sampai dorongan ke tiga, pintu akhirnya terbuka, membuat Tejo terjatuh dan Fadli hampir jatuh.
"Kyaaa!!!!!"
"Brengsek! Lo anjing!"
"Bangsat!"
Semua orang terkejut, tubuh mereka terasa kaku melihat pemandangan mengerikan di depan mereka.
Disana, gadis yang mereka cari dari tadi, tergeletak tak berdaya dengan bercak darah di keningnya. Namun bukan itu yang membuat mereka terdiam membisu ditempat.
Tapi bagaimana keadaan gadis itu yang membuat mereka diam membatu. Tubuh mungil yang selalu dijadikan pelampiasan pelukan mereka, kini terbaring lemah tak sadarkan diri dengan keadaan pakaian bagian atas yang hampir dikatakan telanjang. Dan gak cuman itu, ada begitu banyak luka sayatan, lebam menghitam, beberapa luka tusukan dalam dan semua luka itu seperti luka lama.
Bobby, bajingan yang mereka agungkan sebelum ini juga diam terkejut. Dia yang duduk tepat di atas tubuh Evara membuat mereka para cowok tak bisa lagi menahan amarahnya.
"Bbukan gu!"
Bugh
Dino dengan kuat langsung menghajar wajah Bobby, dia begitu ganas menghajar tanpa henti, dirinya bahkan tidak memikirkan tindakannya ini bisa membunuh orang. Tejo dan Hansel juga tak kalah ganasnya menghajar senior itu.
Rehan dan Fajri yang selama ini dikenal sebagai sosok yang penyuka damai dan tenang bahkan hanya diam saja melihat bagaimana teman-teman nya bertindak brutal. Mereka berdua diam ditempat dengan tangan terkepal kuat, berusaha untuk meredakan emosi nya. Berusaha kuat berfikir tenang. Dia harus berfikir luas tentang kejadian ini.
Sedangkan para cewek sebagian sudah tak bisa lagi menahan tangisannya. Tessa, Mila, Fanny, Dina dan Yanna sudah tak bisa lagi menahan tubuhnya yang bergemetar, mereka terduduk lemas melihat tubuh mungil Evara yang kini ditangani teman cewek yang lain.
Begitu juga dengan Razu dan Dika yang hanya bisa terdiam ditempat. Pikiran mereka seketika kosong tak menyangka apa yang terjadi di depan matanya. Karena mereka berdua sangat menyukai Bobby, mereka bahkan menjadikan senior nya itu sebagai panutan.
Layla, Naura, Nita, Fera dan Jena langsung berlari ke Evara. Mereka dengan cepat langsung memberikan pertolongan pertama pada luka dikepala bagian samping kiri gadis itu. Dengan tangan gemetar dan airmata yang tak hentinya mengalir, mereka berlima menutupi tubuh gadis itu dengan jaket.
Layla tak bisa lagi menahan perasaan takutnya, dengan tangan gemetar hebat dia memeluk Evara erat lalu menangis histeris.
Naura dan Jena yang merupakan anak PMR, juga menangis sambil menahan kepala Evara dengan baju kaosnya, berusaha menahan pendarahan pada kepala gadis itu.
Sedangkan Nita dan Fera hanya bisa menatap kosong dengan airmata mengalir, masih tak bisa mempercayai apa yang mereka liat.
Semuanya kacau sampai, Beno dan Gladis datang dengan beberapa dosen dan satpam. Semua ikut syok melihat kejadian itu. Buk Dian dengan tegas langsung menyuruh beberapa orang menghentikan pertengkaran brutal dan menyuruh para gadis membawa Evara ke ruangan UKS Dosen.
Tidak ada yang mengira ini semua terjadi. Buk Dian yang merupakan salah satu dekan kampus merasa marah dan kecewa dengan Bobby yang merupakan mahasiswa nya yang ia banggakan.
Setelah memastikan Bobby yang sudah tepar tak sadarkan diri dengan badan penuh lebam parah itu masuk ke dalam mobil ambulan dan pergi di temanin beberapa dosen. Buk Dian langsung melangkah cepat ke ruangan UKS, melihat bagaimana keadaan korban.
Sampai disana, buk Dian seketika terdiam membatu, merasa sesak dengan atmosfer di ruangan luas itu. Meneguk air ludahnya gugup saat melihat semua teman korban yang hanya diam membisu di tempat dengan tatapan diam menahan segala emosi menatap seorang gadis yang masih tak sadarkan diri dengan perban di kepalanya.
Buk Dian berdehem kuat, menghalau rasa takutnya sekaligus mengalihkan perhatian mereka.
"Ibuk sudah membawa kasus ini ke Rektor, dan surat mengeluarkan sudah keluar untuk Bobby, dan juga--"
Buk Dian tersentak kaget mendengar suara bentakan keras.
"Keluar? Surat pengeluaran? Hah! Apa hanya itu yang bisa kalian lakukan!!!" Naura dengan marah berteriak menatap Buk Dian setelah menggebrak meja, dirinya tak peduli lagi dengan sopan santun.
"Seorang mahasiswa melakukan kekerasan fisik parah dan bahkan melakukan pelecehan seksual terhadap mahasiswi baru, dengan kasus yang seberat ini tapi hukumannya hanya ada surat pengeluaran?" Fajri dengan aura dingin menatap tajam buk Dian.
"Apa ini salah satu solusi terbaik yang semua orang pikiran, hah?" Lanjutnya tajam.
Buk Dian menghela nafas berat, dia melangkah pelan ke samping Evara lalu mengelus kepala gadis itu yang diperban.
Sekali lagi buk Dian menghela nafas sebelum menata semua orang, "Ya, hanya itu yang bisa kami perbuat untuk kasus ini." Jawabnya tegas membuat semua orang tersulut emosi.
Namun sebelum semuanya pecah, Buk Dian langsung kembali berucap tegas, "Dan untuk kasus ini, Ibuk harap semuanya bisa menjaga mulutnya agar beritanya tidak sampai keluar kampus. Mungkin bagi kalian ini terdengar egois, tapi semua ini juga untuk kebaikan Evara."
"Hah! Kebaikan? Apa maksud anda dengan kami harus menutup mulut dan mata akan kemalangan dan ketidak adilan yang dihadapi teman kami, begitu?" Ujar Hansel dingin.
"Apa anda menyuruh kami membiarkan semua nya seperti tidak pernah terjadi sama sekali?" Lanjut Rehan tak kalah tajam.
"Sebegitu penting kah reputasi kampus sampai para dekan menutup mata tentang ini begitu saja?" Jena menatap kecewa.
"Apa kalian semua ini manusia, hah!!" Teriak histeris Tessa sambil menangis.
"Trus apa yang bisa ibuk lakukan jika lawan nya adalah keluarga besar seperti Bobby!" Teriak buk Dian marah.
Semuanya terdiam, menatap terkejut mendengar ucapan buk Dian. Mereka kali ini diam memberikan waktu buat buk Dian untuk menenangkan dirinya agar bisa membuat mereka paham.
Buk Dian duduk di samping Evara dengan air mata mengalir sambil menggenggam tangan gadis itu. Jujur saja dirinya juga sangat marah dan kecewa mendengar keputusan kepala Rektor. Bagiamana bisa mereka dengan gampangnya menyuruh untuk menutup mata dan telinga akan kasus mengerikan ini.
Terlebih lagi, mereka sungguh kejam tidak memikirkan bagaimana nasib si korban yang banyak menerima akibat dari si pelaku.
Dengan isakan kecil dia menatap semua anak didiknya senduh, "ibuk tak bisa berbuat apa-apa, hiks ... Bobby merupakan anak bungsu keluarga Gunadhya sekaligus keponakan kepala Rektor. Ibuk... Ibuk... Maafkan ibuk tidak bisa bersikap adil, hiks..."
Buk Dian menunduk, merasa bersalah dan tidak becus sebagai dosen. Namun bagaimana bisa dia yang hanya orang biasa ini bisa melawan mereka orang yang berkuasa.
Bobby merupakan anak dari dua keluarga terpandang, membuat buk Dian dan yang lain tidak berdaya menuntut keadilan atas kelakuan keji putra mereka.
Jika Buk Dian dan beberapa dosen tetap nekan menuntut keadilan dan menempuh jalan hukum, bukan hanya mereka yang terkena dampaknya, teman sekelas korban dan keluarga mereka semua bakal terkena imbasnya.
Dengan kuasa mereka bisa saja menghancurkan masa depan semua orang yang ada disini. Dan buk Dian dan beberapa dosen tidak mau membayangkan itu terjadi.
Setelah mendengar penjelasan buk Dian, mereka yang sedari tadi menemani Evara hanya bisa diam tertunduk. Tidak ada yang bersuara, kecuali suara isakan tangisan para gadis yang masih tidak bisa menerima.
Begitu banyak emosi yang ingin mereka keluarkan, namun pikiran mereka buntu dan hanya bisa diam. Bagaimana mereka bisa memperjuangkan keadilan bagi teman mereka disaat mereka bukan siapa-siapa bagi pelaku.
Hal itu membuat mereka semakin terpuruk dalam penyesalan.
Cukup lama mereka diam sampai suara serak kecil mengejutkan mereka.
"Tidak papa, kumohon berhenti menangis, Aku baik-baik saja..." Ucap Evara serak sambil terkekeh melihat wajah bengkak Tessa dan Yanna.
Semua orang seketika terkejut dan berbondong-bondong menanyakan bagaimana keadaan gadis itu.
Evara dengan sabar menjawab satu persatu pertanyaan dari teman-temannya, dengan lemah dibantu buk Dian dan Layla, Evara duduk menyandar, menatap satu-persatu teman sekelasnya, sampai manik coklat madu cerahnya menangkap sosok gadis manis di samping Beno.
Dengan senyuman tulus Evara berucap pelan, "Terima kasih Gladis, terimakasih kamu telah menyelamatkan ku."
Gladis yang sedari tadi menunduk, berusaha menahan tangisannya, kini tak bisa lagi menahannya, dia dengan cepat menghampiri senior kesayangan nya dan memeluknya erat. Menumpahkan semua kegelisahan nya dan kelegaannya dalam tangisan histeris nya.
Evara dengan tenang mengelus pelan kepala dan pundak gadis itu lembut, memberikan ketenangan melalu kata-kata.
Buk Dian ikut menangis. Bagaimana bisa Evara masih bisa tersenyum dan menenangkan teman-temannya disaat beberapa jam yang lalu dia adalah korban pelecehan seksual.
Bagaimana bisa gadis ini begitu kuat menghadapi kenyataan mengerikan ini?
Lalu, apa senyum manis yang masih terparkir di wajah cantik gadis ini masih ada saat dirinya tau bahwasanya dia tidak mendapatkan keadilan yang pantas atas kejadian mengerikan yang menimpanya saat ini?
Buk Dian dengan air mata mengalir, menggenggam tangan gadis itu pelan. Mau tidak mau, suka tidak suka dirinya harus memberi tahu keadaan sebenarnya.
Dengan terbata-bata buk Dian memberi tau bagaimana kelanjutan kasus yang menimpa Evara, memberi tahu bagaimana para Rektor sepakat tidak akan melanjutkan kasus ini ke jalur hukum dan mereka berusaha mengubur kejadian ini dengan mengeluarkan Bobby dari kampus dan membawanya ke luar negeri, sedangkan untuk korban, mereka memberikan uang kompensasi dan juga cuti serta dokter psikologi untuk menenangkan si korban.
"Terima kasih buk, apa yang ibuk lakukan sudah benar saat ini." Ucap Evara tenang.
Buk Dian dan yang lainnya menatap tak percaya. Reaksi yang Evara keluarkan beda dengan harapan mereka.
Evara adalah korban disini, namun dia begitu tenang dan menerima semua keputusan tidak adil dan masuk akal ini dengan santai.
Fadli menatap gadis itu marah, "Udah? Gitu aja?" Ucapnya geram, "Lo terima gitu aja semua kelakuan yang bajingan itu lakukan sama tubuh Lo!"
"Fadli! Lo-"
"Trus apa yang bisa gue lakukan sekarang, hmm?" Tanya balik Evara menatap intens Fadli.
"Lo mau gue tetap menuntut mereka dengan mengorbankan masa depan Lo semua, gitu?"
Fadli tersentak dan diam, tak bisa berkata-kata lagi. Dirinya merasa marah karena tidak bisa melakukan apapun untuk gadis ini. Begitu juga dengan yang lain. Mereka hanya bisa diam.
Mereka hanya bisa merasa bersalah atas kejadian itu, membuat mereka semakin mengurung diri dari dunia luar. Selama Evara cuti, mereka tidak bisa tenang. Kejadian mengerikan itu masih membekas di ingatan mereka sampai mereka tidak bisa tidur dan fokus dalam pelajaran.
Mendengar berita itu dari buk Dian, Evara dengan cepat langsung masuk kampus. Menenangkan kembali teman-teman sekelasnya dengan menunjukkan keceriaan tanpa beban seakan-akan sudah melupakan kejadian mengerikan itu.
Memang membutuhkan waktu bagi mereka untuk bisa keluar dari bayang-bayangan mengerikan itu, tapi dengan melihat bagaimana Evara dengan tenang berusaha membangkitkan semangat mereka, membuat mereka akhirnya bisa melupakan sedikit demi sedikit dan kembali menjadi mahasiswa aktif.
Namun ada satu perubahan dari mereka semua setelah kejadian mengerikan itu, mereka semua berjanji dalam diri mereka masing-masing bahwa Evara Thalia Putri adalah sosok gadis yang harus mereka jaga.
Semenjak itu, mereka mempunyai kebiasaan yang cukup membuat Evara menerima nya dengan pasrah walaupun dirinya tidak suka.
Kebiasaan itu adalah, mereka semua menjadi overprotektif pada gadis itu.
Jujur saja, Evara sudah sangat lelah memiliki kakak overprotektif padanya, sekarang dia memiliki 20 orang yang sama sifatnya dengan kakaknya.
Namun Evara hanya bisa mengangguk kan kepalanya saja saat mereka semua mengancam akan memberi tahu Naya kejadian mengerikan itu kalau Evara tidak setuju dengan keputusan mereka itu.
Dan itulah kenapa sekarang, Evara hanya bisa meringis kesal saat mengingat kejadian itu.
🌸🌸🌸
Fine!!!
Alhamdulillah selesai juga...
Vote dan komentar please tolong ya guys, terutama komentar nya yang bisa bikin semangat aku untuk nulis😊
Terima kasih!!!
Salam kenal
Chocobabble😘