Hai-hai-hai! Selamat membaca! Di part 19 ini, semoga suka( ╹▽╹ )
Vote dan bantu promosi yaa kawan‼️
Btw, maaf, babnya acak-acakan gini😭🙏 Aku males kalau harus bikin lapak baru, jadi tolong yaa, maklum. Dan buat yg baca, perhatikan lagi setiap babnya.
Terimakasih ....🐳
📿 📿 📿
•••
Setelah selesai praktik ujian, Ali dan teman-temannya kembali berkumpul di warung belakang kembali. Rasanya sudah lama mereka tak berjumpa.
Apalagi jurusan kelas mereka tidak sama. Ali, Adam dan Rio memang satu kelas, sering di sebut trio plek-ktiplek di kelasnya. Tetapi jika sudah di luar, bersama Fanji, Kenta, Alex dan Andre. Mereka semua akan membuat keributan tanpa perduli sekitar.
“Anjir, pusing banget gue melototin komputer terus. Mana bahasannya berat semua lagi.” Alex mengeluh. Dia dari jurusan TKJ. Jelas saja jika saat ujian praktik lebih sering melihat komputer.
“Gue juga! Cape ngitungin duit enggak ada habisnya, kampret banget,” keluhan anak akuntansi memang terletak pada nominal rupiahnya.
“Enak kan kalau duit beneran? Ini cuman suruh ngitungin duit di buku, mana harus gue data. Mana di awal udah salah, semuanya salah! An***g, an***g!” Sepertinya Andre benar-benar frustasi. Wajahnya menjelaskan semua.
“Lo bertiga enak ye! Ujiannya sambil main,” celoteh Andre lagi. Karena ya — ujian anak farmasi di lab, dan bisa saling berbaur.
“Enak pale lo?” sewot Adam.
“Racik obat doang apa susahnya? Gue juga bisa. Ngitungin zat kimia? Elah, gue ngitungin duit enggak ada habisnya. Kaya gitu doang, chil!”
“DOANG KATA LO?!” Rio maju, ingin memberi tinju.
“Sabar-sabar! Tahan-tahan! Orang stres harus di kasihani, Yo!” Adam menarik mundur Rio.
Ali yang diam di tempat, hanya tertawa. Dia sambil membuat balon dari permen karet. Menurutnya, setiap jurusan memiliki kesulitan tersendiri. Yang tidak merasakan, tentu tidak akan paham susah senangnya.
“Farmakognosi, farmakologi, belum lagi harus di racik jadi obat, belum lagi buat laporan. Maneh teh mikir teu belegug?”
Andre tertawa canggung sambil menggaruk kepala belakangnya. “Emang susah banget ya?”
“IYALAH KAMPRET, PAKE NANYA!” seru Adam dan Rio bersama.
“Ya udah lah, mending di dinginin sama yang adem-adem. Ini dia, teh botol Sosro!” Bertepuk tangan heboh. Kenta seperti orang bodoh yang tengah stand up comedy, tetapi tak ada satupun yang tertawa.
“Elah, anying, ketawa ke buat formalitas nyenengin hati gue!” racau Kenta. Menendang kaki meja kesal.
“HA-HA-HA!”
Kenta menyengir, saat teman-temannya tertawa dengan wajah terpaksa. Yeah, Kenta tidak mau terlihat tolol sendirian.
“Oy, kalau gue nikah, kalian datang kan?”
Byur!
Perkataan Ali membuat teh botol Sosro yang tadi di minumnya keluar kembali tanpa izin. Perbuatannya itu mengenai wajah Fanji, yang tengah kusut dan kelelahan.
Fanji yang posisinya tengah mengantuk berat, langsung tersadar sepenuhnya dari kantuk. Dia tersenyum paksa, mengelap air bercampur liur itu menggunakan tisu sebanyak mungkin.
“Bang**t, yang kaya gini boleh di an***g-an***g nggak sih?” katanya. Ia tengah mengelola kemarahan agar tidak meledak.
“Sorry, Ji! Sumpah, nggak sengaja! Suer!”
Melihat penderitaan Fanji, mereka malah tersenyum. Terlebih pada Kenta yang sepertinya sangat ketakutan.
“Gara-gara lo anying! Ngomong teh nu bener, ah!” ketus Rio.
“Gue serius. Mau ngelamar bu Hanum, lulus nanti.”
Kali ini, fokus mereka langsung ke arah Ali. Pemuda itu menyengir di tatap sedemikian intens oleh teman-temannya. Dirinya seperti pelaku pencurian yang tertangkap massal.
“Lu beneran serius sama bu Hanum?” Fanji yang tadi tampak emosi, langsung kembali normal.
“In syaa Allaah.”
Melihat keseriusan di wajah Ali. Membuat teman-temannya langsung bersorak. Bohong jika mereka tidak senang. Merasa sedikit aneh memang, tetapi mereka sungguh bahagia. Ali akan menjadi orang pertama yang nanti menikah di antara mereka.
“Gue nggak sabar liat muka lu yang kaya nahan berat pas akad, anjir!" Adam memukul-mukul meja– membuat keributan yang heboh.
“Kedua! Gue orang kedua yang bakal nikah, di antara kalian, setelah Ali!” ujar Alex bersungut-sungut antusias
“Emang calon lu udah ada?” Kenta bertanya, meremehkan.
“Seinget gue kemarin putus kan?” papar Fanji. Mengompori.
“Sialan!”
Ketujuh pemuda itu tertawa. Tawa bahagia karena berita Ali, dan tawa mengejek atas putusnya Alex.
📿📿📿
“Banyak hal yang menyakitkan. Duka dan luka, tak pernah absen untuk hadir dalam hidup kita. Maka dari itu, jangan menyerah. Kamu masih memiliki banyak waktu untuk bisa bertemu dengan suka.”— Catatan Hanum ♥️🍃
•
•
•
Ali keluar sambil menguap lebar dari kelas. Ujian praktik hari kedua sudah di lewati dengan baik. Meski lelah, setiap momen tercipta begitu baik, setiap orang pasti menikmatinya.
Dengan tas yang hanya di gendong pada satu pundak, Ali berjalan meregangkan otot-otot tangannya ke atas.
“Oy, Li!” Rio datang, sambil merangkul pundak Ali.
“Maen rumah Andre yok? Emak bapaknya dateng, bawah banyak oleh-oleh tuh pasti.”
“Yok!” Ali juga bersemangat.
Bukan tanpa alasan. Karena setiap datang ke rumah besar Andre, akan selalu ada hidangan yang mengenakan. Di tambah, rumah Andre adalah tongkrongan ternyaman untuk mereka semua.
Keduanya menunggu Adam sambil duduk di pembatas besi. Melempar guyon dan saling pukul memukul satu sama lain.
Adam dan kelompoknya masih belum selesai mengerjakan laporan.
“Ee lah!” Adam keluar sambil menggerutu.
“Cape sama timbangan! Gue pengin cepet-cepet resign dari jurusan farmasi.” Adam berkeluh kesah, sambil duduk meluruskan kakinya di lantai.
Sepanjang praktik di lab, Adam lebih banyak berdiri ketimbang duduk.
Baru juga Adam akan bersandar pada tembok, ia terkejut dan kembali tegak. Saat Mela terjatuh karena terjungkal oleh kaki panjang Adam.
“Njing.” Adam sedikit mengumpat, dan langsung menarik kakinya menjadi tertekuk.
Rio dan Ali langsung mengomel pada Adam.
“Eh, lo nggak apa-apa Mel?” Ali bertanya basa-basi. Padahal sudah pasti Mela merasa malu.
Mela, gadis itu berdiri atas bantuan Rio. Ia menggeleng canggung. “Enggak. So-sorry Dam," katanya.
Adam berdiri. “Bukan salah lo lah, salah gue. Sorry ya. Habis, lo ngapain buru-buru terus sih setiap pulang? Rumah lo nggak bakal ilang kok neng.”
Mela sedikit tersenyum. “Sekali lagi maaf.” Kemudian, perempuan itu cepat-cepat berjalan pergi, menjauhi ketiga laki-laki tadi.
“Tu anak di kelas diem. Di luar kelas juga sama. Kenapa dah? Padahal anak cewek udah sering ngajakin dia, tapi si Mela nolak terus,” celetuk Adam. Keheranan.
Mela memang satu kelas dengan Ali, Rio dan Adam. Entah kenapa, sejak awal masuk, perempuan itu seolah tak berminat untuk bergaul dengan yang lain.
“Malu kali,” celetuk Ali.
“Udahlah, ngapain di jadiin topik sih? Yok ah, gas rumah Andre. Yang lain dah nunggu di parkiran.” Rio menginterupsi. Lantas, Ali dan Adam segera berjalan.
Ali dan Rio kompak berlari, sesaat berhasil melemparkan kecoa ke arah Adam — yang sudah mereka rencanakan di awal.
“Njir, njir, kampret lo berdua!"
Tertawa keras, Ali sampai-sampai tak melihat sekitar saat lari. Hingga kini, giliran lelaki itu yang menabrak tubuh seseorang.
Ali langsung menoleh, bersiap meminta maaf. Namun saat melihat, bahwa yang di tabrak adalah Bastian. Bibir Ali terkatup.
Bastian hanya menoleh. Lalu berjalan melewati Ali.
Tumben sekali lelaki itu tak mengutuk atau mencerna Ali seperti biasanya.
“Lah, tumben dia tenang? Biasanya tantrum terus,” komentar Rio, saat sampai di dekat Ali.
“Nggak tahu. Kesambet kali.”
Rio tertawa sambil memukul keras pundak Ali.
“WOI ANJ!” Suara Adam.
Ali dan Rio kompak kembali berlari lagi, sambil tertawa. Di kejar-kejar seperti ini, rasanya seperti di kejar zombie.
♡(> ਊ <)♡
“Semua orang memiliki teman, namun hanya beberapa yang mendapatkan arti pertemanan.”—Nikah Yuk!📖
~~~
Untuk jiwa-jiwa hebat, selamat berjuang!✨
27 Maret 2024
Penulis hujan🐬