Antara Cinta dan Benci (END)

By Anothergurls_

301K 22.9K 1.4K

"Jangan meletakkan ekspektasi apapun padaku, karena sampai kapanpun, kamu tidak akan bisa bahagia hidup denga... More

Prolog.
01. Wedding Day.
02. Luka.
03. Ketakutan Asha.
04. Sakit?
05. Kembali Terluka.
06. Sandiwara.
07. Kesepian?
08. Cuek.
09. Cemburu.
10. Trauma.
11. Permintaan Maaf & Pembuktian.
13. Cemburu lagi?
14. Quality Time.
15. Kejujuran Bian.
16. Bucin.
17. Dating.
18. Asha Days
19. Sayang?
20. Tinggal Berdua.
21. Dunia Milik Berdua
22. Tentang Nayra.
23. Rencana Honeymoon.
24. Jakarta - Bali.
25. Honeymoon.
26. Hubungan Asha - Liam
27. Sisi Manja Asha.
28. Positif?
29. Bahagia yang Sederhana.
30. Dia kembali.
31. Diantara Dua Pilihan.
32. Pulang?
33. Berusaha Mandiri.
34. Deep Talk.
35. Pekerjaan Baru Bian.
36. Perjuangan Bian.
SPOILER PART 36.
37. Kebimbangan Asha.
PENGUMUMAN
38. Apel.
39. Pelukan Hangat?
40. Kejahatan Yang Terbongkar.
41. Bian Sakit.
42. Kehangatan itu kembali.
Spoiler part 42
43. Home Sweet Home.
44. kembali beraktivitas.
45. Berproses Bersama.
46. Donat Viral dan gultik
47. Support System Asha
48. Kehilangan?
SPOILER PART 48
49. Mencoba Bangkit
50. Sidang.
51. Curhatan Bella.
52. Boy / Girl?
53. Wedding Anniversary
Spoiler eksklusif part 53
CERITA BARU.
54. Insecure.
55. LDR?
56. Gara - gara seblak.
57. Terjebak.
58. Kecemburuan Nayra
Spoiler Part 58.
59. Suami Overprotektif.
60. Balasan untuk Nayra.
61. Kembali Ke Jakarta.
62. Gender
63. Ending dan Ekstra part
CERITA BARU

12. Usaha Bian.

7.1K 438 24
By Anothergurls_

Bian memainkan ponselnya, membuka aplikasi google nya, mencari mobil yang sedang trend saat ini. Bian memang kepikiran untuk mengganti mobilnya dengan mobil keluaran terbaru, mengingat Asha yang masih takut naik mobil yang dia punya sekarang. Anggap saja ini cara Bian bertanggung jawab atas apa yang menjadi ketakutan Asha saat ini.

"Li, menurut Lo Daihatsu Ayla sama Daihatsu Sigra lebih bagus yang mana?" tanya Bian.

Liam mengerutkan keningnya, sedikit tak percaya dengan apa yang terlontar dari bibir Bian. Untuk apa lelaki itu bertanya padanya tentang mobil?

"Lo mau ngapain? Mau ganti mobil? Bukannya Lo cinta banget sama mobil Lo yang sekarang?" tanya Liam.

"Iya, gue berencana mau ganti mobil," ucap Bian.

"Bi, gue tau tau banget Lo orangnya gimana. Lo itu cinta banget sama mobil Lo yang ini, terus sekarang tiba - tiba Lo ngomong sama gue kalau Lo mau ganti mobil. Gimana gue gak aneh?" ucap Liam.

"Asha gak mau naik mobil gue yang itu lagi, karena terakhir kali dia naik mobil gue, kening dia kebentur dashboard karena gue dorong. Ya anggap aja cara gue menebus salah gue sama dia dengan gue beli mobil baru, biar dia lebih nyaman," ucap Bian.

Liam mengembangkan senyuman di bibirnya, berniat menggoda Bian. "Jadi, otak Lo sudah benar nih, sekarang? Sudah sadar kalau Asha memang pantas Lo perjuangkan?" goda Liam.

"Emang Lo pikir dari kemarin otak gue gak benar? Gue ngelakuin itu cuman sebagai bentuk tanggung jawab atas apa yang gue lakukan sama dia, gak lebih dari itu." ucap Bian.

"Ya menurut gue sih otak Lo kemarin gak benar ya, karena sadar gak sadar, Lo keterlaluan banget sama Asha." "Ya apapun alasan Lo melakukan itu, gue berharap sih Lo beneran tulus. Karena kalau sampai Lo sakitin Asha lagi, banyak orang yang mau gantikan Lo sebagai suami dia, mungkin termasuk bang eja." ucap Liam.

"Kenapa jadi bahas kesana, sih? Gue cuman nanya sama Lo tentang mobil."  ucap Bian.

"Lo mau ganti mobil karena Asha, kan? Jadi mendingan Lo tanya sama isteri Lo. Yang Lo cari kenyamanan isteri Lo, kan?" ucap Liam.

Bian menghela napasnya berat. Bukannya mendapatkan jawaban, Bian malah dibuat kesal oleh Liam. Menyebalkan sekali memang sahabatnya itu.

"Percuma gue nanya sama Lo." ucap Bian.

Bian melepas jas yang dikenakan, lalu menutup layar laptopnya yang ada di meja kerjanya. Bian beranjak dari tempat duduknya, hendak keluar dari ruangannya.

"Mau kemana Lo?" tanya Liam.

"Balik." ucap Bian.

"Tumben banget on time pulangnya. Biasanya nunggu malam baru balik. Gak sabar mau ketemu isteri di rumah, ya? Duh, jadi pengen ikutan nikah juga," ucap Liam menggoda Bian.

Bian memutar bola matanya, jengah. Bian melangkahkan kakinya keluar dari ruangannya, menyusuri lorong kantor yang mengarah ke arah parkiran.

Sesampainya di parkiran, Bian masuk ke dalam mobilnya. Sebelum melajukan mobilnya, Bian memasang seatbelt terlebih dahulu, setelah itu barulah mulai melajukan mobilnya meninggalkan pekarangan kantornya.

Ketika sedang fokus menyetir, pandangan Bian teralihkan ketika melihat toko bunga di pinggir jalan. Bian menghentikan laju mobilnya tepat di depan toko bunga itu.

"Gue beliin bunga untuk Asha kali, ya? Tapi bunga apa? Gue kan gak tau dia suka bunga apa," ucap Bian.

"Kalau Nayra suka banget sama bunga   aster, apa gue beliin Asha bunga aster, ya?" Ucap Bian bertanya pada dirinya sendiri.

Bian melepas seatbelt yang dikenakan. Bian beranjak keluar dari mobilnya, melangkahkan kakinya masuk ke dalam toko bunga, menghampiri salah satu pegawai yang ada di dalam toko bunga.

"Mba, saya mau pesan buket bunga aster ya, mba," ucap Bian.

"Baik, mas. Ditunggu sebentar ya, mas," ucap pegawai itu.

Pegawai itu pergi meninggalkan Bian, mulai membuat buket bunga yang Bian pesan. Karena ditinggal sendiri, Bian menatap sekeliling toko bunga, melihat bunga - bunga yang ada di toko tersebut sambil menunggu pesanannya selesai.

"Terserah, deh, Asha mau suka atau enggak. Yang penting gue sudah berusaha untuk beliin dia bunga." ucap Bian.

"Mas, buketnya sudah selesai," ucap seorang pegawai menghampiri Bian.

"Totalnya berapa, Mba?" tanya Bian.

"Totalnya 160.000," ucap pegawai itu.

Bian membuka dompetnya, mengeluarkan empat lembar uang lima puluh ribu dari dompetnya, memberikan uang itu pada pegawai tersebut. Setelah mendapatkan buket bunganya, Bian kembali masuk ke dalam mobil.

Bian meletakkan bunga yang ada ditangannya itu ke kursi penumpang yang ada di sebelahnya. Bian kembali memasang seatbeltnya. Setelah itu barulah Bian kembali melajukan mobilnya pulang ke rumahnya.

Sesampainya di rumah, Bian bergegas keluar dari mobilnya sambil membawa buket bunga yang dibeli. Bian melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah, berusaha mencari keberadaan Asha.

"Bibi, Asha ada dimana, Bi?" tanya Bian.

Bibi Ratna yang dipanggil oleh Bian, langsung menghampiri Bian, meninggalkan pekerjaannya.

"Ada di kamar, tuan," ucap bibi Ratna.

"Bagaimana Asha hari ini? Baik - baik aja, kan? Trigger nya gak kambuh, kan?" tanya Bian.

"Non Asha hari ini baik - baik aja, Tuan." ucap Bibi Ratna.

"Yasudah, saya ke atas, ya, Bi," ucap Bian.

"Baik, Tuan," ucap Bibi Ratna.

Bian kembali melangkahkan kakinya menaiki anak tangga, berdiri tepat di depan pintu kamar Asha.

Tok. Tok. Tok.

Ceklek.

Senyuman terukir di bibir Bian ketika Asha membuka pintu kamarnya, walaupun senyumnya itu tidak di balas oleh Asha.

"Hai," sapa Bian.

"Ada apa?" tanya Asha.

"Gapapa, pengen melihat Lo aja. Masa suaminya pulang isterinya gak keluar kamar?" ucap Bian.

"Kalau memang gak ada yang mau di omongin, aku masuk kamar lagi." ucap Asha.

Asha masuk kembali ke dalam kamarnya. Ketika Asha ingin menutup pintu kamarnya, pintunya sudah lebih dahulu di tahan oleh Bian.

"Suaminya baru pulang, gak mau cium tangan?" ucap Bian.

Asha menghela napasnya berat. Asha mengambil tangan kanan Bian, mencium punggung tangan suaminya itu, agar suaminya itu tak lagi mengganggunya.

"Udah? Sekarang bisa pergi? Aku mau istirahat." ucap Asha.

"Gue mau kasih Lo sesuatu," ucap Bian.

"Gak usah aneh - aneh. Aku malas ngeladenin kamu." ucap Asha.

"Gak aneh, kok. Tutup mata dulu, ya," ucap Bian.

Asha berdecak sebal. "Malas, ah. Udahlah, aku mau masuk kamar aja." ucap Asha.

"Nurut aja sama suaminya, apa susahnya, sih?" ucap Bian.

Asha memejamkan matanya, sesuai seperti yang Bian perintahkan. Awas saja sampai lelaki itu melakukan hal yang aneh - aneh.

"Buka matanya setelah hitungan ketiga, ya," ucap Bian.

"Satu... Dua.... Tiga..."

"Ayo, buka matanya," ucap Bian.

Asha membuka matanya perlahan. Tatapan Asha seketika berubah ketika melihat Bian berdiri di hadapannya sambil membawa buket bunga. Ada apa Bian tiba - tiba memberikannya bunga?

"Bunga yang cantik, untuk perempuan yang cantik. Gimana? Suka gak sama bunganya? Ini gue yang request sendiri loh, sama mba nya," ucap Bian dengan senyuman di bibirnya.

"Disuruh siapa kasih aku bunga? Tumben banget, gak biasanya kamu seperti ini." tanya Asha.

"Kenapa sih, susah banget percaya sama suaminya kalau suaminya lagi bertingkah manis kayak gini? Ini inisiatif gue sendiri loh, untuk beliin Lo bunga, gak di suruh sama siapapun." ucap Bian.

"Dari awal kan kan kakak gak pernah seperti ini, salah gak kalau tiba - tiba aku merasa aneh?" ucap Asha.

"Kan gue mau berubah, Sha. Gue mau memperlakukan Lo seperti apa yang Lo inginkan. Gue mau perbaiki semua kesalahan gue. Sesusah itu ya buat Lo  percaya sama gue?" ucap Bian.

"Coba deh, kakak hidup dengan banyak trauma yang diciptakan sama pasangan kakak. Gampang gak untuk kakak percaya sama orang yang sudah sakitin hati kakak? Kita coba berpikir realistis aja, kak. Orang yang sudah banyak punya trauma itu, susah untuk di tebak, susah untuk membuka hatinya, susah untuk berhadapan sama orang yang sudah menyakiti hati dia. Mungkin ini yang sekarang sedang aku rasakan." ucap Asha.

"Aku gak tau kamu tulus atau enggak melakukan ini. Tapi satu yang harus kamu tau, apapun yang kamu lakukan sekarang, belum bisa menyembuhkan luka di hati aku, belum bisa juga menghapus trauma di hidup aku." ucap Asha.

"Sekarang aku sudah gak minta kamu perjuangkan, kak. Aku gak minta kamu untuk memperlakukan aku selayaknya isteri seperti apa yang aku minta dulu. Aku hanya meminta kamu untuk tetap menjadi diri kamu sendiri. Kalau kamu melakukan ini semua terpaksa, atau kamu melakukan ini semua karena kamu kasihan sama aku, berhenti kak. Karena aku gak butuh itu." ucap Asha.

Setelah mengatakan itu, Asha mendorong tubuh Bian pelan, hingga Bian mundur beberapa langkah. Setelah lelaki itu keluar dari kamar, Asha menutup pintu kamarnya, tak lupa mengunci pintu kamarnya itu agar Bian tak bisa masuk ke dalam kamarnya.

"Aku pun gak mau bersikap seperti ini, kak. Tapi aku harus melakukan ini untuk membentengi diri aku, agar aku gak lagi terluka karena kamu. Aku belum sepenuhnya yakin kalau kamu akan benar - benar berubah." batin Asha.

Bian mencengkeram buket bunga yang ada di tangannya kuat. Bian memejamkan matanya, mencoba untuk mengontrol emosinya.

"Ternyata gini rasanya gak di hargai." batin Bian.

"Tahan, Bi. Lo gak boleh lepas kendali. Lo gak boleh buat trauma baru di hidup Asha. Udah cukup dia merasakan sakit selama ini." batin Bian.

Bian membuang buket bunga yang ada di tangannya ke tempat sampah yang ada di depan kamar Asha. Bian masuk ke dalam kamarnya, membanting tubuhnya ke kasur tanpa mengganti pakaiannya dan melepaskan alas kakinya.

"Gue harus minta maaf dengan cara seperti apa lagi, Sha?" ucap Bian frustasi.

***

Asha menatap langit - langit kamarnya dengan tatapan bosan. Ternyata seharian di dalam kamar cukup menguras tenaga Asha. Mengurung diri di kamar malah membuat Asha semakin memikirkan permasalahannya dengan Bian, bukan lagi membuatnya nyaman. Sepertinya Asha harus keluar kamar untuk menghilangkan rasa bosannya.

"Pengen makan sate padang, deh. Ajak bibi makan sate padang, kali, ya?" ucap Asha.

Asha beranjak dari tempat duduknya, mengganti pakaiannya dengan kaos berlengan panjang dan celana panjang. Asha berdiri di depan meja rias, memakai kerudung langsungnya. Karena sedang malas make up, Asha pun langsung bergegas keluar dari kamarnya.

Tatapan Asha teralihkan ketika melihat buket bunga yang Bian beli di buang di tempat sampah. Asha mengambil buket bunga itu, membawa buket bunga itu masuk ke dalam kamar, menyimpannya di nakas. Setelah itu, barulah dia melangkahkan kakinya menuruni anak tangga, menghampiri Bibi Ratna.

"Bi, mau temenin saya, gak?" ucap Asha.

"Mau kemana, Non?" tanya Bibi Ratna.

"Saya lagi mau makan diluar, mau makan sate padang. Saya lagi suntuk banget di rumah, Bi. Temenin, ya?" ucap Asha.

"Hmmm, boleh. Mau pergi sekarang?" tanya Bibi Ratna.

"Ayo," ucap Asha semangat.

"Gue ikut,"

Asha mengalihkan pandangannya ke arah Bian, ketika mendengar suara suaminya itu.

"Aku gak ngajak kamu. Aku cuman ajak bibi." ucap Asha.

"Kalian berdua makan di luar masa gue gak boleh ikut? Gue ikut, ayo," ucap Bian.

"Saya ganti baju dulu ya, Non, Tuan," ucap Bibi Ratna.

"Iya, Bi, gapapa, bibi ganti baju dulu aja," ucap Bian.

Bibi Ratna berlalu masuk ke dalam kamarnya untuk mengganti pakaiannya, meninggalkan Asha berdua dengan Bian di ruang keluarga. Asha duduk di sofa panjang yang ada di ruang keluarga, disusul oleh Bian yang duduk di sofa yang sama dengan Asha.

"Ngapain dekat - dekat, sih? Sofa banyak, kenapa harus duduk disini!" ucap Asha.

"Kenapa, sih? terserah gue mau duduk dimana," ucap Bian.

"Tapi aku gak suka dekat - dekat sama kakak!" ucap Asha.

Asha menggeser tubuhnya, menjaga jarak dengan Bian. Bian ikut menggeser tubuhnya, duduk berdempetan dengan Asha.

"Kak Bian! Aku sudah di pojok loh, ini!" ucap Asha kesal.

"Ya siapa yang suruh Lo geser - geser sampai ke pojok?" ucap Bian.

"Kak Bian bisa, gak, sih, gak usah nyebelin jadi orang!" ucap Asha.

"Gak nyebelin, Sha. Gue cuman gak mau jauh sama isteri gue. Gak salah, kan?" ucap Bian.

"Salah, karena aku gak nyaman!" ucap Asha.

Asha beranjak dari tempat duduknya,  berdiri menunggu Bibi Ratna datang. Untungnya bibi Ratna cepat datang, sebelum Bian kembali berulah. Mereka pun berjalan beriringan keluar dari rumah.

"Bi, bibi duduk di depan aja, ya? Biar Saya duduk di belakang," ucap Asha.

"Non, tap--,"

"Bi, gapapa bibi duduk di depan. Mungkin Asha lebih nyaman duduk di belakang," ucap Bian mengerti apa maksud Asha bicara seperti itu.

"Baik, Tuan," ucap Bibi Ratna.

Bian membuka pintu mobil bagian belakang, mempersilahkan Asha masuk ke dalam mobil. Setelah Asha masuk ke dalam mobil, barulah Bian masuk ke dalam mobil.

Bian menyalakan mesin mobilnya, melajukan mobilnya itu meninggalkan pekarangan rumah, menyusuri jalan malam kota jakarta, mencari tukang sate padang yang berjualan di pinggir jalan.

Di dalam mobil, hanya keheningan yang tercipta. Bian fokus mengendarai mobilnya, sedangkan Asha dan Bibi Ratna mengedarkan pandangan mereka keluar kaca mobil.

"Gak mau makan di restoran aja, Sha?" tawar Bian.

"Aku maunya sate padang." ucap Asha.

"Kenapa Asha sama banget sama Nayra, suka makan sate padang. Ini kebetulan atau gimana?" batin Bian.

Bian menghentikan laju mobilnya ketika mereka sudah sampai di sebuah warung tenda yang jualan sate padang. Mereka bergegas keluar dari mobil, masuk ke dalam warung tenda itu.

"Mas, sate padangnya tiga porsi, ya. Minumnya es teh manis," ucap Bian memesan makan.

"Siap. Ditunggu sebentar ya, mas," ucap penjual sate padang.

Asha, Bian, dan Bibi Ratna duduk di meja kosong yang ada di dalam warung tenda. Bibi Ratna duduk di hadapan Asha, sedangkan Bian duduk di samping Asha.

Bian melepas jaket yang di kenakan, menyampirkan jaket itu di bahunya Asha. Cuaca malam ini cukup dingin, Bian sadar bahwa Asha butuh jaket itu untuk menghangatkan tubuhnya.

"Jangan di lepas. Cuacanya dingin," ucap Bian ketika Asha ingin melepas jaket yang tersampir di bahunya.

Asha memainkan ponselnya, untuk menghindari kontak mata dengan Bian. Asha hanya iseng - iseng membuka galeri ponselnya, sambil menunggu makanan pesanannya datang.

"Gue minta foto pernikahan kita, dong. Ada di handphone Lo, kan?" ucap Bian.

"Gak ada." ucap Asha.

"Bohong. Orang waktu itu foto pakai handphone Lo," ucap Bian.

"Sudah di hapus." ucap Asha.

"Gak percaya. Cepat, Sha, kirimin. Gue mau simpan foto itu juga," ucap Bian.

Asha menghela napasnya kasar. Asha mencari foto yang Bian maksud. Setelah menemukan foto itu, Asha langsung mengirim foto itu pada Bian.

"Thank you," ucap Bian.

Pesanan yang di nanti akhirnya datang. Senyuman terukir di bibir Asha, melihat sate padang yang ada di hadapannya itu dengan tatapan tergiur. Harumnya saja sudah menggunggah seleranya.

Asha menikmati sate padang yang ada di hadapannya dengan lahap, begitu pun juga Bian dan Bibi Ratna. Tak ada perbincangan di antara mereka, karena mereka terlalu fokus dengan makan malam yang ada di hadapan mereka itu.

Ketika mereka sedang asyik menikmati makan malam mereka, tiba - tiba ada sebuah kucing yang duduk di meja mereka. Asha yang takut dengan kucing pun memejamkan matanya, menahan dirinya untuk tidak teriak.

"Non, kenapa, non?" Tanya Bibi Ratna yang memperhatikan Asha.

"Kucing, Bi. Saya takut sama kucing. Tolong usir kucingnya, Bi," ucap Asha dengan mata masih terpejam.

Bian yang melihat Asha ketakutan langsung mengambil kucing yang ada di atas meja. Menurunkan kucing itu ke lantai.

"Kucingnya udah gue usir," ucap Bian.

Asha membuka matanya, perlahan. Asha bisa bernapas lega setelah menyadari bahwa kucing itu sudah tak ada di atas meja lagi. Asha kembali menikmati sate padangnya yang tersisa beberapa tusuk.

"Makannya rebek, kayak anak kecil," ucap Bian sambil membersihkan sudut bibir Asha dengan jarinya.

"Kak, ngapain, sih?!" ucap Asha.

"Di sudut bibir Lo tadi ada sisa bumbu sate padang. Gue cuman bantu bersihin," ucap Bian.

Asha meminum es teh manis yang ada di meja ketika sudah menghabiskan sate padangnya.

"Pulang sekarang?" tanya Bian.

"Hm." ucap Asha.

Bian mengeluarkan uang seratus ribu dari dompetnya, memberikan uang itu pada penjual sate padang. Setelah membayar, Asha, Bian, dan Bibi Ratna kembali masuk ke dalam mobil, dengan posisi yang sama. Asha duduk di kursi belakang, bibi Ratna duduk di kursi depan, sedangkan Bian duduk di kursi kemudi.

Bian mengemudikan mobilnya kembali pulang ke rumah. Bian menyalakan audio musiknya, memutar lagu untuk menemani perjalanan mereka pulang ke rumah. Karena mengantuk, Asha  memejamkan matanya sekejap, sambil menunggu mereka sampai di rumah.

Bian mengintip Asha dari kaca yang ada di dalam mobil. Bian menggelengkan kepalanya ketika melihat Asha tertidur pulas di kursi belakang. Bian menepikan mobilnya sejenak.

"Bi, bibi pindah ke belakang ya, Bi, jagain Asha. Kasihan Asha kalau tidurnya sandaran di kaca, nanti kepalanya sakit," ucap Bian.

"Baik, tuan." ucap Bibi Ratna.

Bibi Ratna membuka pintu mobilnya, keluar dari mobil Bian, berpindah duduk di kursi belakang. Bibi Ratna memindahkan kepala Asha menjadi bersandar di bahunya. Setelah merasa tidur Asha sudah nyaman, barulah Bian kembali melajukan mobilnya kembali.

"Saya senang, Tuan, lihat tuan mau belajar untuk menghargai Non Asha," batin Bibi Ratna.

Bian menepikan mobilnya ketika mereka sudah sampai di rumah. Bian keluar dari mobilnya, lalu membuka pintu mobil bagian belakang. Karena tak tega jika harus membangunkan Asha, Bian menggendong tubuh mungil Asha, membawa Asha masuk ke dalam rumah. Bian melangkahkan kakinya menaiki anak tangga, membuka pintu kamar Asha, lalu membawa Asha masuk ke dalam kamar.

Bian merebahkan tubuh Asha di tempat tidur. Bian melepaskan sepatu yang Asha kenakan, menyimpan sepatu itu di samping nakas. Tatapan Bian teralihkan ketika melihat buket bunga yang sudah dia buang ke tempat sampah ada di nakas Asha.

"Gue kira bunganya gak akan Lo terima, Sha. Tapi ternyata Lo ambil bunga itu dari tempat sampah. terimakasih ya, sudah mau menghargai apa yang gue kasih ke Lo," batin Bian.

Bian mengambil bingkai foto yang ada di nakas, menatap bingkai foto itu dengan tatapan sendu.

"Di foto ini kelihatan banget, ya, Sha, kalau gue memang gak suka sama Lo. Awalnya gue pikir gue gak akan bisa menerima Lo di hidup gue. Gue pikir Lo gak akan bisa tahan sama sikap gue. Tapi ternyata gue salah. Penolakan gue bukan buat Lo mundur, tapi malah membuat Lo semakin memperjuangkan pernikahan kita." Batin Bian.

"Mungkin sekarang Lo lagi capek, ya? Makanya sikap Lo seperti ini sama gue. Gapapa, Sha. Seenggaknya dengan Lo bersikap seperti ini, gue jadi mengerti bagaimana perasaan Lo ketika gue mengacuhkan Lo. Perjuangan gue sekarang pasti gak sebanding sama perjuangan Lo, kan? Gue sering sakitin Lo, gue sering bentak Lo, gue sering kasar sama Lo, tapi hebatnya Lo gak pernah membalas itu semua ke gue. Lo pendam semua nya sendiri, sampai akhirnya Lo merasa capek sendiri." Batin Bian.

"Tuhan ternyata baik sama gue. Dia ngambil Nayra dari gue, dan dia memberikan Lo ke gue, disaat gue kehilangan Nayra. Apa sekarang gue harus belajar mencintai Lo seperti gue mencintai Nayra selama ini? Apa gue harus melupakan trust issue gue dan memulai hidup gue yang baru sama Lo?" Batin Bian.

Bian kembali meletakkan bingkai foto yang ada di tangannya ke nakas. Bian mengalihkan pandangannya ke arah Asha yang masih tertidur pulas. Tak ingin Asha kedinginan, Bian menarik selimut hingga menutupi tubuhnya Asha.

"Selamat tidur, Sha. Mimpi indah, ya." batin Bian sambil mengelus kepala Asha.

***

Haiii kembali lagi dengan Asha dan Bian. Gimana part ini?🤭 Jangan lupa vote dan komentarnya ya 🤍

Oh iya, yang mau baca part kemarin sudah aku upload di karya karsa ya, atau mau pdfnya masih bisa dibeli di aku.

Terimakasih semuanya🤍

Salam cinta, author 🤍

Continue Reading

You'll Also Like

247K 5.8K 32
PEMBELIAN NOVEL BACA CHAPTER INFO ORDER🫶🫶 Dinikahkan secara tiba-tiba membuat Sherin Zhafira dan Randy Baskara Artawijaya, dua insan yang tak salin...
8.2K 397 17
"Ayo, tidur sama aku" Jay. "Mesum anjrit!" Jay mengajak seorang gadis yang baru saja ia temui di lift untuk tidur bersamanya, jelas gadis itu menola...
1.7M 51.5K 61
Zanna tidak pernah percaya dengan namanya cinta. Dia hanya menganggap bahwa cinta adalah perasaan yang merepotkan dan tidak nyata. Trust issue nya so...
429K 24.9K 48
Season 1 Rony suka Salma, Salma suka Rony. Terus masalahnya di mana? Nggak ada, mereka aja yang goblok. Canda. Orang yang saling suka emang ngga sada...