jangan lupa absen hadir, makasih yang udaa mau vote dan komen, selamat membaca!
[ HILANG. ]
"Ra, kita mending langsung lapor polisi deh!" Pekik Ivy setengah frustasi, di pagi yang cerah ini Ivy, Nara, Senja dan Karel sedang terduduk di ruang tamu kediaman Nara. Gadis kecil berkerudung itu belum bersiap, masih mengenakan hoodie cream seperti kemarin.
Sesaat setelah Karel datang, cowok itu bingung, Ivy langsung menceritakan segalanya, ketiga gadis itu sampai tidak bisa tidur karena kejadian tadi malam, Nara tidak henti-hentinya berfikiran negatif dan menangis karena takut, kini gadis kecil itu meringkuk dengan Karel disampingnya.
"Telpon Bunda Elky aja dulu, kalau kita langsung lapor polisi dengan membawa kertas ini, itu ngga akan membuahkan hasil," balas Senja, gadis berkerudung yang sudah rapi dan hendak pergi ke kampus itu terlihat lelah, padahal masih pagi, mata nya juga begitu mengantuk karena tidak cukup tidur.
"Tapi kasihan Nara, kalau ini tetap berlangsung gimana, aku juga khawatir!" Balas Ivy setengah kesal, rambut Ivy yang semula rapi kini berantakan lagi, Karel hanya bisa diam membiarkan bahu nya digunakan Nara untuk bersandar, badan gadis itu masih bergetar.
vroomm vroomm!
Suara motor mengalun di halaman rumah Nara, tanpa Karel tebak juga cowok itu tahu bahwa itu suara moge klasik milik Khadafy dan r25 milik Harsa. Dua pria itu masuk dengan tergesa.
"Kak Harsaaaa!!" Pekik Ivy, Harsa sontak mendekat dan duduk disamping gadis itu, sementara Khadafy masih bingung dengan keadaan Nara yang semakin meringkuk di belakang tubuh Karel setelah kedatangan Khadafy dan Harsa. Khadafy menatap Karel meminta penjelasan sebelum duduk di sofa single disamping sofa yang diduduki Senja.
"Nara di terror." Jelas Karel singkat.
"Kak, Nara tuh gak pernah punya musuh di kampus, terkenal juga enggak, kenapa ada aja yang nerror Nara sih?!" Pekik Ivy pada Harsa, pria itu berusaha menenangkannya.
"Tapi kalau dipikir-pikir, faktornya gak mungkin dari Nara saja, pasti ada dari seseorang yang punya hubungan sama Nara juga." Jelas Harsa membuat semua orang menoleh menatap Karel yang hanya menunjukkan tatapan tajam pada Harsa.
"Rel, saya bukan bermaksud untuk menuduh kamu, tapi kemungkinan besar ada seorang secret crusher kamu yang menyerang Nara setelah tahu hubungan kalian," jelas Harsa lebih detail, Karel terlihat berfikir, namun sialnya tidak ada yang bisa menjernihkan pikirannya, cowok itu kalut.
"Pada intinya kalau ini masih berlanjut, kita harus bawa ini ke ranah hukum, atas tuduhan teror yang membuat pihak lain tidak nyaman," Harsa berdiri dari duduknya, mengambil kunci motornya dan menatap Ivy mengisyaratkan gadis itu untuk berangkat bersama dengannya.
"Kalian masuk?" Tanya Khadafy yang juga berdiri dari duduknya, Karel menatap cowok itu sambil menggeleng pelan, Khadafy mengangguk mengerti.
"Kalau gitu kita duluan," pamit Khadafy sambil menuntun Senja.
Ivy dan Senja pun melambaikan tangannya lesu kearah Nara yang juga tak kalah lesu.
Karel menoleh kearah Nara yang menegakkan tubuhnya setelah teman-temannya berangkat, ia membenarkan tudung hoodie nya agar lebih erat, kemudian menatap Karel yang juga menatapnya.
"Aku takut, Leo."
Karel menghela nafas, ia sepenuhnya paham, ini pasti ulah secret crusher nya, Karel membawa kepala Nara untuk kembali bersandar di bahu nya, memberikan usapan hangat untuk gadis nya itu. "Ada aku, Ra, aku bakal jagain kamu."
Nara mengangguk, ia sepenuhnya paham kalau dalam masalah apapun maka Karel pasti akan menolongnya, meski hatinya masih was-was karena khawatir. Karel melepas pelukannya perlahan, menatap gadis itu yang terlihat begitu lesu.
"Hari ini aku gak masuk kelas sehari, mau ikut aku?" Tanya Karel dengan wajah yang terlihat begitu sumringah, menyalurkan mood baik kepada Nara.
"Kemana?"
"Ada deh, kamu mandi dulu, siap-siap," suruh Karel sambil menepuk-nepuk sayang puncak kepala Nara. Nara mengangguk mengiyakan, ia beranjak dari ruang tamu meninggalkan Karel untuk pergi mandi dan bersiap, itung-itung refreshing setelah otak sibuk memikirkan teror itu. Karel juga tidak mau Nara kebanyakan pikiran.
Pagi yang cerah dan terik ini Karel menaikki mobilnya menuju cafe, namun sepertinya cafe itu sedang tutup, Nara menoleh heran kepada Karel yang memarkirkan mobilnya di parkiran yang tersedia dibelakang cafe itu, sepertinya sebuah parkiran indoor yang khusus untuk para pekerja. Karel pun turun, tidak lupa membukakan pintu untuk Nara.
"Makasih," gumam Nara, Karel mengangguk sembari menggandeng tangan Nara, membawanya masuk kedalam cafe lewat pintu belakang cafe, sepertinya ada sesuatu, Nara jadi penasaran.
"Ey buset malah bawa bini," celetuk Rava yang kini duduk disalah satu meja pembeli dengan sebuah laptop di hadapannya, sementara Mas Hilal terlihat baru datang membawa 4 gelas minuman dingin yang terlihat menyegarkan.
"Ada kemajuan?" Tanya Karel singkat, suara nya menggema di seluruh penjuru ruangan gelap itu.
Interior lantai dasar coffe & cat's itu luas dan full memiliki jendela di setiap sudut tembok, dan kini jendela itu ditutup oleh gorden hitam yang membuat ruangan itu menjadi gelap dan sunyi. Karel menarik tempat duduk untuk Nara, dan ia juga duduk disamping gadis nya itu.
"Kita gak bisa bikin menu baru sejauh ini, point utama kita adalah menarik pelanggan, jadi setidaknya kita buat diskon besar-besaran untuk cafe ini," jelas Rava sambil memutar laptop milik Karel yang ia gunakan membuat poster. Nara berdecak kagum karena posternya yang terlihat sederhana namun begitu menarik perhatian, sementara Karel hanya mengangguk pelan.
"Untuk video, kita ambil hari ini?" Tanya Mas Hilal yang entah darimana kini menggendong kucing abu-abu ditangannya, pria itu duduk disamping Rava. Nara menatap Karel karena gemas dengan kucingnya, tangan kecil gadis itu meremas kemeja yang Karel gunakan untuk menyalurkan rasa gemasnya.
"Gue lagi mikir konsep yang bikin orang tertarik," balas Rava yang kini beralih pada notebook milik Karel yang ia gunakan untuk menulis dan menggambar. Sembari mengotak-atik ponselnya mencari ide konten yang bagus.
"Kita itu gak boleh menyia-nyiakan keunggulan cafe ini, kita punya banyak kucing di lantai atas, dan kita ambil lantai itu buat take video," jelas Mas Hilal memberi saran.
"Kucing sebagai penglaris ya," gumam Karel, cowok itu beralih menatap Nara yang sedari tadi diam menatap kucing anggora bewarna abu-abu dipelukan Mas Hilal.
"Mas, istri gue mau pinjem kucing nya," ucap Karel blak-blakkan membuat Nara melotot menatapnya, Mas Hilal dan Rava tidak bisa menahan tawanya, namun pada akhirnya Mas Hilal memberikan kucing anggora abu-abu itu kepada Nara. Nara dengan senang hati menggendong kucing itu, wajahnya sangat sumringah saat kucing itu mengeong manja, Karel terkekeh geli sambil mengelus puncak kepala Nara.
Nara jauh lebih gemas dari kucing yang digendongnya.
"Pertama, kita bakal promosi ke anak anak kampus, kita tempel poster kita di mading, terus promosiin ke temen temen sekelas, kan nanti mereka bakal nyebar juga tuh," jelas Rava yang sibuk mengatur ide konsep untuk video promosi mereka.
"Gue males, lo aja."
Rava menatap Karel malas, namun cowok itu tidak terlihat menolak. "Tapi lo harus muncul di video promosi kita."
***
Nara duduk diam bersama Nana-kucing abu-abu milik Mas Hilal. Tangga yang menghubungkan lantai dasar cafe dengan lantai dua kini terlihat begitu tenang, ketiga cowok yang lain sedang sibuk membuat video promosi.
"Kenapa, Na?" Tanya Nara saat Nana terus mengeong bahkan menuruni tangga itu dengan cepat membuat Nara tambah bingung, sepertinya kucing abu-abu itu menemukan sesuatu yang menarik.
'meong meong'
Nara mengikutinya saat kucing itu hampir saja hilang dari pandangannya, suasana lantai dasar cafe yang sepi dan gelap itu membuat Nara sedikit panik. "Nana! Jangan kesana, sini sini."
Nana masuk ke kolong kolong meja, Nara berdecak pelan, bahkan tubuh kecilnya itu menunduk untuk mengambil Nana yang bersembunyi di bawah kolong meja. "Sini, Nana!"
Nara terlalu sibuk pada Nana yang tak kunjung keluar, bahkan menghindari tangan Nara yang berusaha menggapainya, terlihat begitu takut pada Nara padahal tadi kucing abu-abu itu baik-baik saja.
Tanpa sadar ada sesosok yang berjalan kearahnya, langkahnya perlahan mendekati Nara yang berjongkok di dekat kolong meja berusaha menggapai Nana.
"Woy!"
Nara terkaget, ia sontak menegakkan tubuhnya, betapa kagetnya dirinya saat melihat seorang dengan pakaian serba hitam berhenti tak jauh darinya. Ada Karel juga di dekat tangga, berlari mendekati sosok itu namun sosok itu langsung berlari kearah Nara.
Nara yang posisi nya masih terduduk di dekat meja sontak segera menegakkan tubuhnya, namun sayang seribu sayang kerah hoodie nya ditarik hingga tubuh Nara kini ditarik menjauh dari Karel.
"Lepasin Nara, bangsat!" Pekik Karel yang berada di ujung, berusaha menaikki meja untuk lebih cepat menggapai sosok yang membawa Nara itu. Mas Hilal dan Rava yang baru saja turun sontak kaget, dengan secepat tenaga Mas Hilal berlari kearah pintu belakang dan menutupnya, membuat sosok itu kini terkepung antara Mas Hilal dan Karel.
"Lepasin Nara!" Pekik Mas Hilal sembari mengambil sapu yang ada disudut dekat pintu belakang.
Sosok itu kalangkabut, namun tidak kehabisan ide, sosok itu mengeluarkan sebuah belati dari saku jaket hitamnya, mengarahkannya pada leher Nara.
"Buka pintu itu, dan gue lepasin dia!" Pinta sosok itu yang ternyata adalah seorang laki-laki. Suara beratnya menggema di penjuru cafe. Karel terkesiap, namun dengan segala emosi pun cowok itu melempar sebuah kursi kearah sosok itu membuatnya terkapar.
"AKHH!" Pekik Nara tertahan, tubuh nya terjatuh bersimpuh disamping sosok itu dengan pipi yang tak sengaja tergores belati, namun gadis kecil itu tinggal diam, ia mengambil belati yang terlepas dari tangan sosok itu lalu berlari menjauh dari sosok itu.
"Bagus, Ra!" Pekik Rava yang menerima belati dari Nara, kini ketiga cowok itu berjalan mendekat ke sosok itu yabg bersimpuh setelah punggungnya terkena kursi.
Karel berlari mendekati Nara, pipi gadis itu tergores sampai mengeluarkan darah, akibatnya sosok itu bisa dengan cepat menyerang Mas Hilal yang juga tidak fokus. Mas Hilal terjatuh kebelakang membuat sosok itu membuka pintu belakang dan keluar dari sana.
"Woy! Mau kemana lo?!" Rava berusaha mengejar namun tangannya ditahan oleh Mas Hilal.
"Kita pikirin Nara dulu, dia luka."
Rava menghela nafas, menatap Karel yang mengusap pipi Nara yang berdarah, gadis itu hanya meringis pelan saat luka nya ditekan oleh Karel. "Ada P3K di deket meja kasir." Ucap Mas Hilal.
"Biar gue yang ambil," balas Rava dengan sigap berjalan menuju meja kasir yang tak jauh dari tempat mereka.
"Kenapa kamu bisa sampe situ? Aku nyuruh kamu duduk diem di tangga, asal ngga jauh dari lantai dua, aku khawatir, Ra. Lihat kan akibatnya?" Tanya Karel dengan begitu khawatir, tangan besarnya menangkup pipi Nara.
"Aku ngejar Nana, dia masuk ke kolong meja, aku takut dia nanti keluar," jelas Nara berusaha membela dirinya, lagipula kalau tidak ada Nana nanti dirinya akan kesepian.
"Kan bisa panggil aku, Ra!" Pekik Karel frustasi, pekikan itu bahkan membuat Mas Hilal juga terkaget, apalagi Nara yang berada tepat didepan wajah Karel.
"Kamu lagi sibuk, Leo."
Karel tersadar, bahkan Rava yang hendak memberikan kotak P3K itu terdiam mendengar Karel berbicara dengan nada tinggi kepada Nara. Suara Nara bahkan sudah parau untuk sekedar membalas perkataan Karel.
"Maaf, Ra." Karel menarik tubuh Nara, memeluk nya erat, memberi kode kepada Rava untuk membawakan kotak P3K itu kepadanya. Mas Hilal pun berjalan mendekati Rava, menepuk bahu cowok itu dan mengisyaratkan pada nya untuk meninggalkan Karel dan Nara sendiri.
Karel hanya diam saat Mas Hilal dan Rava berjalan kembali kearah tangga, sejenak Mas Hilal menatap Karel, mengepalkan tangannya ke udara guna menyemangati cowok itu, Karel hanya mengangguk.
Sesaat setelah Mas Hilal dan Rava tidak terlihat di pandangan cowok itu, Karel menarik tubuh Nara pun ditatap lamat-lamat, gadis itu nampak diam sembari menunduk, seperti sedang sangat sensitif.
"Aku takut kamu kenapa-napa, Ra," ucap Karel tulus, ditangkupnya kedua pipi tembam gadis itu, membuat Nara tidak bisa mengalihkan pandangannya pada mata obsidian Karel yang begitu teduh. Nara suka saat mata itu melunak ketika menatapnya, Nara selalu suka dengan sisi lembut yang Karel tujukan hanya kepada nya.
"Jangan pergi, Ra."
Nara hanya mampu mengangguk, meski begitu Karel tersenyum tipis, mengambil kapas dan alkohol untuk mengobati luka gores di pipi Nara. Luka itu sebenarnya panjang namun tidak terlalu dalam, Nara bahkan tidak meringis ketika alkohol menyapa kulit pipi nya.
"Leo, kamu janji kan, bakal jagain aku terus?" Tanya Nara spontan sembari terus memperhatikan setiap lekuk wajah Karel. Wajah dengan pahatan yang begitu sempurna, Nara tidak menyangka cowok itu akan menjadi tunangannya dan akan menjadi suami nya kelak. Nara merasa beruntung.
"Ya, aku bakal terus jagain kamu. Stay with me, okay?"
***
Karel menetapkan satu motto, yaitu lengah sedikit maka Nara menghilang. Dan, dengan bodohnya dirinya yang terlalu sibuk bekerja dan promosi memutuskan untuk memulangkan Nara setelah Ivy dan Senja menyelesaikan kelas mereka. Nyatanya kedua gadis itu dengan keadaan mengenaskan terduduk lemas di ujung kamar tidur Nara yang ada di lantai atas.
Karel terdiam dengan nafas memburu, ia turun dari lantai atas dengan tergesa, tubuhnya yang hendak keluar dari rumah itu secara tergesa pun langsung ditahan oleh Harsa yang baru saja datang.
"Karel, mau kemana kamu?" Tanya Harsa sambil menahan tubuh Karel yang membabi buta.
"Aku mau cari Nara, lepasin!" Pekik Karel sambil berusaha keluar dari rangkulan Harsa yang kuat.
"Jangan gegabah, memangnya kamu tahu kemana Nara dibawa?!" Tanya Harsa balik yang sudah kewalahan karena kekuatan Karel yang begitu besar.
"TAPI NARA HILANG KAK! DIA BUTUH AKU!" Teriak Karel yang mengundang Mas Hilal dan Rava untuk ikut turun menahan Karel yang semakin membabi buta.
"Hil, panggilin polisi!" Pekik Harsa yang kini mendudukkan Karel secara paksa, cowok itu sudah memerah karena tidak bisa menahan emosi nya.
"Udah, mereka udah on the way," balas Mas Hilal.
Karel terdiam, namun diamnya Karel justru membuat Mas Hilal, Harsa dan Rava panik. Suara motor cb pula terdengar didepan pekarangan rumah Nara, dua gadis yang satu berambut pendek lurus san yang satu berambut sedang namun kusut.
"Raluna, Flavio." Harsa menatap kedua nya yang terlihat panik.
"Gimana? Nara kenapa bisa di culik?" Tanya Raluna yang lebih panik dari Flavio. Wajah gadis yang satu fakultas dengan Harsa itu terlihat lempeng, memang selalu begitu, apalagi kala melihat Rava juga ada disana.
"Kita udah panggil polisi," balas Harsa yang berusaha menarik tubuh Karel untuk berdiri, cowok itu sangat lemas jadi Harsa memilih membawa nya ke sofa untuk menenangkan cowok itu.
"Kok bisa Nara di culik?" Tanya Raluna yang masih saja panik kepada Mas Hilal, Raluna memang belum mengenal Mas Hilal, namun tidak bisa dipungkiri bahwa Raluna juga mudah berinteraksi, meski tidak pandai bergaul.
"Akhir akhir ini ada yang nerror dia, dari kemarin sampai tadi pagi di cafe aku," jelas Mas Hilal secara rinci. Raluna menghela nafas lelah, tepat setelah itu Ivy, Senja dan Khadafy turun dari lantai atas, kedatangan Raluna dan Flavio membuat Ivy dan Senja memekik, langsung saja keempat gadis itu berpelukan.
"Nara, Ral, Nara hilang," rengek Ivy yang membuat Harsa mengalihkan pandanganya sejenak, melihat Ivy yang menangis dipelukan Raluna dan Senja dan Flavio yang saling menguatkan. Harsa tahu betul kalau para gadis itu adalah teman dekat, dan bahkan pertemanan kelimanya memang begitu mencolok, tidak seperti circle lain yang ada di kampus.
"Kita gak bisa selesaiin ini pake kepala panas, kita harus tenang dulu, ikut arahan dari Kak Harsa, supaya Nara bisa cepet ketemu," balas Khadafy menengahi, Harsa menghela nafas dan beralih menatap Karel yang diam, sudah ia berikan segelas air putih yang langsung diteguk habis oleh cowok itu, namun Karel terlihat merenung dengan segala perasaan bersalahnya.
"Aku bodoh banget ya, Kak?" Tanya Karel spontan, Harsa masih diam, tidak tahu harus membalas seperti apa, Harsa tidak tahu cara mengatasi seseorang yang sedang banyak pikiran dan di landa rasa bersalah. Dirinya adalah anak jurusan hukum, bukan psikologi.
"Aku gak bisa jagain Nara, aku malu-maluin, aku gak bisa nepatin janji ku, Kak."
"Rel, kamu cinta Nara kan?"
Karel mengangguk tanpa ba-bi-bu, Harsa tersenyum teduh, memukul main-main lengan Karel membuat cowok itu menoleh tidak mengerti.
"Kalau begitu, kamu pertahankan dia, cari dia dengan kepala dingin, jangan gegabah, semakin kamu buru-buru semakin kecil peluang Nara akan ketemu."
to be continued ...