MARIPOSA : MASA SEANDAINYA

By Luluk_HF

738K 65.7K 8.8K

Mariposa masa seandainya adalah "what if" dari Mariposa Universe. Mengisahkan Iqbal dan Acha dengan alur "SE... More

WAJIB DI BACA
PROLOG
1 - SUARA LONCENG
2 - MARIPOSA TELAH KEMBALI
3 - REUNI SMA ARWANA
4 - DOKTER MAGANG CANTIK
5 - HAI
6 - LONG TIME NO SEE
7 - PERTEMUAN KEDUA
8 - OBROLAN KLISE
9 - STALKER
10 - TIDAK TENANG
11 - JAWABAN JUJUR
12 - MELUPAKAN
13 - PENASARAN
14 - JENDELA MASA LALU
15 - PERTANYAAN
16 - PERMINTAAN TAK TERDUGA
17 - TRAGEDI SANDWICH TUNA
18 - KEBERATAN NGGAK?
MARIPOSA : MASA SEANDAINYA (SPESIAL PART AND EXTEND PART 18)
19 - HARI PERTAMA KERJA
20 - SITUASI
21 - CANGGUNG
MARIPOSA : MASA SEANDAINYA EXTEND PART 22
23 - UCAPAN TERIMA KASIH
24 - CANTIK
25 - REALIZE
MARIPOSA : MASA SEANDAINYA (SPESIAL PART LAST MEETING & IQBAL P.O.V)
26 - KALI INI
27 - SEBUAH IDE
28 - HARI PEMOTRETAN
29 - AWAL RENCANA
30 - SANDWICH TUNA
31 - PERTANYAAN MENDEBARKAN
32 - MEYAKINKAN
33 - LAKUIN
SPESIAL PART PENOLAKAN IQBAL DAN HUKUM NEWTON III
34 - COWOK GILA
35 - ALERGI
36 - RIVAL
37 - PENOLAKAN TEGAS
38 - BUKTI PERJUANGAN
39 - PERINGATAN
MARIPOSA : MASA SEANDAINYA EXTEND PART 39
40 - PENGORBANAN GILA
41 - KHAWATIR
42 - RUMOR
43 - TEMBOK DAN PINTU
44 - PERTIMBANGAN
45 - PENCARIAN HADIAH
46 - THE PARTY
MARIPOSA : MASA SEANDAINYA EXTEND PART 46
47 - HANYA KAMU
48 - SEBUAH BUKTI
MARIPOSA : MASA SEANDAINYA EXTEND PART 48
49 - LAIN KALI
50 - BERAKHIRNYA DRAMA
MARIPOSA : MASA SEANDAINYA (SPESIAL PART WEDDING INVITATION)
51 - PINDAHAN
52 - POSE
MARIPOSA : MASA SEANDAINYA (SPESIAL PART CAMPING DATE)
53 - HOUSE WARMING
54 - PERHATIAN SEDERHANA
55 - ON THE WAY
MARIPOSA : MASA SEANDAINYA EXTEND PART 55
56 - PERTIMBANGAN
57 - KECEROBOHAN
58 - NOTIFIKASI
59 - THE WANTS
MARIPOSA : MASA SEANDAINYA (SPESIAL PART HOLIDAY IN BANDUNG BAGIAN A)
60 - SIKAP ANEH

22 - KECEROBOHAN

10.2K 1.1K 143
By Luluk_HF

"Amanda...."

Amanda mendecak pelan sembari geleng-geleng melihat penampakkan sahabatnya yang sudah mirip orang gila yang tidak mandi tiga hari. Rambut acak-acakan, kantung mata menghitam dan wajah kusam.

Amanda menaruh sarapan yang sempat ia belikan untuk Acha. Pagi ini, Amanda sengaja mampir ke rumah Acha, niatnya ingin sekadar berkujung dan melihat kondisi sahabatnya karena mereka sudah tidak bertemu dua minggu terakhir ini.

Namun, pandangan yang didapat malah penampakkan Acha yang memprihatinkan. Amanda yakin pasti Acha sedang ada banyak tugas beberapa minggu ini.

"Cha mandi dulu!" pekik Amanda tajam dan langsung menjauhkan kotak sarapan yang ingin dibuka Acha.

Acha mendesis sebal.

"Lo kerja rodi apa gimana sih? Raut wajah lo sampai kayak gitu?"

Acha menggeleng lemah.

"Nggak tau Amanda. Ingin rasanya Acha hilang aja. Laporan Acha banyak tapi Acha juga harus selesaikan materi seminar," racau Acha.

"Lo mau ada seminar?" heran Amanda.

Acha mengangguk.

"Iya, lusa Acha harus berangkat ke Bali sebagai perwakilan fakultas."

Amanda menghela napas panjang, kini terjawab sudah alasan utama sahabatnya mendadak menjelma seperti mayat hidup.

"Tetap jaga kesehatan lo, jangan terlalu diforsir Cha. Ngerti?"

"Ngerti Amanda."

"Sekarang berdiri dari kursi dan mandi dulu. Kita sarapan bareng."

Acha menatap Amanda dengan sorot mata haru, merasa bersyukur dengan kehadiran Amanda yang selalu peduli dengannya.

"Makasih Amanda."

****

Acha turun dari mobil Amanda, pagi ini Amanda menjadi penyelamatnya. Mulai dari membawakannya sarapan hingga mengantarkannya ke rumah sakit.

"Nanti sore mau dijemput juga, nggak?" tawar Amanda.

Acha menggeleng.

"Nggak usah Amanda. Sepulang kerja, Acha mau ke perpustakaan kampus dulu."

"Oke. Lusa gue antar ke Bandaranya."

Acha mengangkat kedua jempolnya.

"Love you, Amanda."

Bukannya membalas, Amanda malah bergegas menutup kaca jendela dan menjalankan mobilnya begitu saja. Sementara Acha terkekeh puas melihat sikap tsundere seorang Amanda.

"Semangat untuk hari ini Natasha!"

*****

Iqbal keluar dari ruangan dekan dengan membawa sebuah undangan. Setelah mengajar, Pak Prama memanggilnya dan Iqbal diminta menjadi perwakilan dosen untuk acara seminar di Universitas Kencana, Bali.

Tentu saja, Iqbal langsung menerima penunjukkan tersebut, Iqbal merasa terhormat mendapatkan kesempatan tersebut, mengingat dirinya masih dosen baru.

"Sebaiknya gue segera siapkan materinya."

Iqbal memilih bergegas pulang. Penjukkan tersebut cukup mendadak dan ia tidak punya bnayak waktu. Lusa dirinya sudah harus berangkat ke Bali bersama dua mahasiswanya yang ditunjuk juga oleh fakultas.

****

Langkah Iqbal terhenti saat akan memasuki parkiran. Dari kejauhan Iqbal melihat sosok familiar yang berlari cukup kencang menuju ke gedung fakultas kedokteran dengan bawaan yang banyak di tangan kanan-kirinya.

Iqbal tersenyum kecil, menyadari sosok tersebut adalah Acha.

"Dia nggak pernah berubah."

Setelah itu, Iqbal melanjutkan kembali langkahnya dan segera masuk ke mobil. Iqbal pun beranjak dari parkiran kampus menuju rumahnya.

****

Acha akhirnya bisa tersenyum lega, materi untuk seminar yang ia siapkan beberapa hari ini akhirnya selesai juga. Acha meregangkan kedua tangannya, meraskan seluruh tubuhnya pegal dan tegang. Kepalanya juga terasa lebih berat dari kemarin.

Acha mengedarkan pandangnya ke seluruh penjuru perpustakaan kampus, keadaan sudah sangat sepi.

"Lebih baik Acha kirim besok aja materinya ke Dokter Tomi biar besok pagi bisa Acha periksa sekali lagi," putus Acha dan segera menutup laptopnya.

Acha segera berdiri dan keluar dari perpustakaan. Acha merasa tidak punya tenaga lagi untuk berdesak-desakan di busway dan memutuskan untuk memesan taxi online saja.

****

Taxi yang Acha pesan akhirnya datang. Acha segera masuk dan menyenderkan tubuhnya. Ia meletakkan laptop dan tasnya di sampingnya begitu saja. Selama perjalanan Acha memilih unetuk memejamkan matanya, ia ingin mendinginkan kepalanya sejenak.

Untung saja driver malam ini tidak mengajak Acha mengobrol, seolah mengerti kondisi lelah Acha.

Dua puluh menit perjalanan terasa begitu cepat. Acha membuka kedua matanya dengan berat saat suara sang supir membangungkannya.

"Sudah sampai Kak."

Acha merasakan kepalanya masih berat.

"Iya, Pak. Maaf."

Dengan kedua mata yang masih mengantuk dan sangat lelah, Acha buru-buru mengambil tasnya dan langsung turun begitu saja dari mobil tanpa memeriksa kembali barang bawaannya.

Setelah itu, Acha segera masuk ke dalam rumah dengan langkah gontai. Ia menyalakan lampu-lampu rumahnya. Hari ini Acha di rumah sendiri karena Mamanya sedang ada pekerjaan di Yogyakarta selama satu minggu.

****

Acha menaruh tasnya di sembarang tempat, tanpa mengganti baju terlebih dahulu Acha langsung merebahkan tubuhnya di atas kasur. Hal yang sangat jarang dilakukan Acha, biasnya gadis itu paling anti merebahkan tubuh jika masih mengenakan pakaian dari luar.

Namun, karena terlalu lelah dan butuh tidur. Acha tidak mempedulikan lagi. Acha menutup kedua matanya sembari menarik guling sapinya.

Akan tetapi, baru lima menit Acha hendak memutuskan tidur, kedua mata Acha langsung terbuka lebar. Acha teringat dengan sesuatu.

"Laptop Acha!"

Acha segera bangkit, rasa kantuk dan lelahnya seketika hilang dengan ajaibnya. Acha buru-buru memeriksa tasnya dan benar saja tidak ada laptop di sana.

Acha mengingat kembali.

"Acha kenapa pinter banget sih!"

Acha menyadari kecerobohannya, ia meninggalkan laptopnya begitu saja di taxi tadi. Acha merasakan tangannya mulai gemetar, bingung harus berbuat apa.

"Telfon Amanda dulu, Cha!"

Acha merasa butuh bantuan Amanda, ia tidak bisa berpikir jernih saat ini. Apalagi di dalam laptopnya banyak data-data penting dan tugas-tugasnya. Ditambah ada materi seminar yang filenya hanya ada satu-satunya di laptopnya.

Tak butuh waktu lama, panggilan Acha tersambungan dengan Amanda.

"Amanda, tolong Acha!"

*****

Acha tidak bisa berhenti menangis, setelah Amanda datang gadis itu langsung menenangkannya dan mencoba membantunya.

Amanda melaporkan kejadian tersebut ke customer service kantor pusat dari taxi online yang ditumpangi Acha.

"Amanda, gimana kalau laptop Acha nggak balik? Materi seminar Acha ada di sana dan lusa Acha harus sudah berangkat ke bali." Acha tidak bisa menghilangkan rasa paniknya sejak tadi.

"Lo nggak punya salinannya sama sekali, Cha?"

Acha menggeleng.

"Nggak punya Amanda."

Amanda meremas rambutnya, ikut gusar.

"Kalau buat ulang lagi, Cha?"

Air mata Acha turun semakin deras mendengar pertanyaan Amanda.

"Acha nggak yakin bisa selesai Amanda. Sepertinya nggak akan keburu kalau buat ulang."

Amanda segera mendekati Acha dan memeluk gadis itu dengan erat. Ia merasa bersalah sudah memberikan pertanyaan tersebut.

"Tenang ya, Cha. Gue yakin laptop lo pasti kembali dan ditemuin. Jangan panik dulu, ya."

Padahal dalam hati, Amanda sama paniknya dengan Acha. Hanya saja, Amanda berusaha untuk bersikap lebih tenang. Ia takut jika dirinya ikut panik, Acha akan semakin menangis.

****

Amanda memutuskan untuk meminta bantuan Rian yang mungkin saja memiliki koneksi dengan perusahaan taxi online tersebut. Dan, benar saja tak butuh waktu lama Rian, Glen bahkan Iqbal langsung datang ke rumah Acha.

Amanda kaget saat melihat Glen dan Iqbal juga ikut datang, padahal dirinya hanya memanggil Rian saja.

"Sori, gue tadi lagi di jalan sama Glen dan Iqbal. Kita mau nongkrong bareng, makanya mereka gue ajak kesini" jelas Rian saat melihat wajah bingung Amanda.

Amanda mengangguk-angguk, mulai paham.

"Kejadian detailnya gimana?" tanya Rian lagi.

Amanda pun mulai menjelaskan lebih detail kepada Rian, Glen dan Iqbal. Sementara Acha sedang di kamar mandi. Beberapa menit yang lalu, Amanda menyuruh Acha untuk cuci muka dan berganti baju agar tidak terlihat berantakan.

Tak lama setelah Amanda selesai menjelaskan, Acha keluar dari kamar mandi. Acha pun sama kagetnya saat melihat Rian datang bersama Glen dan juga Iqbal.

Amanda pun segera menjelaskan ke Acha.

"Kalian mau minum apa?" tanya Acha dengan suara masih serak.

Rian, Glen dan Rian tak ada yang menjawab, mereka tidak tega melihat kedua mata Acha yang masih sembab dan terlihat jelas kelelahan.

"Cha, tenang aja. Kita pasti bantu dan laptop lo pasti balik. Glen barusan sudah telfon teman Papanya yang mungkin bisa bantuin. Laporan kehilangan juga pasti sudah masuk di kantor pusat." Rian berusaha membantu menenangkan Acha.

"Iya Rian, makasih banyak."

*****

Satu jam kemudian, Acha mendapatkan telfon dari kantor pusat dan berhasil mendapatkan nomor sang driver. Acha pun segera menghubungi driver yang mengantarnya tadi dan menjelaskan permasalahannya.

Untung saja, driver tersebut bersedia membantu bahkan langsung kembali ke rumah Acha saat itu juga. Namun, sayangnya kedatangan driver tersebut bukan untuk mengembalikan laptop Acha melainkan memberikan kabar lebih buruk.

"Saya benar-benar bersumpah Kak. Saya tidak tau jika ada laptop yang ketinggalan di mobil dan saya juga sudah periksa kursi penumpang sama sekali tidak ada laptop di sana." Driver paruh bayah itu menjelaskan berulang-ulang dengan raut panik.

"Bapak maaf tanya, setelah mengantarkan Acha apa bapak tidak memeriksa kursi penumpang?" tanya Amanda.

Bapak driver itu menggeleng.

"Maaf tidak. Karena setelah mengantarkan Kak Acha, saya langsung mendapatkan penumpang baru."

"Sebelum bapak mendapatkan kabar kehilangan laptop ini, bapak sudah mendapatkan berapa penumpang?"

"Saya hanya mendapat satu penumpang yang tujuannya ke bandara."

Mendengar penjelasan bapak tadi, air mata Acha yang sudah ia tahan langsung turun tanpa bisa Acha tahan. Acha merutuki kebodohannya yang meninggalkan laptop kesayangannya yang sudah menemaninya sejak SMA.

"Cha, jangan nangis dulu. Laptop lo pasti ketemu."

"Materi seminar Acha..." isak Acha, yang ada di kepala Acha sekarang dan yang terpenting bagi Acha sekarang adalah materi tersebut. Acha sangat membutuhkannya.

Rian, Glen dan Iqbal memutuskan mengajak bapak driver tadi mengobrol lebih intens di kursi teras. Kondisi Acha yang semakin panik dan menangis terus membuat mereka semakin tidak tega. Mereka bertiga membantu Acha sebisa mungkin.

Sementara Amanda masih setia menemani dan menenangkan Acha di ruang tamu.

****

Tiga puluh menit kemudian Rian, Iqbal dan Glen kembali ke dalam rumah Acha setelah mengantar kepergian bapak driver tersebut.

Kondisi Acha juga sudah lebih tenang, gadis itu pun sudah tidak menangis lagi.

"Kita sudah dapat identitas bapaknya sebagai jaminan, untung saja bapaknya tadi mau bantu dan ngasih nama dari penumpang terakhirnya," jawab Rian.

"Gue sudah kabari teman Papa gue perkembangan masalahnya, katanya akan coba dibantu tapi mungkin besok pagi kita baru bisa dapat kabar terbarunya," tambah Glen.

Amanda mengangguk-angguk paham.

"Lo percaya bapak drivernya, Yan?" tanya Amanda.

Rian bergumam pelan, mengerti kekhawatiran sang pacar.

"Dilihat dari sikap bapaknya sejak datang dan cerita bapaknya yang konsisten, sembilan puluh persen gue yakin bapaknya beneran nggak tau laptop Acha dan bukan bapaknya yang ngambil."

"Gue juga," timpal Glen lagi.

"Menurut lo, Bal?" Amanda mengajukan pertanyaan yang sama ke Iqbal yang sejak tadi banyak diamnya dan lebih fokus mengamati permasalahannya.

Iqbal terdiam sejenak, memikirkan baik-baik jawabannya.

"Sembilan puluh sembilan persen," jawab Iqbal tanpa ragu.

"Seyakin itu?" kaget Amanda.

"Bapaknya tadi sempat nawarin kasih KTP-nya ke Rian."

Amanda langsung beralih ke Rian.

"Beneran, Yan?"

"Iya. Tapi gue tolak yang penting gue sudah foto KTP bapaknya dan pastiin sama dengan beliau. Kita juga sudah punya plat mobil bapaknya, identitas di aplikasinya dan nomernya juga. Glen tadi juga minta izin rekam semua cerita bapaknya saat di teras. Kita sudah punya bukti kuat jadi kalau bapaknya bohong, lebih gampang kita laporkan dan proseskan."

Amanda menghela lega mendengar penjelasan Rian. Pacarnya memang paling berpengalaman jika masalah seperti ini karena tak jauh dibidangnya, yaitu anak hukum.

Amanda menoleh ke Acha, merasakan jemari Acha yang ada digenggamannya masih berkeringat dingin. Pandangan Acha pun semakin tak fokus. Amanda sangat tau apa yang dipikirkan Acha saat ini.

"Sekarang, masalahnya hanya ada satu," ucap Amanda ke Rian, Iqbal dan Glen.

"Apa?" serempak ketiganya.

"Materi seminar Acha."

****

Acha menepuk-nepuk pelan pipinya, berusaha untuk fokus. Perasaan menyesal terus-terusan memutari kepalanya. Ya, penyesalan terbesar Acha adalah menunda mengirimkan materi tersebut ke dokter Tomi saat di perpustakaan tadi.

Acha juga mengakui kecerobohan fatalnya ini dan berjanji dalam hati untuk tidak mengulangi lagi. Jujur, baru pertama kali ini Acha mengalami kejadian seperti ini.

Setelah mendengar penjelasan Amanda mengenai materi seminar Acha, Iqbal adalah orang pertama yang langsung menawarkan diri untuk membantu Acha. Iqbal memberikan saran agar Acha membuat kembali materi tersebut dan meyakinkan Acha bahwa materinya bisa selesai besok.

Iqbal bahkan berani memberikan jaminan ke Acha, membuat Acha yang awalnya pesimis mulai melihat adanya harapan.

Sementara Rian dan Glen memilih mundur, mereka menyadari kapasitas kepintaran mereka dan merasa tidak akan bisa membantu Acha dalam hal itu.

"Iqbal beneran bisa?" tanya Acha masih tidak sepenuhnya yakin.

"Lo buat kerangkanya dulu dan susun materinya."

"Wa... Waktunya cukup?"

"Cukup, percaya sama gue."

Acha mengangguk kecil dan kembali menatap laptop di depannya. Iqbal bahkan rela meminjamkan laptopnya yang untungnya ia bawa. Karena, rencananya tadi Iqbal akan meneruskan menyelesaikan materi seminarnya di rumah Rian.

*****

Jam dinding di ruang tamu Acha menunjukkan pukul satu dini hari. Satu jam yang lalu, Acha sudah selesai menyusun kembali kerangka dan materinya walau masih dalam bentuk kasaran. Kemudian, Iqbal membantu untuk menatanya dan membuatkan power point-nya.

Sementara Rian, Glen dan Amanda menunggu di teras rumah, meninggalkan Iqbal dan Acha berdua di ruang tamu. Mereka bertiga sibuk berdiskusi dan mencari keberadaan penumpang terakhir yang berpotensi membawa laptop Acha.

Acha membawakan segelas susu cokelat hangat, menaruhnya di samping Iqbal.

"Iqbal, minum dulu," suruh Acha. Ia kembali duduk di samping Iqbal.

"Iya," jawab Iqbal singkat. Pandangan dan tangannya sangat fokus di laptopnya.

Acha memperhatikan Iqbal, ada rasa aneh yang baru Acha sadari. Ia tak menduga Iqbal akan datang malam ini bahkan Iqbal membantunya malam ini.

Acha jadi teringat saat dulu masa SMA, Iqbal pernah mengantarnya pulang ke rumah. Acha yakin, Iqbal juga pasti merasakan keanehan seperti dirinya. Setelah enam tahun lamanya, Iqbal datang kembali ke rumah Acha dengan situasi yang berbeda.

"Teori case pertama mau dimasukan semua atau lo jelaskan sendiri langsung?" tanya Iqbal.

Tak ada jawaban dari Acha, membuat Iqbal bingung. Ia lantas menoleh dan mendapati Acha yang diam sembari menatapnya dengan tatapan yang entahlah tidak bisa Iqbal jelaskan.

"Acha," panggil Iqbal lagi.

Panggilan Iqbal yang kedua kalinya langsung menyadarkan Acha.

"I... Iya Iqbal? Maaf Acha nggak denger." Acha mendesis pelan, lagi-lagi merutuki kebodohannya. Sudah dua kali, Acha ketahuan melihat Iqbal secara terang-terangan seperti ini.

Iqbal tersenyum kecil.

"Teori case pertama mau dimasukan semua atau lo jelaskan sendiri langsung?" Iqbal mengulangi pertanyaannya dengan sabar.

"Acha jelaskan sendiri aja. Cukup poin-poinnya yang dimasukan," jawab Acha.

"Oke."

Setelah itu, Iqbal kembali fokus menatap laptopnya, membuat Acha bernapas lega. Acha sudah khawatir Iqbal akan bertanya aneh-aneh tentang diamnya.

"Iqbal nggak ngajar besok pagi?" tanya Acha, berusaha membuka obrolan baru. Meskipun rasa gugup dan canggung masih mendominasinya saat ini, Acha berusaha untuk melawannya. Setidaknya sekarang, ia berhutang budi ke Iqbal.

"Ngajar," jawab Iqbal.

Acha langsung menatap ke jam dinding yang telah menunjukkan pukul satu lebih dua puluh menit.

"Iqbal, ini sudah jam satu," ucap Acha memberi tahu dan kembali menatap Iqbal.

"Hm."

"Iqbal nggak tidur? Nggak istirahat? Besok pagi-pagi Iqbal harus ngajar, kan?" Acha mendadak khawatir, ia merasa tidak enak sudah sangat merepotkan Iqbal.

"Lo sendiri nggak kerja besok pagi?"

Acha tertegun sesaat, bingung dengan pertanyaan dadakan Iqbal.

"Acha kerja. Tapi, Acha udah terbiasa begadang dan masih bisa tahan."

"Gue juga," jawab Iqbal dengan entengnya.

Acha menghela napas panjang, semakin merasa bersalah.

"Acha minta maaf Iqbal."

Deg! Tangan Iqbal langsung berhenti bergerak di atas laptopnya. Perlahan, Ia kembali menatap Acha.

Jujur ada perasaan aneh yang langsung menjalar di tubuh Iqbal saat mendengar perkataan Acha barusan. Sudah lama Iqbal tidak mendengar Acha mengatakan kalimat itu dengan intonasi yang lemah seperti sekarang.

Jika Iqbal mengingat kembali, gadis itu sering mengucapkannya dulu saat SMA. Ya, saat Acha masih mengejar-kejarnya.

Mereka saling bertatap cukup lama. Iqbal masih sibuk mencari jawaban dari rasa aneh itu. Sementara Acha, terdiam membeku. Acha tidak siap mendapat tatapan dari Iqbal seperti sekarang.

"Jangan natap Acha kayak gitu." Entah keberanian dari mana yang membuat Acha mengeluarkan kalimat tersebut dan memecahkan keheningan lama mereka.

"Terus gue harus natap gimana?"

"Kayak waktu SMA. Acha lebih terbiasa tatapan dingin Iqbal dulu, dari pada tatapan Iqbal sekarang." Acha memberikan jawaban paling jujurnya dengan berani.

"Emangnya tatapan gue sekarang gimana?"

Acha meneguk ludahnya dengan susah payah, suara Iqbal terdengar lebih berat dan berhasil membuat jantung Acha berdebar lebih cepat.

"Terlalu hangat."

Situasi di ruang tamu mendadak lebih hening dan mendebarkan. Bahkan, Acha yang biasanya gugup dan tidak berani menatap Iqbal lama, kali ini dengan berani membalas.

"Gue sedang berusaha sekarang." Iqbal kembali memecah keheningan.

Acha mengerutkan kening.

"Berusaha apa?"

"Buat lo terbiasa lagi dengan kehadiran gue."

****

#CuapCuapAuthor

Bagaimana Mariposa : Masa Seandainya part 22? Suka nggak? 

Mariposa : Masa Seandainya part 23 mau update kapan nih? 

Sebenarnya hari ini aku mau buatin part tambahan (extend untuk part 22), dimana menceritakan bagaimana Iqbal, Rian dan Glen bisa berkumpul sebelum akhirnya ke rumah Acha. Part ini khusus Rian dan Glen sengaja menjebak Iqbal karena mereka penasaran dengan perasaan Iqbal sebenarnya buat Acha dan juga obrolan mereka bertiga di rumah Rian. 

Tapi karena udah malam banget dan aku belum selesai nulisnya, kemungkinan aku usahain update besok ya untuk (extend part 22-nya).

Dan, sampai jumpa di Mariposa : Masa Seandainya part 23 

Jadwal update Mariposa Masa Seandainya part 23 akan aku infokan di Instagramku @luluk_hf

Teman-teman bisa pantengin instagramku ya biar nggak ketinggalan info update Mariposa : Masa Seandainya.

Terima kasih banyak sudah baca Mariposa : Masa Seandainya. Semoga teman-teman selalu suka. Sampai jumpa di part selanjutnya dan jangan lupa selalu jaga kesehatan ya. Love u all ❤️


Salam,


Luluk HF

Continue Reading

You'll Also Like

1.1M 52.6K 32
Alana harus menerima kenyataan jika ia dan Aluna tidak akan pernah bisa setara sekalipun mereka saudara kembar. Aluna sang malaikat tidak pantas disa...
1.9K 1K 12
Rasa yang tak seharusnya tercipta. Dan mereka yang menyimpan beribu luka. Selamat datang di Himpunan Rasa!
AV By s h e y

Teen Fiction

2.8M 240K 42
Sequel ALTHAIA. Asgara Ardew Lazarus. Pria dingin anti sosialisasi ini menyebut perempuan adalah mahluk yang merepotkan, kecuali Mommy tersayang nya...
1.8K 573 30
mengisahkan seorang wanita pekerja kantoran bernama Nada Arshita yang memilih menutup diri dari setiap pria yang mendekatinya, tujuan hidupnya kini h...