He Fell First and She Never F...

By vousmezera

326K 24.8K 3.5K

"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, to... More

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
44 (a) - Edisi LDR Sementara
44 (b) - Edisi LDR Sementara
45
46
48
49
50
51-Flashback (Spesial) Edisi Lebaran
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
attention please‼️please read until the end‼️
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
105
106
107
108

47

2.2K 207 45
By vousmezera

Vanessa menghela napas pelan, tadinya ia pikir bisa langsung pulang dan tidur di kamar yang sudah sangat ia rindukan. Bisa saja ia langsung pulang ke Hambalang jika ajudan Mas-nya yang menjemput, tapi Vanessa hanya ingin Mas-nya yang jemput karena sudah lama sekali tidak bertemu intens atau hanya sekedar mengunjunginya ke rumah sakit, mengingat Kakeknya yang beberapa minggu lagi akan dilantik, pekerjaan Mas-nya itu semakin padat dan tak ada waktu untuk menjenguk dirinya.

Mengingat hanya menghitung beberapa hari lagi sebelum Kakek dilantik, ia juga mengingat jika Mas-nya akan kembali ke batalyon dan melanjutkan pendidikannya. Meninggalkannya sendirian entah berapa lama. Rasa tidak tenang dan rasa semakin gelisah menyelimutinya, hal yang ia takutkan akan semakin mendekat. Keputusan atau pun omongan hal lanjut mengenai hubungan dirinya dengan Mas belum permulaan, entah itu dari dirinya atau pun Mas. Bukan belum ada permulaan, tapi karena memang mereka sibuk satu sama lain, bertemu saja sangat jarang, hanya bermodalkan video call atau mengirim pesan. Itu pun juga tidak intens.

Semakin Vanessa pikirkan, semakin membuatnya lelah dan tak menemukan solusi. Saat ini lebih baik ia tidur sembari menunggu Mas akan menjemputnya nanti sore.

Vanessa merebahkan tubuhnya di kasur kamar koasnya, menatap langit-langit kamar itu dengan perasaan gusar. Walaupun kepalanya sangat berisik, akhirnya ia bisa tertidur juga dengan keadaan ia masih memakai seragam koasnya karena memang matanya sudah tak sanggup untuk menahan rasa kantuk dan tak ada tenaga hanya sekedar mengganti baju.

Beberapa jam kemudian, ketika waktu sudah mendekati malam, matahari terbenam dan kembali ke singgasananya, beberapa telfon yang masuk ke dalam ponselnya terus berbunyi. Hingga gadis itu tersadar dan melihat siapa yang menelfonnya berkali kali.

Ternyata Mas-nya.

Vanessa mengetik beberapa kalimat untuk membalas pesan Mas. Ia segera bangun dan merapikan barang-barangnya, serta merapikan rambutnya yang sangat berantakan itu. Ia sisir sebentar dan mencepol asalan. Langsung keluar dari kamar koasnya dengan muka bantal serta menggedong tas ranselnya.

Vanessa melangkah dengan cepat karena sepertinya Mas sudah terlalu lama menunggunya di lobby rumah sakit karena ia sulit sekali bangun hingga akhirnya ia berlari kecil dan sampai di depan pintu lobby.

Matanya langsung menangkap mobil hitam dove fortuner dan langsung berlari ke arah mobil itu. Sedangkan dari dalam, Mas tersenyum lebar ketika melihat sosok perempuan mungil dengan tas ransel dan seragam koasnya berwarna pink muda itu berlari ke arah mobilnya.

"Halo sayang." Sapa Mas ketika melihat Vanessa membuka pintu mobilnya dan langsung duduk disebelahnya.

Gadis itu langsung memasang muka memelas. "Mas maaf banget sumpah, telfon kamu lama banget nyadarin aku."

Mas membawa gadisnya itu ke pelukannya. "Gapapa sayang, justru mas nggak enak bikin kamu nunggu dan gangguin tidur kamu."

"Ya ampun sayang, kangennya." Lanjut Mas dengan helaan napas panjangnya.

"Sama, kangen banget. Makanya aku rela nungguin kamu selesai ngantor." Gadis itu membalas pelukannya.

"Beberapa hari ini energi Mas nggak kayak biasanya." Ucap Laki laki itu.

"Kenapa?"

"Iya, mas nggak bisa ngecharge energi. Biasanya kalau capek kerja, mas pasti usahain ke rumah sakit sekedar lihat kamu, itu udah ngisi energi mas. Tapi, akhir akhir ini justru mas nggak kesini karena kerjaan, maaf ya sayang?" Mas sangat merasa bersalah, karena janjinya dulu bagaimana pun kesibukannya, akan selalu ia usahakan untuk melihat gadis kesayangannya.

"Nggak papa mas, aku ngerti juga jadwal Kakek makin parah padatnya." Gadis itu mengelus punggung Mas-nya yang dibaluti pakaian pdhnya sehari-harinya.

"Udah makan sayang?" Tanya Mas-nya, mereka akhirnya melepas pelukan itu setelah beberapa menit saling melepas rindu dan mengisi energi satu sama lain.

"Tadi siang udah, kalo malam ya belum." Ucap gadis itu yang diakhiri dengan menguap.

"Mau makan dulu di luar atau di Hambalang aja? Bibi kayaknya masak masakan Padang." Celetuk Mas-nya.

"NAH BAGUS LANGSUNG PULANG!" Gadis itu langsung histeris bahagia hingga Mas sedikit terkejut. Laki laki itu tertawa melihat gadisnya yang langsung girang jika menyangkut masakan Padang.

"Tumben Bibi masak masakan Padang? Biasanya Bibi masak kalau aku ada di rumah aja." Tanya Vanessa bingung.

"Mas izin bilang ke Bapak tadi, mas nggak ikut anterin beliau pulang karena harus jemput kamu. Saat itu juga Bapak telfon orang rumah untuk masak masakan Padang. Bapak girang banget waktu mas bilang kamu sudah libur, apalagi besok juga Mbak Ati pulang." Jelas Mas-nya.

"Hahaha pasti Kakek kesepian banget ya karena rumah nggak ada keributan." Vanessa tertawa kecil.

"Iya, kan kalian berempat pilar kehidupan beliau. Sudah jelas kalau Bapak kesepian, nggak heran beliau bahagia banget dengar kamu dan Mbak Ati bakal pulang. Apalagi Mas Bintang dan Mas Habib lusa juga ikut pulang." Kata Mas-nya lagi.

"Ngantuk cil?" Mas langsung melajukan mobilnya meninggal lobby rumah sakit.

"Iyalah, pake nanya. Aku mau balas dendam hari ini, please siapapun jangan ada yang bangunin aku pagi pagi besok." Mas yang mendengar itu tertawa.

"Iya, besok juga weekend. Istirahat aja mbak sayang." Mas mengelus puncak kepala gadisnya.

Mobil fortuner itu terjepit diantara kemacetan ibukota karena sudah waktunya pulang kantor, entah udah keberapa kalinya Vanessa menguap. Ingin lanjut tidur apalagi cuaca juga mendukungnya karena tiba tiba hujan deras, tapi ia tidak tega jika membiarkan Mas-nya nyetir sendirian.

"Tidur aja, masih jauh ini. Paling dua jam lagi baru nyampe rumah." Sahut Mas yang menengok ke ada gadisnya.

Vanessa menggeleng pelan. "Kakek hari ini ngapain aja?"

"Pagi- siang tadi ada rapat terbatas sama Presiden dan beberapa Menteri di Istana Negara. Setelah itu balik ke kantor ada rapat sama beberapa pejabat Kemhan." Ucap Mas-nya.

"Aku kira Kakek ngehadirin upacara serah terima jabatan KSAU." Karena tadi pagi Vanessa melihat instagram Kemhan memposting kegiatan tersebut, ia kira Kakek menghadiri acara itu.

"Nggak sayang, Bapak ada rapat terbatas sama Presiden, makanya itu digantiin sama Wakil Menhan." Vanessa mengangguk paham setelah mendengar penjelasan laki lakinya.

Laki laki itu mengenggam tangan kanan Vanessa, kebiasaan laki laki itu jika sedang berduaan dengan gadisnya di mobil. Ia tak masalah harus menyetir dua jam dengan satu tangan, asal ia bisa berlama lama mengenggam tangan mungil itu.

"Mas, hubungan kita gimana?" Pertanyaan yang tak Mayted pikirkan akan langsung ditembak kepadanya hari ini oleh gadis itu. Ia mengenggam stir mobilnya dengan sangat erat. Pertanyaan yang sangat serius dan ia mengerti kenapa Vanessa akhirnya berani menanyakan ini.

Selang dua minggu lagi, dan seminggu setelah Bapak dilantik, ia harus balik ke batalyon dan melanjutkan pendidikannya. Bahkan pelantikannya sebagai Wadanyon sudah ditetapkan.

Mas menelan salivanya dengan rasa bingung. Bukan, pertanyaan Vanessa bukan mengenai ketidakseriusan dirinya terhadap gadis itu, tapi bagaimana kedepannya? Disaat mereka ldr dan berjauhan dan setelahnya.

"Nggak gimana gimana sayang, jalani hubungan jarak jauh seperti pada umumnya." Ucap Mas dengan berusaha santai, walaupun keinginan untuk menanyakan 'hal itu' sudah menggebu gebu.

Vanessa menghela napasnya panjang. "Nggak siap."

"Kita bisa sayang, kamu nggak perlu takut apalagi raguin mas." Mas mengenggam erat tangan Vanessa.

"Mas.." Panggil gadis itu.

"Iya?"

"Semisal, ada perempuan yang udah siap nikah dan dia deketin kamu, how did you respond?" Pertanyaan yang sudah bisa Mas tebak akan mengarah kemana.

"Mas tetap pilih kamu."

"Walaupun dia lebih dari aku? Walaupun sosoknya tipe idaman kamu dan bisa dibilang hampir nggak ada kurangnya?"

"Tetap kamu, apapun itu." Jelas Mas-nya lagi.

"Mas bukannya udah siap banget nikah ya?" Tanya Vanessa lagi.

"Iya, tapi mas maunya nikah sama kamu. Kenapa mas ngerasa kamu seakan akan ngomong relain mas sama yang lain ya?" Situasi di dalam mobil yang membelah ruas jalan Tol Jagorawi itu tiba tiba menjadi dingin.

"Bukan gitu.. Aku cuma nanya aja." Vanessa memainkan kuki jemarinya.

"Pikiran berisik apalagi sekarang mbak sayang?" Walaupun fokusnya ke jalan, Mas tetap berusaha untuk tenang dengan obrolan kali ini.

"Mas, gimana kalau aku serius mau nikah sama kamu setelah spesialis? You waited too long for me." Tanya Vanessa dengan pelan.

Mas terdiam, obrolan yang tak beda jauh ketika bersama Mamanya. Mayted tidak munafik jika ia pun belum tentu sanggup menunggu gadis itu selesai spesialis, hampir 7-8 tahun lamanya harus ia tunggu? Iya kalau hasil penantian panjangnya berbuah manis, bagaimana jika tidak? Ia tidak bisa menerka nerka kejutan apa yang akan semesta berikan jika semisal ia melawan takdir dan ketetapan Tuhan?

"Kamu serius hanya karena spesialis? Mas sudah bilang berkali kali walaupun kamu mungkin menganggap itu bahan bercanda, tapi mas serius untuk sekolahin spesialis kamu, Vanessa. Mas nggak akan ngehalangin kamu untuk lanjutin pendidikan dan impian kamu. Nikah sama mas bukan berarti impian kamu hancur. Justru mas mati matian dukung pendidikan kamu, kita udah pernah bahas kan di rumah sakit?" Ucap Mas terang terangan.

Vanessa terdiam cukup lama karena memang perkataan mas tidak ada yang salah.

"Jujur aja, mas ada kepikiran dan niat mau nikahin kamu sebelum mas pendidikan, salah satu alasannya karena mas nggak mau kamu khawatir dan takut kalau kita berjauhan karena kamu bisa dekat langsung ke keluarga mas kalau kamu tiba tiba diserang ketakutan atau seandainya mas hilang kabar. Mas juga nggak mau buang buang waktu, walaupun jarak umur kita jauh, tapi kita sudah sama sama dewasa dan punya arah akhir untuk tujuan hidupnya kemana. Mas juga sempat mikir lagi bakal nunggu kamu dan setelah pulang pendidikan mas nikahin kamu. Tapi, itu cuma keinginan mas aja. Percuma kalau di hubungan ini cuma mas yang menanti itu sedangkan kamu nggak. Jadi untuk apa mas memaksakan keinginan mas sedangkan pasangan mas sendiri belum?" Ucapan mas sangat menusuk hatinya tanpa ampun.

Bagi gadis itu, Vanessa sepertinya sangat jahat di kehidupan laki lakinya.

"Pertanyaan kamu dari tadi seakan akan ngasih sinyal ke mas untuk relain dan ikhlasin semuanya. Kamu pikir mudah?"

"Tapi akhirnya mas sadar, memang nggak gampang untuk kamu yang masih terlalu muda harus dipaksa mikirin ke arah sana. Makanya mas belum mau omongin hal ini karena mas tahu jawaban kamu seperti apa. Mas bukan menghindari rasa sedih dan kecewa dari keputusan kamu, mas perlu waktu untuk harus ambil langkah apa kedepannya."

"Mungkin saat ini mas bisa nunggu kamu hingga selesai spesialis, tapi mas nggak tau kedepannya seperti apa. Mas sudah cukup lama berkelana sendiri, Vanessa." Setiap perkataan mas membuat gadis itu semakin tak kuat melanjutkan obrolan malam ini yang kian mencekam.

"Maaf mas, mungkin spesialis memang salah satunya. Tapi, aku pun belum siap. Aku bukannya ragu dengan kamu mas, aku bukannya nggak percaya kamu, justru aku yakin nikah dengan kamu, aku bakal baik baik saja. Jujur bukan hal yang mudah untuk aku memutuskan langkah sakral diumur aku yang baru genap dua tahun berkepala dua. Banyak hal yang aku pikirin, walaupun kamu benar dengan aku nikah sama kamu, pendidikan aku tidak akan terganggu dan aku masih bisa melanjutkan seluruh impian aku dengan dukungan kamu. Tapi mas, bukan hanya itu yang aku pikirkan. Setelah aku nikah sama kamu, aku punya tanggung jawab baru yaitu tunduk dan hormat ke kamu. Aku bukan tanggung jawab Ayah, Bunda atau Kakek lagi. Selain kamu bertanggung jawab atas hidup aku, aku juga harus menjalankan kewajiban aku bukan hanya untuk menjadi sosok istri yang baik, tapi gimana aku harus menjadi sosok ibu yang hebat, sosok panutan, sosok yang bisa diandalkan kamu dan anak anak kelak—"

Vanessa melanjutkan perkataannya dengan sangat takut. "—dan aku juga takut, aku belum bisa memahami pekerjaan kamu dan resikonya, kehilangan kamu itu bisa kapan aja mas. Itu kenapa aku bilang berkali kali untuk siap nikah sama kamu setelah spesialis, bukan masalah pendidikannya mas. Tapi, kesiapan mental dan batin aku, aku mikir selagi aku menyiapkan spesialis, aku bisa mempersiapkan mental dan keyakinan aku. Ditambah nanti kehidupan setelah punya anak. Aku harus belajar parenting dan membagi otak serta fokus aku untuk mengurus diri aku sendiri, kamu, dan anak anak. Belum lagi tiba tiba nanti ada masalah dan seandainya kamu nggak ada disamping aku, how?"

"Aku juga ngerti mas, aku ngerti kamu harus melanjutkan kehidupan baru diumur kamu yang sekarang dan aku juga sadar kalau kamu nunggu aku, kamu yang akan rugi, beda dengan aku yang bahkan belum mikir ke arah sana disaat perempuan seusiaku masih mikir besok mau makan apa, pergi main kemana, atau mau beli baju apa. Tapi mas, kamu mau kalau nikah dengan aku disaat aku belum siap? Seandainya kamu nggak bahagia sama aku gimana? Bahkan, mungkin kita sama sama nggak bahagia."

"Mas, aku bukan bilang untuk kamu relain dan ikhlasin hubungan ini karena keadaan kita yang cukup rumit. Tapi, aku butuh penjelasan dan tahu sudut pandang dari kamu. Karena dari semua kemungkinan terjadi, antara kamu yang nunggu aku atau aku yang harus ngalah. Antara kamu yang ninggalin aku atau aku yang ninggalin kamu mas. Dengan semua kemungkinan itu terjadi, aku butuh persiapan untuk kembali legowo dengan patah hati dan hancurnya ekspektasiku." Jelas Vanessa dengan rasa sakit di hatinya yang tertahan.

Mas memang menatap ke jalan, tapi Vanessa sudah menangkap kegusaran dari sudut matanya.

"Iya, mas sudah memikirkan itu semua mbak sayang. Mas juga nggak sehari atau dua hari mikirin ini. Mas sudah lama memikirkan semuanya sendirian. Mas tahu kita sama sama nggak mudah, mas sudah sadar semua konsekuensi dari awal ketika mas jatuh cinta sama kamu."

Mas melanjutkannya lagi. "Mas bakal nunggu kamu, selama apapun itu. Mas sudah mempertimbangkan semuanya, dan untuk saat ini mas hanya bisa minta maaf, seandainya dari proses penantian mas untuk dapatin kamu, mas diserang rasa lelah dan putus asa. Mas mau minta maaf dari awal kalau seandainya rasa cinta mas nanti akan kalah dengan rasa lelah dan harapan mas. Mas minta maaf kalau seandainya justru mas yang ninggalin kamu nanti walaupun cinta mas sudah habis di kamu."

Vanessa mengangguk paham walaupun sebenarnya ia sedang berusaha menahan air matanya jatuh, rasa sakitnya semakin bergejolak ketika Mas mengelus punggung tangannya dengan sangat lembut, seakan akan laki laki itu menenangkannya.

Ia dan Mas sama sama nggak mudah dan perkataan mas tadi memang berhasil membuat dirinya sakit, seakan akan mas sudah memberi sinyal kalau laki laki itu dengan sebesar apapun rasa cintanya dan pengorbanannya, ia juga bisa lelah dan dari penantian ini—

Justru ternyata, mas yang jatuh dan cinta sendirian hingga akhirnya laki laki itu harus mengikhlaskan untuk melepaskannya karena ternyata keadaan dan semesta hanya ingin mereka bersama sementara, bukan untuk selamanya.

"Tadi kamu bilang, kalau kamu juga ada rencana bakal nikahin aku setelah pulang pendidikan." Vanessa menggantungkan kalimatnya.

"Iya, itu pilihan mas yang kedua."

"Seandainya dipilihan kedua mas itu, ternyata aku juga belum siap?"

Mas kembali terdiam, kali ini cukup lama hingga gadis disebelahnya terus menatapnya, menunggu jawabannya.

"Mungkin mas perlahan lahan bakal berusaha untuk ikhlasin kalau kamu memang bukan untuk mas, sayang. Mas bakal hancurin sendiri semua keinginan dan harapan mas untuk hidup sama kamu. Seperti yang mas bilang, perasaan dan harapan mas itu tanggung jawab mas. Jadi mas yang akan hadapin itu. Tapi, semoga saja mas masih kuat nunggu kamu hingga batas waktu yang tidak bisa mas tentukan. Seandainya dipertengahan jalan nanti dan mas akhirnya sadar hanya mas yang nunggu kamu dan kita memang nggak bisa bersama, mas bakal lepasin kamu walaupun mas harus hancur karena kamu bukan untuk mas dan mas harus lanjutin hidup sama seseorang yang nggak mas cinta."

Perjalanan pulang saat itu bukan menjadi hal yang mereka nikmati dengan keromantisan yang didukung hujan dan citylight disepanjang jalan tol tersebut. Justru, mereka berdua menahan untuk tidak sama sama hancur dihadapan masing masing, karena tidak tahu apa yang terjadi didepan sana tentang hubungan mereka yang sama sama saling cinta dan takut kehilangan, tapi salah satunya belum bisa menuju ke arah yang serius karena banyak pertimbangan dan hal lainnya, sedangkan salah satunya lagi tengah menahan sedikit keretakan harapan dan impiannya yang sepertinya akan dihancurkan atau dirampas semesta perlahan lahan.

Jadi, ternyata ini ya maksud dari jatuh dan cinta sendirian? -Mas

Ternyata benar dugaan aku waktu itu, semesta maunya di kehidupan aku yang hanya sekali ini, aku jatuh cinta sama orang yang tepat tapi di waktu yang salah. -Vanessa

Di perjalanan pulang ini, mereka memang saling menggengam satu sama lain dengan rasa cinta yang begitu hebatnya, seolah olah takut kehilangan satu sama lain, tapi ternyata mereka juga mengenggam masing masing rasa sakit sendirian. Mas dengan keretakan harapannya dan Vanessa dengan kehancuran bayangan penyesalan nanti karena tidak bisa memilih dan memutuskan.

Keduanya sama sama sakit, tidak ada yang bisa disalahkan selain memang karena keadaan. Jangan salahkan mereka..

Continue Reading

You'll Also Like

7.1K 1K 11
Book kedua cupid Jungwon yang sudah terlepas dari masa lalu nya kini sedang memperjuangkan seseorang yang telah hilang ingatannya
194K 13.3K 43
Sebuah scandal besar yang di alami idol populer bernama Oh Sehun membuat nya menjadi perbincangan panas di kalangan publik. Dan untuk menghindari hal...
BABY By yollann77

Fanfiction

167K 12.4K 47
Bagaimana bila seseorang berusaha memiliki anak tanpa adanya pernikahan. Jiyeon adalah wanita normal, namun pengalaman masalalunya membuat ia sedikit...
696K 29.5K 93
"Terimakasih untuk bahagianya. Dengan siapapun gua nanti, lu punya ruang sendiri di hati gua sal" kata rony. Semua telah usai, dunia tidak benar ben...