Happy enjoyy....
.
.
.
.
Liana berjalan di koridor sekolahnya sembari menyeruput minuman dingin ale-ale ditangannya. Dan Kevin?
Setelah berbasa-basi dikantin tadi, Kevin sudah tidak mau mengikutinya dengan alasan ingin bermain dengan teman-teman yang lain. Lalu apa peduli liana diberitahu itu?, dari awal juga bukan Liana yang meminta Kevin untuk mengikutinya.
Tatapan mereka masih sama. Sinis,, dingin dan juga menusuk dipelupuk indra penglihatan Liana. Sangat menjengkelkan ditatap miris seperti itu. Jangan paksa Liana untuk melawan, ia tidak akan bisa.
Saking asiknya menyeruput minumannya, ia tidak fokus kejalannya hingga kepalanya tak sengaja menubruk salah satu kakak kelas atau bisa dibilang seniornya disekolah dari belakang.
Liana terduduk menyebabkan bokongnya sakit, minumannya jatuh, kepalanya juga sakit, lengkap sudah sakitnya.
Si korban yang melihat Liana terjatuh kemudian sesegera mungkin memberikan tangannya berniat membantu si adik.
Tentu Liana menerimanya, siapa lagi yang mau menolongnya dengan keadaan seperti itu.
"Aaww" rintih lianaa masih memegangi kepalanya yang masih perih.
Liana lalu mendongak menatap pemilik tangan tadi.
"Ehmmmm, maa-maaf kak, liana nggak Sengaja" ucap Liana terbata-bata, ia sudah pasrah kalau memang harus menerima amarah dari kakak kelasnya itu.
Tentu balasannya hanya gelengan kepala oleh sang kakak. Liana menatap bingung, masih mendongak menatap manusia itu yang lebih tinggi darinya.
"Nggak apa-apa" senyum gadis itu mampu membuat liana terpanah, itu senyuman yang menyentuh hati. Baru kali ini ia mendapat senyuman dari siswa sekolahnya.
Biasanya pun mereka semua hanya akan menyeringai menatapnya dan bukan tersenyum, itu seolah memberitahukan Liana bahwa ia dibenci oleh semua orang disekolahnya.
"Oh Iyya, kamu sendiri nggak papa kan"
Liana menggelengkan kepalanya sebagai jawaban, ia menunduk takut. Bisa jadi senyuman itu hanya palsu..
"Udah yuk, kita kekelas aja" ajak siswi yang berada di samping gadis yang tadi Liana tabrak.
Sepertinya temannya?
"Iyya" angguknya.
Mereka berdua akhirnya pergi dari hadapan Liana yang masih menunduk. Kan kan kan, lagi-lagi ia tidak diperdulikan.
Rasanya benar-benar muak bertahan disekolah ini. Ia kira kakak kelas tadi memandang lain dirinya. Ternyata salah. Huffh lianaa Pusing ...
Liana melanjutkan jalannya, tidak lagi mempedulikan minumannya yang sudah jatuh sambil menumpahkan segala isinya. Tentu dihadiahi tatapan sinis petugas kebersihan disana.
Liana peduli? Tidak...
.
.
.
"Mishel? Kok kamu senyam senyum sih dari tadi" tanya gadis berkuncir dua pada teman nya yang duduk manis disampingnya.
Gadis bernama mishel itu semakin melengkungkan bibirnya, ia seolah baru saja diberi hadiah oleh kekasihnya.
"Khhh, kamu tau nggak, kakak kelas dulu itu?"
Gadis kuncir dua menggeleng, kakak kelas siapa yang dimaksud mishel.
"Ck, masa lupa, namanya Ray!" Sebal mishel, ia sudah menggembungkan pipinya..
"Yang manaa sih, aku nggak ingat" lagi-lagi si kuncir dua menatap bingung ke mishel.
"Ihhh, itu lho kakak kelas kita yang masih kelas enam SD dulu, kita masih kelas satu?!! Ingat nggak!!" Mishel muak, ia menyesal telah memberitahukan teman laknatnya ini.
"Ohh, kak Ray itu ya, kenapa emang. ?" Tanyanya kembali.
Bingung dengan gelagat mishel yaang semakin hari semakin mirip pasien RSJ yang kabur.
"Tau ngga, aku Liat dia jalan-jalan kesekolah ini, ihhh" mishel terkikik keras, korbannya kini mengenai tangan si gadis kuncir yang dijadikan bahan pelampiasan kebaperan.
"Trusss"
Mishel menatap temannya dengan datar. Dan kembali senyum senyum sendiri sambil menatap ke atas seolah orang yang bernama Ray itu tengah melayang-layang bak burung elang.
"Ya gitu deh. Makin ganteng aja" celetuk mishel.
"Eleh eleh, jatuh cinta toh, Kamu harusnya nggak usah pikiran jodoh kamu dulu, pikirin noh sama ujian kita, kita bentar lagi lulus lho"
Mishel tak terima dinasehati ia kembali memukul si gadis kasar. Sampai membuat sang empu merintih kesakitan.
"Awww, kok kasar amat sih sheeelll!!!" Gerutunya sambil membuang muka.
"Nggak peduli, lagian pintar nggak pintar kita juga tetep lulus kok" sombong mishel, mengangkat satu jarinya dengan raut wajah yang tersenyum bangga.
"Beh, nggak lulus tau rasa!!" Si kuncir rambut dua beralih meninggalkan manusia biadap itu. Lebih baik kembali kekantin dari pada jadi korban lagi..hiufhh..
"Ihhh, kesya tungguin" mishel berlari mengejar gadis bernama Kesya itu.
.
.
.
.
Ray memang pernah menjadi kakak kelas dari mishel dan Kesya. Ray sendiri sebenarnya murid pindahan. Dan pindahannya pas sudah kelas enam. Otomatis para adik kelas memandang Ray yang begitu tampan termasuk dua gadis m dan k itu.
Ray menjadi incaran para gadis ingusan disana. Dan Ray sendiri malah risih, kenapa ia menjadi incaran bocil-bocil SD.?
Udah kek SMA ajaa dikejar-kejar.
.
.
.
.
.
Siang-siang seperti ini sepertinya memang enak untuk memanjakan badan dengan tidur-tiduran di kamar, bermalas-malasan layaknya pengangguran.
Itulah yang terjadi pada citra, si pita ungu senantiasa tertempel di rambut poninya.
Semenjak pindahnya ia kemari. Citra jadi tidak punya kegiatan, ia belum bisa bersekolah, karena surat pindah nya baru saja diurus oleh hairin.
Sebenarnya ia tidak mau pindah, apalagi ada gadis sialan itu, gadis sok polos. Tapi karena paksaan hairin yang terlalu menginginkan dirinya untuk bisa rukun dengan Liana jika tidak bisa sebagai kakak adik setidaknya sebagai teman bisa.
Tapi citra tetaplah citra. Bukan sosok yang bisa diajak bergaul, pendiam Dingin orangnya. Mustahil ia berteman dengan gadis sok polos dimatanya.
Kenyataan meninggalnya orang tuanya benar-benar membuatnya hidupnya hancur, meninggal satu sih tidak masalah, tapi ini keduanya, yang bahkan citra sendiri belum merasakan kasih sayang mereka, karena terlalu balita saat itu.
"Huffhhh, ngapain ya" tanya nya pada diri sendiri.
Ia beranjak dari tidurnya, sepertinya ia penasaran dengan kamar Liana, Ada apa saja disana.
Sebenarnya ia tak terlalu penasaran, apalagi mengenai gadis itu. Tapi...... mungkin gabut aja.
Kebetulan kamar mereka bersebelahan, jadi citra tidak perlu berjalan jauh lagi untuk pergi ketujuannya.
Perlahan namun pasti ia membuka pintu bernuansa putih itu dari luar.
Nampak banyak sekali boneka hello Kitty yang terpampang jelas dikasur maupun lemari besar disana.
Matanya menangkap sesosok mahluk berbulu yang tertidur di jeruji besinya. Lihatlah mata citra...
Seolah baru saja mendapatkan air dipadang pasir. Ia berlari kekucing berbulu lebat itu.
Ia membuka jeruji besi itu lalu menggendong lucu. Sembari menempelkan pipinya pada kepala kucing saking gemasnya.
"Imut banget sih kamu, kamu namanya siapa" monolog citra.
Ia beralih menatap kalung kucing putih itu yang bertuliskan Mimi.
"Ohh, nama kamu Mimi....aku bawa aja deh ke kamar"
Alhasil karena tak tahan, citra membawa mahluk itu pergi dari tempatnya. Walau sebenernya si kucing ingin memberontak minta dilepaskan. Tapi kekuatan citra lebih kuat, sehingga membuat si kucing terkekang disela-sela pelukan citra.
Hairin yang berada di tangga yang ingin naik melihat itu. Mengangkat satu alisnya, dari mana ada kucing itu?.
"Citra" panggil hairin.
Citra menoleh menatap sang mama. "Iyah ma" sahutnya sambil tersenyum memperlihatkan giginya.
"Itu kucing siapa" tanya hairin sembari berjalan menghampiri citra.
"Kucing...." Citra tampak berfikir, sepertinya orang tua ini belum tau tentang kucing ini milik siapa.
"Kucing aku mah, tadi dapet disana" tunjuknya kearah pintu Liana.
"Lho, kok bisa ad kucing disini" hairin bingung sendiri.
Citra merotasikan matanya. "Udah ah ma, mau ke kamar"
Citra melanjutkan langkahnya menuju kamarnya.
Sedang Airin memilih abai, dan berlalu ke kamar Liana, sebenernya tujuannya untuk membersihkan kamar anak itu.
.
.
.
.
.
"Mending nama kamu jangan Mimi deh, nggak bagus" ketus citra
Kucing itu masih dalam gendongannya. "Gimana kalau......,Leoni" seru citra.
Ia mengusap kembali kepala mungil itu, sembari memberitahukan kepada kucing yang sudah ia anggap miliknya bahwa Leoni adalah namanya mulai sekarang.
Ia juga tak segan-segan mengambil kalung Mimi itu, lalu membuangnya ketempat sampah.
"Leoni yang Kawai"....
.
.
.
.
12.00
Liana langsung menghempaskan tubuh lelahnya masuk kedalam ranjangnya. Tubuhnya remuk, badannya pegal, yang ia butuh sebuah pijatan. Ahh lelahnya.
Tak peduli dengan seragam yang masih setia ia pakai, kaus kakinya kini terlempar kemana-mana akibat ulahnya. Tas cantik bermerek Barbie kini tergeletak dilantai dengan sadis.
Liana ingin menutup matanya untuk istirahat, matanya sudah benar-benar berat. Pelajaran tadi membuat tubuhnya benar-benar lelah seolah baru saja menopang baja dipunggung nya.
Terdengar lah sudah suara deru nafas Liana yang mulai teratur menandakan pikirannya sudah masuk kealam mimpi.
Tangannya ia rentangkan. Lalu..... Tidur....
.
.
.
Hairin terlihat membuka perlahan pintu kamar Liana. Objek yang pertama ia lihat adalah seorang gadis yang. Tertidur dengan tangan terlentang.
Tubuh mungilnya masih terbungkus seragam sekolah, hairin menghampiri gadis mungilnya. Lalu mengambil selimut didalam lemari Liana, dan mulai membungkus tubuh boncel gadis itu sebatas dada.
Hairin duduk menyamping di tepi kasur, tangannya juga tak tinggal diam, mengelus pelan surai rambut panjang yang dihiasi jepit rambut Doraemon itu.
Senyuman juga sudah sedari tadi terbit diwajah wanita cantik yang masih berkepala dua itu.
.
.
Liana sedikit terusik akibat belaian itu. Jika orang lain akan nyaman dibelai, maka tidak dengan gadis satu ini.
Ia membuka matanya, sembari berusaha menepis tangan yang seenak jidat mengelus dahi hingga ke rambut nya.
"Mamah" racau Liana.
Hairin makin tersenyum."Iyya sayang kenapa?"
"Pengen dipijit" titahnya sembari melayangkan tatapan memohon.
"Iyya boleh" angguk hairin.
Liana memberikan tangannya kepada sang mama. Bersiap untuk menerima pijatan lembut itu.
Hairin memijatnya dengan perlahan. Ia tau anaknya ini pasti kelelahan karena belajar. Ia hanya tidak tau, semenderita apa Liana ketika ia tak berada disisinya. Satu. Hal yang pasti Liana pasti merasa tidak nyaman.
"Mah. Jangan pergi-pergi lagi yah... Cukup papah aja yang bisanya pergi-pergi terus" lirih Liana.
"Aku kesepian tau" lanjutnya sembari menunduk.
Hairin tersenyum akan tingkah Liana, hal baik apa yang ia lakukan sehingga diberikan gadis semanis ini.
"Iyya, mamah nggak bakalan pergi-pergi lagi, kalaupun mamaah pergi, mamah bakalan ajak Liana" janji hairin
Liana menyodorkan kelingkingnya. "Janji?"
Hairin membalas, sehingga keliling keduanya saling menyatu. "Janji"
Dan diakhiri acara saling peluk memeluk. "Oh Iyya, kamu belum ambil lho hadiah dari mama"
Liana mendongak menatap mamahnya. "Hehe" Liana cengengesan, ia baru ingat hadiah yang kemarin hairin sodorkan padanya.
"Mamah turun ambil dulu yah"
Liana mengangguk mantap, sambil memberikan jempolnya. "Iyya"
Tak lama wajah yang tadi berseri-seri kembali murung. Ia baru sadar suara kucing nya tidak terdengar sedari tadi.
Ia beralih menatap jeruji besi kecil yang kosong diatas nakas itu..
"Lho.. Mimi" kagetnya, ia beranjak dari duduknya lalu menghampiri benda yang selalu mengurung kucing itu nya itu.
Liana melihat pintu benda itu terbuka, artinya ada orang yang membukanya, sangat tidak masuk akal jika Mimi yang membukanya, toh pintunya diganjal di luar..
Liana berlari keluar kamarnya, masih dengan seragam sekolahnya. "MIMI!" panggil liana
Konyol sekali jika miminya itu mengatakan (iya ada apa). Mungkin karena jalan pikiran dari gadis itu benar-benar pendek. Sedari tadi ia memanggil nama Mimi.. tapi tak kunjung menyahut, karena memang hewan itu tak kan menyahut. Kalaupun menyahut pasti yang keluar (meow)
Tapi disini Liana sadar, kucingnya tidak ada, ia benar-benar yakin ada yang mengambilnya...apa jangan-jangan....
Liana berlari kekamar sebelah. Nampak pintu ungu itu tertutup rapat.
Meski ragu, Liana tetap mengetuknya.. pelan.. sangat pelan, bahkan lalat yang hinggap pun tak akan terganggu mendengarnya.
Karena tak kunjung dibuka, liana mulai geram, matanya seolah memancarkan percikan api. Kini sosok leora muncul....
TOK...TOK...TOK...
"WOYY!! PUNYA TELINGA NGGAK SIH!! BUKA!!!" Teriak Liana yang dibarengi ketukan yang benar-benar keras.
Sehingga si pemilik kamar terlonjak kaget. Ia tau pemilik suara itu.. tapi kenapa suaranya begitu keras, tidak seharusnya Liana teriak.
Citra keluar, dan menatap sinis pelaku yang mengetuk pintunya..
"Apa!" Sinis citra.
"Mana Mimi!" Dapat citra lihat, wajah itu sudah memerah layaknya kompor dinyalakan dengan paksa.
"Mimi apa sih, siapa Mimi!" Citra berpura-pura tidak tau sembari bersedekap dada dan menyandar di sisi pintu.
"Gw tau!! Mimi didalam kan!!" Amarah Liana sudah benar-benar tak terbendung lagi.
Citra kaget dengan bahasa itu. Bahasa gaul yang sering digunakan para remaja diluaran sana, gadis polos Yanng bahkan lebih adik dari dirinya sangat tidak pantas mengatakan itu.
"Terserah!" Citra hendak menutup kembali pintunya. Namun ditahan kuat oleh Liana.
Akhirnya terjadilah aksi dorong mendorong. Dengan Liana mendorong ingin membuka sedang citra mendorong sebaliknya.
Entah keajaiban apa, Liana jadi lebih kuat, sehingga citra ikut terdorong dan terjatuh dikamarnya. Pintunya pun seketika ikut terbuka.
Dapat Liana lihat, Miminya sedang tertidur lelap diatas selimut biru milik citra.
"Itu apa!!" Liana berlari menghampiri kucing berbulu itu, lalu menggendongnya bak bayi baru lahir.
Sedang citra masih meringis menahan sakit bokongnya yang tadi terjatuh.
Liana tak peduli, ia melewati meninggalkan citra begitu saja. Hingga tak sadar citra juga saat ini geram.
"Cih..."
Maaf ya...part kali ini benar-benar gaje, tapi sebisa mungkin, author akan membuat part yang lebih bagus dari ini.
Oke
Jangan lupa yang tekan vote nya..:)
Lupa jangan lho😕. Papay selamat menuggu