"kamu yakin?"
Winwin mengangguk yakin.
"Temanku yang mengatakannya. Dan datanya memang benar dia adalah Lia..."
"Lalu, sampel rambut dan darah siapa yang dia bawa untuk dicocokkan dengan Junghwan?" Tanya Ten yang dijawab kerdikan bahu oleh Winwin.
"Jaehyun?"
"Apa dia sudah curiga?"
"Kamu memberi tahunya, Taeyong?" Tanya Johnny menatap penuh selidik yang dijawab gelengan oleh Taeyong.
"Aku sudah bersumpah tak akan mengatakan hal itu pada siapapun demi Junghwan. Aku hanya memintanya menjauh dari Jaehyun..."
"Kalau itu aku setuju..."
"Ten!"
"Apa? Lia adalah adik Kun, sahabatku. Apa mengenai hal seperti ini aku harus diam lagi? Tak cukup kalian menghancurkan Kun? Haruskah aku membiarkan Lia hancur juga?!"
Tak ada yang menjawab ucapan Ten karena benar adanya. Semakin mereka dewasa, mengingat kesalahan itu bebannya malah semakin besar.
"Aku dengar Jaehyun sering memarahi Lia jika Junghwan menangis, sakit ataupun terluka. Dia makin tak sadar diri. Kalian tahu itu?" Ucap Ten lagi.
Ya, sejak awal Lia kembali di kehidupan Jaehyun, Ten memang sangat sering berkunjung kesana. Meski gagal untuk menjadi paman favorit Junghwan, tapi dia malah mendapatkan kabar tak enak itu dari para pelayan yang merasa kasihan pada Lia.
"Aku akan menanyakannya pada Lia!"
Taeyong hendak pergi namun Taeil langsung menahannya.
"Jangan, Tae..."
"Kenapa? Bukankah semua sudah jelas? Dia sudah curiga. Kita tak perlu memberi tahunya. Cukup mengarahkannya saja..."
"Kamu ingin persahabatan kita hancur?"
"Aku tak peduli lagi dengan Jaehyun! Kenapa kalian sangat menjaganya?! Dia sudah sangat keterlaluan!" Kesal Taeyong frustasi.
"Setidaknya, jangan sampai namamu disebut jika nanti mereka benar-benar berpisah, Tae. Jaehyun bukan orang sembarangan jika kamu lupa. Meski pertunangan mereka tanpa acara, pengumumannya saja sudah membuat gempar Korea saat itu..."
"Lia pasti bisa membuka semuanya. Sisanya, kita serahkan pada takdir Tuhan. Dia akan memilih tinggal atau pergi..."
"Tentu saja tinggal! Lia itu sangat mencintai Jaehyun. Itu sebabnya Jaehyun memanfaatkannya. Dia sudah memikirkan ini semua dan dia yakin Lia tak akan pergi darinya..." Keluh Ten yang disesali juga oleh Taeyong.
"Jaehyun bahkan tak berniat memiliki anak lain selain Junghwan..."
Jika saja dia bisa lebih ada untuk Lia dimasa sulitnya dulu, mungkin saat ini Lia akan mendengarkannya dan mau berpisah dengan Jaehyun nantinya.
"Kun... Setidaknya selamatkan adikmu..."
"Maafkan aku..."
Lia yang tengah mengompres kakinya tak lagi menoleh meski pergerakannya terhenti. Kali ini, kakinya harus merasakan sol sepatu Jaehyun yang menginjak kakinya setelah Junghwan mengalami cidera karena tersandung kaki kursi saat bermain.
Entah kenapa, ia merasa permintaan Jaehyun itu hanya angin lalu saja. Bodohnya kali ini baru ia menyadarinya,mungkin.
Jaehyun mendekat dan duduk dihadapannya setelah meminta pelayan pergi dari kamar Lia itu.
Hendak mengambil alih kompres di tangan Lia, namun gadis itu memilih bangkit dan merapikan peralatan kompres kakinya tadi.
"Biar aku—"
"Aku bisa sendiri..." Ucap Lia sembari berjalan ke kamar mandi untuk membuang air kompres itu. Jaehyun terdiam. Entah kenapa ia merasa tak nyaman dan sedikit resah dengan cara Lia bicara kali ini. Rasanya sangat berbeda. Dingin dan tanpa rasa cinta seperti sebelum-sebelumnya.
Ia memutuskan untuk menutup gorden kamar Lia. Untuk pertama kalinya, ia ingin melakukan sesuatu untuk Lia sebagai mana yang Lia lakukan padanya.
Meredupkan lampu kamar itu dan mencharger ponsel milik Lia. Sekilas menyala, ia melihat banyak notifikasi pesan dan panggilan tak terjawab dari Jungkook, Taeyong, Ryujin dan lainnya yang tak mampu tertampung di layar.
Ya. Seharian Lia menjaga Junghwan, seharian juga Lia tak akan peduli dengan yang lainnya. Selalu begitu. Jaehyun tahu itu. Tapi entah kenapa hari ini dia merasa bersalah sekali atas keegoisannya.
Tak lama kemudian, Lia keluar dari kamar mandi dengan wajah yang baru selesai di bilas. Ia cukup kaget melihat tirai yang sudah tertutup dan Jaehyun yang sudah mencharger ponselnya. Tunangannya itu nampak tersenyum namun Lia bahkan tak lagi membalas senyumnya.
Ia berjalan ke sisi ranjang yang jauh dari Jaehyun lalu naik ke atasnya membuat Jaehyun menghela nafas panjang. Mungkin untuk hari ini dia harus berusaha lebih untuk meminta maaf.
"Ayo kita menikah..."
Lia yang hendak memakai selimutnya terdiam seketika dan menoleh ke arah Jaehyun. Pria itu nampak tersenyum teduh seperti biasa. Senyum yang dulu menjadi favorit Lia. Ia duduk di seberang ranjang dan mendekati Lia. Menyisihkan rambut yang menutupi wajah Lia kebelakang telinganya.
"Kita akan membicarakan ini dengan keluarga kita segera..."
Mata Lia berkaca-kaca membuat senyum Jaehyun makin mengembang. Sebahagia itukah Lia mendengar ajakannya untuk hidup bersama selamanya?
"Kamu bahagia?"
Lia mengangguk hingga Jaehyun terkekeh pelan. Lia sangat menggemaskan. Sejak dulu bahkan hingga sekarang yang usianya sudah memasuki dewasa.
"Dulu..."
Senyumnya luntur seketika. Matanya berkedip beberapa kali seakan mencerna maksud kata Lia itu.
"Dulu iya. Aku akan sangat bahagia jika seandainya kak Jaehyun mengajakku menikah. Salah satu wish list ku sebelum kak Kun tiada..."
Jaehyun menelan ludahnya. Entah kenapa dia merasa takut bahkan mulai sedikit gemetar menatap Lia yang nampak menatap ke arah lain dengan tatapan sejuta mimpinya.
"Ayah dan kak Kun akan mengantarku ke altar dimana kak Jaehyun menunggu disana. Sepanjang langkah kami, kak Kun akan mengejekku karena aku berhasil menjadi pasangan kak Jaehyun sedangkan ayah hanya akan tertawa mendengarnya..."
Air mata mulai menetes meskipun senyum gadis itu tak memudar sedikitpun. Sementara Jaehyun entah mengapa perutnya terasa ter aduk tak menentu dan jantungnya yang berdegup kencang.
"Dulu. Itu semua mimpiku dulu..."
"Lia..."
Gadis itu menoleh dan tersenyum ke arah Jaehyun yang menatapnya. Kali ini dia senang karena tatapan Jaehyun untuknya tak lagi nampak semu. Tatapan itu terasa dalam dan penuh arti. Tapi sayang. Dirinya sudah jera. Bertahun-tahun terlatih, ada maupun tiadanya Jaehyun dalam kisah perjalanan perasaannya itu membuatnya sadar dan jera.
"Junghwan akan selalu berhak memanggilku mamanya. Aku akan selalu ingat kalau aku menerimanya sebagai putraku. Dia akan selalu menjadi putra pertama kita. Putra Kak Jaehyun, aku, dan kak Wendy..."
DENG...!!
Jaehyun bahkan tak bisa bergerak sama sekali rasanya sekarang. Meski ia sebelumnya sudah memikirkan mengenai hal ini, tapi kenapa setelah mengalaminya langsung rasanya tak semudah yang dia bayangkan lagi?
"Hah..."
Lia menengadahkan wajahnya, menghapus air matanya dan tertawa pelan.
"Maafkan aku. Maaf aku yang lancang jatuh cinta dengan kakak dulu. Aku harusnya sadar, aku bukanlah apa-apa dan takkan pernah menjadi apapun...."
"Aku hanya Upik abu yang mengharapkan kisah indah seperti Cinderella..." Ucapnya lagi dengan nada yang memilukan.
"Kak Jaehyun memilihku karena permintaan kak Wendy,kan?"
Jaehyun terdiam. Itu memang tak salah, bahkan tepat sasaran. Wendy sendirilah yang memintanya mencari Lia dan menjadikannya ibu dari anak mereka.
Junghwan. Anak yang lahir tanpa diketahui keluarga Jung.
.
.
.