Happy Reading
┌───── •✧✧• ─────┐
𝐌𝐚𝐥𝐚𝐢𝐤𝐚𝐭 𝐤𝐞𝐜𝐢𝐥 𝐡𝐚𝐝𝐢𝐫 𝐮𝐧𝐭𝐮𝐤 𝐦𝐞𝐧𝐣𝐚𝐝𝐢 𝐬𝐞𝐬𝐮𝐚𝐭𝐮 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐛𝐞𝐬𝐚𝐫. 𝐁𝐚𝐢𝐤 𝐚𝐭𝐚𝐮 𝐛𝐮𝐫𝐮𝐤𝐧𝐲𝐚, 𝐝𝐢𝐚 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐦𝐞𝐦𝐮𝐭𝐮𝐬𝐤𝐚𝐧.
└───── •✧✧• ─────┘
Gerbang kekaisaran kembali dibuka. Para pekerja kembali melakukan pekerjaan mereka. Semua anggota keluarga kekaisaran pun tengah sibuk, dan berkumpul di istana Permaisuri Ketiga. Kaisar yang memindahkan ruang kerjanya untuk sementara, Leonna yang menjadi pengganti mengurus istana Arouna, Ryia yang menyiapkan perlengkapan Bayi, Nixia yang pergi kesana kemari memastikan kebutuhan Arouna.
Abella sendiri harus tetap menjaga para pangeran, itu adalah tugas utama dia sedari awal, mulai dari mengurus pendidikan hingga memastikan perkembangan para pangeran, Abella yang memiliki tanggung jawab itu. Jika para pangeran ada sesuatu, mereka harus memberitahu Abella.
"Berapa lama kalian akan tetap di depan pintu?" Permaisuri Abella menghampiri mereka yang enggan masuk.
"Bisakah kita berkunjungnya nanti saja? Aku takut dia menangis ibu" ucap Steve dengan mencoba menarik tangan Abella untuk pergi.
Sementara Daniel mencuri-curi pandang ke dalam ruangan, dia pun takut, tetapi disisi lain dia penasaran. Hingga aksinya ketahuan oleh Arouna, "kalian tidak merindukanku?" tanyanya.
Daniel pun membuka pintunya lebih lebar, dan masuk kedalam menghampiri Arouna, "memangnya ibu sudah boleh berjalan-jalan seperti ini?" tanyanya.
"Aku harus mengurus Adikmu, jadi aku harus seperti ini" jawab Arouna sambil mengangkat Ben.
"Boleh aku melihatnya?" tanya Steve yang baru saja bergabung bersama Abella dan Daniel.
Arouna mensejajarkan diri dengan para pangeran, dan memperlihatkan Ben yang tengah terjaga. Mata biru mereka pun saling menatap satu sama lain, "mirip dengan kita" ucap Daniel dengan antusias.
"Kukira akan mirip dengan ayah" ucap Steve.
"Kenapa kau berpikir seperti itu?" tanya Daniel.
"Waktu itu aku mendengar ayah di kuil sedang berdo'a bahwa dia menginginkan anak yang mirip dengannya. Lalu, pendeta mengatakan jika ayah setiap hari datang ke kuil untuk meminta hal yang sama selama sebulan penuh" ucapan dari Steve yang terus terang dengan wajah yang polos membuat para Permaisuri tertawa.
"Sepertinya dia sangat menginginkannya," ucap Abella.
Arouna menyeka air di ujung matanya, "benar-benar diluar dugaan," ucapnya.
Musim pun terus berlalu. Usia para pangeran pun bertambah seiring bergantinya musim.
"Kai, katakan kakak," ucap salah satu anak kecil berambut hitam.
Kai pun hanya mengoceh tidak jelas.
Salah satu anak kecil melepas susu botolnya, "Kak Dan memaksa Kai" ucap Terry dengan suara yang belum fasih.
"Terry benar, kau terlalu memaksa," Steve yang sedang membaca buku dongeng pun menyauti.
Daniel lagi-lagi menatap Steve sinis, "kau hanya seperti itu di depan Terry, padahal kau yang sering meminta Kai mengatakan kakak," ucapnya.
Steve tertohok oleh perkataan kakaknya. Sementara Terry menidurkan dirinya disebelah Kai, dia pun tak lama tertidur. Kai masih saja terus mengoceh tidak jelas, dan tak lama mengucapkan hal tidak terduga, "baba" ucapnya.
Seketika hening. Steve yang sedang baca buku menghampiri Kai yang bersama Daniel, "Kai, ayok ucapkan lagi" ucap Steve.
Kai pun mengulang-ulang ucapannya yang tadi.
Daniel dan Steve menatap satu sama lain dan bersorak gembira, "Kai kita jenius," ucap Daniel.
Suara mereka yang berisik mengundang Ben untuk masuk. Pintu yang tiba-tiba terbuka, membuat mereka terkejut, "ada apa?" tanya Ben.
"Kai memanggil kakak" ucap Steve.
Ben pun ikut bergabung dengan mereka, "Kai, Kak Ben datang" ucapnya kepada Kai.
"Ben" ucap Kai.
Daniel dan Steve yang mendengar itu lebih terkejut, "bagaimana bisa?" ucap Daniel tidak terima.
Steve hanya terdiam mematung. Ben mencium pipi Kai lalu pergi dengan dagu terangkat, seperti menyombongkan diri, "aku akan pergi ke kantor ayah untuk pamer, kuharap kalian tidak memaksa Kai dan jangan iri kepadaku" ucapnya.
Setelah Ben pergi, Abella pun datang.
"Ada apa dengan kalian?" tanya Abella yang melihat Daniel dan Steve terdiam lemas. Abella terheran-heran karena mereka tidak menjawab pertanyaannya.
Kai yang melihat Abella, mengangkat tangannya meminta digendong, "bubu" ucapnya.
Abella terkejut sejenak, tidak menyangka Kai akan memanggilnya, "Iya Kai, ibu disini," ucap Abella sembari akan menggendong Kai.
Melihat Terry sedang tertidur, Abella mengambil selimut dan duduk disebelahnya, lalu menyelimuti Terry.
Daniel dan Steve masih tak berkutik, Abella pun mendeham untuk menyadarkan mereka berdua. Mereka pun tersadar dan melihat Abella yang sedang menepuk-nepuk punggung Kai yang baru saja tertidur.
"Kalian baik-baik saja?" tanya Abella.
"Ibu, masa tadi Kai mengatakan nama Ben" ucap Daniel masih dengan kebingungannya.
Abella memiringkan kepalanya, "oh, mungkin karena Ben selalu tidur dengan Kai," ucapnya.
Mereka berdua lebih terkejut lagi, mereka bertanya-tanya sejak kapan Ben selalu tidur dengan Kai.
"Sebulan yang lalu Kai pernah susah sekali untuk tertidur. Ben yang kebetulan lewat di depan kamar, menghampiri kami. Sepertinya, dia hanya ingin ada teman bermain seperti kakaknya. Kalian tahu bahwa Terry cepat sekali tertidur. Jadi, dia tidak bisa bermain lebih lama dengan Kai. Semenjak saat itu Ben selalu tidur bersama kami," ucap Abella menjelaskan.
Mereka pun mengangguk paham, dan jam pun terus berlalu, lalu malam pun tiba. Secara mengejutkan, Daniel, Steve, dan Ben berada di kamar Kai yang saat ini sekamar dengan Terry beserta Abella.
"Kenapa kalian disini?!" tanya Ben kesal.
"Memangnya kau saja yang boleh tidur disini?" tanya Steve dengan tersenyum mengejek.
Ben pun menjadi sangat kesal, dan terjadilah adu mulut dengan kakak keduanya.
Sementara Daniel sudah sangat mengantuk, dia pun mendahului kedua adiknya yang sedang beradu mulut itu ke tempat tidur.
Terry dan Kai sedang bermain di tempat tidur dengan Daniel yang sudah tertidur pulas disamping mereka tanpa terganggu sedikitpun oleh Steve dan Ben yang berisik.
Abella masuk ke kamar dan melihat keributan yang sedang terjadi, "jika kalian berisik seperti itu, kalian akan menggangu tidur orang lain," ucapnya.
Steve dan Ben pun berhenti, "maafkan Ben," "maafkan Steve juga," ucap mereka berdua.
Abella memegang tangan mungil kedua pangeran kecil ini dan menggiringnya ke tempat tidur.
"Tidurlah anak-anak," ucap Abella sembari menyelimuti kelima pangeran kecil.
Steve yang melihat kakaknya terlelap sedari tadi, dia pun menyusul. Begitupun dengan Terry.
"Bagaimana dengan Kai?" tanya Ben yang masih terjaga dengan Kai.
"Aku akan mencoba menidurkannya, hari ini Ben tidur saja, Kai pun sepertinya sudah lelah" jawab Abella.
Ben pun mengangguk, lalu tak lama dia pun tertidur.
"Bubu.." Kai menatap Abella seperti ingin menangis dan dia pun menggendong Kai.
Selagi melihat kearah jendela yang tidak tertutup oleh tirai dengan cahaya bulan yang masuk kedalam, Abella melihat burung gagak yang hinggap di pembatas balkon kamar, "pengintai" gumamnya.
Dengan sihir es-nya dia pun memblur jendela. Kai beberapa saat bertatap mata dengan burung gagak itu, sebelum akhirnya tidak terlihat.
"Bubu?" Kai menatap Abella.
"Itu burung gagak," ucap Abella sambil menepuk-nepuk punggung Kai, dan tak lama Kai pun tertidur.
Setelah tidak melihat apapun lagi, gagak itu pergi menghampiri tuannya.
seorang pria berambut hitam panjang dengan kedua tanduk di kepala, menatap gagak yang hinggap ditangannya, "Jadi, Malaikat kecil telah turun rupanya, sungguh merepotkan," ucapnya.
to be continued..
Please give ⭐💬
20 June 2024