Malam hari selalu menjadi waktu yang menegangkan bagi Marhan dan Niko. Gangguan yang mereka rasakan umumnya terjadi saat malam hari dengan berbagai macam cara.
Keduanya bahkan sudah menghindari untuk ke jamban malam hari. Sebisa mungkin mereka menyelesaikan kegiatan buang hajat itu sekitar waktu isya agar tidak ada lagi alasan untuk keluar tengah malam sendirian. Namun tetap saja masih ada hal hal yang membuat Marhan risih.
Malam ini kerisihan Marhan berasal dari apa yang ia lihat tadi siang. Detik detik kematian nenek Umi dan bagaimana keadaannya saat sudah meninggal. Marhan masih terbayang betapa banyaknya darah dan bagaimana wajah nenek itu terakhir kalinya.
"Nik"
"hum?"
"kamu masih bakal temenin saya disini kan?"
"kenapa?"
"enggak. Saya khawatir kamu bakal nyerah duluan. Aku ga berani kayaknya kalau harus sendiri.."
"yaudah kalo gitu besok saya tinggalin"
"Ya jangan gitu dong kesimpulanyaa" cetus Marhan.
"kenapa kamu sampai ngomong gitu?" tanya Niko
"saya sadar kondisi saya sering labil. Disatu sisi kadang saya optimis dan berani, tapi saat apa yang saya pegang itu hilang, saya bisa gak tentu arah dan bingung. Satu satunya yang bisa bikin saya sedikit sadar, ya kamu aja Nik" jelas Marhan panjang lebar.
"hemm" jawab Niko.
"janji ya gaakan biarin saya berjuang sendiri disini? Kita harus berhasil sampai apa yang kita harapkan terwujud" ujar Marhan sambil melihat ke arah Niko.
"ya ya ya" Niko membalikkan posisi tidurnya menghadap tembok.
"makasih nik"
Niko sudah tidak menjawab. Benar benar semudah itu Niko untuk tidur. Marhan yang sudah satu kamar dengan Niko selama tiga tahun sudah tau hal ini. Niko sangat mudah tidur dan sangat sulit bangun. Ia bisa saja ketiduran ditengah tengah obrolan, dan bisa juga baru bangun setelah air satu gelas disiram ke wajahnya, padahal santri lain cukup dengan air satu kali semprotan pelicin pakaian.
Marhan mencoba untuk tidur. Ia membolak balikan tubuhnya mencari posisi paling nyaman untuk tidur. Kali ini ternyata berhasil. Ia perlahan terlelap. Ia sempat mendengar suara benturan dan sesuatu yang bergeser dari arah luar, namun matanya sudah terlanjur berat untuk bangun.
Ia baru terbangun pagi hari menjelang shubuh karena sebuah aroma memuakkan yang memenuhi seisi surau. Niko seperti biasa masih belum bangun. Tapi Marhan tidak ingin tergocek lagi, ia memegang lengan Niko untuk memastikan Niko yang ada di sebelahnya adalah Niko yang asli.
Aroma memuakkan itu tercium begitu anyir. Marhan sempat melihat ke karpet, lantai, dan sudut ruangan, namun tidak ada spot yang memberikan aroma lebih kencang dari yang lain. Aromanya merata di seluruh ruangan.
Saat masih mencari sumber aroma itu, dari dalam kamar Niko keluar dengan menggaruk garuk rusuknya. Matanya masih memerah dengan rambut yang kusut.
"a bacari?" (nyari apa?) tanya Niko.
"kamu nyium bau aneh ga?"
Niko mendongakan sedikit hidungnya dan mengendus hingga lubang hidungnya bergerak gerak.
"eh iyo baun a ko?" (eh iya bau apa ini?)
"nah. Itu yang lagi saya cari" jawab Marhan.
Niko ikut mengendus ke sudut sudut ruangan namun benar benar aromanya merata.
"udahlah, kayaknya dari luar ini. Kandang sapi atau apa kali. Yuklah subuhan dulu" simpul Marhan sambil beranjak keluar hendak mengambil wudhu.
Namun saat pintu dibuka, aroma busuk anyir itu bertambah berkali kali lipat dan diwaktu bersamaan Marhan dikejutkan dengan ceceran darah yang menggenang di teras.
"NIK! NIK!" panggil Marhan dengan panik.
Niko bergegas menyusulnya dan langsung tertegun melihat genangan darah yang berceceran di lantai teras Surau itu. Banyaknya sama seperti bekas hewan ternak disembelih.
Dengan berjinjit, Niko melangkahi darah darah itu. Ia mengambil ranting kayu yang tergeletak di tanah depan surau dan hendak digunakan untuk menoel noel darah darah itu awalnya. Namun setelah mengambil ranting itu dan berbalik badan, Niko seketika bertakbir..
"Allahu Akbar.. "
"kenapa Nik??"
"..sini.."
Marhan melangkahi darah darah itu dan lalu berbalik badan ketika sampai di posisi Niko berdiri. Matanya seketika terbelalak saat melihat apa yang ada di hadapannya sekarang.
Bercak tangan.. ada banyak bercak tangan berwarna merah di bagian dinding atas.
PRANG! Tiba tiba saja suara benda jatuh terdengar dari arah lorong keranda.
Marhan dan Niko bergegas berlari ke sana melalui jalan tanah. Namun saat mereka tiba di lorong, tidak ada apapun yang mencurigakan. Keranda dan dipan mandi jenazah juga masih berada pada tempatnya seperti yang terakhir kali Marhan tinggalkan.
"kayaknya hewan dari hutan ya" ujar Niko.
"iya kayaknya.." ujar Marhan sambil perlahan berjalan mendekati keranda itu. Ia sadar aroma aneh tadi agak lebih pekat lagi di lorong ini. Hingga akhirnya..
"HOEGH!! AKH!" Marhan mual dan hampir saja muntah.
"NIK! UDAH GA BERES INI!"
"Ada apa??" tanya Niko panik sambil menghampiri Marhan.
"Dipannya.. dipannya penuh sama darah!" ujar Marhan.
Di dalam dipan pemandian jenazah itu sudah menggenang darah berwarna kehitaman dan berbusa. Baunya begitu memuakkan dan membuat pusing.
"kenapa bisa ada darah sebanyak ini disini???"ujar Marhan sambil menutup hidungnya.
"ya karena kamu Han.."
"ha?"
Niko tiba tiba saja mendorong Marhan ke dipan mandi itu. Tubuh Marhan terendam dalam kubangan darah. Marhan panik dan mencoba berdiri, namun dari dalam dipan pemandian jenazah itu muncul tangan tangan hitam yang menahan tubuh Marhan untuk bisa bangkit.
"Nik! Nik tolong Nik!" Marhan gelagapan dengan mulut dan wajah yang sudah dipenuhi darah.
"kamu pembunuh Marhan.. kamu pembunuh.. kamu pembunuh.. kamu pembunuh.. Tuhanmu akan benci padamu han.. Tuhanmu akan benci padamu!" Niko mengulang ulang kalimat itu.
Tangan tangan hitam tadi lalu menahan mulut Marhan dan menariknya dari keempat sisi wajahnya. Tangan tangan itu kemudian membenamkan kepala Marhan ke dalam kolam rendaman darah hingga ia menelan darah darah itu dalam mulutnya secara paksa.
Nafas Marhan terasa berat. Mulut, hidung, mata dan telinganya kini dipenuhi darah. Ia tidak bisa menarik nafas dengan tarikan pendek dan tersedak. Marhan masih mencoba melawan. Ia berpegangan pada sisi sisi dipan agar tidak tenggelam. Tapi kali ini Niko mendatanginya dan memaksa melepas tangan Marhan darisana.
"AKH!! HAH!!" kepala Marhan muncul dan tenggelam. Namun itu tidak membuat Niko berhenti.
"NI HGH!! NIK HMMBH NIKO!" Marhan masih mencoba meronta. Darah yang berada di mulutnya terpaksa ia telan agar bisa bernafas dan berbicara.
Tiba tiba dari atas kepala Marhan muncul sesosok manusia yang hanya terlihat bayangannya saja. Sosok itu hanya memperhatikan pergelutan Niko dan Marhan tanpa bergabung. Sosok itu terlihat seperti tersenyum, senyuman manis yang membuat Marhan tersentak saat menyadari pemilik senyuman itu. Lalu..