"Baiklah, Niki-ssi." Soon Ho tersenyum dipaksakan. "Ku percayakan dia padamu." Niki berdiri lalu membungkuk. "Terima kasih, abeonim." Kemudian Niki keluar dan tidak mendapati Sunee di ruang tengah, ia memutuskan pergi ke kamar Sunoo.
Sudah hampir jam 11 malam namun Sunoo masih di meja belajar untuk mengerjakan tugas dari bimbel. Niki menghampiri Sunoo dan berdiri di sampingnya. "Hyung." Sunoo menatapnya sambil tersenyum membuat Niki ikut tersenyum. "Aku punya kabar baik." Sunoo melepaskan pensil untuk membalikkan badan menghadap Niki. "Apa itu hyung?"
"Kau boleh private ice skating." Mata Sunoo membulat lucu, ada binar kebahagiaan serta keterkejutan di sana. "Hyung serius?" Niki mengangguk. "Aku sudah bicara pada ayahmu." Sunoo langsung memeluk Niki, menenggelamkan wajahnya di perut Niki. "Terima kasih hyung." Suara Sunoo tenggelam dalam pelukan Niki.
"Tidurlah, sudah larut." Sunoo menggeleng tanpa melepaskan pelukan. "Mau ku bantu?"
"Temani saja aku, hyung." Sunoo mengangkat kepalanya untuk menatap Niki. Niki mencubit gemas pipi Sunoo.
Sunoo baru tidur jam 12.15 setelah menyelesaikan semua tugas dari bimbel. Niki memutuskan pulang malam itu juga.
Di bawah, ia bertemu dengan Soon Ho yang keluar ruang kerja. "Aku pamit, aboenim." Niki membungkuk, Soon Ho hanya tersenyum membiarkan Niki pergi.
Niki adalah pria yang dapat diandalkan, pintar, gagah, berasal dari keluarga terpandang, dan cakap dalam segala hal. Secara keseluruhan Soon Ho menyukai Niki dan kadang berharap Nikilah anak kandungnya daripada Sunee yang keras kepada dan Sunoo yang terlalu lemah.
Ayah Niki adalah kepala kepolisian republic Korea Selatan, dua tahun lalu datang kepadanya untuk menjodohkan Niki dengan Sunee. Soon Ho tidak tahu apa yang tiba-tiba membuat orang seterpandang itu memilih anaknya.
Awalnya Sunee menentang keras perjodohan. Soon Ho tahu anak perempuannya itu keras kepala sama sepertinya. Soon Ho memutuskan menolak perjodohan itu. Namun suatu hari Shin Hyun Ki membawa ledger bukti korupsi yang pernah dilakukan Soon Ho tiga tahun lalu saat menjadi wali kota.
Isi ledger itu juga memuat semua kecurangan yang dilakukan Soon Ho.
Penggelapan dana, pencucian uang, penipuan, dan pembunuhan saat merintis Sunbright Foundation selama bertahun-tahun.
Soon Ho sudah menutup rapat dan menyogok semua polisi yang tahu rahasianya, ia bahkan rela mengundurkan diri dari jabatan wali kota, akhirnya perlahan masalah itu terlupakan. Namun Hyun Ki mengungkit hal itu kembali membuatnya takut.
Sekali ledger diungkap ke public, maka dapat dipastikan ia akan jadi public enemy, namanya akan rusak, semua asset yang telah ia bangun dan pertahankan selama bertahun-tahun dapat dipastikan runtuh.
Hyun Ki menjamin aman semua rahasia Soon Ho asalkan mau menikahkan anak mereka nanti. Soon Ho yang tidak punya pilihan akhirnya menekan Sunee menerima perjodohan itu.
Sunee sempat depresi berat, Soon Ho mengancam akan membunuh keluarga pacar Sunee jika menolak. Apapun yang terjadi Sunee harus menikahi Niki. Sunee tidak punya pilihan selain mengiyakan.
Dari awal Sunee menunjukkan ketidak sukaan pada Niki dan Niki menyadari itu. Sunee bahkan tidak menyembunyikan bahwa ia punya pacar. Niki dan Sunee membuat perjanjian. Mereka tetap akan menikah, tapi jangan pernah mengurusi hidup satu sama lain. Singkatnya, mereka menikah hanya untuk status.
Di mobil menuju jalan pulang, Niki tertawa keras.
Alasan Soon Ho tunduk padanya, karena ia tahu isi ledger itu. Niki tahu semua rahasia Soon Ho. Dan menggunakan itu untuk mengancam Soon Ho. Niki bahkan punya file ledger yang ia curi dari computer Hyun Ki.
"Hahahahaa.... Bodoh...." Niki menutup wajahnya.
***
Hari pertama les ice skating, Niki menunggu Sunoo di pinggir area luncur.
Ada total 4 anak untuk setiap 1 pelatih. Sunoo bersama tiga temannya melakukan pemanasan setelah memasang peralatan keamanan di pinggir lapangan.
Kemudian mereka memakai sepatu luncur dan memasuki area es. "Annyeong, namaku Park Sunghoon. Kalian bisa memanggilku ssaem atau hyung."
"Bagaimana? Mau panggil Sunghoon hyung atau Park ssaem?" Tanya Sunghoon.
"Hyung." "Hoon hyung." "Hoonie hyung." "Park ssaem."
Ketiga anak itu menatap Sunoo, satu-satunya yang memanggil Sunghoon dengan Park ssaem membuat Sunghoon tertawa. "Ya, apapun, senyaman kalian." Sunoo diajarkan harus sopan dengan siapapun itu, Sunoo tidak akan sanggup memanggil orang yang baru ia kenal dengan hyung.
Mereka berempat diajari gerak dasar. Sunoo merasa kesusahan, ia bahkan susah berdiri dengan kaki tegak karena es di bawah kakinya begitu licin, sementara teman-temannya perlahan mulai menguasai.
"Ayo, kau pasti bisa." Tiga teman lain mulai terbiasa dengan lantai es, Sunoo masih harus dipegangi untuk bergerak. Sunghoon selalu menyemangatinya. Setiap Sunoo terjatuh, Sunghoon sigap menolong.
"Terima kasih, Park ssaem." Sunoo berjalan di area es dengan berpegangan pada tangan Sunghoon, bahkan ketika sudah berpegangan, Sunoo masih rawan tergelincir.
"Kau membutuhkan penyesuaian yang lebih lama dari teman-temanmu, Sunoo-ssi." Sunoo menundukkan kepalanya. Saat les music dan akademik, Sunoo bahkan tidak merasa sesusah dan sebodoh ini. "Tidak apa-apa. Waktumu hanya lebih panjang dari yang lain." Sunghoon mengusap kepala Sunoo.
Sesi latihan hari itu berakhir.
***
Setiap minggu sore Sunoo les ice skating ditemani Niki yang rela mengosongkan jadwalnya hari itu demi Sunoo. Sudah hampir setahun. Teman-teman Sunoo sudah mahir menguasai arena sementara Sunoo masih berusaha menstabilkan langkahnya.
Tak henti-hentinya Sunghoon menyemangati Sunoo untuk tidak menyerah.
"Ini, aku hanya memberikannya untukmu." Sunghoon menyerahkan susu pisang pada Sunoo saat istirahat.
"Tidak suka?" Sunghoon duduk merasa Sunoo hanya menatap susu di tangannya. "Suka."
"Ambillah, untukmu." Sunoo akhirnya mengambil sambil mencium pipi Sunghoon. "Terima kasih, Park ssaem." Sunghoon terdiam dan memegangi pipinya. "Kenapa?" Tanya Sunoo heran. "Tidak, ku rasa itu kebiasaanmu, ya?" Sunoo menggigit-gigit sedotan. "Iya, hyungku bilang harus memberi sesuatu jika aku menerima sesuatu dari hyung."
Sunghoon tertawa. "Lakukan itu pada hyungmu saja, tidak perlu denganku atau orang asing." Sunghoon mengacak rambut Sunoo. "Ayo, istirahat sisa 5 menit." Sunoo masih terdiam.
Itu pertama kalinya ia menerima sesuatu tanpa harus memberikan sesuatu. Ia kira dunia berjalan begitu, take and give. Bagaimana dunia seharusnya? Bagaimana dunia yang benar? Sunoo masih tidak paham.
Sunghoon, lelaki dari Suwon yang baru pertama menginjakkan kaki ke Seoul untuk kuliah itu memutuskan bekerja sambilan menjadi pelatih ice skating karena kebetulan ia memiliki sertifikasi dan banyak penghargaan.
Ia mengajar full sesi untuk hari sabtu dan minggu, dimana ada 3 sesi di kedua hari, pagi siang dan sore. Semua murid yang ia ajar total ada 24 anak. Mereka semua datang dari background keluarga yang berbeda-beda dan kemampuan yang berbeda-beda, ada yang cepat ada yang lambat. Ada yang berbakat ada yang tidak.
Sunghoon mengajar dengan sepenuh hati, dengan harapan mereka tidak menyerah hingga akhirnya bisa jadi atlet.
***
Sekarang, hari minggu sore adalah hari yang paling Sunoo tunggu-tunggu, dimana ia bisa bertemu dengan pelatih kesukaannya, Sunoo berharap Park ssaem mengajarinya lebih banyak daripada hanya sekedar ice skating. Pelajaran yang tidak ia dapatkan baik di rumah, maupun saat bimbel dengan guru-guru top yang hanya menjelaskan apa yang perlu di jelaskan dan tidak mengajarinya tentang pelajaran hidup.
Guru-guru yang dipilihkan ayah untuk Sunoo bekerja sesuai suruhan ayah Sunoo agar tidak terlalu dekat dan membicarakan hal yang tidak perlu, bahkan ada beberapa dari guru itu yang tidak segan memukulnya ketika ia berbuat salah.
Sementara ice skating adalah pilihan Sunoo sendiri tanpa campur tangan ayahnya. Sunoo sangat senang bisa melakukan sesuatu yang berasal dari hati dan akhrinya bisa bertemu guru seperti Sunghoon.
Sunoo dapat merasakan ketulusan Sunghoon kepada semua anak, meski Sunoo tahu di mata Sunghoon ia hanyalah anak biasa yang tidak punya bakat, namun Sunghoon terus menyemangatinya dengan memberikan cerita-cerita motivasi.
"Aww..." Sunoo terjatuh saat mencoba berputar, jatuh berkali-kali membuat lututnya yang meski memakai pengaman tetap terasa sakit. Sunghoon segera menyusul Sunoo dari sisi yang lain untuk membantu Sunoo berdiri.
"Sepertinya aku memang tidak berbakat, ssaem." Sunghoon membawa Sunoo ke pinggir arena. Mereka duduk sambil mengamati tiga teman Sunoo yang lain, rata-rata anak itu telah mampu melakukan putaran mengingat sudah berlatih gerakan itu berbulan-bulan.
"Hei, kau tidak harus sempurna dalam semua hal yang kau lakukan." Sunoo diam. "Kau harus melakukan apapun yang membuatmu senang. Bahkan jika kau tidak berbakat di bidang itu, jika kau senang, itu sudah cukup." Sunghoon menepuk pundak Sunoo, berusaha menghibur.
"Sunoo-ssi, kau bilang bisa bermain biola kan?" Sunoo mengangguk, pandangannya masih mengamati teman-temannya yang bergerak lincah. "Aku tidak bisa bermain biola." Sunoo menatap Sunghoon yang duduk di sampingnya. "Tuhan memberiku bakat di ice skating dan mengambil bakatku untuk bermain biola. Sementara kau sebaliknya, Tuhan memberimu bakat bermusik dan otak yang cerdas, jadi tidak apa-apa jika kau kurang terampil di olahraga."
"Manusia punya bakat dan bidangnya sendiri, Sunoo-ssi. Tidak ada manusia sempurna yang mampu melakukan segalanya." Sunghoon tersenyum dan membalas tatapan Sunoo. "Ingat, kau bisa melakukan segalanya, tapi tidak harus menguasai semuanya." Mendengar kalimat itu memberikan getaran di hati Sunoo.
"Manusia punya 9 kecerdasan, kau tahu?" Sunoo menggeleng. "Ada yang pandai angka, ada yang pandai music, ada yang pandai berbahasa. Bayangkan jika manusia cuma punya 1 kecerdasan yaitu angka. Pasti akan sangat membosankan karena di dunia tidak ada music." Mata Sunoo menatap kagum pada sosok di depannya, yang terus memberikan pengetahuan tentang hidup yang sebelumnya tidak ia tahu.
"Jadi, Sunoo-ssi, kau tidak harus pandai di segala hal. Tidak apa-apa kau tidak bisa ice skating. Tapi jika kau bahagia melakukannya, maka teruskan saja." Sunghoon tersenyum sambil mengawasi anak-anak yang masih di area seluncur. "Tidak bisa di suatu hal bukan berarti kau bodoh." Sunoo menatap Sunghoon yang tidak menatapnya. "Pada intinya, akhir pencarian hidup manusia adalah kebahagiaan." Sunghoon berlari memasuki arena saat melihat seorang anak terjatuh cukup keras, ia berlari membelah lapangan untuk membantu anak itu.
Sunoo masih terdiam di tempatnya.
"Tadi aku bicara dengan pelatihmu." Di perjalanan pulang, Niki menghentikan mobilnya di salah satu restaurant. Mereka masuk ke sana dan memesan makanan. "Dia bilang kemajuanmu lambat." Sunoo hanya mengangguk. "Apa kau tidak ingin berhenti saja?"
"Tidak, hyung. Aku senang." Niki tertawa. "Senang dengan ice skating atau dengan pelatihmu?" Sunoo mengangkat kepala, Niki menatapnya, tatapan yang belum pernah Sunoo lihat. "Aku suka ice skating." Ucap Sunoo tanpa keraguan.
Niki mendecih, ia melihat semakin hari Sunoo semakin akrab dengan Park ssaem membuatnya agak cemburu, berlebihan memang tapi itulah kenyataan, ia takut Sunoo menyukai atau tergantung dengan orang lain.
"Hyung marah aku senang dengan sesuatu?" Kalimat yang membuat Niki terkejut, kalimat yang diucapkan anak 10 tahun itu terlampau dewasa baginya. "Tidak." Makanan mereka datang. "Terima kasih, hyung." Sunoo tersenyum cerah membuat Niki kembali luluh.
TO BE CONTINUE