[United Medical center, Washington DC - 09.00 EST]
[Author POV]
Park Eun Seok dengan sabar menyuapkan menu diit bubur untuk sarapan isterinya yang sudah sadarkan diri sejak semalam.
Tidak ada hal yang lebih membahagiakan selain melihat isteri yang telah menemani hidupnya selama hampir empat puluh tahun itu kembali membuka mata.
Walaupun beberapa alat monitor masih terpasang di tubuh nya, diplomat kedutaan Korea Selatan itu dengan sabar membantu sekecil apapun hal yang dibutuhkan agar isterinya cepat recovery.
Lee Ji Ah tampak tersenyum begitu melihat siaran ulang pertandingan New York Liberty melawan Washington Mystics dari layar televisi yang berada di kamarnya.
Apalagi melihat pemain basket yang terlibat insiden dengan nya mempersembahkan kemenangan team mereka untuk nya, itu benar - benar membuat Lee Ji Ah merasa tersentuh.
Ia sangat bahagia melihat bintang lapangan itu dalam keadaan baik - baik saja. Setidak nya, ia telah berhasil menyelamatkan nyawa orang lain dari upaya pembunuhan yang tidak ia ketahui motif yang mendasari nya.
Cukup Park Jin Hee, putri kandung nya yang tidak berhasil ia selamatkan. Cukup ia melakukan kebodohan itu satu kali. Kebodohan yang berhasil membuat rasa penyesalan nya hingga saat ini tidak juga kunjung menghilang.
"Lihatlah, anak itu benar - benar mempersembahkan kemenangan team mereka untuk mu sayang." Park Eun Seok tersenyum ketika melihat wajah berseri isterinya. "Dia memang tidak pernah ingkar janji."
"Apakah kamu telah mengobrol banyak dengan nya tadi malam?" Lee Ji Ah menatap suaminya dengan bibir masih terus terumbar senyum.
"Yeah lumayan. Dia sempat kalut karena terlalu mengkhawatirkan mu. Tetapi aku tahu pemain basket itu orang baik, jadi dengan mudah ia segera bangkit dari rasa keterpurukan nya." Park Eun Seok kembali tersenyum jika mengingat kesan pertemuan pertamanya dengan sang bintang lapangan New York Liberty.
"Itulah yang semakin membuatku penasaran dengan nya, yeobo. Sekilas dia memang terlihat sebagai seorang yang periang, tetapi terkadang ia seperti menyimpan sebuah beban dan kesedihan. Entahlah aku tidak tahu kesedihan apa itu. Tetapi aku benar - benar merasakan seperti itu." Lee Ji Ah tampak kembali menghela nafas panjang.
"Aku tahu dia wanita yang kuat, aku yakin dia mampu melewati tantangan apapun yang akan ia hadapi."
Park Eun Seok hanya terkekeh melihat sang isteri kembali ke dalam mode menjadi psikiater walaupun ia masih terbaring di tempat tidur rumah sakit.
Ceklek ....
Perhatian Park Eun Seok dan Lee Ji Ah kembali teralihkan begitu seseorang membuka pintu ruang perawatan VIP mereka. Wajah sang putra segera terlihat begitu pintu itu terbuka.
Park Jimin yang mendapatkan telefon dari sang ayah terkait kondisi ibunya yang tengah di rawat karena mendapatkan insiden kecelakaan membuat lelaki itu memutuskan untuk segera menyusul kedua orang tuanya yang berada di Washington.
Rasa lelah karena kemarin ia dan teman - teman mengurus acara summer festival yang semakin mendekat tidak ia pedulikan.
Ia ingin melihat sang ibu dan ingin memastikan dengan segera jika kondisinya baik - baik saja dengan mata kepala sendiri.
"Jimin ...."celetuk Park Eun Seok dengan senyum lebar begitu melihat kedatangan putranya.
"Eomaaa ...." Park Jimin segera menutup pintu dan bergegas mendekati sang ibu.
"Oh my gosh Jimin ...." Lee Ji Ah segera memeluk putra nya.
Kelegaan karena sudah melihat keadaan ibunya membuat lelaki itu semakin mengeratkan pelukan. Ia bersyukur sang ibu bisa selamat dari insiden kecelakaan yang turut melibatkan bintang lapangan New York Liberty sesuai cerita sang ayah.
Beruntung sang ayah segera mengabari tentang kondisi ibunya sehingga ia bisa mengambil penerbangan pagi hari dari New York.
"Eomma gwenchanayo? Apakah eomma masih merasakan sakit?" Park Jimin yang mengurai pelukan ibunya kembali memeriksa keadaan sang ibu.
Lee Ji Ah yang melihat wajah khawatir putranya hanya bisa kembali tersenyum. Rasanya melihat suami dan anak nya datang mendampingi hal itu cukup menjadi penyembuh atas segala rasa sakit nya.
"Eomma tidak apa - apa, Jimin. Eomma sudah jauh merasa lebih baik sekarang." Lee Ji Ah tampak membelai kepala putranya dengan lembut.
"Seharusnya kamu tidak perlu repot - repot menyusul kesini, Jimin. Bukan kah kamu tengah fokus mengurusi kegiatan tahunan kampusmu?" Park Eun Seok membelai bahu lebar sang putra.
"Appa ...." Park Jimin segera memeluk sang ayah. "Kegiatan kampus bisa di selesaikan menyusul, tetapi aku hanya mempunyai satu ibu. Itu lebih penting dari apapun yang ada di dunia ini." Park Jimin kembali mengumbarkan senyum.
Lee Ji Ah kali ini benar - benar tidak bisa berhenti dibuat tersenyum jika mendengar kata - kata manis putra semata wayang nya.
Park Jimin memang laki - laki yang sangat mencintai nya dan Lee Ji Ah begitu beruntung mempunyai putra yang selalu bisa memperlakukan seorang wanita dengan sangat manis seperti itu.
"Ige mwoya? Apakah eomma baru saja mendapatkan transfusi darah?" Park Jimin tampak melotot begitu melihat bekas transfusi set yang masih menggantung.
"Eomma mu mengalami perdarahan yang cukup banyak. Itulah mengapa eomma mu perlu mendapatkan tambahan darah, Jimin." Park Eun Seok berusaha menjelaskan kondisi sang isteri kepada putera nya.
"Oh my gosh ... tetapi sekarang eomma sudah benar - benar sehat bukan?" Park Jimin kembali memandang sang ibu dengan tatapan khawatirnya.
"Eomma sudah baik - baik saja, Jimin. Kamu tidak usah khwatir." Lee Ji Ah berusaha tersenyum, meyakinkan bahwa kondisi tubuh nya jauh lebih baik kepada sang putra.
"Siapa yang sudah mendonorkan darah untuk eomma, appa? Apakah mereka mengambil stok di bank darah? Jika iya, maka aku akan mendonorkan darahku juga untuk mengganti stok bank darah rumah sakit ini." Park Jimin memandang kepada sang ayah dengan seketika.
"Seseorang telah mendonorkan darah untuk eomma mu. Mereka tidak mengambil stok di bank darah karena kebetulan stok golongan darah eomma mu habis." jelas Park Eun Seok.
Lee Ji Ah yang baru mendengar informasi itu dari sang suami tampak tertegun. Sejak kesadaran nya pulih, ia menyangka darah yang tengah memasuki tubuh nya melalui IV cath adalah stok yang diambil dari bank darah.
"Yeobo ... siapa yang telah mendonorkan darahnya untuk ku?" Lee Ji Ah menatap ke arah sang suami, berharap ia mendapatkan jawaban dari Park Eun Seok dengan segera.
"Iya appa, beritahu kami dengan segera siapa yang mendonorkan darah nya untuk eomma." Park Jimin semakin memburu. "Bukan kah eomma juga bergolongan darah yang sama dengan ku?"
"Yang mendonorkan darah untuk eomma mu semalam adalah Park Jinny." Park Eun Seok menjawab dengan singkat.
"What?" Park Jimin dan Lee Ji Ah terkejut dengan kompak nya.
"Hamskie?" Park Jimin kembali mengkonfirmasi.
"Really yeobo?" Lee Ji Ah menatap suaminya tanpa berkedip.
"Yeah ... semalam bintang lapangan basket itu yang telah mendonorkan darah nya untukmu di saat stok darah di rumah sakit ini habis, yeobo." Park Eun Seok kembali meyakinkan anak dan isterinya.
"Oh my gosh ...." Lee Ji Ah tampak memegangi nadi di pergelangan tangan nya. Tetapi tidak lama senyum di kedua bibirnya terumbar perlahan.
"Tidak salah aku menjadi fans fanatik nya. Ternyata dia benar - benar seseorang yang berhati malaikat." celetuk Park Jimin begitu mengetahui pendonor darah untuk ibunya adalah bintang lapangan New York Liberty yang terkenal.
Ceklek ....
"Excuses me ...."
Ketiga orang yang sedari tadi berdiskusi mengenai pendonor darah Lee Ji Ah kini dengan kompak nya mengedarkan pandangan kembali ke arah pintu masuk.
Terlihat Amber Liu, pelatih New York Liberty di susul oleh beberapa staf club basket memasuki ruang perawatan VIP Lee Ji Ah satu per satu.
"Good morning nyonya Lee ...."
"Good morning doctor Lee ...."
Tanpa mereka duga, satu per satu starter player New York Liberty, pemain lapis kedua dan team dancer Squad Biru itu menyusul masuk ke dalam ruang perawatan.
Park Eun Seok begitu bersemangat menyambut kedatangan mereka. Ruang perawatan VIP yang begitu luas pun tidak lama sudah dipenuhi oleh anggota club basket terkenal itu.
Walaupun manajer Hyun Bin tidak ikut serta bersama mereka dan tidak ada instruksi sama sekali dari pihak managemen, Amber Liu berinisiatif mengajak staf dan seluruh pemain basket untuk menjenguk staf psikolog club mereka sebelum jadwal kepulangan ke New York sore ini.
Im Yoona terlihat langsung memeluk psikolog club basket tersebut tanpa ragu. Melihat kondisi Lee Ji Ah yang terlihat jauh lebih baik tentu merupakan hal yang begitu sangat melegakan.
Park Jimin yang tidak menyangka Squad Biru akan datang menjenguk ibunya hanya bisa tertegun dan tidak bisa berkata - kata untuk beberapa saat.
Melihat Lea Mizuki sang captain, Kang Seulgi, Lalisa Manoban dan Ji Yeong Ju dalam jarak sangat dekat merupakan sebuah mimpi yang kini menjadi kenyataan.
"Kenapa kalian menjadi repot - repot seperti ini?" Park Eun Seok terkekeh setelah selesai menyambut kedatangan team Squad Biru itu.
"Kami memang sengaja untuk kembali melihat keadaan nyonya Lee sebelum jadwal kepulangan kami ke New York, tuan Park." Amber Liu tersenyum melihat antusias suami dari staf psikolog mereka.
Sementara dari jajaran team dancer, keenam dancer itu sedikit dibuat terkejut setelah mengetahui keberadaan Park Jimin di ruangan itu.
Tidak berbeda jauh dengan lelaki jurusan technologi music NYU ketika melihat teman - teman kampus yang tergabung menjadi team dancer club ini turut serta bersama rombongan team New York Liberty.
Hanya ada satu orang yang keberadaan nya masih ia cari sedari tadi. Park Jimin mencari bayangan Dita Karang yang belum terlihat bersama rombongan mereka.
Apakah Dita tidak ikut membela Squad Biru untuk laga tandang nya kali ini? Tetapi kemarin aku melihatnya tersorot kamera di televisi. Mungkinkah dia sudah kembali ke New York terlebih dahulu? gumam Park Jimin dalam hati.
"Apakah Jimin putra dari staf psikolog club ini? Dokter Lee?" Park Minji berbisik kepada Lee Soodam.
"Jika alasan nya bukan itu, kenapa juga ia berada bersama kita disini?" Lee Soodam masih memperhatikan gerak - gerik lelaki tampan itu.
Lee Ji Ah yang sedari tadi memperhatikan satu per satu orang yang berada di ruangan nya tidak jua menemukan bayangan sang bintang lapangan berdiri di antara mereka.
Seketika hatinya merasakan keresahan tanpa alasan yang tidak jelas mengetahui Park Jinny tidak ikut berada di rombongan mereka.
"Coach Liu ...." panggil Lee Ji Ah.
"Yee dokter Lee. Apakah ada yang kamu butuhkan?" Amber Liu sedikit mendekat ke arah bed psikolog cantik itu.
"Apakah Hamskie tidak turut serta?" Lee Ji Ah menatap Amber Liu dengan penuh harap mendapatkan jawaban.
Amber Liu yang mendengar pertanyaan psikolog itu tampak mengangguk perlahan. Dia segera memalingkan wajah nya untuk melihat ke arah Lea Mizuki yang terlihat berdiskusi dengan Ji Yeong Ju.
"Lea, dimana Hamskie?" Amber Liu menanyakan keberadaan sang bintang lapangan kepada captain team.
"Hamskie akan datang menyusul coach." jelas Lea Mizuki.
Amber Liu segera mengangguk dan kembali menatap Lee Ji Ah dengan senyum terumbar. Dengan sedikit berdehem, Amber Liu tampak akan mengatakan sesuatu kepada keluarga psikolog itu.
"Tuan Park, nyonya Lee. Aku mewakili club, team dancer dan manager Hyun Bin turut menyayangkan atas insiden yang terjadi kemarin. Kami selalu mendoakan untuk kesehatan dan keselamatan nyonya Lee beserta keluarga. Segeralah sembuh dan segeralah kembali. Pemain New York Liberty sudah rindu ingin kembali bercerita banyak kepadamu, nyonya Lee." Amber Liu tersenyum yang seketika membuat Lee Ji Ah dan Park Eun Seok terkekeh.
"Aku mewakili isteriku dan puteraku Park Jimin, mengucapkan banyak - banyak terimakasih coach Liu. Terutama kepada Hamskie yang sudah mau mendonorkan darahnya untuk menolong isteriku. Tidak ada kata lain yang bisa kami sampaikan selain kata syukur karena sudah mengenal dan menjadi bagian dari keluarga New York Liberty. Kami benar - benar berterimakasih untuk itu." Park Eun Seok tampak membungkukan badan diikuti oleh Park Jimin.
"Ternyata benar dugaan kita bukan?" Bisik Bae Irene yang akhirnya mengetahui bahwa Park Jimin adalah putra dari psikolog club mereka.
"Semoga Dita tidak syok mengetahui fakta ini." gumam Jennie Kim.
"Kami berharap semoga insiden seperti ini tidak terjadi lagi, tuan Park." timpal Kim Taeyeon yang berdiri di sebelah Tiffany Young.
Sementara di luar ruang perawatan, Park Jinny dan Dita Karang yang masih terlibat diskusi atas keluarnya Cho Miyeon dari team dance menjadi perhatian yang cukup serius bagi pasangan baru itu.
"Bagaimana pun juga kamu harus tetap menemui dan memberikan dia penjelasan, sayang. Aku tidak mau dia akan terus - terusan salah faham dan memandang aku sebagai orang ketiga." Dita Karang kembali memohon kepada kekasih nya.
"Untuk apa aku memberikan penjelasan atas sesuatu yang tidak pernah aku lakukan? Aku tidak mencintainya dan kami tidak pernah berpacaran. Dia tidak berhak menuduhmu seperti itu." Park Jinny menatap kekasih nya dengan wajah serius.
"Aku tahu ... aku tahu. Tetapi dia mengatakan ingin berhenti dari team dan dia memilih untuk pulang terlebih dahulu ke New York. Itu membuatku selalu merasa bersalah kepada Miyeon, sayang." Dita Karang kembali merasakan cemas.
"Itu keputusan dia karena kurang bijaksana terhadap menyikapi sesuatu." Park Jinny memegangi bahu kekasih nya. "Aku tidak ingin kamu terus - terusan merasa bersalah atas hal yang tidak sesuai dengan tuduhan - tuduhan nya. Please ... dia hanya masih emosi, nanti jika dia sudah tenang juga akan kembali lagi ke team. Kali ini kamu harus percaya kepadaku, Dita."
Hhffftt ....
Dita Karang tampak menghela nafas panjang. Memang benar ucapan kekasih nya barusan. Tetapi melihat sahabat yang begitu baik sejak Dita bergabung di team dance itu begitu sangat marah kepadanya, Dita Karang selalu merasa bersalah jika keputusan nya menerima Park Jinny berhasil melukai hati seorang Cho Miyeon.
"I hope so ...." Dita akhirnya mengangguk setuju.
"Sudah jangan di pikirkan lagi. Kita harus segera masuk dan melihat keadaan nyonya Lee terlebih dahulu. Okay?" Park Jinny tersenyum sembari membelai pipi kekasih nya.
Ceklek ....
Semua mata kembali tertuju ke arah pintu dimana Dita Karang perlahan memasuki ruangan. Lee Soodam yang melihat kedatangan kakak tingkat nya segera menarik lengan Dita Karang untuk turut bergabung di barisan mereka.
Sementara di belakang nya menyusul pemain basket bernomor punggung dua puluh yang sedari tadi keberadaan nya di pertanyakan oleh Lee Ji Ah.
Lee Ji Ah yang kembali melihat wajah cantik sekaligus tampan nya segera mengumbarkan senyum lebar. Psikolog itu kini benar - benar terlihat bahagia.
Kedua mata monolid Park Jinny tampak membulat begitu melihat sosok laki - laki yang beberapa bulan lalu melamar Dita Karang berdiri di sebelah Park Eun Seok.
"Park Jimin ...." bisik Dita Karang begitu mengetahui Park Jimin sudah memandangi dirinya dari kejauhan.
Betapa leganya Park Jimin bisa melihat Dita Karang kembali dengan jarak sedekat ini. Tanpa ragu dia segera berjalan menuju ke arah Dita dimana Park Jinny yang masih berdiri di ambang pintu dengan jelas memperhatikan gerak gerik lelaki itu.
"Dita ... ikutlah dengan ku. Aku ingin memperkenalkan mu kepada appa dan eomma." Ajak Park Jimin dengan senyum yang tidak pernah tertanggal dari bibir nya.
"Tapi Jimin ... ak-aku ...." Dita Karang kembali terdiam begitu tangan lelaki itu berhasil menggenggam tangan nya.
Park Eun Seok, Amber Liu dan keempat starter player yang sedari tadi memperhatikan Park Jimin tampak menahan nafas menunggu apa yang akan terjadi selanjut nya.
Apalagi melihat sang bintang lapangan yang sudah memperlihatkan wajah dingin nya, keempat starter player itu berharap Park Jinny tidak bereaksi secara berlebihan untuk saat ini.
"Tidak apa - apa, Dita. Eomma pasti akan senang begitu beliau melihatmu. Kajja." Ajak Park Jimin tanpa ragu.
Dita Karang sekilas menatap ke arah kekasih nya yang masih berdiri dengan tenang di ambang pintu. Melihat wajah dingin Park Jinny tentu Dita Karang mengetahui jika sang bintang lapangan sudah tidak baik - baik saja saat ini.
Pada akhirnya lelaki itu berhasil membawa Dita Karang mendekati bed tempat dimana Lee Ji Ah terbaring.
Dia kembali menarik tubuh Dita untuk lebih mendekat ke arah sang ayah dan ibu nya yang kini terlihat cukup kebingungan.
"Eomma ... appa, perkenalkan dialah yang bernama Dita Karang. Eomma dan appa yang selalu melihatnya dalam bentuk foto, kini dia turut hadir disini. Dita merupakan salah satu dancer di team dance Squad Biru. Dan dialah orang yang selalu aku katakan 'spesial' kepada kalian." Park Jimin tersenyum ke arah ayah dan ibunya.
What? Foto? Foto apaan? Apakah selama ini dia selalu mengambil gambarku secara diam - diam? gumam Dita Karang yang merasakan sedikit kesal.
"Waah ... kenapa aslinya lebih cantik daripada foto - foto yang kamu kirimkan nak. Perkenalkan, saya Park Eun Seok ayah Jimin." Park Eun Seok dengan segera menjabat tangan Dita Karang.
"Dita Karang imnida." Dita Karang segera membalas jabatan tangan Park Eun Seok tanpa ragu.
Lee Ji Ah hanya tersenyum begitu mengetahui dancer club basket yang beberapa kali bertemu kala di arena adalah sosok wanita yang dicintai putra nya.
Tetapi tidak bagi pemain - pemain basket New York Liberty dan dancer Squad Biru itu. Mereka kini malahan fokus memandang ke arah Park Jinny yang masih memperhatikan gerak gerik Park Jimin dari ambang pintu.
Mereka mengetahui mungkin darah Park Jinny sudah mendidih melihat tingkah Park Jimin yang seolah sengaja menunjukan kedekatan nya dengan Dita Karang.
Tetapi Park Jinny adalah aktor yang baik. Dia masih berusaha mencoba tenang dan perlahan dia berjalan menyeruak untuk turut mendekat ke arah bed tempat dimana Lee Ji Ah terbaring.
Lea Mizuki, Kang Seulgi dan Lalisa Manoban tampak menepuk bahu sang bintang lapangan agar ia tidak terpancing emosi.
Amber Liu yang sedari tadi memperhatikan gerak gerik pemain basket bernomor punggung dua puluh itu hanya bisa memantau dalam diam.
Tangan lemah Lee Ji Ah segera menggenggam jari jemari Park Jinny yang sudah berada di dekat bed nya.
Park Jinny segera tersenyum begitu melihat psikolog yang telah menyelamatkan nyawanya kini dalam keadaan jauh lebih baik.
"Apakah masih ada rasa sakit di badan mu, maam?" Park Jinny tersenyum ke arah Lee Ji Ah.
"Nope ... sama sekali tidak ada. Terimakasih kamu telah menyelamatkan ku juga Hamskie. Mungkin aku juga tidak akan selamat jika kamu tidak mendonorkan darahmu untuk ku." Lee Ji Ah tersenyum, memandangi pemain basket yang menurutnya terlalu sangat spesial.
"Aku senang melakukan nya untuk mu. Kemarin kami menang dan sesuai dengan janjiku kemenangan kemarin kami persembahkan untuk mu, maam." Park Jinny tampak mengusap telapak tangan Lee Ji Ah dengan perlahan.
"I know ... aku sudah tahu kamu dan club ini akan selalu menang. Terimakasih sudah melakukan itu, Hamskie." Lee Ji Ah mengangguk perlahan.
"Sekali lagi terimakasih Hamskie. Jika kamu tidak mendonorkan darah, aku tidak akan tahu bagaimana nasib eomma ku. Sekali lagi terimakasih." Ucap Park Jimin.
Park Jinny kembali menatap ke arah laki - laki yang berdiri di sebelah Dita Karang. Laki - laki yang ia pukuli karena berani melamar Dita Karang dan sekarang dengan berani membawa kekasih nya untuk berdiri di samping nya.
Apalagi mendengar laki - laki itu menyebut Lee Ji Ah sebagai 'eomma', bukan kah itu cukup mengejutkan? Mengetahui laki - laki yang ia benci adalah putra dari staf psikolog nya.
"Dia putra kami, Hamskie. Dia Park Jimin, mungkin kamu baru mengenalnya." Park Eun Seok tersenyum memperkenalkan putranya.
"Hamskie pernah datang ke kampusku, appa. Dan dia dengan berbaik hati mengizinkan aku untuk berswafoto bersamanya." Park Jimin tersenyum kearah sang bintang lapangan.
"I know him." Park Jinny kembali memandang ke arah Lee Ji Ah. "Apakah dia benar - benar putramu?"
Lee Ji Ah yang mendengar pertanyaan Park Jinny tampak mengernyitkan dahi dengan seketika. Ada rasa tidak suka sang pemain basket kepada putranya dilihat dari tatapan mata dan mendengar nada bicaranya yang dingin. Lee Ji Ah dengan jelas bisa membaca itu semua dari gerak gerik nya.
"Ya Hamskie ... Park Jimin adalah putraku. Dia juga salah satu fans fanatikmu, asal kamu tahu." Lee Ji Ah mencoba membuat suasana menjadi cair kembali.
Park Jinny hanya tersenyum kecut sembari memandangi Park Jimin dan Dita Karang secara bergantian. Pemain New York Liberty beserta dancer nya kembali dibuat berdebar dengan sikap dingin yang semakin terlihat jelas saat ini.
"Aku tahu dia sedang cemburu berat saat ini." bisik Ji Yeong Ju kepada Lea Mizuki.
"Kita tidak bisa melakukan apa - apa selain hanya menyimak." bisik Lea Mizuki.
"Apakah kamu tidak mempunyai ide untuk menyelamatkan situasi yang sungguh tidak mengenakan ini?" Kang Seulgi turut bertanya.
"Captain sudah memberikan instruksi. Kita hanya bisa menyimak saat ini." bisik Lalisa Manoban.
Sementara di barisan para dancer, wajah - wajah tegang terpancar dari keenam dancer yang berbaris rapi terutama Lee Soodam dan Park Minji.
Mereka tidak jauh berbeda resah nya seperti keempat pemain New York Liberty melihat Dita Karang terperangkap di situasi yang tidak mengenakan antara Park Jimin dan Park Jinny.
"Jika bukan di rumah sakit, percayalah aku akan menampar lelaki itu agar sadar akan status nya." geram Park Minji dengan berbisik.
"Aku melihat Dita sudah tidak sangat nyaman sekarang." bisik Jennie Kim.
"Dia sudah tidak nyaman sejak Jimin menghampiri ketika Dita baru datang." timpal Bae Irene.
"Apakah kalian berdua tengah menjalin sebuah hubungan?" Park Jinny tersenyum menatap Park Jimin. "Aku perhatikan kalian terlihat cukup mengenal dekat."
Mendengar pertanyaan Park Jinny bukan hanya Dita Karang yang sport jantung. Tetapi debaran jantung seluruh pemain basket dan dancer Squad biru itu turut beradu semakin mengencang.
"Soon, aku harap wanita spesial ini akan segera membuka hatinya untuk ku Hamskie ...." Park Jimin menjawab dengan senyum semakin terkembang.
Dita Karang hanya menunduk, tidak kuasa melihat wajah kekasih nya yang tentu saja sedang berjuang menahan rasa marah dan cemburunya.
Park Eun Seok yang mendengar jawaban sang putra seketika tertawa kemudian menepuk bahu mahasiswa itu.
"Dia memang suka bercanda seperti appa nya. Jimin ... Jimin ...." Park Eun Seok hanya bisa terkekeh mendengar jawaban putra nya.
"No appa, aku serius. Aku mencintai Dita Karang." ucap Park Jimin dengan penuh keyakinan.
Park Jinny semakin tersenyum kecut mendengar penuturan laki - laki yang sudah terlibat insiden perebutan kepemilikan Dita Karang dengan nya cukup lama.
Kim Taeyeon dan Lea Mizuki hanya saling melempar pandang satu sama lain. Park Eun Seok semakin terkekeh melihat putranya kali ini benar - benar memasang wajah yang semakin serius.
"Apakah kamu serius?" Park Eun Seok menatap putranya dengan turut serius kali ini.
Park Jimin hanya mengangguk dan kedua mata monolid Park Jinny kembali menatap kekasih nya yang tidak bisa berbuat apa - apa kali ini.
Lee Ji Ah yang sedari tadi menyadari tatapan Park Jinny dan Dita Karang yang cukup berbeda ketika beradu pandang membuat psikolog itu berhenti pada satu kesimpulan.
Dokter sekaligus psikolog itu hanya kembali menghela nafas panjang mendengar ucapan putranya yang terlalu percaya diri.
"Berhenti Jimin, Dita pasti sudah menjadi milik seseorang." celetuk Lee Ji Ah
Deg ....
Ucapan Lee Ji Ah seketika menghentikan senyum yang sedari tadi terumbar di bibir Park Jimin. Apalagi untuk seorang Park Jinny, ucapan psikolog yang diluar dugaan itu cukup membuat hatinya tergelitik dengan seketika.
"But eomma ... aku sangat mencintai ...." ucapan Park Jimin kembali terpotong.
"Tidak sopan jika sembarangan mengklaim sesuatu yang telah menjadi milik seseorang. Eomma tidak pernah mengajarkan mu untuk seperti itu." Lee Ji Ah kembali menghela nafas panjang. "Coach Liu, teman - teman New York Liberty dan team dance. Maaf jika telah membuat kalian tidak nyaman. Kami sangat bersyukur atas perhatian yang kalian berikan kepada ku dan kepada keluarga kami." Lee Ji Ah mengangguk perlahan.
Amber Liu tampak kembali memperhatikan jam tangan nya beberapa kali. Dia seketika memperhatikan staf club basket itu dimana semua nya tampak menganggukan kepala dengan kompak nya.
"Baiklah tuan Park Eun Seok dan nyonya Lee, sepertinya kami harus segera berangkat ke airport. Jadwal kepulangan kami sudah semakin dekat. Semoga anda segera recovery dengan aman dan kembalilah ke club lebih sehat lagi." Amber Liu menjabat tangan Lee Ji Ah.
Satu per satu pemain New York Liberty menyalami Lee Ji Ah kemudian keluar dari ruang perawatan itu satu per satu.
"Ayo Dita, kita harus bersiap pulang sekarang." Tiffany Young mengajak Dita Karang dan mendapatkan anggukan dari sang dancer dengan segera.
Setelah menyalami Lee Ji Ah dan memberikan pelukan, Dita Karang tampak menunggu Park Jinny yang masih belum beranjak dari sisi bed.
"Aku harus kembali maam. Sekali lagi terimakasih." Park Jinny kembali tersenyum ke arah Lee Ji Ah.
"Aku yang berterimakasih kepadamu, Hamskie." Lee Ji Ah tersenyum manis.
"Hamskie, sekali lagi terimakasih telah menyelamatkan eomma."
Park Jimin segera memeluk sang bintang lapangan sebagai ucapan rasa terimakasih nya. Kedua jantung mereka segera berdegub kencang yang membuat Park Jinny dan Park Jimin tertegun beberapa saat.
Lee Ji Ah kembali memegangi dadanya. Debaran jantung ketika melihat sang putra memeluk pemain basket itu semakin terasa menguat.
Debaran jantung ini .... gumam Lee Ji Ah dalam hati.
Kedua mata monolid yang memerah masih tetap mengawasi dua orang yang masih saling berpelukan di hadapan nya.
Park Eun Seok turut tertegun melihat pemandangan itu. Entah kenapa perasaan nya tiba - tiba terasa begitu sangat aneh.
Ada rasa bahagia yang tidak bisa ia ungkapkan dengan kata - kata. Rasanya sangat persis ketika dulu ia mendapatkan sepasang bayi kembar. Rasa bahagia ketika pertama status nya berubah menjadi seorang ayah.
Park Jinny mengurai pelukan lelaki itu dengan perlahan. Dia tampak mengangguk dan menepuk bahu lebar lelaki itu beberapa kali.
"Jaga eomma dengan baik ...." pesan Park Jinny kepada Park Jimin.
Sang bintang lapangan segera meninggalkan ruang perawatan itu diikuti Dita Karang, Tiffany Young dan keempat starter player team basket New York Liberty.
Park Jimin yang mengawasi bayangan mereka sampai hilang di balik pintu kembali terdiam untuk beberapa saat.
Ia tengah mencerna perasaan aneh ketika memeluk tubuh jangkung wanita yang sekaligus pemain basket yang menjadi idolanya.
Perasaan aneh macam apa ini? gumam Park Jimin dalam hati.
"Jimin ...."
Park Jimin kembali memandang ke arah Lee Ji Ah yang memanggilnya. Ia kembali berjalan mendekati bed tempat dimana tubuh ibunya terbaring.
"Yee eomma." Park Jimin kembali menggenggam tangan sang ibu.
"Peka lah sedikit menjadi laki - laki. Kamu telah membuat Dita tidak nyaman jika melakukan hal - hal seperti tadi. Eomma tidak pernah mengajarkan mu seperti itu dalam memperlakukan seorang wanita. Apakah kamu mengerti?" Lee Ji Ah memandang putranya dengan tenang.
"Yee eomma, sorry." Park Jimin mengangguk pelan.
Lee Ji Ah hanya menghembuskan nafas panjang nya beberapa kali. Perasaan sebagai seorang ibu dan seorang wanita tidaklah bohong.
Jika insting nya tidak salah, ia menduga bahwa putranya kali ini akan terlibat cinta segitiga dengan Dita Karang dan Park Jinny.
★★✩★★
[John F Kennedy International Airport, NYC - 16.30 EST]
[Author POV]
Pesawat yang membawa rombongan club basket New York Liberty kembali ke New York telah mendarat dengan mulusnya di landasan pacu John F Kennedy International Airport.
Park Jinny terlihat menyusuri garbarata dengan wajah dingin nya, sedingin perasaan nya kali ini yang sudah dibuat kesal melihat sikap Park Jimin kepada kekasih nya.
Sementara Dita Karang yang mengekor di belakang nya belum berani mengajak nya bicara karena ia tahu jika Park Jinny dalam mode cemburu dan marah seperti itu maka diskusi yang diharapkan hanya akan menjadi perdebatan saja.
Dia memutuskan untuk meminta maaf jika mood sang bintang lapangan sudah dalam keadaan yang jauh lebih baik.
Sore itu sesuai dengan skenario yang sudah di susun sejak keberangkatan mereka ke Washington DC, Dita Karang akan pulang menggunakan taxi dan menunggu di sisi lain untuk di jemput mobil yang membawa Park Jinny.
Sang bintang lapangan telah melihat sosok Kim Jisoo yang menjemputnya sore hari itu. Wajahnya yang berbinar menunggu kedatangan atasan nya seketika memudar begitu melihat wajah dingin Park Jinny.
Apalagi sang bintang lapangan sama sekali tidak menyapa begitu ia melewati tubuh Kim Jisoo. Tanda tanya besar tentu sudah tercetak dengan jelas di kepala manager pebasket itu.
"Yaaa ... bukan kah badan ku begitu besar disini? Kenapa dia sama sekali tidak melihatku?" Kim Jisoo yang melihat Park Jinny hanya meletakan koper - koper di dekatnya tanpa berkata sepatah katapun hanya geleng - gelang kepala.
Kang Seulgi dan Lalisa Manoban yang melihat wajah bingung Kim Jisoo hanya terkekeh. Jangankan Jisoo, bahkan satu team yang pulang bersama Park Jinny pun turut mendapatkan efek mode kulkas bintang lapangan itu.
"Jangan coba - coba mengganggunya saat ini jika kamu tidak ingin mati dengan segera eonni." Lalisa Manoban kembali menggoda sang manager.
"Why? Apa yang terjadi?" Kim Jisoo semakin bingung.
"Nanti kamu juga akan tahu kenapa dia sedang dalam mode kulkas dua pintu seperti itu." Kang Seulgi menepuk bahu sang manager beberapa kali.
"Aaaiiishh ... kalian malahan membuatku samakin penasaran saja. Segeralah istirahat, by the way selamat atas kemenangan kalian. Ciao." Kim Jisoo tersenyum sembari melambaikan tangan.
Manajer itu segera membawa koper - koper milik Park Jinny dan satu per satu segera memasukan ke dalam bagasi mobilnya.
Park Jinny yang masih dibuat terkejut karena ternyata Andrea Park turut menjemputnya di airport segera tersenyum dengan seketika.
Kim Jisoo yang telah duduk di kursi sebelah pengemudi segera memberikan kode kepada driver nya untuk melajukan mobil MPV mewah tersebut. Tidak ingin Dita Karang menunggu mereka terlalu lama lebih tepat nya.
"Oh my gosh ... Dada tidak menyangka kamu turut menjemput sayang. I miss you soo ...." Park Jinny segera mengambil alih bayi yang tengah di gendong Kim Yerim dan meletakan di pangkuan nya.
Bayi yang turut menjemput Park Jinny dengan kembali memakai jersey custom hadiah dari Kim Jisoo seketika membuat pemain basket itu tersenyum bahagia.
"Aigoo ... lucu sekali jersey mu? Hadiah dari siapa ini?" Park Jinny yang gemas dengan putrinya kembali menciumi pipi gembilnya hingga membuat bayi itu tergelak tawa.
"Aunty Jisoo ... memang siapa lagi." Kim Jisoo tersenyum puas melihat Park Jinny sudah tidak menampilkan wajah dingin nya.
"Oh my gosh ... aunty Jisoo baik sekali. Thank you aunty ... aunty Jisoo is the best ... aunty Jisoo is the best." celoteh Park Jinny.
"Aaaah ... sudahlah, tidak usah berlebihan seperti itu." Kim Jisoo terkekeh.
"Oh ya, dada punya hadiah untuk mu. Sebentar ya dada ambil kan." Park Jinny segera mengambil sesuatu di dalam tas nya.
Sebuah boneka kecil bergambar gajah yang merupakan maskot club basket mereka segera Jinny perlihatkan di hadapan putrinya. Bayi itu tanpa ragu segera mengambil boneka itu dengan senyum yang memperlihatkan gusi - gusinya.
"Hello Rea, my name is Ellie ... Ellie The Elephant." Park Jinny berusaha menirukan suara anak kecil sembari mengajak Rea bermain.
"Apakah Dita sudah berada di lokasi yang ditentukan?" Kim Jisoo segera menghubungi Dita Karang melalui pesan chat.
"Yeah ... dia telah kesana."
Park Jinny kembali memilih untuk bermain dengan Rea daripada memikirkan kekasih nya saat ini. Bayi lucu itu benar - benar bisa membalikan keadaan mood nya yang sedari tadi terasa buruk kini sedikit jauh lebih baik.
Mobil MPV mewah itu terus melaju menyusuri Belt Parkway yang menjadi jalan utama untuk kembali ke Brooklyn.
Taxi yang membawa Dita Karang telah menunggu di area Shore Parkway dimana Park Jinny akan menjemputnya disana.
Mobil yang sudah melaju sekitar sepuluh menit itu akhirnya berhenti di tepi jalan Shore Parkway dimana taxi yang membawa Dita Karang telah berhenti di sisi jalan.
Kim Jisoo yang telah memakai perlengkapan penyamaran nya segera turun dan menghampiri Dita Karang yang telah menunggunya.
"Ayo Dita, kita bergegas masuk. Rea juga ikut menjemput mommy nya." Kim Jisoo membawa dua koper milik dancer itu dengan segera.
"Really? Oh my gosh Rea." Dita Karang segera tersenyum lebar begitu mengetahui putrinya turut menjemput.
Dita Karang telah masuk di dalam mobil MPV dan benar saja, bayi lucu putrinya dan Park Jinny sudah menyambutnya dengan senyum yang hanya memperlihatkan gusi - gusinya.
"Oh my gosh ... mommy miss you sweetheart." Dita Karang segera mengambil alih bayi yang sudah membuka kedua tangan nya di pangkuan Park Jinny.
Dita Karang segera memeluk bayi itu karena kerinduan yang sudah menumpuk tiga hari ini. Dia tampak menciumi Rea dengan gemas nya hingga tawa bayi itu terdengar semakin nyaring.
Park Jinny yang masih belum menemukan mood baiknya kembali memilih memperhatikan handphone dan memeriksa pesan - pesan yang masuk.
Dita Karang yang memperhatikan kekasih nya kembali bersikap dingin hanya memandang nya dengan tatapan penuh kesedihan.
Ia menyesal menuruti ajakan Park Jimin dan tidak berusaha membantah atas ucapan - ucapan yang penuh percaya diri dari mulut lelaki itu.
Tetapi melihat Rea yang masih ingin mencoba mengajak nya bermain membuat Dita Karang kembali mengalihkan perhatian kepada bayi itu.
"Woow ... jersey mu lucu sekali nak. Jersey nomor dua puluh, jersey milik dada. Siapa yang membelikan mu jersey sebagus ini hhmm?" Dita Karang tersenyum melihat bayi lucu itu memakai jersey New York Liberty bernomor punggung dua puluh, nomor keberuntungan milik dada nya.
"Aunty Jisoo dong mommy." celetuk Kim Jisoo dengan senyum semakin lebar.
"Woow ... thank you aunty, jersey nya keren sekali." Dita Karang kembali menciumi pipi bayi itu dengan gemas nya. "Aku yakin dia akan menjadi pasukan Blue Force termuda dan akan menjadi fans fanatik termuda dada nya."
"Yeaah dia resmi menjadi pasukan Blue Force sejak kemarin kita menonton bersama pertandingan Jinny." Kim Jisoo tertawa tanpa henti.
Tetapi perlahan Rea terlihat kembali rewel. Kedua tangan nya terlihat hendak menggapai tubuh Park Jinny yang sedari tadi sibuk memperhatikan handphone nya dan tidak menggubris obrolan Dita Karang.
Ikatan batin bayi itu mungkin merasa jika dada dan mommy nya sedang tidak baik - baik saja saat ini. Dita Karang yang masih menahan tubuh putrinya yang tetap ingin menggapai tubuh Park Jinny kembali menatap kekasih nya yang tidak juga bergeming.
"Dada ... Rea miss you dada." ucapan Dita Karang akhirnya membuat Park Jinny mengalihkan pandangan kepada bayi yang sedari tadi menarik - narik bajunya.
"Oh sorry sweetheart. Come to dada here ...." Park Jinny kembali meletakan handphone nya dan mengambil Rea dari pelukan Dita Karang.
Park Jinny segera meletakan Rea di atas dadanya. Pemain basket itu mengusap - usap tubuh bayi nya dengan penuh kelembutan hingga perlahan bayi itu kembali tenang.
"Apakah kamu mengantuk hhmm?" Park Jinny memperhatikan putrinya yang perlahan mulai memejamkan matanya.
"Rea memang belum tidur siang karena bersemangat menjemput mommy dan dada nya di airport." Kim Yerim tersenyum melihat kedekatan Park Jinny dan bayi yang sudah terlelap di atas dada sang bintang lapangan.
"Oh my gosh ... kenapa aku mempunyai putri yang begitu lucu sekali? Dia benar - benar lelah sepertinya." Dita Karang kembali mengecupi tangan halus bayi mereka.
"Ayo kita tidur saja sayang. Dada juga sudah sangat lelah." Park Jinny menguap beberapa kali dan pada akhirnya ayah dan anak itu kompak memejamkan mata.
Dita Karang mengeluarkan handphone dan kembali mengambil gambar dua orang yang dicintainya itu beberapa kali.
Melihat kekasih dan putrinya tertidur dengan begitu tenang membuat dancer itu melupakan rasa sedihnya dengan seketika.
Mobil MPV itu semakin melaju kencang untuk membawa keluarga bintang lapangan New York Liberty itu kembali ke penthouse.
Memerlukan waktu sekitar lima puluh menit perjalanan dari John F Kennedy International Airport, 30 Main Street Brooklyn menjadi tujuan mereka kali ini.
★★✩★★
[30 Main Street Brooklyn, NYC - 22.00 EST]
[Author POV]
Plak ... plak ... plak ... plak ....
"I'm sorry ... Dadaaaaaaaahh."
Dita Karang tanpa selembar kain yang melekat di tubuh tampak menggigit bibir bawahnya, menatap kekasih nya yang tengah menghukum nya dengan kenikmatan surga dunia yang sekarang sudah membuatnya kecanduan.
Inti basah mereka yang saling menggesek dan bertumbukan dengan cepat menimbulkan suara - suara erotic yang semakin menggugah nafsu keduanya.
Park Jinny yang konsisten menggesek vagina basah kekasih nya dengan tempo yang cepat belum ada tanda - tanda untuk menghentikan nya walaupun Dita Karang berulang kali memohon untuk memberinya waktu istirahat.
Apalagi jari jemari panjang tangan sang pebasket sedari tadi tidak berhenti meremas dan menyubit gundukan daging di dadanya yang telah mengeras, itu benar - benar terasa begitu ngilu sekaligus nikmat dalam satu waktu.
"Aku tidak akan memberikan waktu istirahat kepada seseorang yang tengah mendapatkan hukuman dari ku .... uuughhh!!" Park Jinny kembali menumbuk inti basah kekasih nya dengan cukup keras.
"Aaaahh ... aaam puuuun sayang ... ooouh." suara menghamba yang disertai desahan sensual kekasih nya benar - benar mendobrak nafsu liar Park Jinny.
"Milik siapa kamu hhmm?? Mmmhh ... katakan kamu milik siapa Dita Karang!" Park Jinny semakin menggesek inti Dita Karang yang telah memerah dengan semakin cepat.
Dita Karang yang tengah merasakan sensasi nikmat luar biasa tidak kuasa menjawab dengan segera. Lagi - lagi hanya lenguhan yang keluar dari mulutnya yang membuka.
Park Jinny segera menyapu lidah kekasih nya dengan beringas tanpa menghentikan penetrasinya.
Dita Karang tampak melayani lumatan kasar kekasih nya dengan baik dan itu semakin membuat tingkat libido nya semakin bertambah besar.
"Mmmhh ... mmmhh katakan siapa pemilikmu Dita Karang." bisik Park Jinny sembari memeluk tubuh basah kekasihnya.
"Im yours, Park Jinny ... only yours ... aaaahh aaaahh." Dita Karang tersenyum kemudian kembali melenguh walaupun dengan mata terpejam.
Gadis asal Indonesia itu memeluk kekasih nya dengan sangat erat, seolah - olah tidak akan membiarkan orang lain mengambil nya dari pemain basket itu.
"Jika membuatku cemburu lagi aku tidak akan segan - segan aaakkhh menghukum mu Dita Karang eeengghh ...." Park Jinny semakin mempercepat gesekan nya di inti Dita Karang.
"Maka aku akan bahagia mmmhh ... menerima hukuman mu ini aaaahhss ... aaahhsss." Dita Karang melingkarkan kedua kakinya di pinggul Park Jinny dengan segera.
Ia ingin pemain basket yang sudah menjadi pemiliknya semakin menempel di tubuh basah nya dan tidak akan melepaskan nya begitu saja.
Plaaak ... plaak ... plaaak ... plaaaak ....
Bunyi inti basah mereka yang saling bergesekan semakin terdengar keras di kamar mereka. Dita Karang kembali menggoyangkan pinggulnya, memadu padankan dengan tempo gerakan penetrasi yang kekasih nya lakukan.
"Aaaahhh ... aawww ... aaawwwhhh ...." Dita Karang memekik begitu ia melakukan beberapa kali pelepasan.
Tubuhnya yang mengejang di bawah kungkungan tubuh Park Jinny tidak serta merta membuat pemain basket itu menghentikan aktivitas nya.
Justru Park Jinny memanfaatkan momen itu agar kekasih nya bisa squirting dengan segera. Dengan nafas memburu Park Jinny tanpa basa basi semakin mempercepat penetrasinya.
Dita Karang yang sudah lemas tampak pasrah menghadapi rangsangan bertubi - tubi walaupun ia masih belum menyelesaikan fase orgasme nya.
Wajahnya meringis, berusaha menahan sesuatu tetapi nampak nya kali ini kekasih Park Jinny akan menyerah dengan rangsangan bar - bar kekasih nya.
"No ... no ... no Jinny no!! Mmmhhh ... aaaaahh ... aaaaahh ... aaargghhh." Dita Karang kembali mengejang disertai semburan cairan squirting nya yang cukup banyak.
"Oh my gosssh ...." Park Jinny yang merasakan semburan cairan kebahagiaan Dita Karang hanya bisa mendekap tubuh basah nya dengan erat.
Crrrtt ... ccrrttt ....
"Aaaahhss ... mmmhhh ...."
Cairan ejakulasi Dita Karang menutup pergumulan panas malam itu. Tubuh Dita Karang perlahan melemas di sertai luruhnya kedua kaki yang sedari tadi melingkar di pinggang pemain basket itu.
"Good mommy ... you good honey." bisik Park Jinny yang kembali menyapu wajah lelah Dita Karang dengan ciuman - ciuman lembutnya.
"Aaaahh besok cucian ku tambah banyak lagi sayang." Dita Karang terkekeh mengingat kekasih nya berhasil membuat ia berkali - kali squirting.
"Hahaha ... buang saja. Kita beli yang baru." Park Jinny kembali mengecup bibir kekasih nya.
"Apakah kamu sudah tidak marah kepadaku?" Dita Karang yang masih terengah - engah menatap wajah tampan kekasih nya dengan lekat.
Park Jinny hanya menggelangkan kepala dan tampak kembali merapikan rambut panjang Dita Karang yang berantakan. Dia kembali mengecupi lehernya yang basah dan meletakan tanda kepemilikan disana.
"Aku tidak marah kepadamu. Bagaimana mungkin aku akan marah kepada ibu dari putriku sendiri hhmm??" Park Jinny tersenyum memandangi kekasih nya dengan penuh rasa cinta.
"Percayalah ... aku hanya milikmu seorang Dada. Jangan pernah cemburu lagi karena kamu begitu menakutkan." Dita Karang menarik tangan kekasih nya dan mendaratkan beberapa kecupan di telapak tangan nya.
"I know ... ayo kita tidur sebelum putri kita mengajak begadang tengah malam nanti." Park Jinny terkekeh sembari melayangkan kecupan di bibir basah isterinya.
Dita Karang hanya tersenyum dan mengangguk pelan. Park Jinny segera menarik selimut tebal dan menutupi tubuh basah mereka.
Park Jinny membiarkan lengan nya menjadi sandaran untuk Dita Karang yang kini tengah memeluk nya dengan begitu erat. Pemain basket itu tampak mengecupi dahi kekasihnya beberapa kali sebelum ia turut memejamkan mata.
Aku tidak pernah menyesal memilihmu sebagai partner hidupku, Dita Karang. Aku tidak akan pernah menyesal. Maafkan aku appa, eomma. Aku benar - benar mencintainya. gumam Park Jinny dalam hati.
★★To Be continued★★