"halo gin, sudah sadar?" Tanya Enon pada gin.
"Ehmm" gin beranjak dan menghampiri echi.
"Sorry chi, All the problems I give, whatever" gin masih saja membujuk echi.
Sudah ke berapa kali echi memaafkan gin?
Berapa kali ia beri kesempatan pada gin?
Berapa kali ia pinta bahwa ia tidak sakit hati?
Berapa kali....
"You don't need to say sorry, I already forgave you a long time ago." Selalu itu yang di ucapkan dari echi.
"Hei echi, sadar, berapa kali Lo di sakitin sama gin?" Tanya Jaki.
"Don't know" echi menjawab.
"Echi, apapun yang terjadi, entah keluarga kita atau bukan, hempas" Rion mengakatan.
"Hempas?" Tanya echi tak paham.
"Hempas yg membuat kamu merasa tersudutkan, merasa tersinggung, bunuh kalo bisa" Rion berkata.
"Aku ga sekejam itu kali" echi mengelak.
Sejujurnya ia tak sanggup jika harus menghempaskan gin dari pandangannya.
"Lagian, yang di pilih juga si Enon, gapapa kali, masa gue harus ngerusak pertemanan cuma gara gara gin?, Si gin juga welcome sama Enon, begitupun sebaliknya, mereka berdua saling welcome, dan gue ga keberatan atas itu" echi menjelaskan kalimatnya panjang lebar.
"Gue tau apa yang Lo rasain, Lo kejebak dengan hubungan yg di tutup dengan kalimat "keluarga", dan gue tau rasanya temen Lo sendiri ngambil kebahagian yang Lo punya, apalagi gin udah sefrekuensi sama Lo, bahkan Lo yg merasa Lo di welcome sama si gin, padahal dia biasa aja terhadap Lo, dan ternyata tidak sesuai ekspektasi Lo" Banyak yang di jelaskan oleh Funin.
"I'm so sorry" echi bersedih kembali.
Kala pintu hatinya terbuka lagi, seperti membutuhkan kehangatan yang pernah dia rasakan saat bersama gin.
Kalimat pendek dan singkat itu terasa jelas saat di ucapkan.
Mengakui kesalahan, memasrahkan diri, dan meminta maaf.
Panah seperti menancap di dadanya kembali, rasa sedih itu muncul.
Gemuruh petir, dan suara hujan mengiringi tangisnya, tetes demi tetes.
Langit saja mendukungnya untuk bersedih, lantas mengapa kalian menahannya jika ingin menangis?
"Langit mendengar mu echi, ia ikut bersedih di kala kamu juga bersedih" Kata riji.
"Aduhaii puitis sekali yhhh" ejek selia.
"Padahal mah, kalo bukan saya yg ajarin duhh kasian deh" Selia mengejek kembali.
"Udah, ini lagi galau ya, jgn di ubah dulu" kata Rion.
***
Siapa sangka bro?
Seorang RION KENZO mau memeluk Caine?
Ia demam saat ini, seorang mafia mana yang di tembak bahkan hingga down tidak pernah sepanik saat dia demam?
"Aku demam Caine..." Rion memelas.
"Aku tau" Jawab Caine singkat.
"Ohh sekarang kamu cuek ya" Rion mengalihkan pandangannya.
"Engga, kenapa sih?" Tanya Caine.
"Kalo gamau gapapa, tapi ini aku udah mau sakaratul maut ini" kata Rion.
"Berlebihan, apa intinya?" Caine menggeleng kecil.
"Mau peluk huhuu" Rion melemah memberi isyarat kepada Caine.
"Ketua mafia mana yg begini?" Caine sangat heran.
"Sini" Rion menepuk tempat kosong di kasur untuk Caine.
Caine pun menaruh badannya di sisi Rion sambil memeluk nya.
Ia hanya fokus bermain hp, tak peduli dengan Rion.
"Hape Tross" Rion mengejek.
"Iya iya, ini aku taruh" Caine menaruh ponselnya.
"Panas kamu berapa sih?" Caine mengambil pengetes suhu badan.
"Oke, panas bgt" suhu Rion ternyata 39 derajat Celcius.
"Aku ambilin obat dulu di nakas, tunggu" Caine melepaskan pelukannya.
"Gamau di lepas" Rion merengek.
"terus? Aku ambil obatnya gimana?, aku mau ambilin kamu makan ke bawah juga" Caine berkata.
"Nanti aku ambil" Rion menaruh wajahnya di dada Caine.
"Aku lelah banget, padahal demam doang tapi capee Caine.." Rion melanjutkan kalimatnya.
"Heumm, iya" Caine mengelus puncak kepala Rion.
Rion semakin mengeratkan pelukannya.
Rion mengecup leher Caine, memberi tanda kepemilikan.
"Merah yuhuu, berhasil" Rion berbahagia.
"Rion, aku kebawah loh habis ini?" Caine pasrah.
"Mank gueh pedulihk?" Rion masih memeluk Caine.
"Udah ah lepas, gamau aku"
"Lah ngambek?" Rion menatap caine.