"Gio ya?"
Luna mendongak dari ponselnya, menatap laki-laki yang tengah menyemburkan asap rokoknya. Lalu, dia langsung menyimpan kembali ponselnya ke saku celana bahan yang dipakainya. Pembicaraan mereka akan dimulai.
"Kayaknya nggak ada orang di kantor ini yang nggak kaget, Gio yang nggak pernah aktif sosmed tiba-tiba post foto cewek. Udah gitu, post lagi foto keluarganya dan ada ceweknya juga di sana" imbuh Jayden
Luna menunduk, bahkan dirinya pun kaget melihat Gio tiba-tiba jadi terang-terangan begitu. Dia kira, kekhawatiran Gio akan kedatangan orang ketiga itu tidak akan membuat Gio sampai bertingkah di luar kebiasaannya begini.
"Artinya, dia emang sesayang itu sama lo. Bagus deh, gue hampir nggak pernah lihat Gio bisa sesayang itu sama cewek" imbuh Jayden lagi
"Mungkin lo belum tahu, Bang, tapi gue sama Mas Gio udah kenal sejak masih kuliah. Bahkan kita juga sempat pacaran dua tahun waktu itu. Tapi karena banyak hal yang terjadi, akhirnya kita putus dan lost contact" balas Luna langsung
Jayden mengangguk pelan, "Sekarang gue paham kenapa Gio dulu kelihatan sebenci itu sama lo"
Luna menunduk dalam, akhirnya situasi bisa sangat jelas sekarang tanpa perlu dijelaskan. Dia jadi bingung harus mulai dari mana mengatakan penolakan itu, tapi harusnya Jayden sudah paham sih. Ah, pikiran Luna mulai bertengkar.
"Sekarang juga gue paham kenapa dulu Gio bilang, 'jangan Luna' pas dia mabuk di Bali" timpal Jayden
Luna mendongak lagi, Gio sudah sempat cerita tentang yang terjadi di Bali. Tentang Jayden yang mulai terang-terangan menunjukkan ketertarikannya pada Luna, tapi di bagian ini, Gio belum cerita.
"Ternyata Gio nggak pernah berhasil buat benci sama lo" imbuh Jayden
"Bang, gue minta maaf" sahut Luna saking bingungnya
Jayden terkekeh pelan, "Kenapa minta maaf sih? Harusnya gue yang makasih karena udah disadarin sebelum semuanya terlambat"
"Tetep aja, gue ngerasa bersalah sama lo"
"Iya, jujur, gue juga kecewa sama lo, sama kalian"
"Maaf"
Suasana hening tercipta lagi, Jayden mulai menghisap batang tembakaunya beberapa kali sebelum akhirnya memutuskan membuangnya ke tempat sampah di dekatnya. Kepulan asap rokok masih sangat tebal di sana, bahkan Luna sampai harus menahan nafas agar tidak terhirup dan membuatnya sesak.
"Gue suka sama lo, Lun. Sejak pertama ketemu, gue udah tertarik sama lo. Lo rajin, rapih, gigih, dan berani. Bisa dibilang lo tipe gue banget, makanya gue juga sempat bingung gimana caranya move on pas tahu lo tiba-tiba resign" jelas Jayden
"Makasih udah jujur, Bang. Tapi maaf..."
"Iya, gue paham. Lucu ya? Gue juga baru inget lagi, Gio lebih frustasi pas tahu lo resign dibanding gue. Gue sampai kesel banget sama dia, karena ya kan yang suka sama lo gue, kenapa jadi dia yang frustasi. Ternyata ini toh alasan di baliknya"
Luna tersenyum simpul, "Waktu itu, gue tiba-tiba resign karena emang nggak ada niat balikan, jadi mendingan ngejauh daripada Mas Gionya nganggep beda"
Jayden mengangguk-angguk, "Lucu banget manggilnya Mas Gio. Pasti Gio seneng deh dipanggil kayak gitu, ya walaupun sebenarnya banyak sih yang manggil kayak gitu"
Luna tertawa pelan sebagai balasan, karena dia tak tahu lagi harus membalas bagaimana.
"Luna, tolong jaga sahabat gue ya? Dia jarang banget bisa jatuh cinta, jarang banget bisa terang-terangan bilang sayang sama orang lain. Lo orang pertama, dan gue yakin lo bakal jadi satu-satunya seumur hidup dia. Jadi, tolong jangan ditinggalin lagi! Jangan lo buat dia menderita karena kehilangan lo lagi!"
Luna mengangguk mantap, "Iya, Bang. Gue janji"
"Udah sana gih, pasti Mas Gio lo udah nungguin tuh" balas Jayden
"Lo nggak mau turun bareng?"
"Gue mau nelfon nyokap dulu bentar, ada yang kelupaan tadi"
"Ya udah, gue duluan ya, Bang"
Jayden hanya mengangguk singkat sebelum akhirnya Luna benar-benar menghilang dari sana. Bukan, bukan untuk menelfon ibunya, Jayden hanya butuh waktu. Butuh waktu untuk menerima kenyataan bahwa dia telah kalah sejak lama. Kehadiran orang baru tidak akan semudah itu membuat seseorang melupakan masa lalunya, Luna adalah salah satu contohnya.
*****
Sudah 15 menit Gio menunggu sampai mati gaya. Semua kesibukan sudah dia lakukan, dari melanjutkan pekerjaan sampai bermain game di ponselnya. Tapi semua hal itu tak kunjung membuat Gio tenang, dia tetap saja was-was, benar-benar tidak bisa duduk diam.
Akhirnya, sekarang Gio memilih membuka lemari kaca di belakang kursi kerjanya. Niatnya mencari buku atau apapun yang bisa mendistraksi pikiran was-wasnya. Hingga tiba-tiba Gio dibuat menoleh karena pintu ruangannya dibuka tanpa ketukan dan seorang gadis berlari ke arahnya dan langsung memeluknya dari belakang.
"Hei, kenapa?" tanya Gio sambil berusaha memutar tubuhnya, agar si gadis bisa memeluknya dengan benar dari posisi depan
"Pengen peluk Mas Gio" jawab Luna yang suaranya teredam karena hidung dan mulutnya dia tenggelamkan di pundak Gio
"Ya ini udah peluk" balas Gio sambil mengeratkan pelukan pada Luna
Luna mengangkat kepalanya, jadi dagunya menyandar di pundak Gio sekarang. "Tadi hampir peluk Bang Jay, soalnya aku ngerasa bersalah banget"
Gio menghela nafas malas, dia lepaskan pegangannya di pinggang Luna, begitu juga tubuh Luna yang dia dorong perlahan agar mundur. Tapi Luna tak melepaskan, dia malah mengalungkan kedua tangannya di leher Gio, berusaha menatap si lelaki secara intense.
Gio malah berdecak kesal sambil memegangi pinggang Luna, berusaha membuat gadis itu menjauh darinya. Tapi pegangan Luna di lehernya lebih kuat dan Gio tidak akan sampai memaksa gadis itu.
"Kamu iseng banget ya belakangan ini, ngerjain aku mulu" ujar Gio
Luna terkekeh pelan, lantas mendongak dan memberikan satu kecupan di ujung hidung mancung Gio.
"Luna" panggil Gio
"Apa, sayang?" tanya Luna mendayu
"Awas kamu ya?"
"Ih, takut banget loh aku, Mas Gio, sayangku, pacarku, masa depanku"
Gio menghela nafas malas sambil melengos membuang muka, membuat Luna memanfaatkan kesempatan untuk mengecup ujung bibir Gio. Saking kesalnya digoda, Gio akhirnya melakukan gerakan tiba-tiba dengan meluruskan lagi wajahnya dan menempelkan bibirnya dengan bibir Luna.
Luna sampai dibuat melotot lantaran tengkuknya ditahan begitu kencang secara tiba-tiba, bibirnya diinvasi sampai Luna lupa caranya bernafas. Bahkan sekarang bibir si lelaki mulai bergerak, bukan lembut seperti yang sebelumnya, melainkan dipenuhi nafsu yang membuat Luna rasanya ingin kabur saja.
Tangan Luna bukan lagi mengalung di leher Gio, kini meremat jas Gio sebagai pelampiasan rasanya. Gio gila, Gio benar-benar sudah gila. Luna benar-benar ingin menghilang, kabur, atau apapun agar bisa lepas dari kegilaan Gio ini. Belum usai memikirkan bagaimana caranya, tiba-tiba Gio sendiri yang melepaskan bibirnya.
Luna masih terengah, berusaha mengembalikan pikiran positifnya. Tapi Gio malah terkekeh sambil mengusap pelan bibir Luna yang basah dan membengkak.
"Lain kali, pakai lipstick nya yang kiss proof ya, sayang" ujar Gio sambil menarik beberapa lembar tisu dan mengusapkannya pelan di bibir Luna
"Mas Gio" rengek Luna sambil menghentakkan kaki
"Kenapa?" tanya Gio yang kini beralih mengelap bibirnya sendiri dengan tisu baru
"Berantakan banget aku jadinya" jawab Luna masih dengan rengekannya
"Ya udah, tinggal pakai aja lagi kan lipstick nya?" tanya Gio
"Bengkak bibir aku"
Gio hanya tertawa pelan, dia menarik kursi yang semula berada di seberang mejanya jadi ke samping kursinya. Lalu, perlahan dia menarik Luna untuk duduk di kursi itu dan dia mendudukkan diri di kursinya.
"Di sini aja dulu, aku butuh bantuan" ujar Gio
"Ngapain?" tanya Luna ketus
"Masukin nomor filenya nih di sini" titah Gio sambil menunjuk komputernya
Luna berdecak pelan, "Ini mah aku kerjain di mejaku juga bisa"
"Emang mau keluar bibirnya bengkak gitu?" tanya Gio
"Ya enggak"
"Ya udah"
Luna mendengus pelan, tapi dia tetap geser kursi Gio dan memajukan kursinya sendiri. Luna mulai menguasai meja Gio untuk melakukan pekerjaan yang memang sebenarnya masuk dalam tugasnya, bedanya sekarang dia kerjakan di komputer Gio.
Saat Luna mulai mencocokkan nomor dokumen yang di tangan dengan yang di komputer, Gio memulai aksinya. Laki-laki itu merangkul pinggang Luna lalu menyandarkan dagunya di pundak sang gadis. Luna sudah tak punya tenaga untuk protes, jadi dia diamkan saja, asal Gio tidak aneh-aneh lagi seperti tadi.
Selain lewat perbuatan, ternyata cara Gio menyampaikan rasa sayang memang begini, lewat sentuhan fisik. Awalnya memang Gio banyak berhati-hati, mungkin dia tahu juga kalau Luna punya trauma dengan laki-laki. Sekarang, kehati-hatian itu sudah perlahan memudar, karena dia telah berhasil membangun kepercayaan dalam diri Luna. Benar kata Jihan, Luna yang harus gantian berhati-hati saat mereka sudah menikah nanti.
Hai, selamat hari minggu😊
Makin agresif aja ya Mas Gio ini wkwk, Luna udah ditag itu guys, makanya si Gio Gio itu agresif.
Jangan lupa vote dan comment ya❤️