Berani Mencinta, Berani Terlu...

By HarumiCherrieSweetie

81.4K 7.1K 2.1K

Berasal dari keluarga terpandang, berpendidikan tinggi, mandiri secara finansial sejak muda, serta senantiasa... More

𝓟𝓡𝓞𝓛𝓞𝓖
𝓜𝓸𝓸𝓭 𝓑𝓸𝓪𝓻𝓭
1. 𝑩𝒆𝒓𝒈𝒆𝒓𝒂𝒌 𝑺𝒆𝒄𝒆𝒑𝒂𝒕 𝑲𝒊𝒍𝒂𝒕
2. 𝑩𝒆𝒓𝒎𝒖𝒍𝒂 𝒅𝒊 𝒀𝒐𝒈𝒚𝒂𝒌𝒂𝒓𝒕𝒂
3. 𝑴𝒆𝒎𝒑𝒆𝒓𝒕𝒊𝒎𝒃𝒂𝒏𝒈𝒌𝒂𝒏 𝑹𝒂𝒔𝒂
4. 𝑹𝒂𝒔𝒂 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝑲𝒊𝒂𝒏 𝑴𝒆𝒏𝒈𝒈𝒊𝒍𝒂
5. 𝑹𝒂𝒔𝒂 𝑴𝒆𝒍𝒆𝒌𝒂𝒕 𝑬𝒓𝒂𝒕
7. 𝑺𝒊𝒂𝒑 𝑼𝒏𝒕𝒖𝒌 𝑩𝒆𝒓𝒍𝒂𝒃𝒖𝒉
8. 𝑫𝒆𝒌𝒂𝒑 𝑻𝒆𝒓𝒂𝒎𝒂𝒕 𝑬𝒓𝒂𝒕
9. 𝑾𝒉𝒚 𝑯𝒊𝒎?
10. 𝑨𝒏𝒕𝒂𝒓𝒂 𝑴𝒂𝒎𝒂 𝒅𝒂𝒏 𝑪𝒂𝒍𝒐𝒏 𝑰𝒃𝒖 𝑴𝒆𝒓𝒕𝒖𝒂
11. 𝑫𝒊𝒑𝒆𝒓𝒋𝒖𝒂𝒏𝒈𝒌𝒂𝒏 𝒂𝒕𝒂𝒖 𝑫𝒊𝒆𝒎𝒑𝒂𝒔𝒌𝒂𝒏
12. 𝑳𝒖𝒌𝒂 𝑴𝒆𝒏𝒈𝒂𝒏𝒈𝒂 𝑻𝒂𝒌 𝑩𝒆𝒓𝒌𝒆𝒔𝒖𝒅𝒂𝒉𝒂𝒏
13. 𝑺𝒆𝒋𝒐𝒍𝒊 𝑴𝒆𝒎𝒂𝒅𝒖 𝑲𝒂𝒔𝒊𝒉
14. 𝑷𝒂𝒑𝒂
15. 𝑪𝒊𝒏𝒕𝒂 𝑺𝒆𝒕𝒊𝒏𝒈𝒈𝒊 𝑨𝒏𝒈𝒌𝒂𝒔𝒂
16. 𝑮𝒂𝒚𝒂𝒕𝒓𝒊, 𝑶𝒉, 𝑮𝒂𝒚𝒂𝒕𝒓𝒊
17. 𝑻𝒆𝒓𝒋𝒆𝒓𝒂𝒕 𝑪𝒆𝒎𝒃𝒖𝒓𝒖
18. 𝑷𝒖𝒍𝒂𝒖 𝑲𝒆𝒉𝒊𝒅𝒖𝒑𝒂𝒏
19. 𝑺𝒆𝒌𝒂𝒓𝒘𝒂𝒏𝒈𝒊
20. 𝑳𝒆𝒎𝒃𝒖𝒕 𝑴𝒆𝒎𝒖𝒏𝒈𝒖𝒕 𝑷𝒊𝒍𝒖
21. 𝒀𝒐𝒈𝒚𝒂𝒌𝒂𝒓𝒕𝒂
22. 𝑴𝒆𝒏𝒚𝒂𝒑𝒖 𝑩𝒆𝒓𝒊𝒕𝒂 𝑺𝒂𝒎𝒑𝒂𝒉
23. 𝑲𝒆𝒍𝒖𝒉 𝑵𝒖𝒓𝒂𝒏𝒊
24. 𝑮𝒆𝒍𝒖𝒏𝒈 𝑶𝒎𝒃𝒂𝒌
25. 𝑫𝒊𝒅𝒆𝒌𝒂𝒑 𝑺𝒖𝒌𝒂𝒄𝒊𝒕𝒂, 𝑫𝒊𝒈𝒆𝒏𝒈𝒈𝒂𝒎 𝑫𝒖𝒌𝒂 𝑳𝒂𝒓𝒂
26. 𝑺𝒂𝒍𝒊𝒏𝒈 𝑴𝒆𝒏𝒄𝒊𝒏𝒕𝒂𝒊, 𝑺𝒂𝒍𝒊𝒏𝒈 𝑴𝒆𝒍𝒖𝒌𝒂𝒊
27. 𝑹𝒆𝒎𝒖𝒌-𝑹𝒆𝒅𝒂𝒎 𝑱𝒊𝒘𝒂, 𝑪𝒆𝒓𝒂𝒊-𝑩𝒆𝒓𝒂𝒊 𝑺𝒂𝒏𝒖𝒃𝒂𝒓𝒊
28. 𝑺𝒆𝒎𝒃𝒖𝒉𝒍𝒂𝒉 𝑳𝒂𝒓𝒂, 𝑩𝒂𝒏𝒈𝒌𝒊𝒕𝒍𝒂𝒉 𝑪𝒊𝒏𝒕𝒂
29. 𝑩𝒆𝒓𝒂𝒏𝒊 𝑴𝒆𝒏𝒄𝒊𝒏𝒕𝒂, 𝑩𝒆𝒓𝒂𝒏𝒊 𝑻𝒆𝒓𝒍𝒖𝒌𝒂
𝓔𝓟𝓘𝓛𝓞𝓖

6. 𝑫𝒖𝒂 𝑰𝒏𝒔𝒂𝒏 𝑫𝒊𝒎𝒂𝒃𝒖𝒌 𝑪𝒊𝒏𝒕𝒂

3.1K 277 60
By HarumiCherrieSweetie

•Mei, MMXXIV•

Happy Reading, Semuanya.
Jangan lupa ☆ dan tinggalkan jejak cinta di kolom komentar, ya.

With Love,

Harumi

◇사랑하다◇

Priyaduta berdeham sebelum menjawab panggilan telepon dari sang pujaan hati.

"Halo ...."

"Halo, Mas Duta. Aku kangen." Suara lembut Gayatri mengalun lembut di indra pendengarnya.

Suara dengan kalimat yang berhasil membuat Priyaduta mengembangkan senyum.

"Aku kangen Gendis, Mas."

Namun detik berikutnya, senyum pria itu terkulum, menahan tawa. Salah tingkah sendiri karena kepercayaan diri yang membumbung tinggi.

"Mau ketemu sama Gendis, hm?"

"Mau banget, Mas."

"Besok Mas jemput ke rumah, ya."

"Kalo jemput di GI aja boleh gak, Mas? Besok siang aku ada rapat di GI sama brand."

"Boleh, Gayatri. Nanti hubungi Mas aja kapan Mas harus jemput kamu, ya."

"Okay. Makasih, Mas."

"Sama-sama, Sayang."

Suasana tiba-tiba menjadi hening. Gayatri tak bersuara. Priyaduta mendadak cemas. Ia khawatir ucapannya barusan membuat Gayatri risih.

"Gayatri ...."

"Mas, jantung aku, jantung aku cepat banget debarannya."

Priyaduta terkikik pelan. "Such a cute girl. Anyway, kamu bukannya lagi live ya tadi?"

"Udah kelar, Mas. Mas tadi nonton, ya?"

"Iya, tadi Mas nonton live-nya kamu. Mas sekarang jadi paham banget kenapa kamu disukai banyak orang, Sayang."

Panggilan itu lagi.

Jika sekali lagi Priyaduta mengucapkan kata 'Sayang', sudah dapat dipastikan, Gayatri akan segera menyambangi kediaman pria itu.

"I love your personality, Gayatri."

"Mas ...."

"I miss you."

Betul kata Arvan, Priyaduta teramat sigap dan cekatan.

Pun, pria itu tak suka berbasa-basi, tak suka tarik ulur, dan tak suka menyangkal atas apa-apa saja yang tengah dirasakan oleh hati.

"Kamu istirahat, ya. Sampai ketemu besok." Priyaduta tak membutuhkan balasan kata rindu, sebab tanpa harus diucap, pria itu tahu, di seberang sana Gayatri merasakan hal yang sama seperti dirinya saat ini.

"Sampai ketemu besok. I miss you more, Mas."

Belum sempat membalas ucapan gadis di seberang, panggilan telepon sudah lebih dulu diakhiri.

Priyaduta mengembuskan napas guna menetralkan segala anggota tubuh yang berdenyut tak menentu.

Setelah melewati berbagai babak dalam hidup, akhirnya kini pria itu kembali dihadapkan pada salah satu babak terindah.

Yakni, mencintai.

Mencintai Gayatri Sekarwangi.

◇사랑하다◇

Di balik masker berwarna putih yang menutupi separuh wajah jelita itu terdapat senyuman manis disertai lesung di pipi kanan dan dua lesung di bawah mata tatkala netra bermanik cokelat terang milik Gayatri melihat Priyaduta berderap mendekatinya.

"Udah lama selesai rapatnya?" Priyaduta mengudarakan tanya setelah tiba di salah satu kafe yang berada di pusat perbelanjaan Grand Indonesia. Tak lupa ia melabuhkan usapan nan lembut di puncak kepala Gayatri.

Gadis itu mendongak diiringi senyuman manis. Ia tatap lekat-lekat pria pemilik netra bermanik kelabu itu.

"Sekitar lima menit yang lalu, Mas. Mas Duta mau ngopi dulu atau langsung gerak?"

"Kita langsung gerak aja, yuk."

Gayatri mengangguk patuh, namun sebelum beranjak, gadis itu lebih dulu mengajukan tanya. "Mas, aku pakai masker gak apa-apa, 'kan?"

Priyaduta memiringkan kepala. Tangan pria itu terulur mengelus rambut Gayatri.

"Gak apa-apa," jawab pria itu seraya menggeleng pelan diiringi senyuman tipis.

Tanpa perlu dijelaskan, Priyaduta mengerti alasan Gayatri memakai masker.

Pria itu paham, kini Gayatri adalah seorang figur publik, tidak semua, namun beberapa pengunjung mal pasti mengenalinya.

Melihat Gayatri berduaan bersama seorang pria pasti akan menimbulkan tanya dan rasa penasaran oleh orang-orang yang mengenalinya.

Terlebih zaman sekarang, orang-orang terlampau sigap mengandalkan gawai untuk memotret atau merekam hal yang menurut mereka akan mendulang berita besar jika menyebarkan hasil bidikannya.

Sebenarnya tidak ada yang salah dengan hubungan Gayatri dan Priyaduta.

Namun pria itu mengerti, Gayatri hanya menghindari berita panas yang dilebih-lebihkan media.

"Let's go!"

Keduanya lantas melipir meninggalkan kafe.

Pelan-pelan, Gayatri melengkungkan senyum. Sejak melangkah ke luar dari kafe, ia memperhatikan bahwa Priyaduta berusaha menyamakan langkah kakinya dengan langkah kaki Gayatri.

Sebisa mungkin Priyaduta tak melangkah lebar-lebar agar tetap berjalan bersisian dengan gadis itu.

Hanya tindakan kecil, namun terasa begitu spesial bagi gadis jelita itu.

"Gayatri."

Si empunya nama segera mendongak, menatap pria bertubuh jangkung di sampingnya.

"Ya, Mas?"

Priyaduta tak langsung menjawab, pria itu mengulurkan tangan, menengadahkan telapak tangan.

"Would you like to hold hands?"

Gayatri tertawa pelan, kepala gadis itu refleks menunduk, lalu menggigit bibir bawahnya sekilas.

Detik berikutnya ia kembali mendongak. Pelan-pelan, menganggukkan kepala sembari meletakkan tangan di atas tangan pria itu.

Lekas Priyaduta menggenggam tangan Gayatri, lalu menautkan jari di sela jemari gadis jelita itu.

Debar jantung mereka memompa seirama. Rasa gugup bercampur padu dengan rasa gembira.

"Kita perlu catet tanggal pertama kali pegangan tangan, gak?"

Gayatri tersentak kaget. Sambil terkikik ia mengatakan, "Mas! Emang kita ABG puber?!"

◇사랑하다◇

Gayatri melepaskan sabuk pengaman tatkala Aston Martin yang dikendarai Priyaduta tiba di halaman rumah pria itu.

Keduanya langsung disambut oleh seorang petugas keamanan.

Priyaduta mengulas senyuman, lantas memberikan kunci mobil kepada sang petugas yang bekerja di rumah itu sejak beberapa tahun silam.

Sementara Gayatri tampak mengamati rumah berdesain industrial itu.

Luas, estetik, dan mewah.

"Yuk, masuk."

Gayatri mengangguk, lalu melangkah memasuki rumah melalui pintu samping yang terletak di sisi sebelah kanan.

Menyusuri koridor menuju ruang utama, namun saat tungkai menjejaki ujung koridor, Gayatri terpaku untuk sesaat.

"Wah!" Selanjutnya seruan takjub mengudara.

Foto-foto bernuansa hitam putih tertata rapi di dinding berkonsep unfinished itu.

"Semua foto ini hasil bidikan Mas Duta?" Gayatri mengajukan tanya sambil memandangi foto seorang pemuda, Adhikari Gunadhya Prabukusumo, adik pria itu.

"Betul." Priyaduta menyahuti, ia mengikuti arah pandang gadis di sampingnya. Memandangi sosok pemuda yang teramat dirindukan.

Detik berikutnya, Gayatri mengulas senyum tatkala mendapati potret Gendis si kucing berbadan gemuk menatap lurus ke arah kamera sambil menjilati kakinya.

"Bagus-bagus banget fotonya, Mas. Estetik banget." Pujian terucap begitu tulus.

Selaku orang yang sangat menyukai fotografi sejak zaman sekolah dulu, hasil bidikan pria itu tak pernah mengecewakan.

"Suatu hari nanti, foto kamu pasti bakal terpajang di sini."

Aw!

"Foto kita berdua juga ya, Mas? Sambil pakai pakaian pengantin."

Buru-buru gadis itu berderap menjauh dari jangkauan Priyaduta. Pria itu tampak tersenyum sambil menggaruk dahinya yang tidak gatal sama sekali.

Lekas pria itu menyusul langkah kaki Gayatri. Di sepanjang melalui koridor, gadis itu tak bosan mengamati foto-foto yang tertata di dinding.

Hingga langkah gadis itu berhenti di ruangan semi outdoor bertabur pohon hias. Tanaman Monstera berukuran besar juga menghiasi sudut ruangan.

Ada pula kolam renang terbentang luas sekali.

Di tengah ruangan berlantai kayu berwarna cokelat gelap itu terletak empat buah kursi dan satu meja di tengahnya. Area yang biasanya menjadi tempat Priyaduta bersantai di pagi hari sebelum melakukan aktivitas.

"Nyaman banget rumahnya, Mas," tutur Gayatri sembari mengikuti langkah kaki Priyaduta menuju ruang tamu.

Senyuman mengembang dari bibir pria itu sebagai tanggapan atas pujian yang dituturkan Gayatri barusan.

Setelah itu, melalui pintu kaca keduanya memasuki ruang keluarga.

Netra Gayatri berbinar tatkala mendapati si kucing belang tiga mengeong menyambut mereka.

Gendis tampak duduk manis di atas sofa berukuran sangat panjang berwarna cokelat tua.

"Kangen banget sama Gendis."

Segera kaki Gayatri melangkah hendak mendekati si belang tiga, namun belum sampai beberapa langkah, pergelangan tangan Gayatri sudah lebih dulu digenggam oleh Priyaduta.

Kening gadis itu mengerut dalam. Melalui netra ia bertanya-tanya.

"Sebentar, ya. Jangan sentuh Gendis dulu."

Gayatri kian Kebingungan.

Priyaduta tak bersuara, pria itu melangkah mendekati meja sudut ruangan, mengambil sebuah apron berwarna cokelat.

"Untuk apa, Mas?"

"Kamu kan mau main sama Gendis, Mas takut ntar bulu Gendis nempel di baju kamu, kan Mama ada asma, takut nanti asmanya Mama kamu kambuh." Priyaduta menjelaskan dengan begitu lembut sembari mengalungkan apron yang cukup lebar di leher Gayatri.

"Kalau pakai ini bisa meminimalisir bulunya Gendis nempel di baju kamu."

"Makasih ya, Mas. Mas Duta pengertian banget." Bukan hal besar, namun entah mengapa mampu menjalari hangat di hati.

"Bukan apa-apa, Sayang."

Aduh!

"Lancar banget ya manggil sayangnya." sindir gadis itu, nadanya sewot dibuat-buat.

"Kamu gak suka?" Buru Priyaduta secepat kilat. Sungguh khawatir Gayatri tak menyukai panggilan itu.

"Kangen banget." Alih-alih langsung menyahuti pertanyaan Priyaduta, Gayatri malah mendekap si belang tiga.

"Emang boleh panggil sayang tapi belum jadian?" Gadis itu balik bertanya setelah memosisikan duduk di sofa berukuran panjang.

Priyaduta mendengkus senyum, detik berikutnya duduk menyebelahi Gayatri.

Gadis itu memusatkan fokus pada si gemuk Gendis sambil mengelusi perutnya.

"Forget it, Mas. Aku bercanda."

"Gak bercanda pun gak -"

Belum sempat pria itu menyelesaikan kata, telepon genggamnya menyela.

Berdering tanda panggilan masuk.

"Bentar, ya." Izin pria itu, lalu merogoh saku yang terdapat di sisi bagian dalam jas.

Mengeluarkan gawai dari saku, lalu membaca nama si penelepon.

Gayatri membatu di tempat ketika netranya tak sengaja melihat kontak nama penelepon.

Kasandra Devi is calling ....

Lama Priyaduta memandangi layar gawai. Menimbang, haruskah ia menjawab panggilan wanita itu? Atau sebaiknya tidak perlu?

Namun jika tak dijawab, maka wanita di seberang tiada henti menghubungi sampai panggilannya diterima.

"Kenapa enggak diangkat, Mas? Aku ganggu, ya? Kalo gitu aku ke belakang dulu." Gayatri gegas bangkit dari atas sofa, bersiap melangkah entah ke mana.

Melihat nama seorang perempuan di layar gawai, berhasil membuat Gayatri tertampar kenyataan.

Yang benar saja, pria seusia Priyaduta tak mungkin tidak memiliki seorang kekasih hati.

◇사랑하다◇

Continue Reading

You'll Also Like

Mine S1 √ By Bot

General Fiction

138K 5.3K 53
Seorang pemuda yang sering di panggil Kean, Kean hidup bersama neneknya di rumah mereka yang begitu lusuh. suatu hari nenek Kean sakit dan harus di l...
26.7K 1.4K 35
Vitamin #1 He fall first, she fall harder 🙏 *** Setelah kematian sang ayah dan julukan pelakor disematkan untuknya, Miya tidak pernah berharap akan...
199K 26K 32
Kupikir pengganti Chief Financial Officer tak jauh beda dari Bapak Aldy. Berusia kurang lebih 50 tahun dan lebih suka sekretarisnya berbau minyak ar...
2.3M 136K 48
Adhitama Malik Pasya pernah menikah dengan gadis belia. Satu bulan pernikahan, lelaki itu terpaksa bercerai dari istrinya. Tujuh tahun berlalu, ia t...