Mata gadis itu terpejam dengan keringat dingin yang terus membasahi wajah hingga lehernya. Tubuhnya pun beberapa kali menggeliat tak nyaman. Hingga tiba-tiba ia terjatuh dari ranjang dan membuat matanya langsung terbuka.
Ellena memegang lehernya dengan panik. "Kenapa aku masih hidup?"
Seingatnya, ia sudah mati di tangan Erland. Walaupun tebasan Erland dalam hitungan detik dan tidak ia prediksi. Tapi ia tau kalau dirinya akan mati.
Tapi kenapa saat ini terasa berbeda?
"Astaga, tuan putri!"
Yura segera berlari menghampiri Ellena, kemudian membantu gadis yang sedang melamun itu agar duduk di ranjang. "Kenapa anda–"
"Aku dimana?"
"Di istana."
"Istana mana?"
"Asteria, putri."
"Hah?! Bagaimana bisa?!"
"Tentu bisa, kan anda memang tinggal disini."
Ellena memegangi kepalanya yang tiba-tiba berdenyut. "Tolong tinggalkan aku sendiri."
"Baik, putri."
Setelah Yura pergi, Ellena berjalan menuju balkon. Matanya seketika terbelalak menatap pemandangan di depan sana. Ia sungguh berada di kerajaan Asteria.
"Entah memang aku mengalaminya atau hanya sekedar bermimpi buruk. Tapi kejadian itu terasa sangat nyata. Aku akan menjadikannya sebagai petunjuk agar tidak melakukan kesalahan yang sama."
Tangan Ellena beralih memegang pinggiran balkon. "Aku tidak akan menikah dengan Erland, bahkan jika perlu aku tidak akan menikah sampai akhir hayat."
Tok tok tok
"Masuk!"
Pintu kamar terbuka, tapi Ellena memilih tak melihatnya karena ia sudah tau siapa yang datang.
"Maaf mengganggu waktu anda, putri. Tapi Duke Erland datang kesini untuk menemui anda."
Ellena berdecih tanpa suara. Sayang sekali ia harus hidup kembali disaat sudah mengenal Erland. Tapi tenang, dirinya tidak akan sebodoh dulu lagi.
Ellena menoleh pada Yura dengan tatapan berbinar. "Benarkah?" Ia harus bersikap seolah-olah mencintai pria itu sebelum menghempaskannya.
"Bantu aku bersiap. Aku ingin terlihat cantik di depan Erland."
Yura tersenyum. "Baik, putri."
•••••
"Kau sangat cantik, putri Ellena."
Dengan tangan gemetar, Ellena menerima bunga pemberian Erland. Bohong jika ia mengatakan tidak takut pada Erland. Pria yang dengan sekali tebasan bisa memotong lehernya itu kini berdiri di depannya.
"Terima kasih, Duke."
"Maukah anda menemani saya berjalan-jalan?"
Ellena melirik sang ayah yang terlihat acuh tak acuh dengan interaksi keduanya. Dalam diam, Ellena tersenyum kecut. Memangnya apa yang harus ia harapkan dari Raja Arion? Bahkan menatapnya saja pria itu enggan.
"Putri Ellena?" Panggil Erland karena tak kunjung mendapat balasan.
Ellena sedikit tersentak. Tapi kemudian dirinya mengangguk pasrah. Ia langsung memikirkan rute perjalanan yang banyak dilalui orang-orang. Setidaknya jika Erland melakukan tindakan kasar padanya, banyak yang akan menjadi saksi.
Ellena memutuskan mengajak Erland ke taman istana. Ia tidak ingin mengambil resiko dengan mengajak Erland ke tempat yang jauh. Karena di kehidupan sebelumnya, Ellena mengajak Erland berkeliling pasar Asteria.
Setelah meminta izin pada raja Arion, Erland pun pergi mengikuti langkah Ellena.
"Apa ada sesuatu yang salah? Kenapa anda terlihat seperti menghindari saya?" Bingung Erland sambil menyamakan langkahnya dengan Ellena.
"Tidak, mungkin itu hanya perasaan anda saja."
"Benarkah?"
"Hmm..."
Ellena duduk di bangku taman, diikuti oleh Erland di sampingnya. "Bisakah kita bicara nonformal? Aku merasa sangat canggung jika bicara formal denganmu."
Ellena mengangguk. "Tentu."
"Aku dengar dari para pelayan katanya kau yang menanam bunga-bunga itu?" Tanya Erland menatap hamparan bunga yang tak jauh dari tempat mereka. Banyak sekali jenis bunga tapi yang paling mendominasi adalah bunga mawar merah.
"Iya." Jawab Ellena seadanya.
"Bunga-bunga itu sangat cantik..." Erland beralih menatap Ellena. "Tapi wanita disampingku jauh lebih cantik."
Ellena menahan diri agar tidak muntah detik itu juga. Ia memaksakan diri untuk tersenyum malu padahal tangannya sudah gatal ingin meninju mulut buaya didepannya.
"Ah benarkah?" Tanya Ellena.
"Tentu, apa kau melihat ada kebohongan di mataku?"
BANYAK! BANYAK SEKALI KEBOHONGAN, BAHKAN DARI LUBANG HIDUNGMU PUN SUDAH TERLIHAT!
Ellena menggeleng sambil mempertahankan senyumnya. "Tidak, kau terlihat tulus dan aku menyukainya."
Senyum Erland seketika mengembang. Ia sedikit tidak menyangka akan secepat ini mendapat perhatian dari Ellena, gadis yang ia sukai sejak pertemuan pertama mereka. Lebih tepatnya di pesta kedewasaan gadis itu.
"Kita sudah saling mengenal sejak tiga bulan lalu. Apa kau tidak ingin menceritakan tentang dirimu?" Tanya Erland.
Ellena mengingat percakapan ini. Dulu, ia akan langsung menceritakan kisah sedih tentang masalah keluarganya. Tapi sekarang ia memilih untuk memendamnya.
"Apa yang harus ku ceritakan?" Tanya balik Ellena.
"Keluarga, sahabat atau mungkin mantan kekasih?"
"Aku tidak punya."
"Kau tidak memiliki mantan kekasih?" Erland terkejut ketika Ellena menganggukkan kepala. Pasalnya, Ellena adalah gadis yang diidam-idamkan oleh hampir semua pria di kekaisaran. Tapi tak ada satu pun yang menjadi kekasihnya.
Erland diam-diam tersenyum miring. Bukankah akan sangat hebat jika dirinya yang memenangkan hati sang tuan putri?
"Lalu bagaimana denganmu? Apa kau memiliki mantan kekasih?" Pancing Ellena.
"Aku punya. Tapi..."
Melihat Erland menundukkan kepala dengan ekspresi sedih, Ellena berdecih tanpa suara. Drama pun dimulai. Mungkin dulu alasan ini yang membuatnya menyukai sosok Erland. Tapi sekarang, ia malah jijik mendengar kisah sedih yang akan Erland ceritakan.
"Dulu aku menjalin hubungan dengan putri seorang Marquess selama satu setengah tahun. Tapi dia malah menikah dengan putra seorang Count yang ternyata adalah teman masa kecilnya. Saat itu aku kalut, hatiku sangat sakit karena dikhianati olehnya. Satu bulan kemudian, ketika aku mulai pulih dan tidak lagi memikirkannya, aku pun bertemu denganmu. Gadis dengan senyum manis yang membuat jantungku berdebar tak karuan–"
"Jadi intinya, kau menjadikanku pelampiasan?"
Erland menggeleng panik. Belum sempat ia menjawab, Ellena dengan cepat menyelanya.
"Jangan jadi pengecut dengan menggunakan orang baru untuk melupakan orang lama. Selama bisa melalui rasa sakitnya sendirian, lakukanlah! Jangan membuat orang lain ikut merasakan sakitnya juga."
Satu bulan setelah putus dari mantan kekasih yang terjalin selama satu setengah tahun sudah memiliki tambatan hati baru? Memangnya ada yang seperti itu?
Itu bukan cinta tulus namanya. Tapi hanya sebagai pelampiasan semata!
Tentu Ellena tau siapa gadis yang dimaksud Erland. Lady Gracia. Wanita yang menjadi alasan kehancuran rumah tangga Ellena dan Erland di kehidupan pertamanya.
"Sekarang bagaimana perasaanmu padanya?" Tanya Ellena mengalihkan pembicaraan.
"Aku sudah tidak mencintainya, sungguh. Saat melihatnya, aku merasa kosong. Tidak ada lagi perasaan yang tersisa di hatiku untuknya."
Ellena mengangguk saja, pura-pura percaya pada bualan pria itu. Erland bukan tidak mencintainya lagi, tapi perasaan itu hanya tertutupi oleh rasa kecewa.
Karena kenyataannya yang diucapkan Erland sangat berbanding terbalik dengan apa yang pria itu lakukan. Buktinya saat melihat lady Gracia dibuang oleh suami dan keluarganya saja, Erland langsung memerintahkan banyak prajurit untuk membawa wanita itu ke Dukedom tanpa meminta izin dari Ellena.
"Kenapa murung? Maafkan aku karena membuat suasana hatimu jadi buruk. Jika tau begini, aku tidak akan menceritakan tentangnya." Ujar Erland merasa bersalah.
"Tidak masalah jika kau ingin menceritakannya setiap hari. Aku siap mendengarnya."
'Kau sangat kuat, Erland. Jika aku menjadi dirimu sudah ku pastikan mereka mendapat balasan yang setimpal. Aku jadi bangga mengenal orang sepertimu.'
huek
Ellena tiba-tiba merasa jijik mengingat jawabannya dulu. Bangga katanya? Haha yang benar saja!
Tak lama kemudian, Ellena berdiri sambil menatap langit yang mulai mendung.
"Awannya mulai gelap. Lebih baik kau pulang sebelum hujan turun." Setelah itu, Ellena pergi begitu saja meninggalkan Erland dengan senyum liciknya.
"Cemburu huh?"
Padahal kenyataannya, Ellena tidak merasa cemburu sedikit pun. Yang ada ia malah merasa jijik karena harus berurusan lagi dengan orang sepertinya.
•••••
TO BE CONTINUE...
Pernah ga kalian deket sama cowo modelan kaya Duke Erland?
Jangan ya dek ya.
Jadi second choice itu ga enak dek
Di satu sisi udah terlanjur nyaman sama sikapnya, tapi disisi lain ternyata dia masih gamonin masa lalunya
Kita berusaha nyembuhin orang yang trauma, tapi malah kita yang dibuat trauma
wkwk
see you di next part