one-shot markhyuck

By markhyuckabil

4.9K 209 10

‼️mohon untuk bijak dalam membaca!! lapak BxB‼️ !!tidak di khusus kan untuk bocah bocah di bawah umur.. janga... More

1. bayi?
2. idol
3. LUKA
4.syndrom
5. sang pelayan hati
6. reinkarnasi
7. bonus chapter
8. streaming

9.markhyuck-nomin

108 13 0
By markhyuckabil


HII YOROBUN
akhirnya aku comeback lagii, btw ada yang kangen tidak? (engga juga gak papa sih)
Sudah lama sekali aku hiatus... mungkin habis ini hiatus lagi

hppy Reading

---

“Cepat, Mark! Gue gak bisa sendirian!” Suara Lucas memecah keheningan malam, terdengar dari benda canggih di tangan Mark.

“Sabar, Lucas. Gue lagi di jalan,” balas Mark seraya menyetir dengan kecepatan sedikit di atas normal. Jalanan malam itu cukup lengang, memberinya ruang untuk melaju lebih cepat.

“Sialan, Mark! Ini si Jeno berat banget. Gue gak kuat lagi, mana dia ngoceh terus dari tadi!” gerutu Lucas. Tatapannya yang kesal tertuju pada Jeno yang kini terhuyung-huyung dan tiba-tiba mencoba mencium Lucas.

“Eeemmnh~ Njunn... kenapawwh~ ka-kamuw~ putusinn akuwwhh~” ocehan Jeno terdengar sayup-sayup di telinga Mark melalui telepon.

“Lo di mana sih sekarang?! Lelet banget!” Lucas sudah habis kesabaran. Bagaimana tidak, si sipit itu—kalau sudah mabuk—selalu berakhir dengan aksi gila. Kali ini, Jeno tantrum gara-gara diputusin Renjun, si mungil yang katanya lucu itu.

“Sabar, ini bentar lagi nyamp—”

Tut-tut-tut.

Sambungan terputus. Mark mendengus kesal. Mungkin ponsel Lucas mati, kebiasaannya memang suka tunggu mati baru di-charge.

Setibanya di klub malam terbesar di Seoul, Mark langsung mencari kamar sewaan Lucas dan Jeno. Saat tangannya menyentuh knop pintu, tiba-tiba seseorang menariknya dari belakang. Tanpa peringatan, bibirnya dihantam ciuman agresif oleh seseorang yang tidak dikenal.

Mark terkejut, terlalu bingung untuk bereaksi. Orang itu mengeram kesal karena Mark tidak membalasnya. Ia akhirnya melepaskan ciuman sepihak, membiarkan Mark memandangnya dengan tatapan tak percaya.

Kulit tan yang manis, bibir plum pink, mata cokelat terang, surai cokelat legam, dan tubuh ramping menyerupai perempuan, meskipun jelas dia seorang pria. Tatapannya sayu, efek dari mabuk berat.

“kenapaw~ huk... kamuhh emm... tidak membalasnya?” lirih orang itu, suaranya bergetar. Mata sayunya dan bibir yang mengerucut membuat dada Mark tiba-tiba berdebar.

Melihat Mark tertegun, si manis itu kembali mencium dengan lebih dalam. Kali ini, Mark membalasnya tanpa sadar. Tangannya melingkar di pinggang ramping orang itu, menariknya lebih dekat seolah tak ingin ada yang merebutnya.

Mark mengangkat tubuh si manis ala koala, membawanya menuju mobil dan melesat pergi, melupakan tujuannya mencari Lucas dan Jeno.

Di mansionnya, Mark menggendong si manis masuk ke kamar mewahnya. Tanpa ragu, dia mencium lagi, lebih agresif dari sebelumnya. Ketika kesadaran kembali, keduanya sudah telanjang. Sementara itu, Lucas yang masih di kamar sewa, mengumpat saat ponselnya benar-benar mati.

“Dasar babi! HP mati lagi!” Lucas melirik Jeno yang kini terlihat siap menerjangnya. Wajah mabuk Jeno menatap Lucas seperti Renjun.

“Gila si sipit ini. Gue cari lon*on aja kali, ya?” gumam Lucas. Ia keluar dari kamar, menuju pengatur layanan di klub.

“Saya mau yang segel, ada gak?” tanya Lucas blak-blakan.

“Lon-lon di sini gak ada yang segel, Kak. Tapi ada barista cantik, cowok, sih. Harga 10 kali lipat” Tanpa pikir panjang, Lucas setuju.

"Tolong suruh barista baru mengantarkan sebotol minuman ke kamar nomor dua belas" titah si pengatur layanan kepada seseorang di sebelah nya.

Beberapa saat kemudian, seorang barista masuk ke kamar nomor 12 dengan membawa satu botol bir dan dua gelas kaca. Tapi, sebelum dia sempat pergi, Jeno sudah mencekal tangannya.

“Sayang... jangan pergi...” Jeno menarik barista, mendudukkannya di pangkuan dan memeluknya erat. orang itu panik, ia berteriak meminta tolong, tapi pintu dikunci dari luar.

“Maaf, Jaemin-aa. Nikmati waktu ini” ujar pengatur klub sebelum mengunci pintu.

Isak tangis Jaemin memenuhi ruangan, membuat Jeno sedikit sadar dari mabuknya. Untuk pertama kalinya, dia memperhatikan wajah cantik di pangkuannya.

“Kenapa kamu menangis, hmm?” Jeno menyeka air mata Jaemin dengan lembut, membuatnya terdiam.

“Hiks... Tuan, saya mohon jangan apa-apakan saya. Disini saya cuma kerja untuk keluarga, saya masih harus lunasi hutang keluarga saya tuan, saya mohon tuan jangan makan saya, saya gak ada rasa manis sama sekali, tuan saya--” ucap Jaemin terpotong.

Jeno tersenyum tipis "sudah bicaranya?" dan jaemin mengangguk, jeno kembali bersuara dengan nada penuh arti. “saya akan lepasin kamu dengan satu syarat...”

Jaemin menatap penuh harap. “Jadi pengurus pribadi saya dan keluar dari tempat ini.”

Jaemin terkesiap, mempertimbangkan tawaran itu. Melihat keraguannya, Jeno menambahkan, “Kalau tidak... kamu akan hamil anak saya di sini.”

Jaemin tak punya pilihan. Dengan berat hati, dia mengangguk walaupun saat ini dirinya merasa waspada

---

Setelah Jaemin mengangguk setuju, Jeno langsung berdiri sambil menggendong Jaemin. Langkahnya mantap keluar dari kamar itu, meninggalkan hiruk-pikuk klub. Jeno tidak peduli pada tatapan para staf, bahkan pengatur klub yang tampak lega melihat Jaemin dibawa pergi.

Setelah menyelesaikan negosiasi dengan pihak klub untuk membebaskan Jaemin, Jeno membawa Jaemin ke mobilnya. Dalam perjalanan, suasana hening. Jaemin hanya menunduk, tangannya meremas ujung bajunya. Sesekali dia melirik Jeno yang fokus menyetir, tapi tidak ada keberanian untuk berbicara.

“Mulai besok, kau tinggal di rumahku,” ucap Jeno tiba-tiba, memecah keheningan.

“T-tapi, Tuan... keluarga saya...” Jaemin mencoba protes, tapi Jeno menatapnya tajam.

“Keluargamu tidak akan kekurangan. Aku akan mengurus semuanya,” tegas Jeno. Jaemin hanya bisa mengangguk kecil, merasa tak punya pilihan lain.

_________________________

Sementara itu!

Pagi hari, sinar matahari masuk melalui celah tirai, mengganggu tidur nyenyak Haechan. Dia mengerang pelan, mencoba bangun, tapi langsung meringis saat rasa sakit menjalar di tubuhnya, terutama di bagian belakang.

“Astaga... apa aku dimakan monster?” gumam Haechan sambil memandangi tubuhnya yang penuh dengan bekas merah dan gigitan.

Dia melirik ke samping, menemukan seorang pria asing di sebelahnya yang tak sempat haechan lihat wajahnya karena posisi tidur haechan yang membelakangi, orang asing itu memeluk pinggangnya. Haechan buru-buru melepaskan pelukan itu, berdiri perlahan sambil menahan sakit, lalu berjalan tertatih menuju kamar mandi.

Saat selesai berendam, Haechan baru ingat bahwa ini bukan rumahnya. Setelah mengenakan pakaian yang berserakan di lantai, dia segera keluar dari kamar, mencoba melarikan diri.

Ketika tiba di ruang utama, dia lega karena pintu depan tidak terkunci. Haechan langsung keluar dan bergegas menuju rumahnya. Meski langkahnya aneh, ia berhasil sampai dengan selamat.

Begitu tiba, Haechan merebahkan diri di sofa. Tapi, ketenangannya terganggu oleh suara telepon. Dengan malas, dia meraih ponselnya.

“Yeoboseyo?”

“Kaburlah kalau bisa, sayang.”

Haechan langsung duduk tegak. “Apa?! Kau siapa?”

Telepon dimatikan sepihak. Tidak lama kemudian, sebuah pesan masuk. Saat dibuka, ternyata sebuah video Haechan yang sedang berjalan keluar dari mansion tadi pagi.

“Gila! Siapa kau sebenarnya?” Dengan gemetar, Haechan mencoba menelepon balik, tetapi suara di seberang langsung membuatnya semakin ketakutan.

“Aku di luar rumahmu, sayang. Keluarlah, atau aku masuk sendiri.”

Haechan panik. Dia mengintip dari jendela dan benar saja, ada seseorang berbaju serba hitam berdiri di depan pintu.

“Ah, aku tahu kau mengintip, sayang.” Suara itu semakin menyeramkan ketika terdengar dentuman keras dari pintu depan. Haechan buru-buru bersembunyi di dalam lemari, tubuhnya gemetar.

“Sayang... aku tahu kau di sini,” suara itu semakin dekat. Aroma parfum familiar menguar, membuat kepala Haechan semakin pusing.

Sebelum kesadarannya hilang, Haechan hanya sempat melihat pintu lemari terbuka dan sebuah senyuman menyeramkan di wajah orang itu.

Beberapa saat kemudian

Haechan membuka matanya perlahan. Ruangan ini terasa tidak asing, meskipun ia tidak ingat persis di mana. Ketika berusaha bangkit, rantai di salah satu kakinya membatasi gerakannya.

“TOLONG!” teriaknya, panik dan ketakutan.

“Sayang, kau sudah bangun rupanya.” Suara itu membuat Haechan membeku. Matanya terbelalak saat melihat siapa yang masuk ke ruangan itu dengan seringai di wajahnya.

“MARK!”

"MARK!"

Haechan berteriak ketakutan saat melihat siapa yang berdiri di hadapannya. Orang yang telah menyekapnya adalah masa lalunya, Mark. seseorang yang telah lama ia hindari.

“Jangan menangis, sayang. Aku tidak akan melukaimu,” ujar Mark dengan suara lembut, mendekati Haechan yang semakin meringsut menjauh.

Ingatan masa lalu yang kelam menghantam Haechan dengan keras. Kejadian 7 tahun yang lalu telah meninggalkan luka mendalam, membuatnya harus menjalani terapi panjang untuk mengobati trauma.

“M-Mark... t-tolong... lepaskan aku, Mark...” lirih Haechan, mencoba menepis tangan Mark yang perlahan menyentuh tubuhnya.

“Kenapa kamu pergi, huh? Kenapa meninggalkan aku sendirian?” Mark menatap Haechan dengan sorot penuh luka, tetapi tangannya justru menyentuh perut Haechan dengan lembut, mengusapnya seperti ingin memastikan sesuatu.

“Kamu pergi gara-gara ini, ya?” Mark menyibakkan kemeja kebesaran yang dikenakan Haechan, memperlihatkan bekas jahitan samar di bagian perut, bekas operasi yang menjadi pengingat pahit.

haechan tersentak saat melihat mark lancang membukanya, kilatan amarah memenuhi matanya “Semua ini gara-gara kamu, Mark! Kalau dulu kamu tidak bermain di belakangku, semua ini tidak akan terjadi!” seru Haechan dengan suara bergetar. Nafasnya memburu, dan air mata mulai membasahi pipinya.

“Anakku… dia pergi karena kamu, Mark! Karena kesalahanmu!” Haechan tak lagi mampu menahan emosi yang selama ini ia pendam. Semua luka, rasa sakit, dan kepedihan akhirnya tumpah di hadapan orang yang selama ini ia coba lupakan.

Mark terdiam, terpukul oleh kata-kata itu. Ia mencoba mendekati Haechan, tetapi Haechan terus berusaha menyingkir dengan menatap nya ketakutan.

“Kenapa kamu kembali, Mark?! KENAPA?!” teriak Haechan, mencoba mendorong Mark yang akhirnya memeluknya erat.

“Maaf, Haechan. Aku sungguh menyesal… Aku tidak pernah berniat menyakitimu…” bisik Mark dengan suara penuh penyesalan.

Haechan meronta, tangannya mencoba melepaskan pelukan Mark, tetapi kekuatannya tidak cukup.

“tujuh tahun aku mati-matian menyembuhkan diriku, Mark. tujuh tahun aku mencoba melupakan semuanya. Dan kamu… kamu kembali dan menghancurkan semuanya lagi!”

Mark menggenggam Haechan lebih erat, air matanya jatuh membuktikan bahwa dirinya benar benar menyesali semuanya. “Aku tidak pernah mencoba mengkhianatimu, Haechan. Aku dijebak oleh Hyeri. Semua yang terjadi malam itu… aku tidak sadar. Untuk kekerasanku waktu itu… aku tahu aku salah. Aku kehilangan kendali… Aku sungguh menyesal.”

Haechan tidak lagi merespon. Tatapan matanya kosong, seperti dulu—seperti tujuh tahun lalu, jiwanya telah menghilang. raga tanpa jiwa, manusia yang masih bernapas tetapi tidak lagi hidup.

Mark menatap Haechan dengan rasa bersalah yang mendalam. “Haechan, jangan pergi dariku lagi. Aku akan memperbaiki semuanya, aku janji…” bisiknya, tetapi Haechan tetap diam, terjebak dalam kegelapan yang kembali menghantuinya.

Di tengah keheningan itu, Mark menyadari bahwa apa pun yang ia lakukan sekarang, luka yang telah ia goreskan mungkin tidak akan pernah bisa sembuh.

---

end

see u

Continue Reading

You'll Also Like

713K 60.2K 100
Jika dirinya Bintang, Dia adalah Bulan. Jika dirinya Kakak, Dia adalah Adik. Lantas, kenapa sosok adiknya sangat berkuasa? ** Tara, begitulah orang m...
284K 18.2K 32
Cerita pertama Aldrich Gavril, seorang murid sma yang tinggal sendirian karena kedua orang tuanya yang telah meninggal saat ia masih berumur 15 tahun...
275K 21.9K 42
AZIEL si Remaja nakal maniak permen yang tinggal sendiri dalam keadaan sebatang kara tiba tiba ada sebuah keluarga yang mengaku sebagai keluarga kand...
325K 42K 43
Just brothership not bl! vote dulu sebelum membaca! Terlahir kembali sebagai bayi Titan dari bangsa Titan yang hampir punah. Eh? Keajaiban benar-ben...