🌟🌟🌟
Kapan keadilan itu datang? Kenapa aku tak pernah merasakan keadilan sedikit pun dalam kehidupan ku? Apa keadilan akan selalu datang pada orang tertentu saja selain aku?
- Author.
🌟🌟🌟
Bel pulang sudah berbunyi beberapa menit yang lalu, Caramella masih senantiasa tertidur di pelukan mahen, Mereka berdua tertidur sampai waktu pulang tiba, Tak terasa bukan? Caramella yang merasa sedikit terusik akibat posisinya bergeser ia pun terbangun, Namun tertahan karena ada seseorang yang sedang tertidur.
"Mahen, Ayo bangun." Ia pun mengguncangkan tubuh mahen, Sesekali ia menghirup aroma vanila dari tubuh mahen.
Mahen pun terbangun karena merasa sedikit terganggu, Ternyata caramella sudah terbangun "Lo udah bangun, Hm? Gimana masih ngantuk?"
Pelukan itu terlepas, Caramella pun mencoba mengembalikan kesadaran nya "Udah, Aku udah ga ngantuk mahen, Kamu pasti tidurnya ga nyaman ya?"
"Hm, Nyaman kok, Lo ngerasa ga nyaman sama posisi tadi?"
"Nyaman banget kok, Kan di peluk kamu."
"Udah mulai nakal, Hm?"
Caramella yang takut pun memeluk mahen secara spontan "Iya-iya maaf tirex aku ga sengaja."
"Apa kata lo? Tirex, Jadi gue tirex nih?"
"Eh engga, Kamuu dinosaurus baik hatiii sekalii."
Mahen pun membalas pelukan itu sesekali mengelus puncak kepala caramella dengan lembut "Gue cuman bercanda mel, Pulang ya katanya mau ke pantai."
"Mau!" Jawabnya antusias, Caramella suka sekali dengan pemandangan indah lautan di pantai.
"Bilang dulu sama ayah, Biar lo ga di cariin."
"Iya mahen."
Caramella pun membuka layar handphone nya, Ternyata sudah ada beberapa panggilan dari sang ayah tercinta.
Ayah🐬
|Amel, Kamu sudah pulang belum?
|Amel kenapa belum jawab pesan ayah?
|4 Panggilan tak terjawab dari 'Ayah🐬'
|Amel, Kalau kamu liat chat ayah, Ayo bales nak.
"Ih mahen ayah aku kayanya nungguin dari tadi deh, Liat nih." Caramella pun memperlihatkan layar kunci nya yang dipenuhi oleh beberapa notifikasi.
"Mau gue yang ngomong sama ayah lo, Hm?"
"Emangnya kamu berani?"
"Gue coba dulu, Sini handphone nya."
Mahen pun dengan keberanian penuh mencoba menelpon ayahnya caramella, Panggilan itu berdering tak lama suara terdengar dari arah handphone.
"Halo amel, Kamu kemana aja nak, Jangan buat ayah khawatir."
"Maaf om, Saya mahen temennya amel."
"Lho amelnya mana! Jangan kurang ngajar kamu! Kenapa handphone anak saya bisa ada di kamu! Kamu apakan anak saya, Hah!"
"Maaf om, Amel nya ada kok, Saya cuman mau minta maaf sama om, Gara-gara saya anak om harus pulang terlambat, Maafin saya ya om, Saya ga melakukan kekerasan sama amel om."
"Terus kenapa amel sampe sekarang belum pulang! Apa yang kamu lakukan, Hah!"
"Saya yang bakal anter anak om pulang sampai tujuan om, Saya janji bakalan bawa amel sampe rumah dengan selamat om."
"Saya pegang janji kamu, Tapi kalau saya lihat ada lecet sedikit pun di tubuh anak saya, Nyawa kamu taruhannya."
"Iya om, Saya janji."
"Mana amel, Saya mau bicara sama amel."
Mahen pun memberikan handphone itu kepada caramella "Ayah mau ngomong sama lo, Nih."
Caramella pun memberanikan diri untuk menjawab telepon dari sang ayah tercinta.
"H-halo ayah."
"Amel, Amel kamu gapapa kan nak? Gaada yang luka kan?"
"Aku gapapa ayah, Ayah jangan khawatir."
"Kamu yakin gamau di jemput sama pak jamal, Ayah takut kamu di apa-apain sama cowo itu nak."
"Aku gapapa ayah, Aku di anter mahen aja ya? Nanti ayah bisa ngomong langsung sama mahen, Tapi ayah jangan pukul mahen ya?" Saat mengucapkan itu caramella sedikit mengecilkan volume bicaranya.
"Kenapa begitu? Dia sudah keterlaluan amel."
"Aku mohon ayah, Jangan lakukan itu."
"Ayah akan berusaha ya? Sekarang kamu pulang, Ayah kangen."
"Iya ayah."
"Hati-hati di jalan putri kecil ayah, Dadah."
"Iya ayah, Dadah."
Tut!
Caramella pun menoleh ke arah mahen, Ternyata mahen tertidur di atas meja, Caramella merasa aneh dengan wajah mahen, Terlihat begitu pucat dan sangat berbeda dari tadi pagi, Ia pun mencoba mengecek suhu tubuh mahen, Ternyata tubuh mahen sangat panas.
"Mahen, Kamu sakit ya? Ayo bangun mahen." Ia pun mencoba membangunkan mahen, Alhasil mahen pun terbangun karena ulah caramella.
"Kenapa, Hm? Udah selesai teleponnya, Mau pulang sekarang?"
"Kamu sakit?"
"Gue ga sakit, Kenapa lo tiba-tiba nanya gitu?"
"Badan kamu panas mahen."
"Gue gapapa, Ayo pulang nanti di marahin ayah."
Mahen pun memakai jaket hitam kesayangannya, Dan sedikit menyemprotkan parfum vanila ke arah jaket kesayangannya. Setelah selesai Mahen pun mengajak caramella untuk menuruni tangga menuju parkiran.
"Mahen, Aku takut."
Mahen yang sedang menaiki motornya pun berhenti dan menoleh ke arah caramella "Takut kenapa, Hm? Lo masih takut sama si jagoan kesayangan gue ini?"
"Bukan, Aku takut kamu ga kuat."
Mahen hanya tersenyum tipis ke arah caramella, Sebenernya dibalik helm full face nya ia menahan sakit kepala yang sangat luar biasa, Tapi ia tak boleh terlihat lemah di hadapan caramella.
"Dengerin gue ya, Kalau lo takut lo peluk gue aja, Yakin kalau gue gapapa."
"Kamu ga keberatan?"
"Gue ga pernah ngerasa keberatan mel, Ayo pulang nanti keburu hujan."
Langit sudah mulai gelap, Mahen pun dengan segera menjalankan motor kesayangan nya itu menuju rumah Caramella, Sejujurnya ia sangat pusing, Tapi ia harus menahan ini semua supaya amel tidak khawatir padanya.
Mahen pun tiba di pekarangan rumah Caramella, Rumah mewah itu terlihat sangat elegan, Lebih luas dan sangat cantik.
"Lo masuk ya? Liat langit udah mulai gelap."
Ceklek.
Pintu gerbang itu terbuka, Menampilkan seseorang yang lebih tua dari mahen, Mukanya lumayan mirip dengan caramella, Ternyata itu adalah agam, Ayahnya caramella.
"Amel." Caramella pun menoleh ke arah belakang, Ternyata ayahnya sudah menunggu di depan gerbang.
"Ayah." Caramella pun langsung berhamburan pelukan kepada agam, Ia memeluk sang ayah dengan sangat erat begitu pun dengan agam.
"Ayah kangen sama amel."
"Amel juga kangen sama ayah."
Melihat kejadian hangat itu, Mahen hanya tersenyum canggung, Ia selalu membayangkan bahwa ayahnya akan memeluk nya dengan kasih sayang sama seperti yang caramella rasakan.
Ia pun meneteskan air mata walaupun hanya setetes, Itu terasa sakit, Ia juga ingin di perlakukan seperti itu, Di perhatikan, Di khawatirkan oleh kedua orang tuanya.
Pelukan itu terlepas karena caramella merasa tidak enak pada mahen.
"Ayah ini mahen, Temen aku di sekolah." Mahen pun membuka helm full face nya. Ia turun dari motor dan menyalami tangan agam dengan perasaan ragu-ragu.
"Kenalin saya mahen om, Temennya amel di sekolah."
Agam pun memperhatikan penampilan mahen dari atas sampai bawah "Jadi kamu yang namanya mahen?"
"I-iya om, Sebelumnya saya mau minta maaf sama om, Karena saya udah buat anak om pulang terlambat."
"Saya sudah maaf kan kamu, Sekarang kamu bisa pulang."
Mahen pun segera berpamitan dan kembali menaiki motornya, Sebelum pulang ia sempat berpamitan kepada caramella "Gue pulang ya mel, See u."
"See u mahen, Hati-hati yaa!"
"Hm."
Mahen pun kini pergi meninggalkan kawasan rumah Caramella, Saat di perjalanan tiba-tiba hujan mengguyur seluruh wilayah, ia harus segera pulang atau ia akan mendapatkan hukuman dari sang ayah.
Ceklek.
"Masih berani pulang kamu? Ga sekalian jadi gelandangan saja? Dikasih kebebasan malah gatau aturan! Inget waktu mahen! Waktu! Kamu harusnya belajar buat ujian nanti, Kamu udah bodoh! Jadi tambah bodoh!"
Plak!
"Maaf pah, Mahen telat lagi."
Plak!
"Maaf? Telat berapa kali kamu mahen!!!"
Bugh.
"Sudah bosan hidup? Mau saya bunuh hidup-hidup kamu? Lihat apa yang saya bawa!"
Arga membawa gunting di tangannya, Ia mengarahkan gunting tepat di muka mahen sekarang.
Brak!
mahen pun terjatuh karena merasa takut dengan benda tajam.
"Saya lelah menghadapi anak bodoh seperti kamu mahen!"
Gunting tersebut mengenai lengan mahen, Mahen melindungi wajahnya dengan lengannya sendiri, Rasa sakit yang tiada tara itu menjulur ke seluruh tubuh mahen, Arga melayangkan 3 tusukan di lengan mahen, Kini lengan mahen terluka akibat tusukan gunting tersebut, Mahen ambruk saat itu juga di hadapan arga.
Brak!
"Bangun bodoh!"
Bugh.
Suasana hujan yang begitu deras, Arga tak pernah ada niatan untuk berhenti belaku kasar pada anaknya ini. Ia terus-terusan membanting tubuh mahen.
"BANGUN KAMU MAHEN!"
Bugh.
"KALAU KAMU GA BANGUN SAYA AKAN HABISI KAMU SEKARANG JUGA!"
"PAPA!" Teriakan itu terdengar di telinga arga, Ternyata itu adalah Arsya, Karina, Dan juga Andra.
Mereka pun menghampiri arga, Mereka kaget melihat kondisi mahen yang bersimbah darah di lengan kirinya, Arsya yang melihat itu pun sontak menangis di hadapan mahen, Ia menangis melihat tangan mahen yang terluka.
"Kak mahen, Hiks." Tangisan arsya mulai terdengar, Arga merasa sakit ketika mendengar tangisan pilu sang putra kecilnya.
"Papa jahat! Arsya benci papa!"
Arga pun sontak membulat kan matanya, Ia mendengar bahwa putranya ini benci padanya?
Arga pun melepas benda tajam dari tangan nya, Tubuhnya ambruk begitu saja, Bagaimana tidak? Ia sedih mendengar penuturan arsya.
"Arsya." Pandangannya pun memburam, Dan arga ambruk di saat itu juga.
Dengan sigap karina menelpon pihak rumah sakit untuk memeriksa tubuh mahen dan arga, Andra mencoba membuat arga sadar namun arga tak sadarkan diri, Karina membantu arsya untuk masuk ke dalam, Karena khawatir arsya akan semakin sakit nantinya.
Melihat kondisi sudah semakin sepi, Andra sempat memegang gunting itu, Terlihat tetesan darah segar milik mahen menempel pada permukaan gunting itu.
"Gue juga pengen habisin lo sekarang hen, Boleh kan kalau gue tusuk disini?" Ia pun mengarahkan gunting itu tepat di tangan kiri mahen, Saat hendak melakukan penusukan, Terlintas kenangan indah sebelum adanya konflik yang menimpa mahen.
Dulu mahen dan andra adalah seorang adik kaka yang harmonis, Tapi setelah ada konflik tentang kejadian pembullyan terhadap rasya yang menyebabkan arga bangkrut, Ia jadi benci terhadap mahen sampai sekarang.
Mahen sayang bang andra.
Mahen sayang banget, Inget ya bang mahen ga pernah bisa buat benci abang walaupun nanti abang ga sebaik ini lagi sama aku.
"Argh! Sialan! Kenapa gue harus inget sama masalalu sih!"
Ia pun sudah siap untuk menusukan benda tajam itu, Tapi tiba-tiba mahen tersadar walaupun tak sepenuhnya.
"B-bangh, L-lo mau celakainh g-gue?"
"Gue dendam sama lo hen! Gue benci lo deket-deket sama arsya! Gue benci!"
"T-tusukh gue bangh, G-gue tau kalau lo ga pernah suka sama g-gue."
"A-ayo, Arghh s-sakith."
"Luka ini belum seberapa hen, Gue benci sama lo!" Empat kata terakhir sebelum andra menusuk tangan kiri mahen, Mahen hanya menahan rasa sakitnya, Ia tak pernah marah ketika ia hanya dijadikan pelampiasan oleh seseorang.
Karena sudah terpancing emosi, Andra pun menyeret tubuh mahen, Sesekali menginjak tangan mahen yang terluka, Mahen hanya menahan rasa sakit nya. Andra pun membentur kan tubuh mahen ke dinding, Bahkan sampai mengeluarkan darah segar.
"Gue udah puas, Selamat tinggal." Andra pergi begitu saja meninggalkan mahen dengan kondisi yang sangat buruk, Tubuhnya hancur penuh dengan darah. Lengannya terluka parah, Serta kepalanya yang bocor.
Hujan pun telah reda, Kini mahen belum mendapatkan perawatan intensif dari medis, Ia masih terbaring lemah di dekat halaman belakang.
"Sshh, Argh s-sakith." Erangan itu terdengar sangat keras karena luka pada lengan arsya terasa sangat perih dan sakit karena terkena air.
"K-kenapa semua orang ga pernah berlaku adil s-sama gue? F-fisik gue luka, Hati g-gue sakith." Terdengar suara tangisan yang begitu pilu.
"A-amelh, G-gue ga kuath, S-sakith m-mell."
Ia pun berusaha mengeluarkan handphone nya, Walaupun sakit, Ia tetap mencobanya untuk mengabari caramella bahwa ia sampai rumah dengan selamat.
Terdengar suara telepon ternyata caramella sudah menelpon nya terlebih dahulu.
Caramella is calling...
"H-halo, K-kenapa amel."
"Mahen? Kenapa suara kamu bergetar kaya gini, Kamu gapapa kan?"
"S-sakith mell, G-gue ga kuath, Arghh!"
"Mahen kamu bertahan yaa? Aku kesana sekarang!"
"J-janganh mell, Besokh aja yahh, Sshh."
"Sekarang titik!"
Tut!
Sambungan telepon itu terputus, Mahen hanya pasrah melihat kondisinya yang memburuk seperti ini.
🌟🌟🌟
Gabut akuu nyaa