(ADC) Antariksa's Detective C...

By Pivena_16

3.5K 872 229

Ketika urusan ADC dengan D-Rex telah menemui titik terang, kini mereka malah dibuat penasaran setengah mati a... More

✧ CAST ✧
Prolog
Gudang Lama
Kertas tulisan
Diskusi
Perumahan Aji Saka No. 13
Bela Hilang?!
Ada yang Hilang Lagi?
Pembagian Tim
Tim Valerie
Tim Valerie (2)
Tim Sekolah

Tim Bela

173 63 11
By Pivena_16

***

Setelah beberapa menit berkendara, Rendy, Harsya dan Alinda pun sampai di komplek Perumahan Aji Saka. Karena bukan komplek perumahan yang sangat elit, mereka bisa masuk ke dalam dengan mudah. Mereka hanya ditanyai beberapa hal oleh satpam yang berjaga di depan gerbang.

Komplek perumahan ini termasuk sepi, entah karena sekarang masih waktunya jam kerja, atau karena isinya memang orang-orang yang individualis.

Rendy dan Harsya menyusuri jalanan sambil memperhatikan nomor yang tertera di masing-masing rumah.

"10.. 11..12..13! Itu Bang rumahnya!" Alinda menepuk-nepuk pundak Rendy sembari menunjuk sebuah rumah dua tingkat dengan dominan cat warna abu-abu muda.

Setelah memarkirkan motor mereka, Rendy terlebih dahulu mendekati pagar rumah dan menekan bel yang ada di sana. Alinda mencoba melihat ke dalam melalui celah gerbang. Namun ia tak melihat apa-apa selain teras depan yang kosong.

Harsya sendiri sibuk memperhatikan sekitar, ia melihat seorang ibu-ibu tengah menyapu lantai teras rumahnya.

Sudah tiga kali Rendy memencet bel, namun belum ada respon apa-apa. Rumah itu seperti tidak ada tanda-tanda kehidupan di dalamnya.

"Kosong kah?" Alinda menatap Rendy dan Harsya bergantian.

"Kayanya sih iya, tapi gerbangnya nggak dikunci loh." Rendy memberi tahu. Matanya menyipit karena sinar matahari yang menyorot langsung, bulir keringat bahkan sudah menetes sejak tadi.

"Coba gue tanya sama ibu-ibu itu bentar." Harsya berjalan mendekati ibu-ibu yang tengah menyapu teras rumah nomor 15.

"Permisi Bu," sapa Harsya sopan.

"Ya ada apa?" ibu itu menatap Harsya dari atas sampai bawah.

"Penghuni rumah yang itu dimana ya Bu? Kami sudah memencet bel, tapi tidak ada balasan," tanya Harsya sembari menunjuk rumah Bela.

"Kamu ini siapa? Ada perlu apa sama yang punya rumah?" tanya ibu itu sambil menyincing sedikit daster motif batik kawung yang ia kenakan.

"Saya temannya Bela Bu, tadi Bela minta tolong sama saya dan teman-teman untuk mampir dulu ke rumahnya mengambil naskah drama dia yang ketinggalan. Saya kira di rumah ada orang tuanya, tapi sepertinya kosong," jawab Harsya panjang lebar disertai dengan sedikit kebohongan.

"Owalah... temannya nak Bela toh. Itu rumahnya kalau jam segini ya memang kosong. Soalnya nak Bela sama kakaknya lagi sekolah. Kamu sepertinya dari sekolah yang sama seperti nak Bela, kok sudah pulang?" tanya ibu itu dengan aksen yang sedikit medok.

"Saya belum pulang sekolah Bu, tadi minta izin ingin mengambil properti untuk acara teater. Terus Bela sekalian menitip dibawakan naskahnya yang ketinggalan," jelas Harsya senatural mungkin.

"Ngono toh? Yowes ayo saya temenin masuk ke dalam." Ibu itu menyandarkan sapunya ke tembok terdekat.

"Maaf, nama Ibu siapa ya?" tanya Harsya sambil tersenyum.

"Saya Ibu Marni, wali muridnya nak Bela," jawab ibu itu membuat kening Harsya mengkerut. Ia buru-buru menyalami Marni sambil memperkenalkan dirinya.

"Saya Erwin Bu, dan itu teman-teman saya," ucap Harsya sambil menunjuk Rendy dan Alinda yang tengah mengipasi wajah mereka masing-masing.

"Maaf kalau boleh tau, orang tuanya Bela kemana ya Bu?" Harsya berjalan mengikuti langkah Marni.

"Loh? Kamu kan temannya, masa ndak tau kalau orang tua nak Bela sudah meninggal. Dia cuma tinggal sama kakaknya," jelas Marni membuat kerutan di dahi Harsya semakin dalam.

"Saya nggak enak kalau mau tanya langsung sama orangnya Bu," ucap Harsya dengan senyum canggung.

Sampai di depan gerbang rumah Bela, Marni langsung membuka gerbang yang memang tidak dikunci itu dan mempersilahkan mereka masuk. Rendy dan Alinda pun menyempatkan diri berkenalan dengan Marni menggunakan nama tengah mereka.

"Itu naskahnya ditaruh di mana sama nak Bela? Biar saya ambilkan," tanya Marni setelah menyuruh tiga anak itu duduk di kursi teras.

Mereka bertiga seketika gelagapan.

"Bela bilang ada di dalam box organizer yang warna pink Bu," jawab Alinda gugup.

"Opo iku?" tanya Marni tak paham.

"Anu, seperti kotak penyimpan gitu Bu," jawab Alinda sambil menggambar garis imajiner berbentuk persegi di depan tubuhnya.

"Coba di chat nak Bela-nya. Suruh kirim fotonya gitu. Saya ndak mudeng," ucap Marni.

"Mampus gue," batin Alinda panik.

Ia lalu mengetikkan sesuatu dengan cepat di ponselnya. Sangat cepat hingga jarinya gemetar.

Rendy dan Harsya melirik panik, keringat dingin mengalir dengan deras di punggung dan pelipis kedua remaja itu.

"Yah Bu, Bela-nya nggak online, sepertinya sedang pelajaran. Soalnya kalau di dalam kelas nggak boleh buka ponsel," ucap Alinda sambil memperlihatkan chat-nya dengan Bela yang centang satu abu-abu.

"Owalah iyo, yasudah. Kamu masuk sama saya, cari sendiri itu yang mana barangnya," ucap Marni sambil menunjuk Alinda.

Alinda mengangguk, ia mengikuti langkah Marni masuk ke dalam rumah. Namun sebelum melewati pintu, ia berbalik sebentar menghadap Rendy dan Harsya.

"Gue paling cuma bisa ngasih waktu 10 menit," ucap Alinda dengan gerakan mulut dan jari yang membentuk angka sepuluh.

Rendy dan Harsya mengangguk, setelah memastikan Marni dan Alinda masuk ke dalam rumah. Mereka berdua menunggu di teras selama satu menit, lalu menyusul kedua orang itu masuk ke dalam.

Di dalam rumah, keduanya langsung berpencar ke beberapa ruangan terdekat. Rumah itu terkesan kosong, karena di ruang tamu pun hanya ada kursi, meja, dan TV. Tidak ada lemari atau barang-barang lain seperti foto atau pajangan.

Harsya masuk ke dalam ruangan di sebelah kiri. Rupanya sebuah kamar tidur. Ia menjelajahi isi kamar mencari apapun yang mungkin bisa ia jadikan petunjuk. Adrenalinnya naik karena berpacu dengan waktu.

"Nggak ada apa-apa," batinnya. Bahkan isi lemarinya kosong.

Ia mendekati nakas yang terletak di samping ranjang. Membuka lacinya berharap menemukan sesuatu. Di dalamnya terdapat beberapa kertas kosong dan sebuah SIM card.

Harsya mengambil SIM card itu sambil meyakinkan dirinya sendiri kalau ia tidak sedang mencuri melainkan meminjam.

"Gue nggak nyolong, minjem doang. Nanti gue balikin kok," rapalnya dalam hati.

Sedangkan di sisi lain, Rendy masuk ke dalam ruangan di sebelah kanan yang merupakan tempat penyimpanan barang-barang yang sudah tidak digunakan—gudang. Rendy menatap isi gudang yang lumayan kotor itu.

Ia mendekati salah satu kardus besar yang terbuka, ternyata isinya berupa plastik zip lock kecil berukuran kurang lebih 6 x 4 centimeter yang lumayan banyak, sedotan, koran bekas, dan pompa angin kecil.

Jantungnya berdegup tak beraturan, tangannya sudah berkeringat sejak tadi, ia melirik jam di pergelangan tangannya. Berpacu dengan waktu yang semakin menipis.

"Jantung gue... mau copot rasanya." Ia membatin sambil menenangkan detak jantungnya sejenak.

Rendy lalu mencoba membuka beberapa kardus yang lain tanpa menimbulkan kebisingan. Di kardus yang kedua, ia menemukan banyak sekali kertas dengan berbagai macam isi.

Rendy membaca sekilas beberapa kertas itu dan mengambil yang sekiranya perlu dicari tahu lebih lanjut. Ia melipat asal kertas yang ia ambil dan dimasukkan ke dalam saku celananya.

Ia keluar dari gudang itu dengan tergesa, bersamaan dengan Harsya yang juga baru keluar dari ruangan sebrang. Keduanya lalu kembali ke teras dengan napas tersengal-sengal seperti habis dikejar hantu.

Setelah duduk, mereka menenangkan diri masing-masing terlebih dahulu.

Di lantai dua, Alinda tengah berkutat dengan kamar milik Bela. Membuka dan memperhatikan sebanyak mungkin apa yang ia bisa tanpa terlihat mencurigakan. Saat membuka laci di meja belajar milik Bela, ia melihat sebuah flashdisk disana. Lalu dengan gerakan senatural mungkin, ia mengambil flashdisk itu dan memasukkannya ke dalam saku.

"Sudah ketemu belum?" tanya Marni yang berdiri di ambang pintu, mengamati Alinda sejak tadi.

"Oh! S-sudah Bu!" Alinda terkejut, jantungnya terasa seperti bertukar tempat dengan lambungnya.

Ia mengambil asal beberapa kertas yang di staples lumayan tebal dari laci itu lalu berbalik.

"Ya sudah, kalau sudah ketemu ayo ke bawah," ajak Marni.

"Iya Bu." Ia mensejajarkan diri dengan Marni.

Saat hendak keluar, Alinda menyempatkan diri menoleh kembali ke dalam kamar Bela. Mata Alinda seakan-akan ingin menggelinding keluar dari tempatnya saat melihat sebuah figura yang dipajang di dinding yang sejak tadi ia belakangi.

"Bu Marni," panggil Alinda sambil menormalkan ekspresi wajahnya.

"Kenapa?" Marni menoleh.

"Itu kakaknya Bela atau bukan?" tanya Alinda sambil menunjuk foto yang ia lihat.

"Iyaa... itu kakaknya nak Bela, kan mereka satu sekolah. Masa kamu ndak tau? Sudah ayo turun. Kasihan teman-teman kamu nunggu kelamaan di bawah," ujar Marni.

Alinda menelan ludahnya susah payah mendengar jawaban Marni.

"What the fuck!" batinnya menjerit tak karuan.

Saat sampai di bawah, Alinda melihat Rendy dan juga Harsya yang sudah duduk manis di teras. Sepertinya Rendy dan Harsya melakukan perkerjaan mereka dengan baik.

Rendy mengernyitkan dahinya melihat ekspresi yang dikeluarkan oleh Alinda. Seperti orang yang sedang menahan buang air besar.

"Terimakasih ya Bu Marni, sudah di izinkan masuk dan mengambil naskah milik Bela." Harsya tersenyum sambil membungkuk singkat.

"Iya, sama-sama. Nanti tolong sampaikan ke nak Bela untuk lebih teliti lagi, supaya ndak ada barang yang kelupaan," ucap Marni.

"Iya Bu nanti kita sampaikan, kalau begitu kami permisi dulu ya Bu," pamit Rendy dengan senyuman semanis mungkin.

"Ya hati-hati."

Ketiganya keluar dari gerbang rumah Bela dengan perasaan campur aduk. Terutama Alinda.

"Lo kenapa deh Lin?" tanya Rendy.

"Nanti, nanti gue jelasin semuanya. Udah ada kabar dari yang lain belum?"

"Tim Valerie lagi otw ke panti asuhan katanya," ucap Harsya.

"Ngapain?" tanya Rendy.

"Nemuin ibu asuhnya Valerie," jawab Harsya.

"Yaudah, kita ke pos satpam aja sekarang. Izin liat rekaman CCTV, siapa tau tadi Bela sempet balik ke rumahnya," ujar Rendy.

"Yaudah ayo." Alinda memasukkan kertas yang ia ambil ke dalam tas.

Sesampainya di pos satpam, mereka tidak menemukan siapapun yang berjaga disana. Mungkin mereka sedang berpatroli keliling komplek. Pas sekali bukan? Berbekal kemampuan seadanya ditambah nekat. Mereka bertiga masuk ke dalam pos satpam dan mengecek CCTV yang mengarah ke rumah Bela.

Dari kurun waktu jam enam pagi sampai saat ini—jam dua lewat seperempat. Mereka hanya melihat Bela keluar dari rumahnya sekitar pukul enam lewat duapuluh memakai seragam sekolahnya.

Setelah itu mereka tidak melihat Bela sama sekali. Yang artinya, Bela tidak kembali ke rumahnya. Merasa cukup, Rendy mengembalikan rekaman CCTV itu seperti semula.

"Ren, Ren, buruan njir!" Harsya menepuk pundak Rendy cukup keras.

Karena dari kejauhan ia melihat dua orang satpam sedang berjalan ke arah mereka. Dengan tergesa, Rendy mempercepat gerakan tangannya. Lalu ketiganya lari terbirit-birit menuju motor mereka dan melaju meninggalkan Perumahan Aji Saka.

『••✎••』
.
.
.
.

______________________________________________________________________________________________________________

Heloooo, aku kembali lagiii 👋

Gimana kabarnya hari ini? Sehat kan? Masih galau?

Kalau aku sih iya, masih galau :(

Tapi nggak papa, demi kebaikan bersama :)

Jangan lupa vote, comment, dan share kalau kamu suka sama cerita ini yaa (๑•ᴗ•๑)♡

Monggo kalau ada kritik dan saran untuk cerita ini, akan saya terima dengan senang hati sebagai perbaikan.

Udah sih, gitu ajaaa ( ͡°³ ͡°)

SEE YOU NEXT CHAPTER

Continue Reading

You'll Also Like

2.1K 185 30
Bagiku kamu adalah utopis, terlalu sulit untuk dijangkau, bahkan meski sekadar dalam khayalan. Aku hanya bisa menjadi pengagummu, memperhatikan dari...
12.2K 975 40
Ada rumor yang menyebar di SMA Dharma Widura. Yaitu tentang sebuah organisasi rahasianya. Tidak ada yang tau siapa saja pengurus, anggota, bahkan pem...
4.6K 1K 33
Terdapat tiga tingkatan di pyramid high school Tingkat pertama duduki oleh sepuluh siswa dengan kemampuan di atas rata rata.ke sepuluh siswa tersebu...
20.6K 3.3K 27
Zeline Keysa Jovanka, seorang agent yang melengserkan diri di usia muda karena sudah tidak punya alasan lagi untuk bertahan di organisasinya. Niat h...