Happy reading
.
.
.
.
.
Saking kagetnya Kanya bahkan sampai cegukan. Membuat Nagara puas, karena niatnya memang ingin balas dendam menggoda sang istri yang kini semakin menjadi-jadi.
Lalu menggeser kursinya agar lebih dekat dengan Kanaya.
Kemudian Nagara menyangga kepalanya dengan satu tangan bertumpu di atas meja. Menatap istrinya dari arah samping.
"A-apa sih, Mas. Aku cuman bercanda."
"Tapi saya serius."
Melihat wajah Kanaya yang takut dan hampir mewek seperti sekarang membuat jiwa nelangsa Nagara beberapa waktu kemarin setiap kali di goda gadis itu seketika merasa senang.
Tidak cukup sampai disitu. Nagara ingin sekalian membuat Kanaya menangis, agar dia betulan kapok dan berhenti menggodanya.
Tangannya dengan lancar memegang dagu Kanaya untuk menoleh ke arahnya. Dengan jahil Nagara menjilat bibirnya sendiri. Membuat Kanaya salah fokus dan memperhatikan intens ke arah tersebut dengan meneguk ludahnya kasar.
'Rest in peace kewarasan gue,' batin Kanaya.
Dan tanpa aba-aba atau peringatan Nagara mendekatkan wajahnya ke sang istri. Kanaya dengan sigap menutup kedua matanya.
Namun selang beberapa detik tidak ada apapun yang terjadi, membuatnya perlahan membuka matanya kembali.
Wajah Nagara yang berjarak sekitar lima senti darinya. Cukup untuk membuat Kanaya menahan napas. Sedang seringai lebar terpancar di bibir suaminya itu.
"Ngapain tutup mata?"
Kanaya tidak sanggup menjawab. Jantungnya berdetak tidak beraturan. Dadanya terasa sakit sebab tanpa sadar menahan napas. Nagara yang menyadarinya lantas mengelus pipi kanan Kanaya lembut.
"Napas kalo nggak mau mati," ucapnya sambil sedikit menjauhkan diri.
Saat Nagara mengatakan hal tersebut gadis itu baru tersadar dan langsung mengambil oksigen untuk pasokan paru-parunya. Baru saja satu helaan napas terdengar.
Nagara kembali membuatnya harus kesulitan bernapas. Karena dengan tiba-tiba suaminya itu maju dan menyatukan kedua belah bibir mereka.
Berbanding terbalik dengan tadi. Kini mata Kanaya membelalak lebar. Dapat dirasakan Nagara tersenyum disela kecupan mereka. Merasa menang atas permainan yang selama ini Kanaya lakukan.
Dia lantas memiringkan sedikit kepala untuk mulai menggerakkan bibirnya.
Untung sekali, Kanaya sudah mandi sebelum ikut duduk di sebelah Nagara yang tengah memakan dan berceloteh panjang lebar.
Pagutan pelan tanpa tuntutan itu tanpa sadar membuat Kanya larut dengan perlahan menutup kedua matanya.
Secara naluriah juga Nagara menempatkan telapak tangannya di tengkuk leher Kanaya untuk memperdalam ciuman mereka.
Nagara melakukannya dengan mata yang terbuka. Menatap lamat-lamat wajah Kanaya dari jarak sedekat itu. Tangan yang satunya ikut ambil bagian dengan memutar tubuh Kanaya agar sepenuhnya mengarah ke arahnya.
Ciuman itu terhenti sebab salah satu pihak sudah kehabisan napas. Dan Kanaya lah orangnya. Dengan brutal menepuk-nepuk dada sang suami agar menjauh.
Nagara pun mundur dan menyeka sudut bibirnya sendiri. Dia terkekeh pelan begitu mendapati kedua pipi Kanaya bersemu merah.
Napas keduanya masih tersenggal. Dengan kikuk Kanaya meremas ujung kaos yang ia kenakan lalu menunduk. Dia lantas menggigit bibir bawahnya dengan keras.
Nagara memperhatikan itu dan merasa ada yang aneh segera berjongkok di depan Kanaya untuk melihat wajah istrinya tersebut.
Wajahnya terlihat lucu dan menggemaskan dengan kedua pipi yang menggembung juga bibir yang di gigit. Sedang netranya mulai berkaca-kaca.
Padahal tadi Nagara sendiri yang berpikir untuk menggoda gadis itu sampai menangis. Tapi begitu sudah kejadian dia sendiri yang justru panik.
"Apa? Kenapa? Kamu nggak suka? Saya kasar tadi? Nay? Kanaya?"
"Hiks,,,,,,,huhuhuhu."
Isakan Kanaya mulai terdengar. Membuat Nagara makin kelabakan. Dengan pelan ia mengangkat wajah Kanaya agar tidak lagi menunduk. "Di bawah nggak ada uang."
Masih sempat-sempatnya melawak.
Nagara mengulurkan tangannya untuk menata rambut Kanaya dan menyelipkan anak rambut yang menghalangi pipinya ke belakang telinga.
Kanaya masih memandang ke arah lain, enggan menatap Nagara.
"Saya kelewatan? Kamu nggak mau dicium?"
Kanaya menggeleng keras.
"Terus apa?"
Kedua tangan Nagara masih setia menangkup pipi Kanaya. Laki-laki itu menatap Kanaya lekat. Tidak ada kerlingan jahil atau aura mengintimidasi.
".......aku malu."
Nagara tertawa keras mendengarnya. Dia yang tadinya dibuat panik kini mesti menahan rasa sakit di perutnya sebab tertawa.
"Mas Gara ih! Nggak lucu!"
"Lucu, muka kamu lucu hahahaha."
"Kamu jangan gitu lagi."
"Gitu gimana?"
Nagara kembali duduk di kursinya.
"Ya gitu, kalo aku godain kayak tadi berarti aku cuman bercanda! Ka-kamu jangan bikin aku panik!"
"Lain kali kamu harus kasih warning dulu kalo gitu. Lagi bercanda atau serius. Lagi pula ya, Nay. Stop godain saya kayak gitu, kamu kalo di godain balik malah nangis. Jatohnya jadi saya yang jahat."
"Kamu emang jahat!"
Kanaya menggebuk dada Nagara. Tidak terlalu keras tapi suaminya mengaduh kecil. Dan dengan sekali tangkap Nagara mencekal dua pergelangan tangan Kanaya.
"Terus malunya karena apa?"
"...."
"Nay? Saya lagi ngomong sama manusia bukan batu prasasti peninggalan nenek moyang, kan?"
Kanaya mencebik. "....aku masih noob. Tadi itu first kiss aku."
Nagara menyatukan kedua alisnya, "Wah saya pikir kamu jago loh. Waktu itu kan kecap-kecup bibir saya sesuka hati sampai tiga kali. Kayak udah handal."
"ITU KAN CUMAN NEMPEL! Yang ini ciuman beneran."
Kanaya masih bisa merasakan manis bekas bibir Nagara. Dan jika mengingatnya lagi, pipinya tidak berhenti memanas.
"Jadi kapok nggak?"
"...."
"Kapok nggak godain saya terus?"
•••
Kanaya tidak pernah meragukan keakuratan segala skandal yang Nadin ketahui. Tapi ya masa, ini dia udah godain mulu. Dari yang awalnya reaksi Nagara cuek dan datar, Kanaya pikir Nagara risih.
Terus di galakkan, dikira makin eneg. Eh taunya dia malah balik di godain dan sang suami nyosor duluan tuh gimana ceritanya?
Dari pada memikirkan Nagara yang sikap dan sifatnya sulit ditebak. Mending Kanaya ikut teman-temannya.
Rencana mereka akan makan di cafe tempat Ale kerja. Katanya Jeha ingin caper dan curi pandang. Berita yang cukup menggemparkan kala tahu jika keduanya berpacaran.
Secara Jeha orangnya emosian dan sulit sekali di atur. Sedangkan Ale sebaliknya, selembut-lembutnya kaum lelaki. Orangnya soft. Ramah juga. Mau-maunya jadian sama bocah kematian seperti Jeha.
Kanaya memilih satu dress di atas lutut berwarna biru muda yang pas ditubuhnya. Tanpa lengan sehingga menampilkan bahu dan leher jenjangnya yang terkspos.
Cuaca diluar lagi panas-panasnya. Tidak mungkin ia mengenakan hoodie andalannya itu. Rambutnya lalu ia dicepol.
*kira-kira begini lah ya wkwkk*
(cr pinterest)
Dia bersiap-siap dikamar Nagara. Sebab semua barang-barangnya di sana dan belum dipindahkan lagi ke kamarnya. Nanti kalau Kanaya sudah ada tenaga lagi atau paling menunggu Nagara menggusurnya.
Tiba-tiba pintu kamar dibuka dari luar. Nagara masuk dengan kernyitan di dahi juga ekspresi wajah yang terlihat tidak suka dengan pakaian yang dikenakan Kanaya.
"Mau kemana?"
"Hang out sama temen-temen, Mas." jawab Kanaya santai tanpa berbalik badan karena tengah memakai maskara.
"Saya tanya kemana. Bukan sama siapa."
"Cafe Cake Roll. Agak deket sama kampus. Yang biasa anak-anak kampus pada pesen kue buat ultah itu. Yang lagi viral."
Akhirnya Kanaya memutar badannya karena sudah selesai mempercantik diri.
"Bajunya yang bener," ujar Nagara dingin.
Kanaya menunduk dan melihat baju yang ia kenakan, "Ini bener."
"Sekalian aja nggak usah pake baju."
"Mas, apasih." kesal Kanaya. "Aku bisa jaga diri. Kalo ada cowok yang godain bisa aku pukul."
"Oke, pake aja. Tapi perginya sama saya."
"KOK GITU?!"
"Makanya ganti baju kamu."
"Nggak mau! Aku mau pake ini!"
Nagara menatap datar sang istri. Tanpa ekspresi yang bermakna.
"Abis godain saya, mau godain laki-laki mana lagi?"
→→ Next part →→
Waduh ngeri ya omongannya pak dosen satu ini hihihi..buat yang lupa sama temen Kanaya siapa aja boleh liat di part awal-awal ya sayangkuu🖤
Kalo ada typo tolong maafkan hamba yang mulia 🙏☺