"Mas, mau ikut ih~" rengek Nana.
Jeno yang tengah menyisir rambutnya itu menghela nafas.
Nana sedari tadi ingin ikut dengannya ke kantor, karna nanti pulangnya seperti biasa, Jeno akan melakukan terapi.
Jadi Nana ingin menemani Jeno terapi.
"Bukannya gimana-gimana sayang, Mas kerja dari pagi sampai sore loh, nanti lanjut terapi lagi, kemungkinan malam baru pulang. Lagi pun Mas gak mau kamu liat Mas terapi" ujar Jeno.
Nana memeluk tubuh Jeno dari belakang, dan itu membuat Jeno gemes bukan main.
Seperti anak kecil yang ingin di belikan mainan saja tingkahnya.
"Nana gapapa..." Lirih Nana meyakinkan.
Karna dia tau kalau terapi itu kata Jeno lumayan menyakitkan, jadi Jeno tidak mau Nana melihat itu.
"Gak.. nanti kamu nangis, nanti kamu marahin dokternya." balas Jeno yang sudah hafal sikap Nana.
Nana mencabik kesal dan mencubit perut suaminya itu.
"Akh! Kok di cubit?." Tanya Jeno sembari melepaskan pelukan Nana darinya.
Lalu ia menghadap ke arah Nana, melihat wajah kesal itu.
"Pengen ikut!." Kesal Nana.
Jeno terkekeh dan mengecup kening Nana.
"Gak boleh, nurut kata suami, nanti Mas video call aja ya.." Ujar Jeno lembut sembari mengusap pipi Nana dengan ibu jarinya.
Nana yang memang kelemahannya physical touch dan ucapan yang lembut itu seketika luluh.
"Hm ya udah, jangan lama-lama, nanti juga harus video call" ujar Nana yang di balas anggukan serta senyum hangat dari Jeno.
"Iya cinta,,, nih pasangin Mas dasi." pinta Jeno sembari memberikan dasi tersebut kepada Nana.
Nana menurut, mengambil dasi tersebut kemudian memakaikannya pada Jeno.
"Mas Nana pengen." ujar Nana yang terdengar manja di telinga Jeno.
"Pengan apa hm?." Tanya Jeno sembari menatap wajah Nana yang entah kenapa memerah itu.
"Pengen gituan, udah lama gak main." Jawab Nana yang langsung di pahami oleh Jeno.
"Iya sayangnya Mas.. cintanya Mas.. sabar ya, Mas juga pengen, Mas rindu lubang hangat kamu, tapi masih belum boleh.. nanti ya sayang.. kalau udah selesai terapinya, terserah deh mau pakai gaya apa, gaya selancar kek, gaya helikopter kek, terserah!." Balas Jeno yang membuat Nana tertawa pelan.
Tangannya masih sibuk memasangkan dasi Jeno.
"Hahaha siap Mas suami!." Balas Nana yang ikut membuat Jeno terkekeh.
"Dah selesai." ujar Nana saat sudah selesai memasangkan dasi Jeno.
Jeno mengangguk.
"Makasih sayang." ujar Jeno.
"Hm, iya Mas." Balas Nana sembari tersenyum.
Jeno menangkup wajah Nana yang membuat Nana terdiam.
"Kamu tau gak alasan Mas gak mau kamu ikut walaupun cuma ke kantor?" Tanya Jeno.
"Apa?" Jawab Nana.
"Soalnya Mas gak mau kamu ketemu mantanmu itu, dia ada di korea dan sering ke kantor Mas, selain kami melakukan kerja sama, Mas dan mantanmu itu sekarang jadi teman hehe" ujar Jeno yang membuat Nana ternganga.
"Ish.. Mas kok gitu~" rengek Nana.
Jeno tertawa mendengar rengekan Nana.
"Hahahaha gak sengaja sayang sumpah, itu loh awalnya yang Mas minta rekomendasi tempat terapi itu, habis itu dia sering menghubungi Mas dan menanyakan kabar baiknya. Kami kan juga sering ketemu karna ada kerja sama, ya udah jadi teman deh. Not bad lah selagi dia gak ketemu kamu" ujar Jeno.
Nana mencabik kesal.
"Mas kan minta aku buat gak berhubungan dengan mantanku lagi! Kenapa sekarang Mas yang berhubungan sama dia di luar pekerjaan?!" Tanya Nana tak suka.
Bukan apa, dia sama mantannya kan berpisah bukan karna tidak lagi saling mencintai, tapi karna berbeda agama.
"Iya Mas tau, Mas juga gak bodoh sayang. Makanya itu Mas gak mau kamu ketemu sama dia. Walaupun katanya dia udah ikhlas karna kamu dapat pasangan yang cinta sama kamu, ganteng, mapan, perfect man lah" ujar Jeno yang membuat Nana mendelik.
"Ih Mas muji diri sendiri!" Ujar Nana sembari menatap Jeno dengan tatapan geli nya.
"Tapi itu kenyataan sayang!" Ujar Jeno tak terima.
"Mana ada ganteng" ujar Nan sembari berlalu meninggalkan Jeno.
Jeno melotot dan langsung bercermin.
Menatap wajahnya di cermin dengan seksama.
"Ganteng kok" gumam Jeno pelan.
"Sayang!!" Seru Jeno kemudian yang setelah itu menyusul Nana keluar kamar dengan perasan tak terima.
Nana yang mendengar teriakan itu tertawa dari lantai bawah.
Senang sekali mereka bisa lepas dan kembali hangat seperti sebelumnya walau memang sering bertengkar.
Tapi itu lebih baik dari pada penuh kasih sayang namun ada yang mengganjal di hati masing-masing.
"Untung cinta!" Gerutu Jeno ketika ia keluar dari dalam mobilnya yang sudah terparkir di parkiran kantornya itu.
Sedari tadi Jeno menggerutu kesal karna Nana bilang dia tidak ganteng.
"Kalau gak ganteng kenapa milih aku buat dia nikahi coba?!" Gerutu Jeno lagi sembari melangkahkan kakinya masuk ke dalam kantornya.
Tak peduli kalau karyawannya memperhatikannya.
Ia asik menggerutu.
"Hei hei kenapa pagi pagi udah menggerutu hah?" Tanya seseorang yang datang menghampiri Jeno dan berjalan di samping Jeno.
Jeno menoleh dan mendapati Alvin alias mantan Nana ada di sampingnya.
"Ck! Biasa cantikku ngeselin" Jawab Jeno yang membuat Alvin terkekeh.
Jeno selalu memanggil Nana dengan sebutan si cantik atau cinta saat berbicara dengan Alvin.
Seolah selalu mengingatkan kalau Nana adalah miliknya.
"Kenapa lagi cantikmu itu hah?" Tanya Alvin.
Alvin sendiri pun tidak tau kenapa mereka dekat, padahal Jeno adalah suami mantan tercintanya.
Tapi mungkin itulah definisi cinta yang sebenarnya. Ikut bahagia dengan kebahagiaan orang yang ia cintai, menyayangi orang yang menyayangi Nana.
"Masa gua di bilang gak ganteng Vin! Yang benar aja! Padahal dia yang buat aku sampai nikah sama dia kayak gini." Gerutu Jeno.
Alvin terbahak mendengar penjelasan akar dari masalah yang membuat Jeno tak henti menggerutu sedari tadi.
Lalu Alvin menggeleng.
"Gua kira masalah apa.. astaga." Ujar Alvin.
"Ini menyangkut harga diri Vin, dua selalu gua puji cantik lucu, eh giliran kita di katain gak ganteng!" Kesal Jeno.
"Hahaha Nana kan emang seneng gitu Jen, dia paling suka bikin kesel pasangannya tapi kalau dia yang di bikin kesel.. dah pasti perang dunia udah" ujar Alvin yang membuat Jeno mengangguk setuju.
"Mana benar lagi, oh iya ya lo kan mantannya" ujar Jeno yang seolah sadar dengan siapa Kevin.
Alvin terkekeh.
"Saran gua sabar aja deh Jen, anaknya memang tantruman, kalau lo ikut tantrum juga mah sama aja kalau gitu" ujar Alvin.
"Iya, gua memang harus sabar banyak-banyak kalau ngadepin Nana. Percuma juga gua marah kalau akhirnya dia yang balik marah" ujar Jeno.
Ting!.
"Bentar ada pesan masuk" ujar Jeno pada Alvin.
Alvin mengangguk dan membiarkan Jeno melihat ponselya.
"Ck! Emang bisa kalau masalah ngebujuk!" Kesal Jeno saat melihat isi pesan yang masuk di ponselnya.
"Dari Nana?" Tanya Alvin.
Jeno mengangguk.
"Dia chat apa?" Tanya Alvin kepo.
"Biasalah ngebujuk dengan jurus andalannya" ujar Jeno.
"Gimana tuh?" Tanya Alvin.
Jeno mengerutkan keningnya.
"Lo gak tau?" Tanya Jeno terheran.
Alvin menggeleng.
"Enggak, orang dia gak pernah bujuk bujuk gitu. Mau gua atau dia yang salah tetap harus gua yang bujuk." Jawab Alvin yang membuat Jeno mengangguk paham.
Maka dari itu Jeno pun memperlihatkan pesan yang di kirim Nana padanya kepada Alvin.
"Wih bisa juga Nana kayak gini bujuknya ya" ujar Alvin sembari bertepuk tangan.
Menatap Jeno dengan tatapan kagum.
Jeno yang melihat reaksi Alvin itu dalam sekejap merasa di atas awan.
Ia terkekeh penuh wibawa.
"Udah biasa kalau sama gua Vin, itu mah pap biasa, kalau jurus jitunya beda lagi, iman seketika luntur" ujar Jeno bangga karna bisa melebihi Alvin.
Alvin mangguk-mangguk.
"Kalau itu wajar sih Jen, lo kan suaminya" ujar Alvin.
Jeno menepuk keningnya.
"Oh iya ya, lo cuma pacarnya dulu ya! Astaga lupa gua" ujar Jeno dengan ekspresi mengejeknya.
Alvin menatap Jeno sengit.
"Taik lo Jen!" Kesal Alvin yang membuat Jeno terbahak.