Pagi ini mood Renata benar-benar baik. Bahkan sedari ia memasuki gerbang sekolah, gadis itu membalas semua sapaan siswa-siswi yang lewat menyapa dirinya. Hingga sekarang, jam istirahat kedua.
Renata berjalan sepanjang koridor lantai tiga menuju ke perpustakaan dilantai tersebut, dengan membawa tumpukan buku-buku yang harus ia serahkan pada penjaga perpustakaan. Ini perintah dari wali kelasnya. Huh! Menyebalkan! Tapi, tak apa! Karena dirinya sedang dalam mood baik.
Ting.
Renata masuk kedalam perpustakaan setelah pintu kaca itu terbuka secara otomatis. Kakinya melangkah mendekati meja yang berada dekat dengan pintu.
Gadis itu tersenyum sambil menyapa penjaga perpustakaan. "Hai, Kak!"
Wanita berprofesi penjaga perpustakaan itu menoleh sedikit terkejut, sedetik kemudian membalas senyuman gadis didepannya. "Hai juga, Ren!" senyumnya ramah.
"Eh, mau ngembaliin buku?" tanya wanita itu basa-basi.
Renata mengangguk sebagai jawaban. "Iya nih, Kak. Bukunya mau taruh dimana?"
Wanita itu tersenyum simpul. "Taruh disini saja, biar nanti Kakak aja yang nyusun nya ke-rak buku." ujarnya.
"Oh, okey." Renata meletakkan tumpukan buku-buku itu diatas meja, lalu kembali menatap wanita itu. "Okey. Thanks ya, Kak. Renata pamit dulu, permisi."
Wanita itu mengangguk. "Sama-sama, Ren. Daaahh!"
Wanita itu melambai singkat, dibalas acungan jempol oleh Renata. Setelahnya, gadis itu pergi keluar menemui para sahabatnya yang menunggu ditangga lantai empat.
●●●
Puk!
"Sorry, lama nunggu." Renata menyangga tangannya pada bahu Elsa, membuat gadis itu tersentak kaget.
"Njing! Gue kira setan, ternyata induknya!" kesal Elsa mengelus-elus bahunya yang ditepuk Renata.
Renata melotot tajam sambil berkacak pinggang. "Lo kali, sesepuh nya! Enak aja bilangin gue induknya setan!" sewot gadis itu.
"Yee, sesama setan pake ngebacot." cibir Cila pelan, nyaris tak terdengar.
Aileen terkekeh kecil, sedangkan yang lain hanya menonton dengan santai.
"Diem lu Cil! Btw, kalian lagi bahas apa?" tanya Renata sembari berjalan duduk di samping Daisy.
"Lagi ngejek si Zifa." jawab Cila sambil menatap Zifa dengan wajah menyebalkan.
"Aigo... Pasti soal semalem." ucap Renata sambil terkekeh.
"Hehe.. Gue ada videonya, mau liat gak? Lo belum liat kan?" tanya Cila.
Renata menatap Zifa sekilas dan melihat raut wajah yang tidak mengenakan darinya itu, membuatnya mengurungkan niat untuk menonton video itu. "Em.. Gak usah deh, kan gue dah liat semalem." jawab Renata sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
Renata maupun Cila terdiam, begitupun dengan yang lainnya. Siswa maupun siswi berlalu-lalang dihadapan mereka yang berada dianak tangga pertama. Ketujuh gadis itu tengah sibuk dengan dunianya masing-masing di undakan tangga pertama menuju lantai lima.
Dengan posisi mereka yang saling berhadapan, menyisakan ruangan yang cukup luas untuk siswa-siswi lainnya lewat.
Melihat kakak-kakak senior cantik yang memang menjadi topik trending hangat dari awal pertukaran murid, membuat beberapa siswa maupun siswi mengambil kesempatan untuk mencari perhatian ketujuh most wanted girl baru itu.
Seperti sekarang. Beberapa siswa kelas sepuluh dengan tampilan urak-urakan tengah menggoda empat dari ketujuh gadis itu.
"Pantesan permen gue rasanya pahit. Ternyata manisnya pindah ke Kak Elsa." siswa berambut ikal tersenyum malu-malu pada Elsa, yang dibalas bidikan ngeri oleh gadis itu.
"Buset! Bisa aje lo, tong!" seru Aileen. "Pelan-pelan, berondong!" lanjutnya terkekeh geli.
"Piw... Kakak paling ujung! Bagi no wa-nya dong, hehe..." siswa dengan jersey merah menyengir kuda pada Renata yang menunjuk dirinya sendiri. "Gue?" siswa itu mengangguk antusias.
Renata mengusap-usap dagunya seolah berpikir. Ingin menolak, namun melihat binaran mata adik kelasnya itu membuatnya berubah pikiran.
"Boleh deh."
Siswa ber- jersey merah itu segera mengeluarkan handphonenya, lalu menyodorkan nya pada Kakak seniornya itu.
Tangan Renata hampir menyentuh handphone siswa itu, namun sebuah tangan besar menarik tangannya membuat ia tersentak.
"D-davara...?"
Rahang pemuda itu mengetat dengan wajah yang memerah. Dibelakangnya terdapat enam pemuda lainnya yang merupakan sahabatnya.
"Pergi. Sebelum kepala lo hilang dari badannya." intonasi yang terdengar rendah itu membuat siswa-siswa tadi menciut.
"Eh? S-sorry bro."siswa ber -jersey merah itu pergi dengan tergesa-gesa diikuti teman-temannya yang sama takutnya seperti dirinya.
Setelah kepergian siswa-siswa tadi, Davara belum melepaskan cekalan tangannya pada Renata. Sampai pemuda itu membalikkan badan gadis itu menghadapnya—beralih memegang kedua pundak gadis itu.
Davara menatap tajam manit hitam gadis didepannya. "Jangan pernah simpan sembarang nomor orang. Kita gak tau tujuan mereka, bisa aja dia bakal hack data kamu, 'kan? Atau dia mau menjebak kamu, bahkan bisa jadi dia mau nyelakain kamu! Kalo sampai itu terjadi, gimana sama ak—"
"EEHH! BUSET SEREPET, TET TET TEEETT! KALO MAU BUCIN JANGAN DISINI! KASIHANIN YANG JOMBLO ATUH!" suara heboh Arga memotong ucapan Davara, yang sekarang menatap tajam dirinya.
Darren merangkul Arga. "Tau nih! Mentang-mentang udah dapet lampu ijo, gass keun mang!" cibirnya. "Aku mah apa, atuh~ Cuman si jomblo akut~" sambung Arga bernada.
Devano terkekeh pelan mendengar ocehan Darren dan Arga, Haikal dan Bara hanya menaikkan sebelah alisnya bingung, menatap Dean yang tengah mesem-mesem sendiri. Seperti... orang yang baru saja menang lotre.
"Lo aja kali yang jomblo! Gue mah, udah punya..." seru Dean secara tiba-tiba.
Arga tersedak air liurnya sendiri. "Pfftt... Baru tau gue ada yang demen sama lo? Perasaan gak ada deh.." tawa Arga dan Darren pecah diikuti Devano yang tersenyum menahan tawa.
Renata beserta sahabatnya hanya mendengarkan. Haikal, Davara dan Bara saling lirik dengan wajah datar mereka, tak ada ekspresi sama sekali.
Dean memasang wajah masam, matanya melirik diam-diam kearah seorang gadis disana.
"Gue serius, sialan!"
Arga memanggut-manggut dengan bibir yang terkatup menahan tawa yang hendak keluar. "Pfftt... Gue tau, lo pengen banget diseriusin sama cewek. Tapi... pfftt! Jangan sampe ngehalu gini, kasian, ntar jatoh." ledek pemuda itu yang diacungi jempol oleh Darren.
Dean berdecak kesal. Niat hati ingin mempublish-kan hubungannya dengan gadis itu, mereka malah tidak percaya.
"Yaudah, kalo gak percaya! Padahal gue udah nyiapin kata-kata ini buat ngungkapin, kalo gue sama Daisy pacaran." ujar Dean dengan lirihan diakhir kalimat.
Plak.
Brug!
"DEAN!"
Daisy segera menghampiri Dean yang tersungkur kebelakang akibat geplakan refleks Arga.
Daisy membantu Dean berdiri dengan wajah khawatirnya. "Kamu gak apa-apa? Ada yang sakit?"
"Ssshh... Sakit, goblok! Lo pikir gue samsak lo apa?" marahnya, sedetik kemudian mimik wajah pemuda itu dibuat sesedih mungkin. "Pantat aku sakit~ Hiks, liat! Jidat aku juga sakit, hiks. Jidat aku benjol, huwaaa!" adu Dean layaknya anak kecil.
Arga melotot. "Heh! Gue geplak pala lo pelan ya! Lebay lo, Yanto!" delik Arga.
Renata, Cila, Elsa, dan Aileen, menatap tak percaya apa yang dilakukan oleh Daisy barusan. "Hah?" kaget Elsa.
"Eh, lo tau trend 'where's my big baby?' itu gak sih?" tanya Cila pada Elsa sambil terkekeh.
"Tau, tau! Yang kek gini kan, "Mulai sekarang berhenti manjain aku!" gitu kan?" jawab Elsa.
"Iya, iya! Terus lanjut nya, "where's my big baby?"
"MEEEE!! HAHAHAHA!" tawa Cila dan Elsa. "Mirip banget sama yang kejadian sekarang!" sambung Elsa.
Sedangkan yang lain hanya terkekeh pelan melihat kerandoman mereka ber-dua. "Eh, btw, kalian kapan confess nya?" tanya Darren.
Dean mencebikkan bibirnya. "Dua hari yang lalu."
Pemuda itu meraih tangan Daisy, lalu meletakkannya diatas kepalanya. "Elus, biar benjol nya hilang, hehe." pintanya yang langsung dilakukan Daisy.
Daisy meringis pelan kala matanya tak sengaja melirik wajah-wajah tak mengenakkan ke-enam sahabatnya.
Aish... Seharusnya udah gue bilang dari semalem-semalem sama mereka. Bodoh lo, Sy! Batin Daisy merutuki dirinya sendiri.
Arga dan Darren serempak melotot jijik. "ANJING LO, YANTO! MIRIP OM-OM PEDO TAU GAK!!"
●●●
TBC