MY PERFECT STRANGERS - JENLIS...

By Skye_Aelius

577K 85.3K 6.4K

Kegagalan dan Kehilangan, dua fase yang pasti dilewati oleh semua manusia yang hidup di dunia. Awalnya mereka... More

PROLOGUE
Chapter 01
Chapter 02
Chapter 03
Chapter 04
Chapter 05
Chapter 06
Chapter 07
Chapter 08
Chapter 09
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Chapter 41
Chapter 42
Chapter 43
Chapter 44 [M]
Chapter 45
Chapter 46
Chapter 47
Chapter 48
Chapter 49
Chapter 50 [M]
Chapter 51
Chapter 52
Chapter 53
Chapter 54
Chapter 55
Chapter 56
Chapter 57
Chapter 58
Chapter 59
Chapter 60
Chapter 61
Chapter 62
Chapter 63
Chapter 64
Chapter 65
Chapter 66
Chapter 67
Chapter 68
Chapter 69
Chapter 70
Chapter 71
Chapter 72
Chapter 73
Chapter 74 [M]
Chapter 75
Chapter 76
Chapter 77
Chapter 78 [M]
Chapter 79
Chapter 80

Chapter 14

4.9K 856 22
By Skye_Aelius

Tit!

Pintu kaca itu terbuka lebar, detik berikutnya Rosé melangkah keluar diikuti oleh Jisoo dan rekannya yang lain. Rosé memang dokter spesialis bedah, tapi jika di ruang operasi jelas saja dia tidak bekerja sendiri karena dia selalu bekerja secara tim.

Rasa lelah mereka rasakan, bukan tanpa alasan tapi karena rumitnya operasi yang mereka jalani hari ini. Hanya satu pasien, tapi operasi transplantasi jelas membutuhkan waktu yang sangat lama. Dari pukul 8 pagi mereka di ruang operasi, dan mereka keluar pukul 1.30 siang.

"Saya selalu merasa senang saat bekerja satu tim dengan anda, dokter Park." Ucap seorang dokter seraya melepas maskernya."

Rosé tersenyum, "Begitu pun sebaliknya, saya pun merasa senang bisa bekerja sama dengan tim yang luar biasa seperti kalian." Jawabnya.

Mereka terus berbincang, membahas tentang operasi transplantasi yang baru selesai mereka kerjaan. Kerumitan operasi cukup menguras tenaga, tapi mereka senang karena operasi berjalan lancar, memang belum bisa di katakan berhasil karena pasien masih dalam pemantauan 1x24 jam.

"Karena sudah waktunya makan siang, bagaimana jika kita makan bersama, dok?" Saran salah satu dokter.

Rosé mengangkat sebelah alis, "Sebenarnya saya ingin, tapi ada yang harus saya lakukan dulu di ruangan, jadi duluan saja." Jawabnya sesopan mungkin.

"Begitu, baiklah. Jika begitu, kami permisi, dok."

Rosé mengangguk dan tersenyum tanpa mengatakan apa pun, dia dan Jisoo berlalu ke arah tangga. Ruang operasi ada di lantai 4, ruangan Rosé ada di lantai 3. Rasanya terlalu menghabiskan waktu jika menggunakan lift, jadi menggunakan tangga lebih baik walau pun dokter yang lain menggunakan lift.

Beberapa saat kemudian Jisoo dan Rosé sampai di lantai tiga, Jisoo diam tapi dia terus melangkah mengikuti Rosé ke ruangannya. Selain Rosé, jelas saja Jisoo pun merasa sangat lelah karena dia setia mendampingi Rosé.

Sampai detik ini Rosé masih berusaha untuk menyingkirkan Jisoo, cara pada direktur gagal, jadi Rosé selalu bersikap semaunya agar Jisoo lelah berada di sampingnya. Tapi sayangnya, sampai saat ini Jisoo selalu bertahan dan setia di sampingnya tanpa memedulikan semua tingkah seenaknya Rosé, dan semua kalimat tajam yang selalu Rosé ucapkan.

Tidak berselang lama Jisoo dan Rosé sampai di depan ruangan Rosé, setelah membuka pintu Rosé segera masuk diikuti oleh Jisoo. Rosé membuang nafas lemah seraya melangkah ke arah meja kerjanya, setelah itu dia duduk dan menerima rekam medis yang Jisoo berikan.

"Ada waktu kosong dua jam, jika tidak ada keadaan darurat, semua jadwal sesuai. Dan besok, anda akan menghadapi 6 operasi." Ucap Jisoo.

Rosé mengangguk, "Terus pantau kondisi pasien barusan."

"Saya mengerti." Jawab Jisoo.

Rosé kembali mengangguk, tapi setelah itu dia melambaikan tangan sebagai kode pengusiran. Jisoo tidak keberatan, setelah membungkuk hormat sekilas, dia segera berbalik dan keluar dari ruangan Rosé begitu saja.

Rosé sendiri tidak peduli dengan kepergian Jisoo, setelah pintu tertutup dia segera memeriksa dan menandatangani beberapa berkas di atas meja kerjanya. Dia terlihat fokus agar semua bisa segera selesai.

Menit-menit berganti, rasa lapar sangat sulit Rosé kendalikan. Karena perut yang terasa lapar membuat Rosé sulit konsentrasi, jadi dia memutuskan untuk pergi makan siang dulu sebelum melanjutkan kegiatannya, setelah dia menaruh semua berkas penting di dalam brankas, dia segera berdiri lalu dia menyambar ponselnya dan berlalu begitu saja.

Rosé turun ke lantai satu, karena lelah dan tidak memiliki waktu terlalu banyak, jadi dia memilih untuk makan di kafetaria rumah sakit saja. Tiba di lantai satu, Rosé segera melangkah ke arah kafetaria, diiringi oleh senyum dan anggukan ramah pada semua orang yang berpapasan dengannya.

Tepat saat Rosé akan masuk ke kafetaria, tanpa sengaja dia melihat kehadiran Jisoo sedang duduk di sebuah bangku. Entah apa yang terjadi dengan Rosé, dia terlihat iba saat melihat Jisoo duduk seorang diri, sedang memijat pundak dan meregangkan otot-ototnya.

"Dia pasti kelelahan."

Rosé membuang napas lemah, detik kerikutnya dia segera masuk ke dalam kafetaria. Tidak berselang lama Rosé keluar, dia membawa dua buah kaleng minuman di tangannya, tapi saat dia berbelok dan melangkah untuk menemui Jisoo, dia terlambat karena dia melihat Jisoo sedang bersama seorang pria, sedang berbincang dan tertawa bersama.

"Jika tidak salah, dia dokter spesialis saraf. Ck!"

Rosé merasa tubuhnya sangat memanas, rasa cemburu dia rasakan tapi dia menepis perasaan konyolnya. Semua memang terasa konyol bagi Rosé, sudah lama mereka berpisah, namun kenapa dia merasa sangat tidak nyaman saat melihat Jisoo bersama yang lain?

Di sisi lain...

Lisa dan Irene baru saja selesai makan siang bersama, karena sama-sama sedang bebas jadi mereka menunda untuk kembali meski pun jam istirahat sudah berakhir. Pembahasan Lisa tidak jauh dari dunia kerja, hal itu cukup membuat Irene merasa sedikit sebal.

"Tapi, aku lihat kau sangat akrab dengan Brian." Ucap Irene mengalihkan pembicaraan.

Lisa tersenyum, "Ya, kami dekat. Seperti yang kau tahu, dia salah satu pasien tanggung jawabku. Selain itu, yaa.. Karena aku menyukai anak kecil." Jawabnya.

Irene mengangguk dan tersenyum, jelas saja dia sudah tahu jika Lisa menyukai anak kecil. Selain itu, Irene pun sudah tahu apa yang membuat Lisa menyukai anak kecil, dia juga tahu tentang Lisa yang gagal memiliki anak karena istrinya meninggal dunia.

"Kau bisa memiliki anak sendiri tanpa harus dekat dengan anak orang lain, Li." Ucap Irene.

"Aku tahu. Mungkin memiliki anak memang mudah, I mean.. Aku bisa adopsi. Tapi aku tidak mau karena aku ingin memiliki anak kandung, hanya saja.. Menikah tidak semudah itu." Jawab Lisa.

"Kenapa tidak mudah?" Irene tersenyum seraya memperhatikan setiap inci wajah Lisa.

"Karena suka dan cinta saja tidak cukup untuk menjadi landasan sebuah pernikahan." Jawab Lisa.

Irene mengangguk, "Jika aku boleh tahu, bagaimana type wanita idaman mu?"

"Kau," Lisa tertawa seraya menggelengkan kepala, "Kenapa kau bertanya hal seperti ini?" Tanyanya.

"Hanya ingin. Yaa, siapa tahu aku bisa menjadi salah satu kandidat wanita idamanmu." Irene memberi wink pada Lisa, tapi dia tertawa setelahnya. Dia serius dengan ucapannya, namun dia sengaja tertawa agar Lisa menganggap dia bercanda dan mau menjawab.

Lisa menggeleng dan terkekeh pelan lalu menyesap minumannya, dia menoleh keluar jendela dan menunda untuk menjawab pertanyaan Irene. Irene diam menatap Lisa, tapi jelas dia menunggu jawaban Lisa.

"Wanita idamanku, tidak neko-neko. Aku menyukai wanita yang lemah lembut, penuh perhatian, memiliki aura keibuan. Cantik itu bonus untukku, karena yang terpenting dia setia dan bisa membuatku merasa sempurna." Lisa menoleh pada Irene setelah berbicara.

"Aku tidak percaya kau tidak menyematkan 'harus sexy'." Ledek Irene.

Lisa tertawa, "Sexy untukku saja, aku lebih suka itu."

Irene menunduk setelah mendengar jawaban Lisa, dia menarik turun rok yang dia gunakan hari ini. Ucapan Lisa membuat Irene memiliki keinginan untuk lebih tertutup karena dia sadar dia senang terlihat sexy. Wajar, tubuhnya bagus jadi dia ingin orang-orang melihat kemolekannya.

Lisa sendiri tidak akan munafik, dia menyukai wanita sexy. Tapi seperti yang dia katakan, dia lebih suka wanita sexy hanya untuknya saja. Dalam artian, di dalam rumah dan sedang bersamanya. Lisa mengakui jika dirinya egois, tapi arti egois di sini adalah; apa yang menjadi miliknya hanya boleh dilihat olehnya dan menjadi miliknya saja.

"Lebih baik kita segera kembali, Bae," Lisa mengangkat lengan kiri memeriksa jam tangannya, "Aku ingin menemani Brian." Lanjutnya.

Irene mengangkat sebelah alis setelah berbicara, rasanya tidak suka setelah mendengar ucapan Lisa. Lisa meminta kembali hanya karena ingin menemani Brian? Padahal Brian bukan anak kandungnya, tapi kenapa Lisa sangat perhatian pada Brian? Irene tidak habis pikir, namun dia tidak bisa melarang.

Setelah membayar semua pesanan mereka, mereka segera berdiri dan melangkah untuk keluar dari resto yang mereka kunjungi. Tadi Irene melihat Lisa membukakan pintu untuk Jennie, tapi Lisa tidak melakukan untuknya. Apa Lisa tidak tertarik padanya?

Gimhae Internasional Airport

45 menit. Waktu yang Jennie dan satu set crew miliki untuk beristirahat sebelum mereka kembali mengudara untuk penerbangan selanjutnya. Karena semua tugas sudah selesai dan pesawat sudah di bersihkan, jadi para awak kabin memilih berbincang bersama untuk menikmati waktu istirahat yang tersisa.

Tapi, di saat orang lain asyik berbincang, Jennie memisahkan diri karena sedang asyik melakukan panggilan video bersama putranya. Sesekali Jennie tersenyum dan merasa senang karena Brian terlihat lebih ceria dari biasanya, sudah tidak lemas meski wajah masih tetap pucat.

"Kenapa aku tidak boleh dekat dengan Lili?"

Jennie tahu Lisa tidak mematuhi perintahnya untuk menjauhi Brian, bahkan dia mendengar aduan Brian tentang Lisa yang kembali datang bahkan membelikan mainan untuk anaknya. Jennie memang tidak menyuruh Brian mengembalikan mainan itu, namun dia meminta Brian agar menjaga jarak dengan Lisa, dan itulah jawaban yang Brian berikan setelah mendengar perintah ibunya.

"Nak, tidak semua orang baik bisa kita jadikan teman. Dengar ini sayang, dia juga memiliki keluarga yang harus dia perhatikan, sementara kau? Kita? Kita bukan siapa-siapa untuknya sayang, jadi mulai sekarang kau dan dia hanya sebatas dokter dan pasien. Mommy harap kau mengerti dan mau mendengarkan ucapan mommy." Ucap Jennie, dia berharap Brian mengerti apa maksudnya.

Brian menunduk diujung sana, dia memainkan remote dari mainan yang Lisa berikan untuknya. Pria kecil itu terlihat sendu setelah mendengar permintaan Jennie. Reaksi Brian membuat Jennie tersenyum walau pun dia merasa sedikit kesal di dalam.

"Nak, kau mencintai mommy?" Tanya Jennie karena Brian hanya diam.

"Nde," Brian kembali menatap ibunya, "Aku mencintai mommy."

"Jika begitu, patuhilah. Mommy melarang bukan tanpa alasan. Sekarang kau belum mengerti, tapi yang pasti.. Jika kau dan dia terus dekat, itu akan menyakiti orang lain. Kau pasti tidak mau menyakiti orang lain, bukan?" Tanya Jennie.

"Apa mommy akan bersedih dan menangis jika aku terus dekat dengan Lili?"

"Tentu. Karena saat kau bersamanya, kita akan terjebak masalah yang akan memperumit hidup kita, sayang. Please~"

"Baiklah, aku akan patuh pada mommy. Tapi, jangan bersedih dan menangis mom, aku mencintai mommy."

Jennie tersenyum seraya membuang napas lega, dia senang karena Brian mendengar ucapannya. Selain karena Jennie berubah menjadi tidak suka pada Lisa karena kedekatan Lisa dengan Irene, tapi Jennie selalu ingat tentang cincin pernikahan yang dia lihat melingkar di jari tangan kanan Lisa.

Direbut itu sakit, Jennie pernah merasakannya. Maka dari itu Jennie tidak akan merebut karena tidak ingin orang lain merasakan apa yang dia rasakan, dan tidak ingin ada anak lain yang menjadi korbannya. Tidak peduli fakta yang ada seperti apa, bagi Jennie menghindar adalah pilihan yang terbaik karena dia tidak ingin hidupnya yang sudah rumit menjadi lebih rumit.

Jennie mengalihkan pembicaraan setelah mendengar ucapan terakhir anaknya, dia menanyakan apa yang Brian rasakan sekarang, menyuruh Brian bersabar saat Brian mengatakan jika pria kecil itu merindukan ibunya. Ini baru landing pertama, masih ada tiga landing lagi yang harus Jennie lewati meski itu hanya penerbangan domestik saja.

Setelah semua cukup, Jennie segera mematikan panggilan dan mematikan ponselnya. Tapi saat dia berdiri dan berbalik, dia tersentak karena melihat kehadiran Seulgi yang entah sejak kapan berdiri di sana karena Seulgi tidak tertangkap oleh kamera ponsel tadi.

"Kapten."

Seulgi tersenyum, "Miss, anak anda sakit?" Tanyanya.

Jennie mengerutkan alis, "Darimana anda tahu?"

"Maaf, tapi tadi saya tidak sengaja melihat anak anda mengenakkan piyama rumah sakit dan infus."

"Oh. Iya." Jawab Jennie singkat.

"Di rumah sakit mana? Nanti saya akan datang untuk menemuinya? Mainan apa yang anak anda sukai--"

"Kapten, saya rasa kita tidak terlalu dekat, jadi tidak usah merepotkan. Permisi." Pamit Jennie.

"Jika begitu, bisakah anda memberi saya kesempatan untuk mendekati anda?" Tanya Seulgi membuat Jennie berhenti melangkah.

Awak kabin yang lain berada di Galley depan, berbincang di dekat pintu pesawat. Sementara Jennie duduk di barisan kursi penumpang, tepat di tengah-tengah. Jennie dan Seulgi jauh dari yang lain, jadi tidak ada orang lain yang bisa mendengar percakapan mereka apalagi mereka tidak saling teriak dan berbicara dengan volume suara yang biasa saja.

"Tidak, saya tidak akan memberikan kesempatan itu karena saya tidak ingin dekat dengan siapa pun." Ketus Jennie.

Selesai berbicara Jennie segera bergeser lalu melangkah ke galley belakang untuk memeriksa semua makanan untuk penumpang berikutnya. Penolakan yang Jennie berikan membuat Seulgi merasa sedikit kesal, tapi dia mencoba untuk bersabar karena dia tahu Jennie wanita seperti apa.

Sudah 5 tahun waktu berlalu dari semenjak kejadian menyakitkan itu, tapi sampai detik ini Jennie enggan membuka pintu hatinya walau pun cukup lelah berjuang untuk anak sendirian. Selain Jennie trauma dengan kisah percintaan, Jennie juga takut orang baru yang datang tidak menerima kehadiran Brian. Bukankah menyakitkan jika orang baru hanya melihatnya tanpa melihat kehadiran Brian? Brian sudah pernah dibuang, Jennie tidak mau anaknya kembali merasakan hal yang sama untuk kedua kali. Melindungi. Itu tujuan Jennie.

___
Tbc

Continue Reading

You'll Also Like

899K 81.9K 81
"Hidupku.. sempurna!" - L Hanya cerita biasa, kehidupan manusia. No deskripsi-deskripsian. Too perfect, that's it! Rate 21+ Pure gxg - Jenlisa story...
398K 42.7K 48
⚠️𝗪𝗮𝗿𝗻𝗶𝗻𝗴⚠️ [𝙋𝙡𝙨 𝙙𝙤𝙣'𝙩 𝙘𝙤𝙥𝙮 𝙥𝙖𝙨𝙩𝙚 𝙢𝙮 𝙨𝙩𝙤𝙧𝙮❗❗] =========================================================================...
226K 23.9K 81
In marriage, it's not about finding someone you can live with. It's about finding someone you can't live without. Lika-Liku perjalanan pernikahan Lal...
226K 4.4K 6
Seorang dokter kejiwaan bernama lalisa manoban yang bekerja di salah satu rumah sakit terbaik di seoul, yang setiap harinya hanya fokus dengan pekerj...