***
Bayu yang telah sampai di kelas XII IPA I—kelas dimana Aletha berada. Langsung meminta gadis itu untuk ikut bersamanya.
"Aletha, ikut gue," ucap Bayu datar di ambang pintu kelas.
Circle gadis itu tampak menyoraki Aletha dengan alis yang di naik-turunkan. Aletha membenahi tatanan rambutnya, menatap Bayu dengan senyum terindah yang ia punya.
"Kemana?" tanya Aletha sembari berjalan mendekat ke arah sang pujaan hati.
"Gausah banyak tanya, ikut aja," ujar Bayu yang lagi-lagi datar.
Bayu pun berjalan terlebih dahulu disusul Aletha yang mengikuti langkah besar milik Bayu dengan lari kecil di belakangnya.
Penghuni kelas XII IPA I lantas saling berbisik saat keduanya sudah tak terlihat lagi. Sebuah pemandangan langka dimana seorang Bayu Ardana menghampiri Aletha ke kelasnya. Ada apa kira-kira?
Aletha menatap heran Bayu karena ternyata pujaan hatinya itu membawanya ke ruang OSIS.
"Masuk."
Aletha menurut saja, ia masuk ke dalam ruang OSIS dan dibuat sedikit terkejut dengan beberapa orang asing yang menatap kearahnya.
"Bayu? Ada apa ini? Mereka siapa?" Aletha menoleh ke belakang, menatap Bayu menuntut penjelasan.
Yang ditanya tidak bersuara sama sekali, Bayu menutup pintu ruang OSIS lalu duduk di kursi yang ia tempati sebelumnya.
"Aletha Maheswari?" tanya Javan.
"Ya, kalian siapa? Dan mau apa sama gue?" Aletha bersedekap dada dengan dagu sedikit terangkat. Ia menatap remeh orang-orang di depannya.
"Cih, orang-orang gak jelas lagi," batin Aletha.
"Duduk dulu, ada beberapa hal yang ingin kita tanyain ke lo," ujar Javan tenang. Sedangkan Caksa berusaha mati-matian menjaga ekspresi wajahnya agar tak menatap julid ke arah Aletha.
Aletha terdiam sejenak, ia lalu melangkahkan kakinya dan duduk di kursi yang paling dekat dengan Bayu.
"Tanya apa?" ujar Aletha masih dengan tatapan remehnya.
"Aura antagonisnya kuat banget," batin Zeline tertawa.
Zeline menatap Aletha dari atas ke bawah dengan tatapan menilai. Keangkuhan gadis itu terasa kuat sekali. Entah apa atau siapa yang membuatnya menjadi merasa se-powerfull itu.
Di tengah pikirannya yang berkecamuk, Mahesa menatap Aletha dengan kening yang sedikit mengkerut. Sedangkan Nuri terlihat enggan untuk menatap gadis itu. Ia lebih memilih untuk menatap tembok dengan pigura yang berisikan foto presiden di dalamnya.
"Lo kenal Valerie Agustin?" tanya Javan.
"Hahaha, jadi ini semua karena cewek cupu itu?" Aletha tertawa mengejek.
"Nggak ada yang lucu disini, tolong jawab aja pertanyaan gue," ujar Javan datar. Aletha terdiam karena merasakan tekanan dari orang yang baru saja menanyainya.
"Nggak," jawabnya ogah-ogahan.
"Jawab yang jujur anjir!" Nuri menatap Aletha berang. Benci sekali dia dengan sikap arogan gadis itu.
"Lah? Gue jujur kok, gue kan gak kenal sama cewe cupu itu," jawab Aletha.
"Ck, this shit gonna take a long time," batin Zeline malas.
Caksa menarik napas dalam-dalam. "Lo nggak kenal dia? Tapi lo terbukti merundung Valerie di sekolah ini. Does that make sense?" Ia mengangkat sebelah alisnya.
"Itu salah dia sendiri." Aletha memutar bola matanya malas.
"Hahaha..." Zeline tertawa keras.
"Lo yang merundung, tapi Valerie yang salah? There's something wrong with your brain." Zeline menunjuk kepalanya sendiri menggunakan jari telunjuknya.
"Gue nggak akan bully dia kalau dia nggak mulai duluan!" Aletha menaikkan nada bicaranya.
Nuri justru merinding mendengar suara tawa Zeline yang menggelegar. Entahlah, ia merasa juga ada yang aneh dengan anggota ADC yang satu itu.
"Emangnya apa yang Valerie lakuin ke lo?" tanya Mahesa.
"Karena Bayu suka sama Valerie, sedangkan cinta lo di tolak mentah-mentah sama dia gitu?" ujar Nuri dengan tatapan mengejek.
Kali ini Caksa yang tertawa, hingga air matanya keluar.
"Diem kalian!" Aletha menunjuk Nuri dan Caksa.
"Kalian itu nggak tau apa-apa! Dia udah ngerebut Bayu dari gue, wajar kalau gue kasih sedikit peringatan ke cewek cupu itu!" ujar Aletha dengan dada yang naik turun karena emosi.
"Dia nggak pernah rebut apapun dari lo Aletha, karena dari awal gue bukan milik lo!" ucap Bayu geram. Aletha menatap Bayu tak percaya, perasaan kecewa tergambar jelas di raut wajah gadis itu.
"Sakit sih itu," batin Javan meringis.
"Lo menormalisasi tindakan bullying? Lo gila? Lo bisa kena pasal 76C UU No. 35 Tahun 2014, you know that?" ucap Zeline, ia lalu bersedekap dada.
"Merasa kebal hukum heh?" Zeline menatap Aletha dengan mata menyipit tajam yang dihiraukan oleh gadis itu.
"Kalau lo merasa kecewa atau nggak puas sama kehidupan lo, jangan lampiasin ke orang lain yang nggak ada sangkut pautnya sama sekali." Javan membenahkan berkas di genggamannya.
"Mungkin ego lo bakal terpuaskan, tapi rasa kecewa lo justru akan makin membesar dari waktu ke waktu, karena apa? Karena lo melampiaskannya dengan cara dan orang yang salah," lanjut Javan.
Caksa dan Zeline menatap Javan kagum. Tumben sekali manusia random ini bisa berkata bijak seperti itu.
Aletha terdiam dengan tangan yang mengerat di kedua sisi tubuhnya.
"Dia ada sangkut pautnya! Bayu suka sama dia, dan gue benci itu!" ujarnya dengan mata yang sedikit memerah.
"Apa hak lo sampai benci Valerie segitunya?" Mahesa bertanya spontan.
"Lo siapanya Bayu emang?! Pacar, kakak, adik, keluarga? Bukan kan?!" Nuri bertanya penuh emosi.
"Terus salah Valerie apa?! Karena disukai sama cowok yang lo suka gitu? Yang bener aja!" lanjut Nuri lagi.
"Kalau lo mau benci, silahkan benci Bayu karena dia suka sama Valerie dan bukan lo. Karena lo nggak bisa benci sama Bayu, makanya lo alihkan kebencian lo ke Valerie kan?" ujar Mahesa.
Aletha menunduk dengan mata berkaca-kaca. Genggaman di kedua tangannya semakin mengerat hingga buku-buku jarinya memutih.
Yang mereka ucapkan itu semuanya benar. Dan Aletha juga sadar akan hal itu. Tapi, salahkah dia? Ia hanya ingin Bayu melihatnya, seperti dulu dan seterusnya.
"Udah stop, disini kita itu mau cari tau kemana Valerie menghilang. Bukan ngurusin masalah percintaan kalian," ujar Javan.
"Ah, sorry..." Mahesa menatap anggota ADC tak enak.
"Dia beneran hilang?" Aletha mendongak dengan alis mengkerut.
"Ya, kapan terakhir kali lo liat atau ketemu dia?" tanya Caksa.
"Terakhir gue liat dia kemarin di sekolah ini," jawab Aletha masih dengan kerutan alisnya.
"Tunggu, dia beneran hilang? Maksudnya kaya diculik gitu?? Gue kira cuma rumor," tanya Aletha.
Zeline mengangkat sebelah alisnya, entah karena gadis itu yang pandai berakting, atau karena Aletha memang tidak tahu jika Valerie sungguhan menghilang. Yang jelas, keheranan Aletha terasa nyata bagi Zeline.
"Setelah pulang sekolah, lo kemana dulu?" tanya Javan.
"Mampir ke Dandelion Cafe sama temen-temen gue, abis itu pulang," jawab Aletha.
"Bisa dibuktikan?" tanya Caksa.
"Bisa, kalau kalian nggak percaya. Silahkan cek CCTV di cafe itu," ujarnya yakin.
"Gue emang sering mem-bully dia, tapi gue nggak senekat itu juga buat culik anak orang," lanjutnya lagi.
"Oke, kalau gitu, lo boleh pergi," ujar Javan.
Aletha berjalan keluar ruang OSIS tanpa sepatah kata pun. Sebelum menutup pintu, ia sempat menatap Bayu dengan tatapan sendunya.
"Valerie hilang?" batin Aletha bertanya-tanya. Ia berjalan ke arah kelasnya dengan pikiran yang berkecamuk.
"Jadi, tujuan terakhir Valerie itu di panti asuhan?" tanya Zeline.
"Seharusnya iya," jawab Javan.
"Ini kita mencar lagi mau nggak? Gue pingin tanya sesuatu sama pembina ekskul sains-nya Valerie," ujar Caksa.
"Ada yang tetap di sekolah ini, sama ada yang ke Panti Asuhan Wisma Harapan," lanjutnya.
"Kalian mau ikut kita atau gimana?" tanya Javan kepada Mahesa, Nuri dan juga Bayu.
"Ikut!" jawab ketiganya bersamaan.
"Gue, Nuri sama Bayu aja yang ke panti asuhan. Kalian bertiga di sekolah ini," ujar Zeline sambil menunjuk Javan, Caksa dan Mahesa.
"Nggak papa? Atau gue aja yang ke panti asuhan. Lo sama Caksa di sini," tanya Javan memastikan.
"Kayanya lo lebih dibutuhin di sini deh Kak. It's okay," jawab Zeline.
"Oke, kalau gitu. Gue, Bang Javan sama Bang Mahesa tetap di sekolah ini. Zeline, Nuri sama Bayu ke panti asuhan," putus Caksa.
"Got it," sahut Mahesa.
"Kita langsung berangkat sekarang aja ya." Zeline beranjak dari tempat duduknya diikuti Nuri dan Bayu di belakangnya.
Tiga orang itu meninggalkan SMA Bina Bangsa menggunakan sepeda motor menuju Panti Asuhan Wisma Harapan.
Sisanya, mereka membereskan berkas yang ada di meja, lalu bergegas menuju ruang guru untuk bertemu dengan Dirja Winarta-pembina ekskul sains.
Sesampainya di ruang guru, Mahesa berinisiatif untuk mengetuk pintu. Setelah diizinkan masuk, ketiganya langsung menanyakan keberadaan Pak Dirja.
"Oh, Pak Dirja tidak masuk hari ini. Beliau sedang ada urusan keluarga," jawab seorang guru yang mereka tanyai. Guru itu sempat menatap Caksa dan Javan dengan tanda tanya besar di kepalanya.
"Ah, beliau tidak masuk? Baiklah kalau begitu, terimakasih Bu. Kami permisi dulu," pamit Mahesa.
Caksa berdecak sebal, "Ck, padahal gue pingin banget tanya-tanya sama Pak Dirja."
"Ya gimana? Orangnya aja nggak ada," sahut Javan.
"Di sini ada loker kan? Ke lokernya Valerie coba. Siapa tau ada petunjuk," ujar Caksa.
"Ada, ikut gue." Mahesa memimpin jalan.
Satu dua orang mencuri pandang saat ketiga orang itu berjalan di koridor. Lalu membuat asumsi di kepala mereka masing-masing
Begitu sampai, Mahesa langsung membuka loker milik Valerie setelah meminta kunci cadangan kepada satpam.
Kening ketiganya spontan mengkerut karena melihat sebuah terrarium di dalam tabung kaca berukuran sedang. Terrarium itu berisi tanah, batu, lumut dan beberapa kaktus dan tanaman sukulen yang disusun sedemikian rupa.
"Keren juga hobinya," guman Javan.
Javan mengangkat terrarium tersebut dan menaruhnya di atas loker. Ia kemudian mengambil beberapa buku yang terdapat di dalamnya dan mulai memeriksa.
Ia menyerahkan sebuah buku dengan sampul kulit sintetis berwarna coklat tua kepada Caksa. Karena setelah ia periksa, buku itu ternyata sebuah catatan sekaligus diary milik Valerie.
Saat mengembalikan isi loker seperti semula, Javan malah menemukan sebuah botol kecil tanpa merek dengan beberapa kapsul di dalamnya.
"Apa itu?" tanya Caksa.
Javan mengedikkan bahunya, ia lalu menatap Mahesa.
"Lo tau ini apa?" Javan menunjukkan botol yang ia temukan.
"Gue kadang liat Valerie minum obat itu. Waktu gue tanya sih, dia bilangnya itu vitamin," jawab Mahesa.
"Lo yakin ini vitamin? Kok nggak meyakinkan banget bentukannya." Caksa mengambil botol itu dari genggaman Javan lalu memeriksa isinya.
"Nggak tau juga, kalau gue tanya itu vitamin apa. Jawabannya pasti selalu, rahasia," jawab Mahesa lagi.
"Bawa aja ke rumah sakit. Nanti kita tanya ke dokter itu vitamin apa." Javan memberi saran.
Caksa mengembalikan botol itu kepada Javan lalu mulai membuka buku catatan milik Valerie. Sepertinya catatan itu masih belum lama digunakan, terbukti dengan banyaknya halaman kosong yang tersisa.
Buku itu kebanyakan berisi tentang point-point pada mata pelajaran tertentu, doodle, coretan abstrak dan beberapa curahan hati seorang Valerie.
"Aku berterimakasih banget sama pak Dirja. Tanpa beliau, kayanya aku nggak bakalan bertahan sejauh ini," ucap Caksa tiba-tiba.
"Hm?" Mahesa sontak mendekat ke arah Caksa untuk ikut melihat isi catatan itu.
"Dia sedeket itu sama pak Dirja?" tanya Javan.
"Kayanya lebih dekat dari dugaan gue," guman Mahesa.
Valerie ini tipe orang yang kalau menulis itu menggunakan tenaga dalam. Sehingga tulisannya membekas hingga halaman berikutnya. Caksa menemukan ada selembar halaman yang tersobek setelah tulisan yang tadi ia baca.
"Ini disobek Bang." ia menyerahkan catatan itu kepada Javan.
Javan melihat ada jejak tulisan setelah halaman yang tersobek. Ia kemudian meminta bolpoin pada Mahesa lalu mencoret-coret jari telunjuknya menggunakan bolpoin itu.
Ia lalu mengusapkan tinta yang ada di jari telunjuknya ke halaman yang memiliki jejak tulisan di atasnya. Walaupun tidak terlalu jelas, setidaknya Javan mampu membaca tulisan yang ada.
"Komplek Bandung Raya, Jl. Pasir Putih No. 9, Blok A2. Rumah nomor 47." Javan membaca tulisan itu dengan mata menyipit.
"Alamat siapa itu?" tanya Caksa.
"Nggak tau juga, tapi kalau Komplek Bandung Raya si, nggak terlalu jauh dari Panti Asuhan Wisma Harapan," jawab Mahesa.
"Balik dulu ke ruang OSIS deh, sama sekalian mintain rekaman CCTV sekolah ini," ujar Caksa. Javan dan Mahesa mengangguk.
Ketiganya menghampiri ruang monitor untuk meminta rekaman CCTV kemarin lalu kembali lagi ke ruang OSIS.
Caksa memeriksa rekaman CCTV itu menggunakan laptop yang ia bawa. Di pagi hari, sekitar pukul 06.37 mereka melihat Valerie berjalan memasuki sekolah, lalu menuju ke kelasnya.
Caksa lanjut memeriksa rekaman berikutnya. Di koridor, Valerie sempat di cegat oleh Aletha dan gengnya. Entah apa yang mereka bicarakan. Aletha terlihat mendorong bahu Valerie sebanyak dua kali dengan wajah emosi. Setelah itu, ia meninggalkan Valerie begitu saja.
Setelah itu, tidak ada hal aneh atau mencurigakan yang terjadi. Saat jam pulang sekolah, mereka melihat Valerie berada di parkiran dan tengah berbincang dengan seorang laki-laki.
"Itu pak Dirja," ujar Mahesa sambil menunjuk laki-laki yang terdapat di layar laptop Caksa.
Javan menaikkan sebelah alisnya. "Ngobrolin apa ya mereka?" batinnya bertanya-tanya.
Mereka berbincang kurang lebih selama 3 menit, lalu Dirja terlihat meninggalkan Valerie di parkiran. Tak lama, Bayu muncul lalu keduanya meninggalkan area parkiran dengan menggunakan sepeda motor.
Sebenarnya tidak ada yang aneh dengan rekaman CCTV yang mereka lihat. Normal saja kan seorang guru berbincang dengan muridnya. Apalagi guru tersebut merupakan pembina dari ekskul yang murid itu ikuti.
"Nggak ada yang mencurigakan dari rekaman CCTV ini sebenarnya," guman Caksa.
"Tapi...."
"Kenapa di hari berikutnya, pak Dirja nggak masuk sekolah bersamaan dengan menghilangnya Valerie. Itu yang aneh," ujar Javan yang diangguki oleh Caksa.
"Well, mungkin aja beliau memang ada urusan keluarga. Tapi, timing-nya itu loh." Caksa mengetuk meja menggunakan telunjuknya dengan irama yang teratur.
"Kebetulan kah?" tanya Mahesa.
"Bisa jadi, tapi kita tetap harus minta keterangan sama pak Dirja," sahut Javan.
"Lo satu tempat kost sama Valerie kan?" tanya Caksa.
"Iya, mau kesana? Kostnya nggak jauh dari sekolah ini kok," jawab Mahesa.
"Bol-"
Tok tok tok!
Ketiga kepala itu sontak menoleh ke arah pintu.
"Masuk!" sahut Mahesa.
Dari arah pintu, masuklah Jhonatan dengan satu orang laki-laki yang menggunakan jaket kulit hitam. Tidak terlalu muda, tapi tidak tua juga. Umurnya kurang lebih akhir tiga puluhan.
"Loh? Kok tinggal bertiga? Yang lain kemana?" tanya Jhonatan.
"Mereka ke Panti Asuhan Wisma Harapan, Pak," jawab Mahesa.
"Ah begitu rupanya. Perkenalkan ini Pak Barna Gumelang, dia polisi yang akan membantu kita mencari Valerie," ucap Jhonatan sambil memperkenalkan orang di sampingnya.
Barna tersenyum tipis, ketiganya spontan langsung menyalami polisi itu sambil memperkenalkan diri mereka masing-masing.
"Jadi... Sudah sampai mana penyelidikan kalian? Pak Jhonatan bilang katanya beliau meminta bantuan dari ADC ya?" tanya Barna setelah mendudukkan dirinya di samping Jhonatan.
"Bapak tau ADC?" tanya Caksa.
"Kan heboh banget berita kalian dulu," jawab Barna mengulik kembali peristiwa penggelapan dana spp yang terjadi si SMA Antariksa.
Javan dan Caksa bingung harus bereaksi seperti apa. Keduanya pun hanya bisa tersenyum walaupun lagi-lagi terselip rasa bangga di hati mereka.
Ketiga orang itupun mulai menjelaskan sudah sampai mana penyelidikan mereka kepada Barna. Mereka juga menyerahkan buku catatan dan botol berisi kapsul milik Valerie yang mereka dapatkan tadi. Lalu memutar kembali rekaman CCTV sekolah untuk diperiksa ulang.
"Baiklah, kalau begitu setelah ini kita langsung menuju ke tempat tinggal Valerie. Kemudian saya akan ke tempat Pak Dirja untuk meminta keterangan beliau," putus Barna.
Setelah memastikan beberapa hal, rombongan yang dipimpin oleh Barna itupun bergegas menuju kostan milik Valerie. Sedangkan Jhonatan menetap di sekolah untuk menanyai beberapa siswa yang lumayan dekat dengan Valerie.
Mobil sedan hitam yang berisikan Barna dan Mahesa melaju diikuti dengan motor milik Javan dan Caksa di belakangnya. Barna sengaja tidak menggunakan mobil polisi supaya tidak terjadi kericuhan ataupun kehebohan yang tidak perlu.
Hanya membutuhkan waktu kurang lebih 10 menit berkendara. Mereka telah sampai di Kost Amanda-tempat Valerie tinggal.
Barna segera menemui orang yang menjaga kost tersebut. Setelah menjelaskan kronologi dan hal apa yang terjadi. Mereka diantar oleh Asep—penjaga kost, menuju kamar milik Valerie.
Kedatangan mereka yang terlihat mencolok itu mengundang tatapan bertanya dari penghuni kost yang lain.
Mereka sampai di kamar nomor 237. Kamar itu terletak di lantai 2 sebelah pojok. Asep membukakan kamar milik Valerie menggunakan kunci cadangan yang ia bawa.
Sesaat setelah pintu kamar Valerie terbuka, bau alkohol dan formalin langsung menyeruak masuk ke dalam indra penciuman mereka. Caksa mengibaskan kedua tangannya untuk menghalau bau yang kurang mengenakkan itu.
Begitu masuk ke dalam, mereka terperangah dengan isi kamar milik Valerie. Di dalam sana, ada banyak terrarium dengan berbagai ukuran. Serangga-serangga yang sudah diawetkan. Serta beberapa hewan lain seperti katak, tikus, ikan, dan lain sebagainya di dalam sebuah tabung kaca yang berisikan cairan pengawet.
Di setiap tabung itu terdapat catatan yang menjelaskan tentang apa yang sedang Valerie lakukan dan perkembangan hewan-hewan tersebut.
Ada beberapa hewan yang masih hidup di kandang mereka masing-masing. Banyak cairan kimia, bubuk dan alat-alat yang mereka belum ketahui itu apa dan untuk apa.
"Ini apa ya Allah..." Asep tertegun melihat pemandangan di depannya. Ia tidak berani masuk ke dalam seperti yang lain. Ia lebih memilih menutup pintu dan menunggu di luar agar tidak terjadi kehebohan.
Bulu kuduk Mahesa berdiri. Daripada sebuah tempat tinggal, kamar Valerie lebih mirip seperti sebuah laboratorium mini.
"Nggak beres ini orang," guman Caksa. Ia mengamati dinding kamar yang dipenuhi dengan tempelan kertas berisi tentang bahan dan racikan kimia yang tidak ia pahami. Caksa banyak mengambil gambar dari kamar kost Valerie.
Javan berjalan mendekat ke sebuah bingkai yang berisikan tikus putih yang telah diawetkan. Dengan tubuh yang sudah berlubang, dan sebuah organ yang terletak di samping tubuh tikus itu.
"Ovariektomi," Javan membaca tulisan yang terletak di atas bingkai. Dan organ yang berada di samping tubuh tikus itu ternyata adalah ovarium.
Ovariektomi merupakan tindakan mengamputasi, mengeluarkan dan menghilangkan ovarium dari rongga abdomen manusia atau binatang percobaan.
Barna berkeliling kamar milik Valerie, dari ruang depan, kamar, hingga kamar mandi. Mengambil sampel sebanyak yang ia bisa untuk diserahkan ke laboratorium.
Mahesa mengambil figura yang berisikan foto Valerie yang memenangkan lomba sains dengan Dirja di sampingnya.
"Jadi ini alasan lo nggak pernah ngebolehin gue sama Nuri masuk ke sini..." guman Mahesa. Ternyata, ia sama sekali tidak mengenal siapa orang yang disukainya.
"Ya halo." Barna tampak menerima telepon dari seseorang.
"Oh begitu, baik. Kami akan menemui beliau setelah ini."
Setelah sambungan telepon terputus, Barna menghampiri tiga orang lainnya.
"Jelas ada yang tidak beres disini. Pak Jhonatan baru saja menelepon saya, beliau bilang ada salah satu teman sekelas Valerie yang melihat dia bersama Pak Dirja kemarin sore sekitar pukul enam lebih di perempatan jalan Pasir Jati," jelas Barna.
"Saya akan meminta beberapa anggota saya untuk memeriksa tempat ini lebih lanjut. Ada banyak sekali barang tidak wajar di sini," lanjutnya lagi.
Belum sempat ada yang memberikan reaksi, bunyi notifikasi dari ponsel milik Javan dan Caksa mengalihkan atensi mereka. Terdapat sebuah notifikasi chat dari grup ADC.
Zeline mengirimkan sebuah alamat dan pesan yang membuat Caksa dan Javan panik seketika.
『••✎••』
.
.
.
.
.
Sumber Ovariektomi : Google (Repository UNAIR)
Hello guyss, apa kabarnya nih hari inii? Ada yang mau curhat? Boleh bangett, silahkan berkeluh kesah disini ლ(◉❥◉ ლ)
Gimana part ini menurut kalian?
Btw, temen sekelasnya Valerie yang dimaksud Pak Jhonatan itu yang diawal nggak sengaja tatapan sama Zeline itu lohhhh.
Kalau ada typo, kritik, saran atau apapun itu, tolong kasih tau aku yaaa
Jangan lupa vote, komen dan share kalau kalian suka sama cerita inii, THANK YOU (✿ ♥‿♥)
Perkenalkan ↓↓↓
MAHESA RANDI / Mark NCT
Ketua OSIS SMA Bina Bangsa
Btw Nuri, Bayu, sama Aletha perlu aku kasih visualnya juga nggak? Coba gimana pendapat kalian( ͡°³ ͡°)
SAMPAI JUMPA DI CHAPTER BERIKUTNYA 👋