SUARA SASTRA

By GreysAmour

16.9K 2.6K 915

SEASON 2 DARI KAYESHA PUBLISH ULANG BERTAHAP KARENA SEDANG REVISI TYPO [Sayang, kamu di mana?] [Aku harus car... More

00
01
02
03
04
05
06
07
08
09
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
33
34
35
36
37

32

417 70 22
By GreysAmour






selamat membacaa



***

"Jangan lari!"

Sastra tersenyum setelah berhasil mencegah Kayesha yang terlihat mulai berlari ke arahnya. Kayesha tidak jadi berlari tetapi tetap mendekat dengan langkah lebarnya juga dengan senyum yang semakin lama semakin melebar. Sastra pun memutus sambungan telepon mereka yang masih terhubung lalu membuka kedua tangannya lebar-lebar dan langsung memeluk erat Kayesha begitu tubuh Kayesha menabrak pelan tubuhnya.

Keduanya tersenyum senang sampai Kayesha bertanya, "Kok kamu bisa ada di sini?"

"Bisa dong, kan naik pesawat ...," jawab Sastra diiringi kekehan ringan yang membuat Kayesha mendongak dengan mata yang memicing.

Bukan jawaban itu yang ingin Kayesha dengar.

"Ish, aku serius, Sastra!"

Kekehan Sastra kian menjadi lalu tanpa benar-benar sadar ia memberikan sebuah kecupan di dahi Kayesha. Kayesha sama sekali tidak menolak, yang ada ia justru memejamkan mata dengan senyum yang kembali mengembang.

"Aku gak tahan ... kangeeeen banget sama kamu. Makanya aku ke sini," jawab Sastra yang satu kali lagi memberikan kecupan di dahi Kayesha.

"Kenapa gak kasih tahu aku dulu sih? Aku kira kamu kenapa-napa di sana sampai gak ngabarin aku sama sekali."

Kayesha kembali menundukkan wajahnya sehingga kini wajahnya ada di depan cerukan leher Sastra. Aroma parfum Sastra yang dulu hampir setiap pagi ia cium ketika mereka hendak pergi sekolah pun tercium kembali oleh Kayesha setelah sekian lama. Memori hari-hari itu juga seketika menyeruak masuk ke dalam ingatannya. Sungguh Kayesha tidak bisa berbohong jika ia juga sangat merindukan Sastra sehingga ia mempererat pelukannya seraya kian menyamankan diri dalam pelukan Sastra.

"Kan, aku mau kasih surprise."

Kayesha tidak menanggapi jawaban Sastra itu begitu juga dengan Sastra yang tak lagi bicara dan kini mulai memejamkan mata dengan pipi kiri yang ia sandarkan di atas kepala Kayesha. Rasanya ribuan kata terima kasih kepada Tuhan tetap tidak bisa menggambarkan sebesar apa rasa syukurnya karena ia benar-benar bisa kembali melihat dan memeluk raga Kayesha.

Setelah cukup lama berpelukan bahkan sampai menjadi tontonan orang yang berlalu-lalang, Sastra pun membuka matanya, ia kembali tersenyum dan berkata, "Ayo pulang, nanti lanjut lagi pelukannya di rumah ... Bunda bilang makan malam kita udah siap."

Kayesha langsung mengurai pelukannya dan menatap Sastra dengan terkejut. "Bunda tahu kamu mau ke sini?!"

Sastra tersenyum seraya mengangguk dan ya, Ayla memang tahu ia akan datang. Jika saja Kayesha lebih teliti, ia mungkin bisa menyadari petunjuk dari perkataan Ayla pagi tadi. Ayla mengatakan jika ketika Kayesha selesai dengan kuliahnya hari ini, Sastra akan "ada". Namun, Kayesha pikir maksud "ada" yang dikatakan Ayla adalah Sastra yang akan membalas pesannya bukannya akan "ada" tepat di depannya seperti ini.

"Yuk?" ajak Sastra seraya mengulurkan tangan kanannya.

Kayesha tanpa pikir panjang langsung meraih uluran tangan itu, mereka pun bergenggaman tangan dengan satu tangan Sastra yang lain yang langsung meraih geretan kopernya.

"Kamu baru nyampe, Sas?" tanya Kayesha yang tentu saja bertanya demikian karena melihat koper ukuran sedang milik Sastra juga tas gendong yang ada di balik punggung Sastra.

Sastra menoleh dengan senyum yang rasanya tak kunjung pudar, ia lalu menjawab, "Aku landing sekitar 2 jam lalu. Setelah itu langsung ke sin—"

"Kamu kenapa gak langsung ke tempat Bunda aja? Itu lebih deket daripada harus ke sini, Sastra!"

Kayesha bukannya tidak senang Sastra datang ke tempatnya tapi butuh waktu sekitar 1 jam dari bandara untuk sampai ke sana jika Sastra menaiki kereta yang artinya Sastra mungkin sudah menunggunya di luar sana cukup lama. Lalu, jika Sastra datang dengan taksi, maka ia pasti sudah jauh lebih lama lagi menunggu Kayesha di sana.

"Aku kan maunya jemput kamu dulu. Aku udah kangeeeeeeen banget sama kamu, makanya begitu sampai maunya langsung ketemu kamu."

Kayesha tak bisa menanggapi perkataan Sastra itu dengan kata-kata sehingga ia hanya menunjukkan senyum yang sayangnya terlihat sedikit sendu.

Sesayang itu Sastra kepadanya walau mereka telah berpisah hampir 5 tahun lamanya.

Mereka pun berjalan keluar dari kawasan kampus lalu Sastra bertanya transportasi apa yang hendak mereka gunakan untuk pergi ke tempat tinggal Kayesha. Sastra sejujurnya ingin pulang menaiki kereta tetapi Kayesha justru memilih taksi dengan alasan agar mereka cepat sampai dan Sastra bisa cepat istirahat setelah perjalanan jauh yang tentunya melelahkan.

Sastra pun setuju sehingga kini keduanya sudah berada di dalam taksi. Ketika memasukan kopernya ke dalam bagasi taksi itu Sastra mau tidak mau melepas genggaman tangannya dengan Kayesha, kan? Namun, begitu mereka masuk ke dalam taksi itu, tangan mereka kembali saling menggenggam satu sama lain seolah tidak ingin terpisahkan.

"Kamu nginep di hotel mana?" tanya Kayesha yang bahkan baru mengingat hal tersebut.

Sastra menoleh tetapi bukannya segera menjawab, ia justru tersenyum lebar dan membuat Kayesha merasa semakin penasaran.

"Aku nginep di rumah kamu ...."

Mata Kayesha langsung melebar, sungguh ia tidak menduga hal itu sebelumnya walau saat ini mereka jelas-jelas sedang menuju tempat tinggalnya. Kayesha pikir Sastra hanya akan makan malam di sana bersama dirinya dan Ayla lalu pulang ke hotel yang akan ia tinggali selama berada di sana.

"Aku tidur di kamar Bang Romy," tambah Sastra yang semakin menambah rasa terkejut Kayesha.

"Bang Romy izinin kamu tidur di kamarnya? Yakin? Orang biasanya aku masuk kamarnya aja dia marah-marah, lho!"

Sastra melebarkan senyumannya lalu mendekatkan kepalanya ke sisi kepala Kayesha dan berkata, "Soalnya kalau aku tidurnya di kamar kamu, nanti yang marah bukan cuma Bang Romy ... Ayah sama Bunda kamu juga pasti ngamuk. Padahal aku sih maunya tidur di kamar kamu aja biar bisa peluk kamu semaleman terus syukur-syukur kalau besoknya langsung dinikahin sekalian sama kamu."

Kayesha langsung memundurkan kepalanya, ia berusaha menjauhkan wajahnya yang seketika terasa panas dari sisi kepala Sastra. Melihat itu senyum Sastra lagi-lagi melebar, ia bahkan mulai terkekeh ringan dan membuat Kayesha kembali menatapnya.

"Aku bercanda, Sayang ...."

Ya, Sastra hanya bercanda tetapi perkataannya sama sekali bukan candaan. Ia memang ingin memeluk Kayesha semalaman untuk mengikis rasa rindu yang rasanya sudah tak terhingga. Kayesha yang terlanjur salah panik pun tak mengatakan apa-apa, ia salah tingkah sampai akhirnya hanya menggeleng-gelengkan kepalanya lalu menatap ke arah depan. Mereka sudah hampir sampai karena perjalanan menggunakan taksi jauh lebih cepat, mereka bahkan seharusnya tiba kurang dari 10 menit.

Melihat Kayesha yang salah tingkah pun membuat Sastra untuk kesekian kalinya tersenyum lebar.

Ah, ia rasanya sungguh merindukan saat-saat seperti ini dengan Kayesha.

Tak lama taksi yang mereka tumpangi pun berhenti di depan sebuah gedung tinggi yang tampak mewah. Sastra tidak mengomentari itu karena ia sudah mencari tahu sebelumnya di mana Kayesha dan keluarganya tinggal. Setelah Sastra menurunkan kopernya Kayesha pun langsung meraih tangan kanan Sastra, ia menarik Sastra masuk ke lobi gedung itu. Dua security yang membukakan pintu pun menyapa mereka lalu di dalam sana seorang resepsionis juga menyapa mereka dengan ramah sampai akhirnya kini Kayesha dan Sastra sudah berada di dalam lift.

Seperti apa yang Sastra dengar sebelumnya, keamanan di tempat itu sangat ketat dan itulah alasan mengapa Kayesha bisa tinggal dengan nyaman di sana.

"Kamu berapa lama di sini? Kapan pulang lagi ke Jakarta?"

Sastra tersadar dari lamunannya, ia menoleh dan mendapati Kayesha yang menatapnya lekat menunggu jawaban darinya.

"Aku baru dateng lho ... masa udah ditanyain kapan pulang. Kamu gak seneng ya aku ke sin—"

"Bercanda satu kali lagi, kamu tidur di hotel aja ya, Sas—"

"Ih, enggak, enggak! Iya, maaf. Aku gak bercanda lagi."

Sastra langsung cemberut, ia memang menjawab dengan bercanda pertanyaan Kayesha barusan dan ia sama sekali tidak menyangka jika Kayesha akan mengancamnya seperti itu.

"Jangan galak-galak dong, Sayang ... aku kan kangen sama kamu," ujar Sastra dengan suara pelan mirip gerutuan.

"Makanya kalau aku nanya tuh dijawab yang bener, Sastra."

"Iya, iya ... maaf. Aku kayaknya di sini 2 mingguan, bisa sampai 3 minggu juga sih sebenernya. Jadi lihat nanti aja deh kapan aku mau pulang, soalnya kalau bisa aku gak mau pulang. Mau di sini aja sama kamu."

Sastra menjawab dengan serius dan di ujung perkataannya ia kembali cemberut.

"Kamu punya kerjaan lho, Sas. Mana bisa di sini lama-lama kayak gitu."

Di saat yang sama pintu lift terbuka di lantai tujuan, Kayesha kembali meraih tangan Sastra dan menarik Sastra keluar dari sana.

"Papa bolehin aku libur lama kok. Untuk kerjaan yang lain kan aku kerjanya remote," ujar Sastra menanggapi perkataan terakhir Kayesha di dalam lift tadi. "Oh iya, apa aku cari kerja di sini aja ya biar gak harus pulang dan bisa sama kamu terus."

Sastra seakan mendapat ide cemerlang tetapi perkataannya membuat Kayesha berhenti melangkah lalu berbalik ke arahnya dengan raut wajah yang Sastra tebak tidak setuju dengan perkatataannya.

"Gak boleh, Sas ... Kasian Mama sama Papa kamu kalau kamu jauh dari mereka. Nanti mereka sedih karena kamu tinggalin padahal kamu satu-satunya anak mereka ...."

Ya, Kayesha berkata seperti itu dan Sastra mencoba meneliti ekspresinya karena tentu saja apa yang dikatakan Kayesha seharusnya berlaku juga untuk Kayesha, kan?

Sila dan Rio hanya memiliki Kayesha seorang sebagai darah daging mereka, dan mereka juga sangat sedih karena Kayesha memilih pergi jauh bahkan dalam artian lain selain jarak antar negara.

"Mama sama Papa kayaknya seneng tahu kalau aku gak di rumah ... mereka kan bisa pacaran lagi tuh."

Sastra memilih menyahuti seperti itu karena melihat ada sorot sendu di mata Kayesha dan perkataannya berhasil membuat Kayesha tersenyum tipis.

"Emang kamu mau nanti pas kamu pulang tiba-tiba kamu dapet adek baru?"

Mata Sastra melebar, ia baru sadar akan hal itu. Sastra lalu menggeleng kuat, "Ih, jangan! Masa aku jadi kakak di usia 24 tahun ... eh, tapi Mama kayaknya udah gak bisa kasih adik buat aku kok ...."

Suara Sastra yang terdengar panik lagi-lagi berhasil membuat Kayesha melebarkan senyumannya. Bukan hanya Sastra yang senang menggodanya, tetapi Kayesha juga suka menggoda Sastra seperti ini.

"Udah ah, ayo," ujar Kayesha yang akhirnya kembali berjalan dengan menarik Sastra.

Mereka pun sampai di depan pintu hunian Kayesha. Kayesha langsung memasukkan pin pintunya sehingga kuncinya terbuka lalu Kayesha mendorong pintu itu dan mendapati Ayla yang ada di dalam sana berdiri menyambut kedatangan mereka.

"Ada, kan, Sastra-nya?" ujar Ayla dengan senyuman yang sejujurnya sejak tadi tak bisa ia tahan.

Kayesha langsung mengerucutkan bibirnya dan menjawab, "Bunda jahat banget gak kasih tahu aku kalau Sastra mau ke sini."

Ayla hanya bisa melebarkan senyumannya dengan tatapan yang beralih pada Sastra.

"Tuh, Sastra yang minta. Katanya pengen kasih surprise."

Kayesha pun melirik lagi Sastra yang kini berdiri di sampingnya sehingga Sastra pun tersenyum. Ia lalu menatap Ayla dan berkata, "Surprise-ku berhasil gak, Tante?"

"Berhasil! Kayesha uring-uringan loh tadi pagi, mana sampai telepon Welda buat nanyain kamu ke mana."

"Bunda," tegur Kayesha dengan agak merengek dan itu membuat Sastra juga Ayla akhirnya terkekeh.

"Ayo masuk, Bunda udah siapin makan malam."

Kayesha dan Sastra pun akhirnya melangkahkan kaki memasuki hunian itu lebih dalam. Tatapan Sastra langsung tertuju pada dinding kaca di depan sana. Ia bisa melihat cahaya dari lampu gudung-gedng lain dan ia juga melihat salah satu icon terkenal amerika serikat berada tak jauh dari sana. Tempat hunian keluarga Wiratama itu benar-benar memiliki pemandangan yang luar biasa.

"Sayang, anter Sastra ke kamar Bang Romy buat simpan barangnya dulu," ujar Ayla yang sudah berada di ambang pintu menuju dapur. "Sastra, mau langsung makan atau mau mandi dulu?"

Sastra pun menoleh ke arah Ayla, ia tidak enak untuk menjawab pertanyaan itu sehingga akhirnya berkata, "Aku ikut Tante sama Kayesha aja mau makan dulu atau gimana."

Ayla pun menatap Kayesha menunggu jawaban putrinya tersebut sehingga Kayesha pun menjawab seraya menatap Sastra, "Aku mau mandi dulu gak apa-apa?"

Sastra pun mengangguk dan berkata jika ia juga akan mandi terlebih dahulu sehingga setelah Kayesha mengantarnya ke dalam kamar Romy, Sastra langsung membongkar kopernya untuk mengambil pakaian ganti. Kayesha juga langsung pergi ke kamarnya dan mandi sampai sekitar 20 menit setelahnya saat Kayesha keluar kamar, ia melihat Sastra yang duduk berbincang di ruang tengah bersama Ayla.

Melihat Kayesha keluar dari kamarnya membuat Ayla pun bangkit dari posisinya dan berkata, "Ayo makan, setelah itu kalian istirahat ya."

Mereka pun berpindah ke meja makan. Mereka makan seraya bertukar cerita sampai akhirnya mereka selesai dan Ayla langsung berpamitan untuk kembali ke kamarnya.

"Kamu jangan tidur larut ya, besok masih kuliah," ujar Ayla memperingatkan Kayesha jika esok hari ia masih harus pergi kuliah.

"Iya, Bunda."

"Sastra kalau butuh sesuatu ambil sendiri aja ya. Anggap rumah sendiri aja."

"Iya, Tante ...." Sastra mengangguk seraya tersenyum dan setelah mendengar perkataan Sastra itu Ayla pun benar-benar pergi masuk ke kamarnya tanpa rasa khawatir meninggalkan dua muda-mudi itu karena ia percaya mereka berdua tidak akan melakukan hal yang tidak-tidak.

"Mau tidur sekarang?" tanya Kayesha membuat Sastra mengalihkan tatapannya dari pintu kamar Ayla yang baru saja tertutup.

Sastra pun menggelengkan kepalanya. "Aku belum mau tidur, kalau kamu mau tidur sekarang?"

Kayesha menjawab pertanyaan Sastra itu juga dengan gelengan kepalanya. Kayesha lalu mengalihkan tatapannya ke salah satu sisi hunian itu. Ada pojokan yang menjadi tempat favoritnya di dalam hunian tersebut.

"Tiduran di sana yuk?" ajak Kayesha seraya menunjuk tempat yang ia maksud dengan dagunya.

Sastra pun menoleh ke arah itu, ia melihat di sana ada karpet bulu tebal yang membentang di lantai dengan beberapa bantal yang disusun sedemikian rupa sehingga ia bisa menebak jika berbaring di sana pasti akan terasa nyaman. Apalagi pemandangan di luar sana pun terlihat dengan jelas dari tempat itu.

Sastra akhirnya mengangguk sehingga Kayesha tersenyum dan lagi, ia meraih tangan Sastra yang selanjutnya ia tarik perlahan ke arah pojokan tadi. Kayesha dan Sastra pun duduk di sana dengan menghadap langsung ke arah dinding kaca hunian itu.

"Ini spot favoritku di sini," ucap Kayesha yang matanya tertuju pada pemandangan di luar sana.

Sastra sejenak menoleh ke arah Kayesha lalu kembali menatap ke depan sana dan tersenyum lalu berkata, "Pemandangannya bagus."

Kayesha mengangguk semangat menyetujui ucapan Sastra. "Kadang aku bisa diem di sini semaleman kalau di luar lagi hujan."

Sastra dibuat kembali menoleh, ia memutar wajahnya dan menatap Kayesha dari samping dengan tatapan yang begitu dalam. Kayesha yang tak kunjung mendengar respon Sastra pun ikut menoleh dan dibuat terkejut saat mendapati Sastra tengah menatapnya.

"A-a-pa?" tanya Kayesha yang seketika salah tingkah.

Sastra tersenyum kecil dengan tangan kanannya yang terangkat ke sisi kepala Kayesha. Ia mengusap lembut kepala Kayesha dan membuat Kayesha terkesiap.

"Rasanya masih kayak mimpi bisa lihat kamu lagi kayak gini ...."

Ya, hingga detik ini Sastra masih selalu merasa seperti tengah bermimpi bisa berjumpa lagi dengan Kayesha seperti ini.

Tatapan Kayesha jadi menyendu karena perkataan Sastra itu, tangan kirinya lalu terangkat meraih tangan kanan Sastra yang masih berada di kepalanya. Kayesha membawa turun tangan Sastra lalu menautkan jemari mereka dan menggenggam erat tangan Sastra.

"Maafin aku, ya, Sastra ... Aku udah jahat banget sama kamu."

Ya, Kayesha tiba-tiba meminta maaf dengan sorot mata yang semakin sendu dan mendengar itu Sastra langsung menggelengkan kepalanya.

"Kamu gak salah. Kamu gak jahat, tapi aku yang jahat sama kamu sampai kamu akhirnya pilih pergi tinggalin aku ... Maafin aku ya ... Maaf karena waktu itu aku sakitin kamu dan gak ada di saat kamu butuh aku ...."

Mata Kayesha dan Sastra sama-sama mulai terlapisi air mata. Kayesha perlahan menggelengkan kepalanya lalu dengan suara pelan berkata, "Kamu yang sama sekali enggak salah, Sastra. Andai sejak awal aku jujur sama kamu, aku yakin kamu gak akan lakuin hal itu ke aku ...."

Sastra kembali menggelengkan kepalanya, ia tetap merasa menjadi pihak yang bersalah, begitu juga dengan Kayesha. Sastra lalu mengangkat tangan mereka yang saling menggenggam dan membawa punggung tangan Kayesha ke depan wajahnya. Sastra memberi kecupan di sana sebelum akhirnya menempelkan punggung tangan Kayesha di pipinya.

Kayesha hanya terpaku menatap itu dengan sendu. Mereka sama-sama membisu tetapi bertahan dalam posisi itu cukup lama. Keduanya sama-sama mencoba menenangkan perasaan mereka sampai akhirnya Sastra menghembuskan napas panjang dan menurunkan tangan Kayesha dari pipinya yang selanjutnya kembali ia beri kecupan cukup lama daripada yang sebelumnya.

Saat hendak menurunkan tangan mereka, tatapan Sastra lalu tertuju ada cincin yang melingkar di jari manis kiri Kayesha. Cincin itu masih ada di sana. Sastra pun menatap Kayesha lalu berkata, "Kamu ... gak buang cincinnya?"

Kayesha langsung menunduk menatap cincin yang dimaksud Sastra. Saat itu Sastra mengatakan sesuatu dan memperbolehkan dirinya untuk membuang cincin itu, kan?

"Katanya aku harus pakai cincin ini sampai ada cincin lain yang tersemat di jari manis sebelah sini ...." Kayesha mengangkat tangan kanannya dan memperlihatkan jemarinya. "Ya udah, kalau kamu maunya aku buang cincinnya, aku bu—"

"ENGGAK! Jangan dibuang ...." Sastra menyela dengan panik tetapi di akhir suaranya justru memelan. "Aku ... cuma takut kemarin itu aku terlalu paksa kamu ...."

Sastra menunduk, ia rasanya tak bisa saling bertatapan dengan Kayesha sehingga lebih memiliih menatap cincin di jemari Kayesha dan mulai mengusap area itu dengan tangan kirinya.

"Aku takut kamu simpan cincin ini karena terpaksa ... Aku emang sayang sama kamu, tapi ... kalau misalnya kamu udah ketemu cowok yang lebih baik dari aku, aku gak ap—"

"Gak ada cowok lain, Sastra ... Aku gak terpaksa ...."

Kayesha mengulurkan tangan kanannya ke wajah Sastra, ia perlahan mencoba mengangkat wajah Sastra sehingga akhirnya ia bisa kembali bertatapan dengan Sastra dan melihat mata Sastra yang kembali terlapisi air mata.

Tatapan Kayesha yang sudah sendu pun kembali meredup, ia tersenyum sendu dengan ibu jari tangan kanannya yang mengusap pipi Sastra lembut.

"Aku gak mau laki-laki lain, Sas ... Aku mau kamu yang pasang cincin di jari manis kananku nanti ...."


***


Continue Reading

You'll Also Like

406K 25.7K 34
"Kalau Kak Sean, mau aku pergi?" "Iya. Selama itu bisa bikin keluarga gue tentram, gue mau lo pergi." "Selamanya kita gak bakal bisa jadi keluarga. L...
38.7K 3.5K 23
Tulisan ini salah satu winner di Wattpadindo Writing Challenge 2020. ~*~ Berjuang mengangkat kembali derajat keluarga yang terpuruk, akibat utang yan...
2.3K 209 30
1 Januari. Hari bencana tiba, binatang inti dari bawah tanah muncul, bintik matahari meledak, arus dingin seratus derajat menyapu dunia, binatang pra...
704K 811 40
warning! Cerita khusus 21+ bocil dilarang mendekat!! Akun kedua dari vpussyy Sekumpulan tentang one shoot yang langsung tamat! Gak suka skip! Jangan...