Vhallscavepe: Tales of the De...

By azrinley

3.5K 713 350

Ini kisah tentang laut mati, laut yang menyimpan dendam dan kebencian pada manusia. Menempuh petualangan mena... More

00 | Prolog
01 | MAIRA
02 | NARAYAN
03 | NARAYAN
04 | MAIRA
05 | NARAYAN
06 | MAIRA
07 | MAIRA
08 | NARAYAN
09 | MAIRA
10 | NARAYAN
11 | MAIRA
12 | MAIRA
14 | MAIRA/NARAYAN

13 | NARAYAN

153 32 12
By azrinley

Hazel Eyed Man


***


Kedua tanganku mendorong pelan daun pintu yang setengah terbuka, di balik pintu itu Hayden sedang menempelkan handuk dingin pada lebam biru di tulang pipinya sambil bersandar di punggung kursi. Wajah bersih seorang pangeran tak lagi nampak pada kulit eksotis itu, yang ada hanya garis-garis luka serta memar yang membuat wajahnya terlihat sangar nan mempesona. Aku tidak bohong, meski dengan wajah seperti itu, ia masih tak kehilangan paras tampan yang selalu digilai oleh banyak wanita di luar sana. Lupakan fakta bahwa istriku juga pernah menyukai wajah itu. Rasa pahit menjalar ke seluruh lidahku saat mulai mengalihkan pandangan pada luka besar di lengan Janav, ia sedang berjaga di sekitar jendela. Kepala keduanya langsung tertoleh padaku begitu engsel besi pada pintu yang kudorong berderit nyaring.

"Aku datang menuntut banyak penjelasan. Kita mulai dari ayahmu yang masih memimpin kerajaan ini." Aku menarik kursi di hadapan Hayden, terduduk di sana sambil menyilangkan tangan ke dada dengan raut wajah yang sengaja kubuat tegas.

"Ya, aku baik-baik saja. Terima kasih sudah bertanya." Hayden menjawab sarkas, mencelupkan kembali handuknya ke dalam ember berisikan air dingin dengan es batu.

Menilik wajahnya lamat-lamat, ada rasa bersalah mengalir dalam dadaku karena tak menanyakan keadaannya lebih dulu. Aku bisa merasakan perih dari lecet di sekitar dagunya, juga perban yang membalut telapak tangannya meninggalkan noda merah yang menggelap. Separah itu.

Janav ikut menghampiri, wajahnya tak kalah kacau. Tidak heran, apa yang mereka hadapi di tanah Zephyr adalah pasukan yang dikirim dari laut mati. Makhluk astral dengan berbagai kelebihan, pedang biasa takkan mampu menebas mereka. Hanya pedang yang ditempa oleh tangan para penyihir legendaris yang sanggup melenyapkan mereka dalam satu serangan, dan desa para penempa pedang berada jauh di kaki gunung Mirell–tempatku bertemu dengan Lovi.

"Wajah kalian jelek sekali. Sepertinya kalian nyaris kalah."

Hayden melemparkan satu tatapan tegas pada pengawalnya dengan satu alis yang terangkat, diterima dengan baik hingga lelaki itu bergegas menuju pintu dan menutupnya rapat-rapat, bahkan menguncinya dua kali. Janav kembali mendekat usai melaksanakan perintah Hayden yang bahkan tak perlu dilisankan melalui bibir.

"Apa ini? Kalian tidak berencana membunuhku di sini, bukan?" Mataku menjelajahi Hayden dan Janav secara bergantian.

"Kau bahkan bisa membunuh kami tanpa menyentuh sekalipun, untuk apa kami berpikiran bodoh?" Hayden berbicara sembari membawa langkahnya membelakangiku.

Punggung karismatik itu semakin menjauh, Hayden menghampiri salah satu rak buku tinggi yang bersandar pada tembok ruang kerjanya. Jari telunjuknya menyusuri barisan rapi buku-buku tebal yang kuyakini sangat membosankan.

Ini adalah ruangan yang hanya bisa diakses olehnya dan Janav, mungkin aku pengecualian. Dia menyimpan banyak rahasia di ruangan ini, bahkan Lyra selalu emosi karena ia tak pernah diperbolehkan oleh Hayden menginjakkan kaki di ruangan ini. Alasannya sederhana, karena Lyra terkadang selalu bergosip dengan pelayan di dapur istana.

"Sudah dengar tentang laut mati?" Hayden kembali dengan sebuah buku tebal bersampul keras yang memiliki ukiran ombak di setiap sisinya. Buku berwarna hijau emerald itu tetap utuh meski sepertinya sudah berusia ratusan tahun. Aku mengangguk saja sebagai respons, Janav kini menyeret salah satu kursi untuk ikut duduk bersama kami mengitari meja kerja Hayden.

"Nenek Mago juga sudah cerita tentang pusaka yang dicuri dari laut mati?" Kali ini giliran Janav yang mengalamatkan pertanyaan itu padaku.

"Langsung ke intinya saja," kataku, tepat setelah Janav menyelesaikan pertanyaannya.

Kudengar mereka menghela napas berat secara bersamaan seraya saling bertukar pandang sejenak. Hayden meletakkan buku itu tepat di hadapanku dan membuka setiap lembarnya lumayan cepat, berusaha menemukan halaman tertentu.

"Kekacauan yang sedang melanda Eruvel disebabkan oleh benda ini." Jemarinya masih berusaha mencari halaman yang ingin ia tunjukkan padaku. Sedang aku berusaha terlihat tenang menunggunya membalik setiap halaman secara tidak sabaran, bisa kulihat keningnya mengernyit karena tak kunjung mendapatkan apa yang ia cari.

"Aku dan Hayden sepakat bahwa benda ini merupakan pusaka laut mati." Janav menyahut pelan, luka di ujung bibirnya belum kering.

"Tunjukkan saja, kalian banyak bicara sekali." Janav menghunuskan tatapan tajam atas ucapanku. Mungkin salah satu hal yang harus kutetapkan sebagai resolusi tahun baru mendatang adalah berhenti bersikap terlalu dingin.

"Ini dia!" seru Hayden. Jari telunjuknya melekat pada gambar kompas tak berwarna di buku tersebut, hanya sebuah sketsa kasar. "Apa kau bersedia mendengar kisah tentang kompas ini? Kisah yang menghubungkannya dengan laut mati."

"Ceritakan sesingkat mungkin." Jemariku menarik buku itu agar lebih dekat padaku, memberikan akses untuk mengamati gambar kompas itu lebih teliti.

Kebingungan menyelimuti raut wajahku saat mendapati ada tiga jarum penunjuk di dalam gambar kompas itu, sepertinya memang tidak difungsikan untuk menunjukkan arah sebagaimana mestinya. Di sekeliling kompas itu ada berbagai macam simbol.

"Apa kau sadar betapa miripnya hutan Dreafts dan laut mati, Narayan?" Hayden menarik kursinya untuk duduk tepat di sisiku. Wajah itu sangat serius, jauh lebih serius dari yang pernah kulihat ia nampakkan.

"Apa maksudmu?"

"Kau memintaku cerita sesingkat mungkin, sepertinya ini satu-satunya cara agar kau mudah mengerti." Hayden kembali membalik halaman demi halaman dari buku tebal di hadapan kami. Janav mengeluarkan kacamata baca dari sakunya, kacamata berlensa cukup tebal. Sejak kapan matanya mulai rabun? Memangnya prajurit boleh rabun?

"Lihat. Laut mati dulunya merupakan laut paling indah, kemagisan di sana tak tertandingi dari perairan mana pun di seluruh Vhallscavepe."

"Bukankah ini justru berbanding terbalik dengan hutan Dreafts? Hutan itu dulunya hutan mati, aku yang menghidupkannya kembali." Hayden menggaruk kepala yang tidak gatal, kudapati ia saling tatap sejenak dengan Janav. Tatapan itu, aku mengenalnya. Seolah mereka lelah berhadapan dengan orang bodoh.

"Aku tersinggung," kataku datar. Mengundang tawa kecil dari keduanya. Suara tawa canggung yang mengandung permintaan maaf tidak resmi.

"Memang benar, Narayan. Persamaannya adalah ... laut mati juga memiliki seorang pelindung, sama sepertimu yang melindungi hutan Dreafts."

"Lalu?"

Janav menepuk pundakku. "Biarkan Hayden selesai cerita."

"Baiklah, teruskan." Tanganku membalik halaman buku yang sedang menampilkan gambar tak berwarna dari keindahan bawah laut, tempat itu memang luar biasa. Aku sudah sering mendengar tentang kekayaan bawah laut di sana, bangsa Flizenia (makhluk menyerupai manusia yang memiliki insang di sekitar lehernya) merawat laut itu sejak awal.

"Ratusan tahun lalu, laut itu menerima kedatangan seorang raja dari laut timur. Mereka sepakat untuk berdamai, kau tahu kan bahwa peperangan antar lautan akan mengundang murka Dewa Laut?" Hayden merebut buku dariku, kembali membuat jemarinya menari di sana untuk mencari halaman tertentu.

"Ini dia, raja dari laut mati dan laut timur."

Aku memicingkan mata, sketsanya tidak jelas. Ini hanya gambar dua pria berjanggut panjang sambil memegang trisula masing-masing.

"Dua minggu lalu, entah bagaimana caranya mereka mengirim dua ekor naga yang nyaris menghanguskan pinggiran kota."

"Naga?! Mereka punya naga?! Tapi mereka penduduk lautan." Mataku mendelik nyaris keluar dari tempatnya. Memangnya ada yang disebut naga laut?

"Naga yang cukup besar dengan semburan api biru dari mulutnya. Pasti naga yang mereka pelihara di sebuah pulau." Kepalaku otomatis tertoleh pada Janav, matanya menatap kosong pada meja selagi berbicara. Ada horor yang sangat besar ketika kulihat cahaya dari mata itu.

"Bagaimana kalian mengalahkan naga? Eruvel tidak punya naga."

Hayden kembali meraih kain dari dalam ember dan memerasnya sekuat tenaga, sekali lagi menempelkannya kembali pada lebam biru di tulang pipi. Kemudian ia menjawab santai, "Itulah gunanya membangun relasi yang baik dengan kerajaan lain, Narayan. Kerajaan sekutu mengirim pasukan dengan enam ekor naga sekaligus untuk membantu kami."

"Kerajaan Donflux. Apa kau tahu taruhan dari bantuan yang mereka kirim?"

"Diam, Janav." Hayden berkata tegas.

"Apa?" Kupaksa Janav menatapku seorang, mengarahkan kepalanya dengan dua tangan agar tak beralih ke lain tempat.

"Mereka ingin agar Hayden melamar putri mereka."

"Hah?! Dan kau setuju?!" Aku bangkit dari kursiku. Kedua tangan bertumpu di atas meja, badanku kini semakin condong ke depan–mengarah pada Hayden dengan raut wajah tak percaya. Aku tidak sadar pertanyaanku keluar disertai dengan nada antusias.

"Mau bagaimana lagi? Aku juga butuh calon ratu agar bisa naik takhta." Pangeran berparas tegas itu menuang air ke dalam gelasnya, berusaha terlihat santai.

"Itu artinya kau akan segera menikah? Astaga, menarik sekali."

"Lupakan itu! Aku belum selesai membahas laut mati. Duduk kembali." Hayden menyuruh, kemudian mulai menenggak air di gelas.

Meja kami hening sejenak, menunggu Hayden selesai minum sampai tandas air putih dari gelas perak bermotif bunga dandelion di tangannya.

"Aku sudah mendengar dari Nenek Mago tentang koki yang bekerja di kastilmu." Bunyi nyaring terdengar saat Hayden meletakkan kembali gelas ke atas meja.

"Glen?" Aku balas menatap Hayden, mencari tahu maksud hatinya mengungkit tentang pangeran berdarah penyihir itu.

"Kurasa dia bisa membantu kita menemukan pusaka laut mati. Tidak sulit bagi orang dengan intuisi tajam sepertinya untuk menemukan aura dari tujuh iblis lautan," timpal Janav, memainkan pensil di tangan kanannya meski tak berminat untuk menggoreskannya pada kertas mana pun.

"Tunggu dulu, sepertinya kita melewatkan sesuatu. Bagaimana bisa kompas itu memiliki kekuatan tujuh iblis lautan? Kita tadi sedang membahas tentang para raja lautan yang sepakat untuk berdamai. Mulai lagi dari situ." Kuayunkan tanganku, memerintah.

"Raja dari laut timur berkhianat. Ia mengirim seorang manusia untuk menjadi mata-mata di laut mati, dulu manusia sangat diterima kedatangannya di sana. Ada ikatan perdagangan yang cukup erat dengan bangsa Flizenia, sebab mereka juga membutuhkan beberapa hal yang hanya bisa mereka dapatkan dari daratan." Hayden menyugar rambutnya ke belakang, barulah aku menyadari ada jahitan luka yang masih segar di sekitar keningnya.

"Orang itu membunuh putra mahkota dan mencuri kompas itu. Maka saat Raja Laut Mati berhasil mendapatkan kembali kompas itu dengan melenyapkan mata-mata secara buas, ia menjual jiwanya pada tujuh iblis lautan untuk melindungi laut mati dan kompas itu dari manusia. Dendam dan kebenciannya pada manusia yang menyebabkan laut mati kini dikutuk oleh tujuh iblis lautan. Setiap jiwa yang berani mendekati laut mati tak lagi pernah terlihat, laut itu dinamakan laut mati bukan tanpa sebab. Ia melahap jiwa manusia biasa, manusia sepertiku."

Janav mengerutkan alis tidak setuju. "Kekuatan bulan biru mengalir dalam darahmu, Hayden."

"Oh, ya. Aku lupa."

Janav memutar mata, sedang aku memilih larut dalam isi kepalaku tentang kisah laut mati. Mencari benang merah yang menghubungkan semua ini dengan Eruvel.

"Apa yang spesial dari kompas itu, Hayden? Kenapa mereka mencurinya?"

Senyum di wajah pangeran lantas pudar, sekali lagi ia menarik buku dari hadapanku. Kali ini ia tak lagi kesusahan mencari, sebab pada halaman yang ingin ia tunjukkan, terdapat sebuah pembatas buku yang terbuat dari bulu burung merak putih.

"Kompas itu ... adalah kunci menuju kota bawah laut yang telah hilang. Kota yang menjadi tempat satu-satunya pohon keabadian tumbuh. Pohon yang hanya bisa hidup di lautan. Konon, pohon itu akan berbuah saat gerhana matahari nanti. Itu akan menjadi buah pertama dan terakhir dari pohon keabadian, sebab begitu buahnya dipetik ... pohon itu akan mati. Itulah sebabnya mengapa kompas ini sangat berharga dan sangat dilindungi oleh bangsa Flizenia, buah pohon keabadian tidak boleh jatuh ke tangan orang yang hatinya segelap palung terdalam lautan."

Meski rasanya masih sulit menerima semua informasi ini sekaligus, aku harus memaksa diri untuk memutar otak. Jika benar kompas itu adalah pusaka laut mati, kurasa memang kita membutuhkan bantuan Glen untuk mendapatkannya kembali.

"Baiklah, tapi kalian harus membantuku untuk membujuknya. Dia bilang sudah tidak mau menginjakkan kaki di kota untuk beberapa waktu. Terakhir kali ia kemari, katanya ia melihat prajurit Dalarun sedang berjalan-jalan. Apa kerajaan sedang menerima kunjungan?"

Pertanyaanku tak berbuah jawaban. Dua laki-laki itu kini menatapku heran, ada rasa penasaran yang menuntut untuk dipuaskan.

"Dia pangeran dalam pelarian, asal kalian tahu saja," lanjutku lagi. "Kalau keadaan kalian sudah membaik, besok datanglah ke hutan Dreafts dan bujuk dia untuk membantu."

Kulirik Janav langsung menengok pada luka tusuk di salah satu pahanya yang diperban, pun Hayden berusaha menutupi luka jahit di keningnya meski sebenarnya aku sudah tahu.

"Bicaramu seolah kau peduli saja, saat masuk tadi kau bahkan tak menanyakan bagaimana keadaan kami." Janav menyahut sinis.

"Kalian sedang duduk di hadapanku, dalam keadaan hidup. Itu saja sudah cukup." Memilih untuk membuang pandanganku keluar jendela, aku tak berniat untuk mengetahui bagaimana cara mereka kini menatapku.

"Tidak peduli sebanyak apa pun luka yang kalian dapatkan, yang penting kalian masih hidup, itu sudah lebih dari cukup." Kuembuskan napas berat sebelum lanjut berbicara, "Luka bisa sembuh, tapi nyawa yang telah dirampas oleh maut tidak akan bisa kembali."


***



kiss and hug, Rinley

Continue Reading

You'll Also Like

740K 66.5K 25
[BUKAN TERJEMAHAN!] Deenevan Von Estera adalah Grand duke wilayah utara yang terkenal tertutup. Dia adalah pemeran antagonis dari cerita berjudul "Be...
91.5K 8.2K 14
Brothership(BROMANCE) NOT BL!! Damon hartman pria yang berusia 39 tahun yang hidupnya sepenuhnya di dedikasikan untuk pekerjaan atau bisa disebut w...
556K 35.4K 52
Bagaimana jadinya jika seorang putri pembangkang harus menikah dengan seorang Duke yang terkenal mengerikan di kerajaannya? Mampukah Putri Aleesya m...
223K 13.3K 37
"Transmigrasi?? Serius?? Sialan!!" "Jiwaku benar benar berpindah? bukankah kedengaran konyol? namun aku benar benar mengalaminya sekarang?? siapapun...